Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TEOSOFI

ALIRAN TEOLOGI ISLAM: SYI’AH, SEJARAH DAN


PERKEMBANGANNYA

DI SUSUN OLEH:
RISMA ROKYUL AINI (230202110108)
BENING MULYOWATI (230202110109)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aliran Teologi Islam: Syi’ah, Sejarah dan
Perkembangannya” dengan baik. Proses penyusunan karya tulis ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Bapak Abd. Rouf, M.HI. selaku dosen mata kuliah teosofi atas saran dan
perhatiannya selama penyusunan karya tulis ini.

2. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan semangat.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi
penyusunan maupun isinya. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat
dibutuhkan untuk kesempurnaan karya tulis selanjutnya. Kami harap karya tulis ini
dapat bermanfaat bagi Indonesia yang lebih baik lagi.

Malang, 04 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Syi’ah...................................................................................
2.2 Sejarah Syi’ah...................................................................................
2.3 Aliran-aliran Dalam Syi’ah...............................................................
2.4 Tokoh-Tokoh Syi’ah..........................................................................
2.5 Ajaran Syi’ah.....................................................................................
BAB III. PENUTUP
1.3 Kesimpulan........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

3
ABSTRAK

Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. sistem politik dalam Islam dipegang
oleh para sahabat Nabi. Hal ini terjadi karena al-qur’an maupun sunnah Nabi sendiri
tidak ada yang secara tegas menjelaskan bagaimana sistem suksesi dan bentuk
pemerintahan yang harus dilaksanakan umat Islam setelah beliau, sehingga
menimbulkan berbagai perbedaan penafsiran dan pendapat yang pada akhirnya
melahirkan berbagai aliran dan pemikiran Islam seperti, Syi’ah. Permasalahan dalam
tulisan ini ialah bagaimana pemikiran aliran Syi’ah. Melaui penelitian library research
dengan pendekatan analisis kritis penelitian ini menemukan bahwa syiah merupakan
paham keagamaan yang menyandarkan pada pendapat Sayidina Ali (khalifah ke empat)
dan keturunannya yang muncul sejak awal pemerintahan khulafaurrasyidin. Syiah
berkembang menjadi puluhan aliran-aliran karena perbedaan paham dan perbedaan
dalam mengangkat Imam. Perkembangan syiah di Indonesia melalui empat tahap
gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia; Kedua,
pasca revolusi Islam Iran; Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di
Iran; dan Empat, Tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul
Bait Indonesia.

Kata Kunci: Aliran Syiah, Pemikiran Syiah.

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Islam merupakan agama yang rahmatan li al-Alamin. Di bawa oleh seorang Nabi
yang amin. Islam memberi penerangan bagi umat manusia dan menuntunnya ke jalan
yang lurus. Ajaran Islam ini kemudian dengan begitu cepat menyebar keseluruh penjuru
dunia. Hal ini menimbulkan rasa iri dan dengki dari umat lain, terutama dari kalangan
Yahudi. Mereka berupaya menebar kerusakan dan konspirasi untuk merusak Islam
dengan berbagai macam cara. Mereka berusaha membunuh Nabi dan menebarkan fitnah
di tengah umat Islam. Pasca wafatnya Rasulullah, Islam terus berkembang ke berbagai
wilayah Arab dan bahkan ke luar Arab. Kekuasaan kaum muslimin semakin luas. Di
saat itu pula, berbagai persekongkolan muncul, terutama dari kaum Yahudi. Adalah
Abdullah Ibn Saba’, tokoh Yahudi yang masuk Islam pada masa Utsman bin Affan. Ia
mendapatkan celah kesempatan untuk melaksanakan rencananya memperkeruh suasana
kedamaian pada kaum muslimin, juga turut menyebarkan fitnah di kalangan umat Islam.
Pada masa Utsman muncul propaganda dan konspirasi dari Yahudi membisikkan kepada
sebagian kaum muslim bahwa Ali merupakan orang yang sah menduduki khalifah.
Maka muncullah orang-orang yang mengatakan bahwa Ali dan kedua putranya, Hasan
dan Husain serta keturunan Husain ra. adalah orang yang lebih berhak memegang
kekhalifahan Islam, daripada yang lain. Kekhalifahan adalah hak mereka berdua.
Propaganda ini menemukan tanah yang sangat subur di al-Mada’in, ibu kota Imperium
Persia, terlebih bahwa Husain telah menikahi putri Kaisar Persia, Yazdajir yang
singgasananya dihancurkan oleh pasukan Islam yang telah menang. Hal inilah yang
barang kali merupakan sebab terpusatnya para imam Syi’ah, sejak imam keempat, pada
keturunan Husain dan disingkirkannya keturunan Hasan.1

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Syiah?
2. Bagaiaman sejarah munculnya syiah?
3. Bagaimana ajaran syiah menyebar luas?

BAB II
1
Saeed Ismaeeel Sieny, Titip Perselisihan Ulama Ahlussunnah dan Syi’ah (Malang: Genius Media, 2014),
hlm. 2.

