Penasaran
dengan
pernyataan
saya
yang
menyatakan
bahwa
pemimpin
harus
menjadi
pusat
energi
organisasi
(lihat
artikel
sebelumnya
yang
berjudul
"Apakah
Karyawan
Kapabel
itu
Kontributif?"),
teman
saya
kemudian
mencecar
dengan
pertanyaan
berikutnya,
"Ini
pasti
ada
hubungannya
dengan
peran
pemimpin
di
organisasi.
Sebenarnya
peran
pemimpin
itu
apa
saja
sih?"
Sepanjang
yang
saya
pahami,
pemimpin
harus
bisa
meng-"hidup"-kan
dirinya
sendiri
(self
energized)
dan
orang
lain
(energize
others).
"Apa
maksudnya
tuh?"
tanyanya.
Sepemahaman
saya,
pemimpin
harus
dapat
(1)
mengajak
anggota
organisasi
lainnya
menuju
suatu
kondisi
yang
ideal
lalu
(2)
mengarahkan
energi
organisasi
menuju
tujuan
bersama
tersebut;
namun
untuk
dapat
melakukannya
seorang
pemimpin
haruslah
(3)
menjadi
sumber
energi
yang
tak
pernah
habis
bagi
dirinya
sendiri.
Itu
sebabnya
pemimpin
harus
rendah
hati.
"Lho
kok
harus
rendah
hati
sih,
kenapa
ya?"
sergah
teman
saya.
Begini,
kepemimpinan
mengilustrasikan
upaya
keras
seorang
pemimpin
dalam
menciptakan
masa
depan
yang
lebih
baik
bagi
orang-‐orang
di
sekelilingnya.
Seorang
pemimpin
membayangkan
masa
depan
yang
lebih
baik
lalu
membangun
kesadaran
bersama
mengenai
pentingnya
menciptakan
masa
depan
tersebut.
Seorang
pemimpin
juga
harus
mampu
mencari
pengikut
sepanjang
perjalanan
lalu
menyelaraskan
energi
mereka
menuju
masa
depan
yang
lebih
baik
dan
dicita-‐citakan
bersama
tersebut.
Supaya
berhasil
menciptakan
masa
depan
yang
lebih
baik,
seorang
pemimpin
harus
rendah
hati,
di
satu
sisi
yakin
bahwa
masa
depan
yang
lebih
baik
pasti
dapat
diraih
namun
di
sisi
yang
lain
menyadari
sepenuhnya
bahwa
masa
depan
tersebut
tidak
dapat
diraih
hanya
seorang
diri.
Menjadi
pemimpin
yang
rendah
hati
memiliki
arti
membuat
pengikutnya
merasa
nyaman
untuk
menyampaikan
segala
sesuatu
tanpa
merasa
khawatir
dihukum
dan
senantiasa
berpikiran
terbuka
dalam
mengakui
kesalahan
atau
menerima
pendapat
yang
lebih
baik.
Selain
rendah
hati,
seorang
pemimpin
juga
harus
berhati
teguh.
Teguh
dalam
menunjukkan
rasa
keingintahuan
yang
tulus
dan
empati
terutama
untuk
mengetahui
apa
yang
dapat
mengubah
seseorang
menjadi
lebih
baik
lagi.
"Wah
mirip
banget
dengan
konsep
Pemimpin
Level
5
dalam
buku
Good
to
Great-‐ nya
Jim
Collins
ya",
terang
teman
saya.
Betul,
Pemimpin
Level
5
(Level
5
Leadership)
merupakan
konsep
pertama
dalam
ramuan
orang-‐orang
yang
disiplin
(disciplined
people).
Menurut
Jim
Collins,
keseluruhan
proses
transformasi
organisasi
terbagi
menjadi
tiga
tahapan
utama
yang
harus
berurutan
diawali
dengan
orang-orang
yang
disiplin
(disciplined
people)
dilanjut
dengan
pemikiran
yang
disiplin
(disciplined
thought)
lalu
diakhiri
dengan
tindakan
yang
disiplin
(disciplined
action).
