Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BLOK KEDOKTERAN TROPIS

(KASUS PENYAKIT RE-EMERGENCING DISEASES)


“TUBERKULOSIS”
Dosen Penngampu : dr. Andi Nurazakah Amin, M.Kes

NAMA : ALMENDO STEVEN HONG SITORUS

NIM : 20180811014004

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................i
“TUBERKULOSIS”........................................................................................................................................1
A. Faktor prevalensinya.....................................................................................................................1
B. Distribusi Terkait dengan Penyebaran Virus..............................................................................3
C. Mekanisme Terjadinya Kasus TB................................................................................................3
D. Pengobatan Kasus TB...................................................................................................................4
E. Pencegahan dan Pengendalian Kasus TB....................................................................................5
F. Hasil Akhir.....................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................7

i
“TUBERKULOSIS”

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Seorang penderita TBC yang BTA positif dapat menginfeksi 10-15 orang
disekitarnya. Penyakit yang timbul karena faktor lingkungan salah satunya adalah penyakit
tuberkulosis (TB).

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi paling sering menyerang jaringan paru,
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis (TB) paru ini dapat
menyerang semua usia dengan kondisi klinis yang berbeda-beda atau tanpa dengan gejala sama
sekali hingga manifestasi berat. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi
perhatian dunia. Sampai sekarang ini belum ada satu negara pun di dunia yang bebas dari
tuberkulosis (TB).(8)

Agen dan lingkungan menjadi dua faktor penting terjadinya penularan Mycobacterium
Tuberculosis dari penderita kepada orang lain yang berada di sekitar penderita. Agen di udara
dapat terjadi karena penderita memiliki perilaku meludah disembarang tempat sementara droplet
penderita masih mengandung Mycobacterium Tuberculosis. Faktor lingkungan penderita juga
turut meningkatkan resiko penularan Mycobacterium Tuberculosis seperti lingkungan
perumahan yang buruk sehingga dapat meningkatkan penularan Mycobacterium Tuberculosis
(17)
dari penderita kepada anggota keluarganya yang berada satu rumah. Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan hasil berupa keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 37 o C, dan status gizi
normal dengan IMT 21. Pada pemeriksaan thoraks untuk paru-paru, didapatkan hasil pada
inspeksi berupa pergerakan kedua hemithoraks simetris, pada palpasi terdapat fremitus taktil
simetris normal, pada perkusi terdapat sonor pada seluruh lapangan paru, serta pada auskultasi
kedua hemithoraks terdapat suara nafas vesikuler dan rhonki, serta tidak ditemukan wheezing. (18)
Adapun beberapa yang akan dibahas mengenai kasus TB yaitu :

A. Faktor prevalensinya
TB masih masalah kesehatan global. Yang dimana menurut WHO tahun 2017
melaporkan terdapat 1,3 juta kematian yang diakibatkan kasus TB dan terdapat 300.000

