Princen”
PART 2
Skenario Oleh :
J. F. Meiske
1 – INT – Opening Segment & Karir Princen di Militer Indonesia
1949
Princen menjabat sebagai Komandan Pasukan Istimewa untuk Batalion
Yogyakarta, divisi Siliwangi dibawah komando Mayor Kemal Idris.
Beliau dipercaya untuk mengintai gerak-gerik Belanda secara
gerilya. Beliau melakukan penyergapan dan perebutan senjata
tentara Belanda.
November 1949
Setelah putusan akhir dari Konferensi Meja Bundar, Princen
memutuskan untuk menjadi WNI. Atas prestasi dan jasa beliau
selama agresi militer Belanda, beliau mendapatkan penghargaan
Bintang Gerilya langsung dari Presiden Soekarno.
1956
Atas jasa dan dedikasi Princen, akhirnya Princen dilantik menjadi
anggota pemerintahan Indonesia. Beliau diangkat menjadi anggota
parlemen nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI).
1957
Selama menjabat di parlemen nasional, Princen yang memiliki
prinsip dalam kebebasan dan kemanusiaan mulai vokal terhadap
pemerintahan yang otoriter. Beliau akhirnya memutuskan untuk
keluar dari parlemen. Tindakan Princen tersebut menyebabkan
Princen harus dipenjara selama satu tahun.
1960
Selepasnya Princen dari penjara, beliau aktif dalam kegiatan yang
berkaitan dengan demokrasi di Indonesia. Beliau mendirikan Liga
Demokrasi di Indonesia dan terus menyuarakan kritiknya, sehingga
beliau harus kembali masuk penjara di tahun 1962 sampai dengan
tahun 1966.
1966
Di periode tahun 1965 – 1966, Princen harus berhadapan dengan
rezim Order Baru. Princen kemudian mendirikan Lembaga Pembela Hak
Asasi Manusia (LPHAM). Dari sana lah, beliau pun dikenal sebagai
pemimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia.
1968
Salah satu sepak terjang beliau adalah kasus Purwodadi*. Beliau
sempat menitipkan sebuah rekaman suara kepada Goenawan
Moehammad yang saat itu bekerja di kantor berita Harian Kami.
*)Akan dibahas secara terpisah untuk lengkapnya
1970
Princen tidak gentar menyuarakan apa yang berseberangan dengan
prinsip beliau. Kondisi sosial dan ekonomi di masa itu membuat
Princen bergerak kembali dengan membentuk Lembaga Bantuan Hukum
(LBH), serta terus menyuarakan hak-hak rakyat.
1974 - 1976
Princen kembali melakukan perjuangannya untuk menolak dibuatnya
Taman Mini Indonesia Indah. Penolakan itu sebagai pesan kepada
pemerintahan untuk memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Karena
aksinya tersebut, beliau harus ditahan kembali dan mendekam di
penjara selama 2 tahun.
1976
Penyuaraan Princen akan kebebasan dan HAM berlanjut dalam
peristiwa berdarah di Santa Cruz. Hal tersebut dilakukan dalam
rangka pembelaan mahasiswa di Timor-Timur pada masa konflik.
Meskipun Princen tidak mendekam di penjara akibat aksi ini, namun
beliau terus diawasi oleh pihak militer dan kepolisian.
1979 - 1980
Perjuangan beliau dalam pembebeasan Pramoedya Ananta Toer dalam
memperoleh perhatian Amnesty International membuahkan hasil.
Pramoedya kemudian ditetapkan sebagai ‘Prisoner of Conscience”
dan berhasil bebas di tahun 1979. Hal tersebut memecut kembali
semangat beliau dalam membentuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) di tahun 1980.
1990 - 2002
YLBHI telah banyak membantu menyelesaikan kasus-kasus yang
berseberangan dengan prinsip-prinsip HAM. Diantaranya adalah :
- Pembantaian Tanjung Priok (1984)
- Kasus Demonstrasi Mahasiswa ITB (1989)
- Dan masih banyak lagi.
2002
Johannes Cornelis Princen tutup usia pada tanggal 22 Februari
2002 di usianya yang ke-76 tahun. Jasa-jasa beliau dikenang dalam
membantu memperjuangkan kemerdekaan dan membela HAM. Beliau terus
memperjuangkan apa yang menjadi hak bagi rakyat hingga akhir
hayat beliau. Beberapa penghargaan pun beliau terima, salah
satunya adalah penghargaan Yap Thiam Hien (2002) sebagai tokoh
HAM.
Salam,
Mbak Je
Sumber:
1. Joyce van Fenema; “Poncke Princen: Kemerdekaan
Memilih” (Hasta Mitra, 1995)