5
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI SYIAH

Kata syiah ‫ الشيعة‬bentuk tunggalnya adalah Syi’iy ‫ شيعي‬yang berarti kelompok


atau golongan, dapat digunakan untuk seseorang, dua orang atau jamak baik pria
maupun wanita2.
Sedangkan menurut Ahmad Al-Waili adalah: Syiah menurut bahasa adalah
pengikut atau pembantu.3
Dalam banyak kamus Bahasa Arab, makna leksikal dan makna terminologi dari
kata syari’ah ini kemudian didefinisikan sehingga dengan mudah disaksikan adanya
keterkaitan antara dua makna ini, yaitu pengikut atau para pengikut, secara umum, dan
pengikut atau para pengikut Ali a.s., secara khusus. Persoalan ini juga terlihat dalam
banyak literatur teologi. Misalnya, Abu Hasan Asy’ari (w. 330 H) dalam kitabnya yang
terkenal Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin dalam menjelaskan terminology
Syi’ah mengatakan, “Mereka disebut sebagai Syi’ah hanya dengan dalil karena
mengikuti Ali dan percaya bahwa ia lebih utama dari seluruh sahabat Nabi saw. yang
lain.4”
Syahrestani (w. 548 HQ) dalam kitab Al-Milal wa al-Nihal yang merupakan
salah satu dari literatur terkenal berkaitan dengan firqah dan madzhab-madzhab Islam,
mengatakan demikian, “Syi’ah adalah mereka yang menjadi pengikut Ali a.s. secara
khas, dan beriman kepada keimanan dan kekhilafannya berdasarkan kehendak dan
ajaran-ajaran eksplisit dari Rasulullah saw.5”
Definisi ini sangat detail, karena para Syi'ah sendiri meyakini bahwa dalil dalam
memilih pemimpin dan kepengikutannya mereka kepada Ali merupakan keinginan dan
kehendak dari Rasulullah saw, bukan keputusan pribadi mereka. Hal ini bertolak
belakang dengan keyakinan non- Syi'ah dimana setelah Rasulullah saw. wafat, mereka
mengikuti orang yang terpilih di Saqifah dan menyangka bahwa Rasul saw.
menyerahkan masalah penetapan pelanjutnya ke tangan masyarakat. Namun setelah itu,
Abu Bakar sendiri, khalifah pertama yang telah terpilih dalam pemilihan di Saqifah,
berkeyakinan bahwa dialah yang harus menentukan pelanjutnya, demikian juga dengan
khalifah kedua Umar bin Khathab, saat tiba gilirannya, ia juga membentuk sebuah
dewan beranggotakan enam orang dan dengan instruksi yang sepenuhnya sangat jelas ia
menentukan untuk memilih pelanjutnya di antara mereka. Yang menarik, Ali yang
merupakan khalifah keempat dipilih oleh hampir seluruh kaum Muslim dan mereka

2
Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam (Bairut:Dar al-Masyriq. 1973). Hlm. 411.
3
Ahmad Al-Waili, Hawiyyatut Tasyayyu’ (Qum-Iran: Dar al-Kitab al-Islam.tt). hlm. 11.
4
Asy’ari, Abu Hasan bin Ismail, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Kairo, Maktabah an-
Nihdhah al-Mashriyah cet.1, jil.1, hlm.65.
5
Syahrestani, al-Milal wa al-Nihal. Jil.1, hlm.146.

6
memaksa beliau untuk menerima jabatan kekhalifahan setelah wafatnya khalifah ketiga,
Utsman bin Afan.6
Kata Syiah disebut beberapa kali dalam al-Quran, seperti:
‫ِإ ِم ِش ِتِه ِإَل ِه‬
‫َو َّن ْن ي َع ْبَرا ي َم‬
Artinya:
Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).
(Q.S As-Saffat: 83)

‫ِإَّن ا َّلِذ ي َن َفَّرُقوا ِد ي َنُه ْم َوَك ا ُنوا ِش َيًع ا َلْس َت ِم ْنُه ْم ِف ي َش ْي ٍء ۚ ِإَّنَم ا َأْم ُرُه ْم ِإَلى ال َّلِه ُثَّم‬
‫ُيَن ِّبُئُه ْم ِبَم ا َك ا ُنوا َيْف َع ُلوَن‬
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi
bergolongan7, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan
kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Q.S Al-An’am: 159).

2.2 SEJARAH SYIAH


Ajaran-ajaran Syiah berawal pada sebutan yang untuk pertama kalinya,
ditujukan kepada para pengikut Ali (Syiah Ali), pemimpin pertama Ahlul Bait pada
masa hidup Nabi sendiri.8 Kejadian-kejadian pada awal munculnya Islam dan
pertumbuhan Islam selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian, telah
menimbulkan berbagai keadaan yang meniscayakan munculnya kelompok semacam
kaum Syiah di antara para sahabat Nabi.

Pada hari-hari pertama kenabiannya, sesuai dengan ayat Al-Quran, ketika dia
diperintahkan mengajak kerabat terdekatnya untuk memeluk agamanya, Nabi
Muhammad menjelaskan kepada mereka bahwa siapa pun yang pertama-tama
memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah yang pertama
tampil ke depan dan memeluk Islam. Nabi menerima penyerahan diri Ali dan kemudian
memenuhi janjinya."9
6
Muhammad Ali Shomali, Cakrawala Syi’ah(Nurul Huda, 2012), 20.
7
Maksudnya ialah golongan yang amat fanatik kepada pemimpin-pemimpinnya.
8
Penamaan Pertama Yang Muncul Pada Masa Hidup Rasulallah Adalah Syiah, Dan Salman, Abu Dizar,
Miqdad, Dan Ammar Dikenal Dengan Nama Ini. Lihat Hadhirul-Alamul-Islami.Kairo, 1352, Jilid 1,
Hal. 188.
9
Thobari, At-Tarikh, Kairo, 1357, Jilid 2 Halaman. 63.

7
Dari sudut pandangan kaum Syiah, adalah kurang masuk akal bila seorang pemimpin
suatu gerakan sejak pagi-pagi sudah memberitahukan wakil dan calon penggantinya
kepada pihak luar, tetapi justru tidak memberitahukannya kepada para pendukung dan
sahabatnya yang benar-benar setia dan tulus. Juga kurang masuk akal, apabila
pemimpin semacam itu menunjuk seseorang sebagai wakil dan penggantinya dan
memperkenalkan- nya kepada orang-orang lain, akan tetapi kemudian selama masa
hidup dan dakwahnya ia menghalang-halangi wakilnya dari tugas- tugasnya selaku
wakil, tidak menghargainya sebagai calon pengganti dan tidak membedakannya dengan
orang lain.

Sesuai dengan banyak hadis yang sahih, baik dari kalangan Sunni maupun
Syiah, Nabi dengan jelas menegaskan bahwa Ali telah dilindungi dari kesalahan dan
dosa, baik dalam tindakan maupun dalam perkataannya. Apa pun yang ia ucapkan atau
lakukan sepenuhnya sesuai dengan ajaran agama 10dan ia adalah 4 orang yang paling
mengetahui tentang ilmu-ilmu Islam dan hukum- hukumnya.