1
kematian diakibatkan TB dengan kasus HIV. (1) Pada jumlah kasus TB di Indonesia pada
tahun 2003 yang diperkirakan 627.047 kasus dan 281.946 yang diantaranya adalah TB
positif. Prevalensi TB paru di Indonesia 119 per 100.000 dan angka insiden 110 per 100.000
penduduk. (2) Berdasarkan laporan tahun 2010 disimpulkan bahwa ada 22 negara dengan
kategori beban tinggi terhadap TB. Sebanyak 8,9 juta penderita TBC dengan proporsi 80 %
pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun. Estimasi prevalensi TB
semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per
tahunnya. (3) Diketahui bahwa, penderita TB paru 85,5% berumur antara 15-64 tahun, dan
secara rata-rata umur penderita penyakit TB paru adalah 44 tahun dengan umur termuda 16
tahun dan umur tertua 77 tahun, 66,1% berjenis kelamin laki-laki, 32,3% belum/tidak
bekerja, 29,0% belum/tidak sekolah, 29,0% berpendidikan SMA/sederajat, 61,3%
berpendapatan kurang dari Rp 1.650.000,- atau status sosial ekonominya rendah, 67,7%
status perkawinannya kawin, 37,1% besar keluarga atau banyaknya orang yang tinggal satu
rumah lebih dari 4 orang, 32,3% penyakit lain yang diderita oleh penderita TB Paru
menderita adalah penyakit lain-lainnya, dan 59,7% pengetahuan penderita TB paru tentang
penyakit TB paru masuk dalam kategori cukup baik.(10)
Dampak global kasus TB sangat penting, mengingat diperkirakan 9,0 juta orang
mengembangkan TB pada tahun 2013 dan 1,5 juta meninggal karena penyakit tersebut,
menurut laporan TB secara global menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru
ini tahun 2014. (6) Misal pada suatu daerah sampel kasus pada penelitian adalah rumah yang
terdapat penderita tuberkulosis (TB) paru kasus baru pada tanggal 23 Mei 2016 sampai 23
Nopember 2016 di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo yaitu sebanyak 5 rumah. Sampel
kontrol pada penelitian ini adalah rumah yang tidak terdapat penderita tuberkulosis (TB)
paru maupun TB ekstra paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo yaitu sebanyak 10
rumah.(8) Sedangkan pada Provinsi Papua pada tahun 2007 tercatat sejumlah 1.535 penderita
dengan positif BTA, dimana lebih dari separuhnya adalah mereka yang berusia 15-45 tahun
yaitu sebesar 933 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 1.523 kasus yang manalebih dari
separuhnya adalah mereka yang berusia produktif yaitu usia 15-45 tahun yakni sebesar
1.031 kasus dan pada tahun 2009 jumlah tersangka penderita TB paru yaitu 341 (kasus
suspect) dan ditemukan BTA positif berjumlah 101 penderita.(11)

2
B. Distribusi Terkait dengan Penyebaran Virus
Menurut data bahwa penyakit TB sering ditemukan pada rentang usia 15-50 tahun .
Resiko seseorang tertular TB paru tergantung dari tingkat pajanan percikan dahak. Pasien
Tb paru dengan BTA positif maka akan memberikan risiko penularan lebih besar
dibandingkan pasien TB paru dengan BTA yang negatif. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.(12) Hal mana Laki-laki banyak memilki kebiasaan akan merokok dan
mengkonsumsi alkohol yang dapat menurunkan suatu imunitas tubuh dan akan mudah
untuk tertular TB paru. Lamanya waktu terkontak dengan penderita TB paru dapat
menyebabkan seseorang terpapar M.tuberculosis. (1) Kaskade sederhana untuk penularan
tuberkulosis diusulkan di mana (1) kasus sumber tuberculosis, (2) menghasilkan partikel
infeksius, (3) yang bertahan di udara dan (4) terhirup oleh individu yang rentan, (5) yang
dapat terinfeksi dan, (6) yang kemudian berpotensi mengembangkan tuberculosis.
Intervensi yang menargetkan bakteri, host, atau katalis perilaku penularan akan
mengganggu penularan tuberkulosis dan mempercepat penurunan kejadian dan kematian
tuberculosis. Yang dimana kaskade penularan tuberkulosis ini akan digunakan untuk
menggambarkan siapa yang menularkan, di mana penularan terjadi, dan siapa yang rentan
terhadap infeksi dan perkembangan penyakit. (4) Dari 5 sampai 15% dari mereka yang
terinfeksi secara laten pada akhirnya akan mengembangkan penyakit aktif, beberapa
selama beberapa dekade setelah infeksi awal, sehingga pada banyak individu, bakteri jelas
dapat bertahan untuk waktu yang lama. (5) .

C. Mekanisme Terjadinya Kasus TB


Sumber penularan adalah penderita TB BTA(+) yang ditularkan dari orang ke orang
oleh transmisi melalui udara. Pada waktu berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak) besar
(>100µ) dan kecil (1-5µ). Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,
melalui saluran peredaran darah, system saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
(9)
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Transit M. tuberculosis melintasi sel-sel

