Anda di halaman 1dari 3

Nama/nim : Alvi Nikmatin/A02217008

Kelas : Kesusastraan – 6D

Dosen pengampu : Ezith Perdana Estafeta M.Hum

Tugas : resume tulisan teori orientalisme dan dekonstruksi

1. Teori Orientalisme

Dalam studi sastra, terdapat beberapa macam teori sastra salah satunya adalah teori
Orientalisme. Orientalisme sendiri merupakan suatu faham atau cara untuk memahami hal-
hal yang berkaitan dengan dunia Timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam
pengalaman manusia Barat Eropa. Teori yang dipelopori oleh Edward Said ini adalah
merupakan kajian tentang sejarah, sastra dan seni di Eropa. Dalam pendapatnya, Edward Said
menyatakatan bahwa penjajah Eropa memandang dunia Timur sebagai ‘yang lain’, dalam
menjelaskan dirinya. Dengan maksud bahwa dunia Timur sama sekali tidak sesuai dengan
pandangannya sebagai bagian dari Timur itu sendiri. Dimana menurut Said, sejak zaman
klasik, dunia Timur sudah dikenal sebagai tempat yang penuh romansa, pemandangan
eksotik, kekayaan alam yang subur, dan tradisi yang mistik. Hal inilah yang kemudian
mengundang hasrat orang-orang Barat untuk mempelajari dunia Timur. Kemudian dalam
perkembangannya, kajian tentang ketimuran berubah menjadi kolonialisasi dan
hegemonisasi. Jadi tidak heran bila dunia Timur sering disebut sebagai yang lain, karena
dunia yang gemah ripah loh jinawe ini begitu dengan mudahnya dikuasai dan dijajah oleh
dunia Barat.

Menurut Said, orientalisme pada awalnya muncul dalam kristianitas sebagai konsep
penting misionaris dan control mereka pada yang lain melalui pengetahuan. Suatu discoursus
dimana konsep kepentingan, kekuasaan dengan pengetahun melebur menjadi satu, yang
kemudian pandangan ini akhirnya meruntuhkan konsep epistimologi pondasional (positipis)
terutama tentang ilmu bebas nilai. Orientalisme adalah kultur timur sebagai hal yang kontras
dengan kultur barat. Apa yang disebut sebagai esensi timur adalah objek discoursus colonial
yang berlawanan dengan barat yang tidak terlepas dari pengaruh kuasa dan pengetahuan. Jadi
orientalisme dilihat sebagai teori kekuasaan despotis, yang tidak memahami adanya
diferensiasi budaya dalam masyarakat timur (generalisasi).
Dari teori orientalisme inilah nantinya akan melahirkan teori kolonial dan selanjutnya
berkembang menjadi teori poskolonial. Kemudian untuk karya sastra yang mendapat
pengaruh dari teori orientalismepun tidak berbeda dengan karya sastra yang mendapat
pengaruh dari kedua teori tersebut, yaitu teori konial dan poskolonial. Dimana dalam
kaitannya dengan kritik sastra, ketiga teori ini dipahami sebagai suatu kajian tentang
bagaimana sastra mengungkapkan jejak perjumpaan kolonial, yaitu konfrontasi antar ras,
antar bangsa, dan antar budaya dalam kondisi hubungan kekuasaan tidak setara, yang telah
membentuk sebagian yang signifikan dari pengalaman manusia sejak awal zaman
imperialisme Eropa (Day dan Foulcher, 2008:2—3).

Contoh karya sastra yang menggunakan ketiga teori ini (orientalisme, kolonialisme
dan poskolonialisme) adalah pertama, karya sastra berupa novel, seperti novel Salah Asuhan
dan Siti Noerbaja. Kedua, karya sastra berupa sajak, seperti sajak Hang Tuah (karya Amir
Hamzah), Apa Kata Laut Banda, dan Sontanglelo (karya Mansur Samin). Ketiga sajak
tersebut ditulis dalam bentuk puisi naratif atau balada yang berisi tentang kisah perlawanan
anak bangsa terhadap kolonial. Kemudian yang tetiga karya sastra yang berupa lagu atau
syair, seperti lagu Nyiur Hijau. Lagu ini seolah menceritakan bagaimana indahnya negeri
Indonesia dengan segala hal yang terkandung didalamnya namun terjajah.1

2. Teori Dekonstruksi

Dalam bidang filsafat maupun sastra, dekonstruksi termasuk salah satu teori yang
sangat sulit untuk dipahami. Dibandingkan dengan teori-teori postrukturalisme pada
umumnya, secara definitif perbedaan sekaligus ciri khas dekonstruksi sebagaimana
dikemukakan oleh Derrida (1976) adalah penolakannya terhadap logosentrisme dan
fonosentrisme yang secara keseluruhan melahirkan oposisi biner dan cara-cara berpikir
lainnya yang bersifat hierarkis dikotomis. Konsep dekontruksi (Selden, 1986:84) mulai
dikenal sejak Derrida membawakan makalahnya yang berjudul “Structure, sign, and play in
the discourse of the human sciences “,di universitas Johns Hopkins tahun 1966.

Dekonstruksi berasal dari kata de + construktio (latin). Pada umumnya de berarti ke


bawah, pengurangan, atau terlepas dari. Sedangkan kata Construktio berarti bentuk, susunan,
hal menyusun, hal mengatur. Dekonstruksi dapat diartikan sebagai pengurangan atau
penurunan intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang sudah baku. Kristeva

1
http://roudlotulimmaroh.blogspot.com/2016/05/teori-orientalisme-sastra.html pada tanggal 18 Mei 2020
(1980:36-37), misalnya, menjelaskan bahwa dekonstruksi merupakan gabungan antara
hakikat destruktif dan konstruktif. Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai strategi.
Dekonstruksi tidak semata-mata ditunjukkan terhadap tulisan, tetapi semua pernyataan
kultural sebab keseluruhannya pernyataan tersebut adalah teks yang dengan sendirinya sudah
mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu.
Dekonstruksi dengan demikian tidak terbatas hanya melibatkan diri dalam kajian wacana,
baik lisan maupun tulisan, melainkan juga kekuatan-kekuatan lain yang secara efektif
mentransformasikan hakikat wacana. Menurut Al-fayyadl (2011: 232) dekonstruksi adalah
testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang terpinggirkan oleh stabilitas rezim
bernama pengarang. Maka, sebuah dekonstruksi adalah gerak perjalanan menuju hidup itu
sendiri.

Bagi Derrida, dekonstruksi adalah sebuah strategi filsafat, politik, dan intelektual
untuk membongkar modus membaca dan menginterpretasi yang mendominasi dan
menguatkan fondamen hierarki. Dengan demikian, dekonstruksi merupakan strategi untuk
menguliti lapisan-lapisan makna yang terdapat di dalam teks yang selama ini sudah mapan.

Contoh cara pembacaan dengan dekonstruksi pada novel Siti Nurbaya. Pada
umumnya pembaca beranggapan bahwa Samsul Bahri merupakan tokoh protagonis yang
hero, tokoh putih, sedang Datuk Maringgih merupakan tokoh antagonis yang serba jahat,
tokoh hitam. Melalui cara dekonstruksi, keadaan itu justru akan terbalik.

Anda mungkin juga menyukai