Selama masa kenabian, Ali memperlihatkan pengabdian yang tak ternilai dan
melakukan pengorbanan yang luar biasa. Ketika orang-orang kafir Mekah memutuskan
akan membunuh Nabi dan mengepung rumahnya, Rasulullah saw. memutuskan untuk
hijrah ke Medinah. Dia berkata kepada Ali, "Maukah engkau tidur di tempatku malam
nanti agar mereka mengira bahwa aku tidur, sehingga aku akan dapat lolos dari
pengejaran mereka?" Ali menerima tugas yang berbahaya ini dengan tangan terbuka.
Hal ini berulang kali diceritakan dalam beberapa riwayat dan kumpulan hadis.
(Kepindahan dari Mekah ke Medinah yang menandai pangkal penanggalan Islam,
dikenal sebagai peristiwa Hijrah). Ali juga bertempur dalam peperangan-peperangan di
Badar, Uhud, Khaibar, Khandaq, dan Hunain, dan kemenangan tercapai atas
bantuannya, begitu rupa sehingga jika saja Ali tak hadir, musuh akan dapat membasmi
Islam dan kaum Muslimin, sebagaimana diceritakan berulang-ulang dalam tarikh,
kehidupan Nabi dan kumpulan hadis.

10
Hadis ini. diriwayatkan melalui lima belas jalur dalam sumber-sumber Sunni dan sebelas jalur dalam
sumber-sumber Syiah. Ummu Salamah, Ibn Abbas, Abu Bakar, A'isyah, Ali, Abu Sa'id Khudri, Abu Laila,
Abu Ayyub Anshari, adalah termasuk para periwayat. Ghayatul- Maram hal. 539-540. Nabi juga
bersabda, "Tuhan memberkati Ali karena Kebenaran selalu bersamanya." Al-Bidayah wan-Nihayah,
jilid VII hal. 36.

8
Bagi kaum Syiah, bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah
peristiwa tentang Ghadir Khumm11 ketika itu Nabi memilih Ali sebagai pimpinan umum
umat (walayat-i'ammah) dan menjadikan Ali, sebagaimana Nabi sendiri, sebagai
pelindung mereka (wali).12

Dapatlah dipahami, jika karena pengabdian dan penghargaan yang istimewa


tersebut serta karena jasa-jasa Ali yang luar biasa yang diakui oleh semua 13, dan karena
besarnya kasih Nabi yang ditunjukkan kepadanya, 14 beberapa sahabat Nabi yang
mengenal baik Ali, dan mereka adalah pemenang dalam kebaikan dan kebenaran,
menjadi mencintainya. Mereka berkumpul di sekeliling Ali dan mengikutinya,
sedemikian rupa sehingga banyak orang lain mulai menganggap cinta mereka
kepadanya berlebih-lebihan dan beberapa orang di antara mereka, mungkin juga telah iri
hati kepadanya. Di samping unsur-unsur ini, kita lihat dalam banyak ucapan Nabi
petunjuk kepada Syiah Ali dan Syiah dari Ahlul Bait.

Kekhalifahan Ali dimulai menjelang akhir tahun 35 H./656 M. dan berlangsung


kurang lebih empat tahun sembilan bulan. Selama masa kekhalifahannya, Ali mengikuti
cara Rasulullah saw. 15 dan mengembalikan keadaan sebagaimana semula. Dia memaksa
mundur semua unsur-unsur politik yang tak cakap dalam mengelola berbagai urusan."
16
Dan pada hakikatnya memulai suatu percobaan besar yang bersifat revolusioner
sehingga menyebabkan ia menghadapi berbagai kesulitan."17

11
Catatan Editor: Menurut kepercayaan Syiah, ketika kembali dari Haji Ter- akhir, dalam perjalanan dari
Mekah ke Medinah, di suatu padang yang bernama Ghadir Khum Nabi memilih Ali sebagai
penggantinya di hadapan massa yang penuh sesak yang menyertai beliau. Orang-orang Syiah
merayakan peristiwa ini sampai hari ini, sebagai suatu pesta keagamaan yang besar yang menandai saat
Ali berhak menjadi khalifah di- umumkan secara terbuka.
12
Hadis tentang Ghadir Khum dalam berbagai versi adalah salah satu hadis sahih di kalangan Sunni dan
Syiah. Lebih dari seratus sahabat meriwayatkan dalam ber- bagai sanad dan ungkapan, dan telah
diriwayatkan dalam buku-buku Sunni dan Syiah. Tentang keterangan terperinci lihat Ghayatul-Maram,
hal. 79, Abaqat of Musawi, India, 1317 (jilid tentang Ghadir) dan Al-Ghadir karya Amini, Najaf, 1372.
13
Tarikhi-Ya'kubi, Najaf, 1358, jilid II hal. 137 dan 140; Tarikhi-Abil-Fida, jilid I hal. 156; Shahih
Bukhari, Kairo, 1315, jilid IV hal. 207; Murujudz-Dzahab dari Mas'udi, Kairo, 1367, jilid II ha. 437,
jilid III hal. 21 dan 61.
14
Shahih Muslim, jilid XV hal. 176; Shahih Bukhari, jilid IV hal. 207; Murujudz-Dzahab, jilid III hal. 23
dan jilid II hal. 437; Tarikh-Abil-Fida, jilid I hal. 127 dan 181.
15
Ya'kubijilid II hal. 154.
16
Ya'kubi, jilid II hal155; Murujudz-Dzahab, jilid II hal. 364.