3
epitel telah ditunjukkan secara in vitro menggunakan lapisan ganda terpolarisasi sel
epitel dan sel endotel untuk menciptakan kembali penghalang jalan napas paru-paru
manusia dalam kultur. Dalam model tiga dimensi ini, sel epitel dan sel endotel dikultur
dan dibiarkan terpolarisasi pada sisi berlawanan dari membran transwell yang
permeabel. M. tuberculosis kemudian ditambahkan ke ruang apikal, dan ruang basal
dipantau untuk bakteri yang mampu bertranslokasi melintasi bilayer sel, menunjukkan
bahwa bakteri mampu bermigrasi melintasi penghalang sel epitel dan endotel. (7)
M.tuberkulosis dapat menginduksi atau menghambat ekspresi mRNA untuk menghindari
respon imun. Memicu jalur apoptosis, induksi autophagy, stimulasi IFNγ dan sekresi
tumor nekrosis faktor alpha (TNFα) adalah beberapa mekanisme yang diadopsi oleh sel
inang selama infeksi bakteri dan akan diregulasi dalam makrofag yang terinfeksi, secara
langsung menargetkan IFNγ dan TNFα, sehingga menekan respon imun terhadap M.
tuberculosis intraseluler.(14) Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-
paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal
terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.

D. Pengobatan Kasus TB
Pengobatan TB adalah pengobatan yang komprehensif dan berkelanjutan, setidaknya
dibutuhkan waktu 6 bulan dengan sedikitnya kombinasi 4 macam obat anti tuberkulosis
(OAT) yaitu isoniazid, rifampisin, pyrazinamide, dan ethambutol. Jenis OAT tersebut
memiliki efek samping diantaranya hepatotoksik, intoleransi saluran pencernaan, demam,
(15)
jaundice, serta optik neuritis. Obat rifampisin berguna membunuh kuman semi
dorman, pirasinamid bersifat bakterisid yang berguna untuk membunuh kuman yang
berada dalam sel, dan Ethambutol bersifat bakteriositik yaitu menghambat suatu
perkemabngbiakan kuman.(19) Setelah pengenalan obat anti tuberkulosis pertama
selanjutnya obat streptomisin sangat resistensi apabila muncul dengan cepat dari
pengobatan dengan rejimen yang kurang kompleks. Dan kemudian kombinasi obat ini

4
memungkinkan memperpendek pengobatan serta mengurangi lama terapi dari lebih dari
satu tahun menjadi 6 bulan. (5)

E. Pencegahan dan Pengendalian Kasus TB


Permasalahan TB pada suatu wilayah misalnya pada wilayah Puskesmas Wijen belum
ada kesadaran hidup yang sehat. Agar masyarakat dapat mengerti budaya hidup sehat
apalagi untuk melakukan pencegahan kasus TB maka Pemerintah bekerja sama dengan
puskesmas agar menjadoi penggerak dalam upaya suatu pencegahan serta pemberantasan
terhadap kasus TB dengan melakukan program DOTS. (13) Setiap tindakan pengendalian
kasus TBC yang efektif bergantung pada suatu pemisahan orang dari M.tuberculosis yang
hidup di udara. Cara pengendalian yang paling efektif, bagaimanapun, mungkin adalah
pengobatan. Setelah memulai terapi, individu yang terinfeksi dengan cepat menjadi jauh
lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan penyakit meskipun penyembuhan
membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. (5) Selain itu untuk mencegah penularan
tuberkulosis maka dilakukan vaksinasi BCG yang hendaknya dilakukan agar terhindar
dari penyakit tuberkulosis.

F. Hasil Akhir
Tubercolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil Bakteri
Mycobacterium tuberculosa yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan (Basil Tahan Asam) karena basil TB mempunyai sel lipoid. Adapun
masalah keperawatan yang sering dijumpai adalah bersihan jalan napas tidak efektif
gangguan pertukaan gas, resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi, intake nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, serta kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan dan
pencegahan. Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama (lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid,
streptomisisin, etambutol, sedangkan obat tambahan laninnya adalah: kanamisin,
amikasin, kuinolon.(20)

Dari hasil pemeriksaan bakteri Mycobacterium tuberculosis di udara pada 5 rumah


penderita TB paru yang positif sebanyak (40%) dan pemeriksaan bakteri Mycobacterium
tuberculosis di udara pada 10 rumah bukan penderita TB paru yang positif sebanyak

5
(20%). Rumah responden yang terdapat bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki
risiko untuk terjadinya TB paru 3 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah responden
yang tidak terdapat bakteri Mycobacterium tuberculosis dikarenakan infeksi tuberkulosis
(8)
diawali seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Sehingga dibutuhkan
upaya dalam pencegahan serta pengobatan dalam mengendalikan kasus TB.

