Anda di halaman 1dari 6

L’AMANT DE LA CHINE DU NORD

KARYA MARGUERITE DURAS: KAJIAN POSTKOLONIAL

Chintya Adiza Salsabila1, Ignatia Rosa Delima2, Najwa Farihatul Halwa3


1
Universitas Negeri Semarang, chintyaadiza@students.unnes.ac.id
2
Universitas Negeri Semarang, ignatiarosadelima@students.unnes.ac.id
3
Universitas Negeri Semarang, najwahalwa@students.unnes.ac.id

Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hegemoni novel romantis "L'amant de la Chine du
Nord" karya Marguerite Duras. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
metode pencarian simultan untuk menerima literatur. Teori Gramsci dengan tepat
menggambarkan adanya hegemoni dalam novel. Novel pemenang Prix Goncourt pada tahun
1984 ini merupakan hasil kajian beberapa narasumber dengan tema yang kuat, menghadapi
kompleksitas hubungan antar budaya, ras, kelas dan usia, tema yang bertahan hingga saat ini.
dikenal orang Relevan dan menarik bacaan hari ini. Dari kajian ini juga terdapat bukti bahwa
L'amant de la Chine du Nord menunjukkan adanya dominasi dalam konteks masyarakat
pascakolonial di wilayah Indochina Prancis sekitar tahun 1930.
Kata Kunci : l'amant de la Chine du nord, marguerite duras, postkolonial