17
Catatan Editor: Revolusioner dalam konteks ini tentu saja tidak mengandung pengertian yang sama
dengan apa yang umum dipakai sekarang. Dalam konteks tradisio- nal, suatu gerakan revolusioner ialah
gerakan memantapkan kembali atau menerapkan kembali prinsip-prinsip yang tetap dari suatu tata
transenden sedangkan dalam konteks anti-tradisional berarti suatu pemberontakan melawan prinsip-

9
Pada hari pertama menjadi khalifah, dalam suatu pidatonya kepada rakyat, Ali
berkata, "Hai manusia, ketahuilah bahwa kesulitan-kesulitan yang kalian hadapi selama
masa kerasulan Rasulullah saw. berulang lagi dan mengepung kalian. Tempat kalian
seterusnya harus dibalik, sehingga orang-orang terbelakang harus maju ke depan dan
mereka yang saleh yang telah telanjur maju tanpa membawa kebaikan, mesti ditarik ke
belakang. Terdapat kedua-duanya, kebenaran (haq) dan kepalsuan (bathil). Masing-
masing mempunyai pengikut; tapi seseorang harus mengikuti kebenaran. Jika kebatilan
merajalela, ia bukanlah sesuatu yang baru, dan walaupun kebenaran itu langka dan
sukar didapat, kadang-kadang yang langka pun bisa menang, sehingga terdapat harapan
untuk maju. Sudah tentu tak sering terjadi bahwa sesuatu yang telah berpaling dari
orang akan kembali kepada- nya.18

Ali dalam gerakan seperti ini meneruskan gaya pemerintahannya yang secara
radikal berbeda, yang lebih didasarkan pada kesalehan daripada kekuatan politik.
Namun unsur-unsur oposisi yang merasa kepentingannya terancam mulai menunjukkan
ke- tidaksenangan dan perlawanan mereka terhadap pemerintahan Ali. Dengan dalih
menuntut bela kematian Usman, mereka melancarkan aksi huru-hara berdarah, yang
berlangsung selama sebagian besar masa kekhalifahan Ali. Dari sudut pandangan kaum
Syiah, dalam pikiran mereka yang menyebabkan perang saudara ini tidak ada tujuan
lain kecuali kepentingan diri mereka sendiri. Keinginan menuntut bela atas darah
Khalifah III, tidak lebih dari suatu dalih untuk mengibuli rakyat. Tak ada persoalan
salah paham.

Setelah Rasulullah saw, wafat, suatu minoritas kecil mengikuti Ali, menolak
melakukan bai'at. Pada pimpinan minoritas terdapat Salman, Abu Dzar, Miqdad dan
Ammar. Pada masa permulaan kekhalifahan Ali, juga sebagian kecil minoritas, karena
tidak setuju, menolak melakukan bai'at. Di antara penentang yang paling menonjol
adalah Sa'ad ibn Ash, Walid ibn Uqbah, Marwan ibn Hakam, Amr ibn 'Ash, Busr ibn
Artat, Samurah ibn Jundab, dan Mughirah ibn Syu'bah.

Penyelidikan tentang biografi dua kelompok ini dan renungan atas tindakan
yang telah mereka lakukan, dan cerita. Cerita yang dikatakan tentang mereka dari buku-

prinsip ini atau penerapan- nya, atau melawan suatu sistem yang sudah mapan

18
Nahjul-Balaghah, khotbah ke 15.

10
buku sejarah, menyingkapkan tabir sepenuhnya tentang kepribadian dan tujuan
keagamaan mereka. Kelompok pertama adalah kalangan elite sahabat-sahabat
Rasulullah saw. dan termasuk orang-orang yang zuhud, orang-orang yang mengabdi
dengan ikhlas kepada Tuhan, orang-orang yang berbakti kepada Islam tanpa pamrih
pribadi, yang berjuang di atas jalan kemerdekaan Islam. Mereka beroleh kecintaan
khusus dari Nabi. Nabi berkata, "Tuhan telah memberi tahukan kepadaku bahwa Ia
mencintai empat orang dan mereka juga aku cintai." Mereka menanyakan nama-nama
mereka. Ia menyebut Ali dan kemudian nama-nama Abu Dzar, Salman, dan Miqdad.
(Sunan Ibn Majah, Cairo, 1372, jilid I, halaman 66). 'Aisyah mengisahkan bahwa
Rasulullah saw. berkata, "Bila dua pilihan dihadapkan kepada Ammar, dia pasti akan
memilih yang lebih benar dan betul (Ibn Majah, jilid I, halaman 66). Antara langit dan
bumi ini tidak ada satupun yang lebih tepercaya dari Abu Dzar." (Ibn Majah, jilid I,
halaman 68). Tidak ada satu catatan pun tentang sesuatu perbuatan terlarang yang
dilakukan orang-orang ini pada masa hidup mereka. Mereka tidak pernah
menumpahkan darah secara tidak sah, tidak melakukan pelanggaran terhadap lainnya,
tidak mencuri milik orang, tidak pernah berbuat korupsi dan menyesatkan umat.

Namun sejarah penuh daftar perbuatan yang tidak layak yang dilakukan
beberapa orang dari kelompok kedua. Berbagai perbuatan yang bertentangan dengan
ajaran Islam, yang dilakukan oleh beberapa orang ini, bukan main banyaknya.
Bagaimanapun juga, perbuatan ini tidak dapat dimaafkan kecuali dengan cara yang
diikuti kelompok tertentu di antara kaum Sunni yang mengatakan bahwa Tuhan rela
terhadap mereka dan oleh karena itu mereka bebas untuk melakukan perbuatan apa pun
yang diinginkan, dan mereka tidak akan dihukum untuk tindakan yang bertentangan
dengan ajaran dan aturan yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.

Peperangan pertama semasa Khalifah Ali, yang disebut Perang Unta, disebabkan
oleh perbedaan kelas yang tidak menguntungkan yang timbul pada masa kekuasaan
Khalifah II sebagai akibat kekuatan sosial ekonomi baru yang menyebabkan ke-
tidakadilan dan ketidakmerataan dalam pembagian kekayaan masyarakat. Ketika
terpilih menjadi khalifah, Ali membagi rata kekayaan itu 19 dengan cara seperti yang
dilakukan Rasulullah saw. Tetapi cara pembagian kekayaan ini sangat tidak memuaskan

19
Murujudz-Dzahab, jilid II hal. 362, Nahjul-Balaghah, khotbah 122; Ya'kubi, jilid II hal. 160; Ibn Abil-
Hadid, jilid I hal180.