Berbagai upaya dalam rangka penurunan penderita TB membutuhkan partisipasi


semua lintas sektor di luar bidang kesehatan (Beyond health) untuk bersama-sama dan
bersinergi dalam kesatuan komitmen untuk menurunkan angka morbiditas TB paru. Di
bidang kesehatan telah dilakukan suatu upaya pengobatan gratis selama 6 bulan bagi
penderita TB paru, bahkan telah pula ada program pengawasan minum obat bagi
penderita TB untuk memotivasi penderita agar mau menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan, periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan dan provider
mampu memberikan penyuluhan pada keluarga penderita.(16)

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamidah TDK&R. Potensi Penularan Tuberculosis Paru pada Anggota Keluarga Penderita.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA. 2020 Mei; 15(25).

2. Mahkota AHM&R. Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis dan Kejadian TBC
Paru di Indonesia. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Cenderawasih. 2007 Februari ; I(148).

3. Nuha Muniroh SA&M. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KESEMBUHAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MANGKANG SEMARANG BARAT. Puskesmas Mangkang Semarang
Barat. 2013 Mei ; 1(34).

4. Gavin Churchyard PK&NSS. What We Know About Tuberculosis Transmission: An


Overview. Journal Of Infectious Diseases. 2017 November ; 3(-).

5. J.Rubin KMG&E. Tuberkulosis. Journal The American Society For Microbiology. 2017
Desember ; 6(-).

6. Evangelia Skoura AZ&JB. Imaging of tuberculosis. journal of international infections


diseases. 2015 maret ; 32(-).

7. Mycobacterium tuberculosis Dissemination Plays a Critical Role in Pathogenesis. Journal of


Cellural and Infections Microbiology. 2020 Februari ; 10.

8. Sulistyorini EK&L. ANALISIS MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DAN KONDISI


FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU. FKM UNIVERSITAS
AIRLANGGA. 2017 Mei; 5(2).

9. Rita Rahmaniati NA. SOSIALISASI PENCEGAHAN PENYAKIT TBC UNTUK


MASYARAKAT FLAMBOYANT BAWAH di KOTA PALANGKARAYA. jurnal
universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2018 Maret; 3(1).

10. Setyo Dwi Widyastuti RMF. Gambaran Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis di Kabupaten
Indramayu. Jurnal care. 2018; 6(2).

11. Andreas Christian Ayomi OSTJ. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik
Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan

7
Indonesia. 2012 April; 11(1).

12. Irjayanti A. HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN TB


PARU DALAM PENGOBATAN di PUSKESMAS WAENA KOTA JAYAPURA. Jurnal
FKM Universitas Cenderawasih. 2020 Juli ; 6(-).

13. Suharyo. DETERMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI DAERAH PEDESAAN.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. 2013 Maret ; 9(1).

14. Alessandro Sinigaglia EP&SR. Tuberculosis-Associated MicroRNAs: From Pathogenesis to


Disease Biomarkers. Jurnal MDPI Cells. 2020 September ; 24.

15. Anggoro A. Potensi Daun Pepaya (Carica papaya Sp.) sebagai Obat Anti Tuberkulosis.
Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2015 Mei; 2(2).

16. Niniek Lely Pratiwi BRdRH. FAKTOR DETERMINAN BUDAYA KESEHATAN


DALAM PENULARAN PENYAKIT TB PARU. Jurnal Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. 2012 Januari ; 15(1).

17. Putra Apriadi Siregar FPG. ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU ANAK DI RSUD SIBUHUAN. JURNAL
BERKALA EPIDEMIOLOGI. 2018; 6(3).

18. Diah Anis Naomi PD&MRR. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru Kasus Kambuh pada
Wanita Usia 32 Tahun di Wilayah Rajabasa. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2016 Desember; 6(1).

19. Turijan STZ&. Pemantauan Efektivitas Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Pemeriksaan
Sputum Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Semarang.
2010 Juni; 3(1).

20. Darliana D. MANAJEMEN PASIEN TUBERCULOSIS PARU. Jurnal Bagian Keilmuan


Keperawatan Medikal Bedah, PSIK-FK Universitas Syiah Kuala. 2011; 2(1).
x

Anda mungkin juga menyukai