PENDAHULUAN
Dalam bahasanya, istilah "postkolonial" berasal dari "post" yang berarti "sesudah" dan
"koloni", dari kata Romawi colonia yang berarti kota atau pemukiman. Semula kata “koloni”
tidak memiliki konotasi negatif seperti kolonialisme, dominasi, pendudukan, dan eksploitasi.
Makna makna negatif ini terlihat ketika interaksi antara masyarakat adat dan
pendatang/wisatawan tidak seimbang. Teori poskolonial ini dapat digunakan sebagai kerangka
teori untuk menganalisis berbagai fenomena budaya seperti sejarah, politik, ekonomi, dan sastra.
Itu terjadi di koloni Eropa pra-modern. Teori postkolonial berkembang seiring dengan sejarah
kolonialisme di seluruh dunia, karena negara-negara yang dianggap lebih maju, terutama negara-
negara Barat, berusaha mencari daerah atau negara lain untuk dijajah atau dieksploitasi sebagai
negara jajahan (Ratna, 2006). Salah satu kegunaan analisis wacana dalam kajian sastra
pascakolonial adalah untuk memahami teks sastra yang mengungkap hubungan antara negara
penjajah dan negara terjajah. Bahasa dan budaya sangat erat kaitannya, dan penulis dapat
menggunakan bahasa untuk melestarikan budaya yang akan dilestarikan. Menurut Williams,
budaya tercermin dalam tiga aspek penggunaannya. Pertama, aspek ini mengacu pada
perkembangan intelektual, spiritual, dan estetika seseorang, kelompok atau komunitas. Kedua,
aspek ini cenderung menggambarkan aktivitas dan produksi intelektual dan artistik seperti
sinema, seni, dan teater. Ketiga, aspek ini menggambarkan cara hidup, aktivitas, kepercayaan,
dan adat istiadat orang, kelompok, atau komunitas yang berbeda. Ketiga aspek tersebut dapat
dipahami dari perspektif sosiolinguistik (Sutrisno dan Hendar, 2005). Karya sastra tidak hanya
mencerminkan budaya masyarakat, tetapi juga berperan dalam membentuk budaya melalui
pengalaman pengarang. Teks orientalis sering dipengaruhi oleh bias budaya yang membuat
mereka memandang budaya Timur sebagai terbelakang, kuno dan primitif. Dalam konteks itu,
teori pascakolonial adalah kumpulan teori dan kritik yang digunakan untuk menilai kembali
berbagai aspek budaya, termasuk sejarah, politik, ekonomi, sastra, bahkan arsip negara, dan
hubungannya dengan warisan budaya lainnya.
Teori pascakolonial berusaha mengguncang narasi kolonialis yang ada dan mencapai
pemahaman yang lebih kritis terhadapnya. Karya sastra berfungsi sebagai sarana ekspresi untuk
menyampaikan realitas kehidupan dan mengandung berbagai nilai yang berlaku di masyarakat.
Nilai-nilai ini meliputi masyarakat, kehidupan, estetika, moralitas, dll. Pengarang memberikan
kebebasan kepada pembaca untuk menafsirkan realitas yang terkandung dalam karya sastra.
Akibatnya, pembaca secara emosional terlibat dalam realitas yang digambarkan oleh penulis.
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai masyarakat, karena dianggap sebagai
cerminan dari kehidupan sosial budaya masyarakat. (Abrams, 198). Karya sastra
menggambarkan kehidupan manusia dan peristiwa kehidupan yang berkaitan dengan masalah
kemanusiaan seperti perang, imigrasi, dan kolonialisme. Edward W. Menurut Said (Ratna,
2008), genre roman menjadi sumber informasi utama kajian poskolonialisme karena alasan-
alasan berikut: a) roman merupakan bentuk sastra terbaru, b) roman memiliki ciri khas Barat
yang jelas, c) relasi. antara kolonialisme dan romansa. dapat menjelaskan adanya keduanya, d)
secara teknis alur cerita roman berusaha mengungkap hal-hal yang tersembunyi atau sengaja
disembunyikan, dan e) roman merupakan media genre sastra yang terluas dan terlengkap,
sehingga dianggap mampu mengungkapkan yang terdalam. pemahaman tentang hidup. man
Dikatakan bahwa penulis Prancis seperti Marguerite Duras sering menampilkan peristiwa
kolonial dalam karya mereka. Topik yang dibahas mencakup berbagai aspek seperti keluarga,
seks, kesedihan, penderitaan, cinta dan definisi hidup, yang semuanya saling berhubungan.
Marguerite Duras awalnya adalah seorang penulis yang mengikuti bentuk penulisan tradisional.
Karya awalnya dipengaruhi oleh unsur realisme sentimental dan roman puitis. Namun di masa
dewasanya, karya-karyanya mengungkap filosofi eksistensialis dan neo-Romanisme Sartre.
Menulis dalam genre nouveau romance ditandai dengan novel yang biasanya pendek,
lebih banyak berbicara daripada isi, penuh dialog statis, peristiwa dan skenario berulang, dan
sering diadaptasi ke dalam film atau dipentaskan (Djokosujatno, 2003). . Namun, selalu ada
kesamaan dalam setiap karyanya yang menggambarkan keunikan fiksi Duras, yaitu masalah
cinta yang mencerminkan pengalaman hidup pengarang, kisah cinta sedih yang berakhir dengan
perpisahan. Karya sastra pertamanya adalah La Famille Ténéran (1941), namun tidak berhasil,
diikuti oleh Les Impudents (1943), La Vie Tranqueille (1944), Un Barrage Contre le Pacifique
(1950), Le Marin de Gibraltar (1952), Moderato Cantabile . . (1958), L'Amour (1971), L'Amant
(1985), La Douleur (1985) dan kemudian L'Amant de la Chine du Nord (1991).
Teori pascakolonial digunakan untuk menganalisis novel L'Amant de la Chine du Nord, karena
novel ini ditulis oleh seorang penulis Perancis yang tinggal di Indochina (Vietnam) pada masa
penjajahan Perancis. Oleh karena itu, novel ini dianggap mampu merepresentasikan pengalaman
dan kehidupan kolonial yang dialami dan dilihat dari sudut pandang seorang individu Prancis,
yang kemudian diwujudkan dalam karya-karyanya. Dalam konteks ini, dikotomi antara penjajah
dan terjajah mengarah pada hegemoni paksa penduduk pribumi. Oleh karena itu, wajar jika
karya-karya tersebut dianalisis dengan menggunakan teori pascakolonial untuk mengungkap
aspek-aspek yang berkaitan dengan pascakolonialisme. Beberapa karya sastra membenarkan
praktik kolonial Barat, dan buku ini memperkenalkan wacana pascakolonial yang membutuhkan
analisis mendalam. Selain itu, hegemoni dan peniruan dibahas melalui aspek linguistik atau
wacana kolonial sebagai bentuk penolakan internal terhadap kolonialisme Barat dalam novel
L'Amant de la Chine du Nord. Titik tolak kajian ini adalah bahwa L'Amant de la Chine du Nord
sampai saat ini belum menjadi subyek kajian kolonialis dengan menggunakan analisis wacana.
L'Amant de la Chine du Nord bercerita tentang keluarga Prancis yang hidup dalam kemiskinan di
Vietnam selama pemerintahan kolonial Prancis di Indochina. Kisah ini diwarnai oleh kisah cinta
antara seorang gadis muda dari keluarga Perancis (Barat) dan anak seorang saudagar Cina
(Timur) yang kaya raya. Sikap tokoh perempuan yang tinggal di Timur (Prancis) terhadap
perlakuan tokoh laki-laki (Tiongkok) tercermin sebagai akibat dari kolonialisme Barat yang
diekspresikan dalam novel melalui dialog dan narasi. Menurut Majumdar (Prestegaard, 2011),
Prancis melalui tiga tahapan berbeda dalam membangun identitasnya sebagai negara kolonial.
Fase pertama, yang berlangsung dari awal abad ke-14 hingga 1815, adalah penaklukan komersial
mereka di Amerika, Afrika, dan Timur (Asia). Produk alami seperti emas, perak, dan rempah-
rempah sangat populer di negara-negara Eropa. Tetapi penanaman menghasilkan panen.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian memiliki arti sebagai sebuah cara yang dilakukan demi mencapai
tujuan atau hasil tertentu (Sugiyono, 2017: 3). Setiap penelitian selalu menggunakan sebuah
metode tertentu demi mencapai tujuan yang akan dicapai dan memegang peranan penting karena
metode yang menentukan akankah penelitian yang dilakukan mencapai tujuan atau tidak. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Metode ini cocok
digunakan dalam penelitian ini karena data yang dihasilkan berupa deskripsi dan uraian dari hasil
analisis roman yang akan diteliti.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN


Bentuk-bentuk poskolonial yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas hegemoni dalam
bidang budaya, sosial, politik dan ekonomi. Berdasarkan keempat bidang tersebut, ditemukan
beberapa bentuk poskolonial seperti superioritas Barat, subordinasi Timur. diaspora, dan
hibriditas. Dalam roman L'Amant de la Chine du Nord terdapat beberapa aspek yang sudah
ditemukan oleh peneliti, dalam aspek Representasi kolonialisasi terdapat pengalaman seorang
wanita muda Prancis yang terlibat dalam hubungan asmara dengan seorang pria Tiongkok yang
lebih tua. Karya ini menggambarkan interaksi antara dua budaya yang berbeda dan
mencerminkan dinamika kekuasaan, ketidaksetaraan, dan ketegangan dalam konteks
kolonialisasi. Dalam kajian postkolonial, representasi ini dapat dianalisis sebagai cermin dari
relasi kolonial antara Prancis dan Indochina.
Selanjutnya merupakan identitas dan rasisme, menggambarkan tokoh protagonis,yaitu
seorang wanita Prancis dimana dirinya mengalami perlakuan yang berbeda karena identitasnya
yang berbeda dalam masyarakat kolonial. Kajian postkolonial dapat memperhatikan bagaimana
karya ini menggambarkan konstruksi identitas rasial dan penindasan yang terkait dengan
kolonialisme. Aspek lainnya merupakan Perlawanan terhadap dominasi kolonial, walaupun
roman ini berlatar belakang kolonialisme, karya tersebut menyajikan bentuk-bentuk perlawanan
terhadap dominasi kolonial. Sang protagonis mengambil keputusan yang mengesampingkan
norma-norma sosial pada zamannya dengan terlibat dalam hubungan lintas ras. Kajian
postkolonial dapat mengeksplorasi bagaimana tindakan-tindakan seperti ini meruntuhkan
hierarki kolonial dan menantang otoritas yang ada.
Selanjutnya aspek dekonstruksi stereotip budaya, aspek ini menggambarkan bagaimana
karya tersebut menghadapi dan memperdebatkan stereotip budaya terhadap Tiongkok dan
budaya Timur pada umumnya. Dalam konteks kajian ini, roman ini dapat dianggap sebagai
upaya untuk memecah atau mengkritisi pandangan yang merendahkan terhadap budaya Timur.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam novel L'Amant de la Chine du Nord
terdapat beberapa aspek yang merepresentasikan berbagai bentuk poskolonialisme. Dalam aspek
representasi kolonialisasi, novel ini menggambarkan interaksi antara dua budaya yang berbeda
dan mencerminkan dinamika kekuasaan, ketidaksetaraan, dan ketegangan dalam konteks
kolonialisasi Prancis-Indochina. Aspek identitas dan rasisme menyoroti perlakuan yang berbeda
terhadap tokoh protagonis karena identitasnya yang berbeda dalam masyarakat kolonial,
sehingga kajian postkolonial dapat menganalisis konstruksi identitas rasial dan penindasan
terkait dengan kolonialisme. Perlawanan terhadap dominasi kolonial juga dihadirkan dalam
novel ini melalui keputusan sang protagonis untuk terlibat dalam hubungan lintas ras yang
mengesampingkan norma-norma sosial pada zamannya. Terakhir, aspek dekonstruksi stereotip
budaya dalam novel ini menghadapi dan memperdebatkan pandangan yang merendahkan
terhadap budaya Timur, khususnya Tiongkok. Dengan demikian, novel ini dapat dipandang
sebagai upaya untuk memecah atau mengkritisi stereotip budaya yang merendahkan terhadap
budaya Timur. Secara keseluruhan, novel L'Amant de la Chine du Nord memberikan kontribusi
yang berharga dalam kajian postkolonial dengan menggambarkan berbagai aspek
poskolonialisme dalam konteks hubungan kolonial Prancis-Indochina.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M. H. 1981. The Glosarium of Literary Term. New York: Holt, Rinehart and Wiston.
Djokosujatno, Apsanti. 2003. Wanita dalam Kesusastraan Prancis. Yogyakarta: Tera.
Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutrisno, Mudji dan Hendar S. 2005. Teori - Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Prestegaard, Bodil. 2011. L’Indochine Française dans l’œvre de Marguerite Duras, une Lecture
Postcolonial. Oslo: ILOS.

Anda mungkin juga menyukai