11
Talhah dan Zubair. Mereka mulai menunjukkan gejala-gejala pembangkangan, dan
meninggalkan Medinah pergi ke Mekah dengan alasan mau melakukan haji. Mereka
membujuk Ummul- Mu'minin (bunda orang-orang yang beriman) Aisyah, yang kurang
akrab dengan Ali, untuk bergabung dengan mereka dan menuntut bela kematian
Khalifah III. Mereka memulai Perang Unta 20 yang berdarah. Hal ini dilakukan,
walaupun dalam kenyataan, Talhah dan Zubair yang sama-sama berada di Medinah
ketika Khalifah III, Usman, dikepung dan dibunuh, tidak membelanya. 21 Lebih lanjut,
sesudah kematiannya merekalah yang pertama menyatakan dukungan kepada Ali atas
nama kaum Muhajirin22, maupun atas nama mereka sendiri. 23 Juga Ummul Mu'minin
Aisyah tidak menentang mereka yang telah membunuh Khalifah III pada saat dia
24
menerima kabar kematiannya. Perlu diingat bahwa penyebab utama dari kerusuhan
yang menyebabkan kematian Khalifah III adalah sahabat-sahabat yang menulis surat
dari Medinah kepada rakyat, baik yang dekat maupun jauh, mengajak mereka
memberontak terhadap Khalifah; ini adalah kenyataan yang berulang kali terjadi dalam
permulaan sejarah Islam.

Sedangkan peperangan kedua, disebut Perang Siffin, dan berlangsung selama


setengah tahun. Penyebabnya adalah ambisi Mu'awiyah akan kekhalifahan yang
baginya lebih merupakan alat politik keduniawian daripada suatu lembaga keagamaan.

Tetapi sebagai alasan utama dikemukakan menuntut bela atas kematian Khalifah
III dan memulai peperangan yang menghilangkan lebih dari seratus ribu rakyat tanpa
alasan. Sudah barang tentu dalam peperangan ini Mu'awiyah lebih menjadi
penyerangnya daripada bertahan, karena protes untuk menuntut balas tak pernah terjadi
dalam bentuk bertahan. Semboyan peperangan ini adalah menuntut balas. Pada hari-hari
akhir hayatnya, Khalifah III, telah minta bantuan Mu'awiyah, untuk menindas gerakan
yang menentangnya, tetapi tentara Mu'awiyah yang berangkat dari Damaskus ke
Medinah dengan sengaja menunggu di tengah perjalanan sampai Khalifah terbunuh.
Kemudian dia kembali ke Damaskus untuk memulai suatu gerakan menuntut balas atas

20
Ya'kubi, jilid II hal. 156; Abul-Fida, jilid I hal. 172; Murujudz-Dzahab, jilid II, hal. 366.
21
Ya'kubi, jilid II hal. 152.
22
Catatan EditorMuhajirin ialah para pemeluk Islam yang permulaan yang pindah bersama Nabi dari
Mekah ke Medinah.
23
Ya'kubi, jilid II hal. 154; Abul-Fida, jilid I hal. 171.
24
Ya'kubi, jilid II hal. 152.

12
kematian Khalifah III.25 Sesudah Ali wafat dan ia berhasil menduduki jabatan
kekhalifahan untuk dirinya, Mu'awiyah melupakan masalah menuntut balas atas
kematian Khalifah III dan tidak mengusut perkara ini lebih lanjut.

Sesudah Perang Siffin terjadi Perang Nahrawan di mana sejumlah orang, di


antara mereka ditemukan beberapa sahabat, memberontak terhadap Ali, yang boleh jadi
dihasut oleh Mu' awiyah.26 Orang-orang ini mengobarkan pemberontakan di seluruh
daerah Islam, dan membunuh kaum Muslimin terutama pengikut-pengikut Ali. Bahkan
mereka menyerang wanita-wanita hamil dan membunuh bayi-bayi. Ali menumpas
pemberontakan itu, tetapi sesaat kemudian dia sendiri terbunuh di Masjid Kufah oleh
salah seorang anggota kelompok ini yang kemudian dikenal sebagai kaum Khawarij.

Penentangnya menyatakan bahwa Ali seorang yang berani tetapi tidak memiliki
kelihaian berpolitik. Mereka menghendaki agar pada awal kekhalifahannya, Ali mau
mengadakan perdamaian sementara dengan para penentangnya. Dia seharusnya dapat
mendekati mereka melalui jalan damai dan bersahabat sehingga mereka mau
mendukungnya. Dengan cara demikian dia dapat memperkokoh kekhalifahannya dan
kemudian baru melancarkan tindakan pembersihan. Orang-orang yang berpandangan
seperti ini lupa bahwa gerakan Ali tidak didasarkan atas politik oportunisme. Ia adalah
suatu gerakan keagamaan yang radikal dan revolusioner dalam arti sebenarnya, suatu
revolusi sebagai gerakan kerohanian untuk mengokohkan kembali ketertiban yang
sesungguhnya, dan tidak dalam arti sosial politik dan yang umum berlaku, dan karena
itu tidak akan bisa dicapai melalui kompromi atau bujukan dan penipuan. Situasi yang
sama dapat dilihat pada masa kenabian Rasulullah saw. Kaum kafir dan musyrik
mengatakan bahwa bila dia menahan diri untuk tidak mengecam berhala sesembahan
mereka, mereka tidak akan menghalangi misi keagamaannya. Tapi Nabi tidak menerima
usul tersebut, meskipun pada hari-hari sulit dia dapat membuat perdamaian dengan
sekedar bermulut manis untuk mengokohkan kedudukannya, dan kemudian bergerak
melawan musuh-musuhnya. Kenyataannya ajaran Islam tidak pernah mengizinkan
25
Ketika Usman dikepung oleh para pemberontak, dia menulis surat kepada Mu'awiyah meminta
bantuan. Mu'awiyah menyiapkan dua belas ribu tentara dan mengi- rim mereka ke MedinahTetapi dia
memerintahkan mereka berhenti di sekitar Damaskus dan ia pergi sendiri melaporkan kepada Usman
tentang kesiapsiagaan pasukannya Usman berkata, "Kamu telah menghentikan pasukanmu dengan
keinginan agar aku ter- bunuh. Kemudian penumpahan darahku akan kamu jadikan alasan untuk
melakukan revolusi demi kepentingan dirimu sendiri." (Ya'kubi, jilid II hal. 152; Murujudz-Dzahab, jilid III,
hal. 25; Thabari, jilid III hal. 403.
26
Murujudz-Dzahab, jilid II hal. 415.