Tindakan
yang
disiplin
tanpa
orang-‐orang
yang
disiplin
akan
sangat
sulit
untuk
dipertahankan,
dan
tindakan
yang
disiplin
tanpa
pemikiran
yang
disiplin
merupakan
awal
dari
bencana.
Kerangka
kerja
tersebut
kemudian
dibungkus
dalam
suatu
konsep
yang
disebut
sebagai
flywheel
untuk
menggambarkan
keseluruhan
perubahan
dari
baik
menjadi
hebat
(from
good
to
great).
Istilah
Pemimpin
Level
5
muncul
karena
Jim
Collins
menggambarkan
bahwa
terdapat
lima
tingkatan
kepemimpinan
yaitu
• Level
1:
Highly
Capable
Individual.
Memberi
kontribusi
produktif
melalui
bakat,
pengetahuan,
keahlian,
dan
kebiasaan
serta
etos
kerjanya
yang
baik.
• Level
2:
Contributing
Team
Member.
Mengkontribusikan
kapabilitas
individu
untuk
mencapai
tujuan
kelompok
serta
bekerja
secara
efektif
dengan
anggota
kelompoknya.
• Level
3:
Competent
Manager.
Mengorganisir
SDM
dan
sumber
daya
lainnya
untuk
mencapai
sasaran
yang
telah
disepakati
secara
efektif
dan
efisien.
• Level
4:
Effective
Leader.
Menjadi
katalis
atas
komitmen
dan
upaya
pencapaian
berkelanjutan
dari
suatu
visi
yang
berdaya
pikat,
serta
senantiasa
menstimulasi
standar
kinerja
yang
lebih
baik.
• Level
5:
Level
5
Executive.
Membangun
sesuatu
yang
hebat
melalui
paradoks
kerendahan
hati
dan
keteguhan
tekad.
Pemimpin
Level
5
sangat
berambisi,
namun
ambisi
mereka
utamanya
adalah
bagi
organsasi
dan
bukan
untuk
mereka
sendiri.
Mereka
terpacu
secara
fanatik
untuk
memberikan
hasil
yang
hebat
secara
terus-‐menerus.
Mereka
menyiapkan
penerus
untuk
mencapai
sukses
yang
lebih
hebat
lagi.
Pemimpin
Level
5
melihat
ke
jendela
untuk
membagi
penghargaan
kepada
faktor-‐faktor
di
luar
diri
mereka
ketika
segala
sesuatu
berjalan
mulus
namun
melihat
ke
cermin
untuk
mengambil
alih
tanggung
jawab,
tidak
pernah
menyalahkan
nasib
buruk
ketika
sesuatu
berjalan
tidak
mulus.
Daripada
khawatir
mengenai
bagaimana
mengontrol
orang
dan
memerintah
mereka,
pemimpin
sejati
lebih
khawatir
mengenai
bagaimana
caranya
membuat
dunia
ini
menjadi
lebih
baik.
"O
begitu,
sekarang
jadi
jelas
bagi
saya
peran
pemimpin
bagi
organisasi
dan
perlunya
Pemimpin
Level
5
seperti
menurut
Jim
Collins",
balas
teman
saya.
Betul,
namun
kita
belum
membahas
mengenai
ritual-ritual
yang
harus
dilakukan
oleh
seorang
pemimpin
dalam
mengelola
organisasinya
lho.
NOTE:
The
difference
between
leaders
and
non-leaders
is
this:
Leaders
strive
to
create
a
better
future;
non-leaders
cling
to
the
past
and
somehow
survive
the
present.
Arry
Ekananta
General
Manager,
HR
Division
Head
dan
ISO
Management
Representative
Tunas
Group.
Aktif
di
IndonesiaCHRP
sebagai
Vice
Chairman
semenjak
2011,
lama
berkarier
sebagai
konsultan
di
Transforma,
Deloitte,
dan
Arghajata
(strategic
alliance
Booz&Co
di
Indonesia).
Lulusan
terbaik
Certified
Human
Resources
Professional
(CHRP)
Atma
Jaya
batch
10
dengan
latar
belakang
pendidikan
S1
Teknik
Informatika
ITB
dan
S2
Ilmu
Komputer
IPB,
saat
ini
sedang
menempuh
S3
Manajemen
Bisnis
IPB.