13
untuk meninggalkan suatu tujuan yang benar dan adil demi untuk memperkuat tujuan
baik lainnya, ataupun suatu kepalsuan ditolak dan tidak disetujui melalui kepalsuan
yang lain. Terdapat banyak ayat Al-Quran mengenai hal ini.27

2.3 ALIRAN-ALIRAN DALAM SYIAH

Syiah adalah sekte yang terus berkembang mengikuti alur zaman. Karenanya,
Syiah tidak melulu berjalan di satu lintasan dan dengan satu arah yang lurus. Jadi,
adalah hal yang wajar jika kemudian Syiah juga mengalami problem perbedaan
pemikiran, yang pada gilirannya memunculkan aneka ragam versi: Syiah Kaisaniyah,
Zaidiyah, Imamiyah, Ghulât, dan masih banyak lagi.

Merujuk pada data-data yang ada, akan cukup jelas, jika yang menjadi pemicu utama
bagi lahirnya ragam aliran dalam Syiah ini adalah imamah. Semua sekte Syiah sepakat
bahwa Imam yang pertama adalah Sayyidina Ali, selanjutnya adalah Sayyidina Hasan
bin Ali, lalu Husain bin Ali. Namun, setelah itu muncul perselisihan mengenai siapa
pengganti Imam Husain. Dalam hal ini, muncul dua kelompok dalam Syiah. Kelompok
pertama meyakini imamah beralih kepada Ali bin Husain Zainal Abidin, putra
Sayyidina Husain bin Ali. Sedangkan kelompok lainnya meyakini bahwa imamah
beralih kepada Muhammad bin Hanafiyah, putra Sayyidina Ali bin Abi Talib dari istri
beliau selain Fathimah radhiyallahu 'anhá.

Akibat perbedaan antara kedua kelompok ini, muncullah berbagai sekte dalam Syiah.
Sebagian di antara sekte-sekte ini sebetulnya tidak dapat disebut sekte atau aliran,
karena hanya merupakan pandangan seseorang atau sekelompok kecil yang kurang
memiliki kekuatan suara untuk diperhitungkan.Tapi andai kita memperhitungkan arus
kecil itu, maka pernyataan bahwa sekte Syiah terpecah pada ratusan versi (ada yang
mengatakan sampai 300) adalah benar adanya. Namun demikian, para ahli pada
umumnya membagi sekte Syiah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah,
Zaidiyah, Imamiyah dan Kaum Ghulát, sebab firqah-firqab Syiah yang mencapai jumlah
ratusan itu sejatinya bermuara dari empat kelompok besar tersebut."

27
Sebagai contoh lihat tafsir-tafsir tradisional yang melukiskan keadaan pada saat ayat-ayat ini
diwahyukan: "Para pemuka di kalangan mereka pergi sambil berkata, 'Pergilah kalian dan berpeganglah
pada tuhan-tuhan kalian! (Quran., 38:6) dan "Sekira- nya Kami tidak memberimu kekuatan pastilah kau
sedikit cenderung kepada mereka," (Quran, 17:74) dan "Mereka menginginkan agar kau bersikap lunak
lalu mereka pun bersikap lunak." (Quran, 68:9).

14
1. Syiah Kaisaniyah

Sekte Syiah yang mempercayai kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah


setelah wafatnya Sayyidina Husain bin Ali. Nama Kaisaniyah diambil dari nama
seorang bekas budak Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kaisan atau dari nama Mukhtar bin
Abi Ubaid yang juga dipanggil dengan nama Kaisan.

Sekte Kaisaniyah terpecah menjadi dua kelompok. Pertama, yang mempercayai


bahwa Muhammad bin Hanafiyah sebenarnya tidak mati, tetapi hanya gaib dan akan
kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka menganggap, Muhammad bin
Hanafiyah adalah Imam Mahdi yang dijanjikan itu yang termasuk golongan Kaisaniyah
antara lain adalah sekte al Karabiyah, pengikut Aba Karb ad-Dharir.

Kelompok yang mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah meninggal, akan
tetapi jabatan imamah beralih kepada Abi Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyah. Yang
termasuk kelompok ini adalah sekte Hasyimiyah, pengikut Abe Hasyim. Ibnu Khaldun
menengarai, bahwa di antara sekte-sekte Haymiyah yang pecah menjadi beberapa
kelompok tersebut adalah penguasa pertama Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Abbas as
Saffah dan Abu Ja'far al Mansur Ibnu Khaldun selanjutnya menyatakan bahwa setelah
meninggalnya Abi Hasyim, jabatan berpindah kepada Muhammad bin Ali Abdullah bin
Abbas, kemudian secara berturut-turut kepada Ibrahim al- Imam, as-Saffah, dan al-
Mansur.

Sekte Kaisaniyah ini telah lama musnah. Namun, kebesaran dan kehebatan nama
Muhammad bin Hanafiyah ini masih dapat dijumpai dalam cerita-cerita rakyat, seperti
yang terdapat dalam centa-centa rakyat Aceh dan hikayat Melayu yang terkenal, Hikah
Muhammad Hanafiyah Hikayat ini telah dikenal di Mekah sejak abad ke 15 M.

2. Syiah Zaidiyah

Zaidiyah adalah sekte dalam Syiah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin
Ali bin Husain Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husain bin Ali Mereka tidak
mengakui kepemimpinan Ali bin Husain Zainal Abidin seperti yang diakui sekte

15
Imamiyah, karena menurut mereka, Ali bin Husain Zainal Abidin dianggap tidak
memenuhi syarat sebagai pemimpin.

Dalam Syiah Zaidiyah, seseorang baru dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi
lima kriteria, yakni keturunan Fathimah binti Muhammad, berpengetahuan luas tentang
agama, hidup zuhud, berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani.
Disebutkan bahwa sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khilafah atau imamah Abu
Bakar ash-Shiddiq (khalifah pertama) dan Umar bin Khaththab (khalifah kedua).

Dalam teologi mereka disebutkan, bahwa mereka tidak menolak prinsip Imamah al-
Mafdhil ma'a wigud al Ajdhal, yaitu bahwa seseorang yang lebih rendah tingkat
kemampuannya dibanding orang lain yang sezaman dengannya dapat menjadi
pemimpin, sekalipun orang yang lebih tinggi dari dia itu masih ada. Dalam hal ini, Ali
bin Abi Talib dinilai lebih tinggi daripada Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Oleh karena
itu, sekte Zaidiyah ini dianggap sekte Syiah yang paling dekat dengan Sunnah.

Dalam persoalan imamah, sekte Zaidiyah ini berbeda pendapat dengan sekte Itsna
Asyariyah atau Syiah Dua Belas yang menganggap bahwa jabatan imamah harus
dengan nash. Menurut Zaidiyah, imamah tidak harus dengan nash, tapi boleh ikhtiar
atau pemilihan. Dari segi teologi, penganut paham Syiah Zaidiyah ini beraliran teologi
Mu'tazilah. Oleh karena itu tidak heran kalau sebagian tokoh-tokoh Mu'tazilah, terutama
Mu'tazilah Baghdad, berasal dari kelompok Zaidiyah. Diantaranya adalah Qadhi Abdul
Jabbar, tokoh Mu'tazilah terkenal varig menulis kitab Syarh al Urhal at Khawah Hal ini
dapat terjadi karena adanya hubungan yang dekat antara pendiri Mu'tarilah, Wasil bin
Atha', dan Imam Zaid bin Ali Akibatnya muncul kesan bahwa ajaran-ajaran Mu'tazilah
berasal dari Ahlul Bar atau bahkan sebaliknya, justru Zaid bin Ali yang terpengaruh oleh
Wasil bin Atha', selungga ia mempunyai pandangan yang dekat dengan Sunnah Sekte
sekte yang berasal dari golongan Zaidiyah yang muncul kemudian adalah Jarudiyyah,
Sulaimaniyah, dan Badriyah atau ash-Shalihiyah.

Sekte Jaradiyah adalah pengikut Ahi Jarud Ziyad bin Abi Ziyad Sekte ini
menganggap bahwa Nabi Muhammad telah menentukan Ali sebagai pengganti atau
Imam setelahnya. Akan tetapi penentuannya tidak dalam bentuk yang tegas, melainkan
dengan isyarat (menyinggung secara tidak langsung) atau dengan ala (menyebut-nyebut
keunggulan Ali dibandingkan yang lainnya).

16
Sekte Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini beranggapan
bahwa masalah imamah adalah urusan kaum Muslimin, yaitu dengan sistem
musyawarah sekalipun hanya dengan dua tokoh Muslim Bagi mereka, seorang imam
tidak harus merupakan yang terbaik di antara kaum Muslimin, oleh karena itu sekalipun
yang layak jadi khalifah setelah Nabi Muhammad adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib,
akan tetapi kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khatab adalah sah, hanya dalam
hal ini, umat telah melakukan kesalahan karena tidak memilih Sayyidina Ali. Namun,
mereka tidak mengakui kepemimpinan Utsman bin Affan karena menurut mereka
Utsman telah dari menyimpang ajaran Islam Sekte Sulaimaniyah ini juga disebut al-
Jaririyah.

Sekte Badriyah atau as-Salihiyah adalah pengikut kaisar an Nu'man al Akhtar


atau pengikut Hasan bin Shalih al-Hayy. Pandangan mereka mengenai miwah sama
dengan pandangan sekte Sulaimaniyah. Hanya saja dalam masalah Utsman bin Affan,
sekte Badriyah tidak memberikan sikapnya Mereka berdiam diri atau fasaga Menurut
al-Bagdadi, sekte ini adalah sekte Syiah yang paling dekat dengan Ahlussunnah. Oleh
karena itu Imam Muslim meriwayatkan beberapa hadits dalam kitabnya Sab Muslim
dari Hasan bin Shalih al Hayy.

3. Syiah Ghulât

Syah Ghulit (kelompok Syiah yang ekstrem) adalah golongan yang berlebih-
lebihan dalam memuji Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Imam imam lain, dengan
menganggap bahwa para imam tersebut bukan manusia biasa, melainkan jelmaan Tuhan
atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut al- Baghdadi, Kaum Ghulát telah ada sejak
masa Ali bin Abi Thalib. Mereka memanggil Ali dengan sebutan "Anta, Anta" yang
berarti "Engkau, Engkau." Yang dimaksud di sini adalah Engkau adalah Tuhan Menurut
al-Baghdadi, sebagian dari mereka sampai dibakar hidup-hidup oleh Sayyidina Ali bin
Abi Thalib, tetapi pemimpin mereka, Abdullah bin Saba', hanya dibuang ke Mada'in. Di
antara mereka ada yang menyalahkan, bahkan mengutuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib
& karena tidak menuntut haknya dari penguasa yang telah merampas haknya sebagai
khalifah sesudah Nabi Muhammad "

17
Dalam sebuah riwayat Syiah disebutkan bahwa ketika suatu hari Bisyar asy Syairi,
seorang Ghulit, datang ke rumah Ja'far ash-Shadiq, Imam Ja'far Ja'far mengusirnya
seraya berkata,

Kendati pengutukan terhadap Sayyidina Ali merupakan salah satu karakter syiah ghulat,
akan tetapi Ayatullah Ruhullah Khomaini juga sempat memnunculkan klaim negatif
terhadap Sayyidina Ali, lantaran beliau menerima tawaran arbitrase dari pihak
Sayyidina Mu'awiyah bin Abi Sufyan (Lihat penjelasan bagian akhir), bagian Syiah,
Sahabat dan Ahlussunnah. Sesungguhnya Allah setelah melaknatmu Demi Allah, aku
tidak suka sestap denganmu." Ketika asy Syair keluar, Ja'far ash-Shadig bekata pada
pengikutnya: "Celakalah dia. Ia adalah setan, anak dari setan. Dia lakukan ini untuk
menyesatkan sahabat dan Syahku, maka hendaklah berhati-hati terhadapnya Orang-
orang yang telah tahu akan hal ini hendaknya menyampaikan kepada orang lain bahwa
aku adalah hamba Allah dan anak seorang perempuan, hamba Nya Aku dilahirkan dari
perut seorang wanita. Sesungguhnya aku akan mati dan dibangkitkan kembali pada hari
kiamat, dan aku akan ditanya tentang perbuatan perbuatanku"

Kaum Ghulat dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan varu golongan as-
Saba'iyah dan golongan al-Ghurabiyah Golongan as Saba'iyah berasal dari nama
Abdullah bin Saba', adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib adalah
jelmaan dari Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurur mereka, sesungguhnya
Sayyidina Ali masih hidup. Sedangkan yang terbunuh di tangan Abdurrahman bin
Muljam di Kufah itu sesungguhnya bukanlah Sayyidina Ali, melainkan seseorang yang
diserupakan Tuhan dengan beliau. Menurut mereka, Sayyidina Ali telah naik ke langit
dan di sanalah tempatnya Petir adalah suara beliau dan kilat adalah senyum beliau.

Adapun golongan al-Ghurabiyah adalah golongan yang tidak se ektem as


Saba'yah dalam memuja Sayyidina Ali bin Abi Thalib Menurut mereka, Sayyidina Ali
adalah manusia biasa, tetapi dialah seharusnya yang menjadi utusan Allah, bukan Nabi
Muhammad Namun, karena Malaikat Jibril salah alamat, sehingga wahyu yang
seharusnya ia sampaikan kepada Sayyidina Ali malah ia sampaikan kepada Nabi
Muhammad, maka akhirnya Allah mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.

4. Syiah Imamiyah

18
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhammad telah
menunjuk Sayyidina Ali sebagai imam penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan
tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui keabsahan kepemimpinan Sayyidina Abu
Bakar, Umar, maupun Utsman & Bagi mereka, persoalan imamah adalah salah satu
persoalan pokok dalam agama atau shil ad din.

Syiah Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan Yang terbesar adalah golongan Itsna
Asyariyah atau Syiah Dua Belas. Sementara golongan kedua yang terbesar adalah
golongan Ismailiyah. Dalam sejarah Islam, kedua golongan sekte Imamiyah ini pernah
memegang puncak kepemimpinan polink Islam Golongan Ismailiyah berkuasa di Mesir
dan Baghdad. Di Mesir, golongan Ismailiyah berkuasa melalui Dinasti Fathimiyyah.
Pada waktu yang sama golongan Itsna Asyariyah dengan Dinasti Buwathi menguasai
kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah selama kurang lebih satu abad

Semua golongan yang bernaung dengan nama Imamiyah ini sepakat bahwa Imam
pertama adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kemudian secara berturut-turut Sayyidina
Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad al Baqir dan Ja'far ash- Shadiq Kemudian
sesudah itu, mereka berbeda pendapat mengenai siapa Imam penggants Ja'far ash
Shadiq. Di antara mereka ada yang meyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah
kepada anaknya, Musa al-Kazhim. Keyakinan ini kemudian melahirkan sekte Itsna
Asyariyah atau Syiah Dua Ensiklopedi Islam, entri Syiah

Bila Sementara yang lain meyakini bahwa pindah kepada putra Jafar ash Shady, Ismail
bin Ja'far ash Shadiq, sekalipun ia telah meninggal dunia sebelum Ja'far ash Shadig sen.
Pecahan in dischar Ismailiyah. Sebagian yang lain megang jabatan berakhir dengan
meninggal Jafar ah Shady Mercka disebut golongan al Wagah atau gongan yang
berhenti pada Imam Ja'far ash-Shad.

Sekte luna Ayanyah atau Syah Dua Belas merupakan sekte terbesar Syiah
dewasa ini. Sekte ini meyakini bahwa Nab Muhammad telah menetapkan dua belas
orang penerus nullahnya, yaitu: Imam sebagai penerus risalahnya, yaitu:

Nama dan julukan Lahir-wafat


Ali bin Abi Thalib al-Murtadha 23 SH-40 SH
Hasan bin Ali az-Zaki 2 H-50 H

19
Husain bin Ali asy-Syahid 3 H- 61 H
Ali bin Husain Zainal Abidin 38 H- 58 H
Muhammad bin Ali al-Baqir 57 H- 114 H
Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq 83 H- 148 H
Musa bin Ja'far al-Kazhim 128 H- 203 H
Ali bin Musa ar-Ridha 148 H- 203 H
Muhammad bin Ali al-Jawwad 195 H- 220 H
Ali bin Muhammad al-Hadi 212 H- 254 H
Hasan bin Ali al-Askari 223 H- 260 H
Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi 1.255 / 256 H``

2.4 TOKOH-TOKOH SYI’AH

a. Nasr bin Muzahim bin Sayyar al-Minqari (120 – 212 H)

Nashr bin Muzahim lebih banyak menghabiskan usianya di Baghdad. Pada


waktu itu, Baghdad adalah sebuah kota yang baru dibangun. Akan tetapi, karena kota ini
adalah ibu kota dan pusat kekhalifahan pada masa itu, ia mampu menarik para ilmuwan
tersohor untuk berdomisili disana. Al-Khathib al-Baghdadi didalam buku sejarahnya
menyebut Nashr bin Muzahim sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Baghdad. Ia
meninggal dunia pada tahun 212 H. Uqaili berpendapat, “Nashr bin Muzahim adalah
seorang pengikut mazhab Syi’ah. Hadis dan pendapatnya banyak mengalami
pertentangan, karena ucapannya tidak memiliki keserasian antara yang satu dengan
lainnya.” Abu Hatim juga berkomentar, “Hadits-hadits Nashr bin Muzahim mengalami
penyelewengan dan tidak dapat diamalkan.”

b. Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy’ari (Abad Ketiga – 274 H.)

Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Abdullah al-Asy’ari al-Qomi dilahirkan pada
abad ketiga Hijriah. Ia adalah salah seorang sahabat para imam ma’shum a.s. Ia
dilahirkan dikota Qom, kota ilmu agama dan para perawi handal Syi’ah dan tempat
perlindungan bagi para fuqaha dan ilmuwan handal yang selalu mencintai Ahlulbait
Rasulullah saw. Ia dibesarkan dan dididik di dalam sebuah keluarga ahli ilmu yang
selalu mendambakan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw. Dari sejak masa muda, ia

20
telah menimba ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan langsung ayahnya,
Muhammad bin Isa al-Asy’ari.

c. Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)

Ia dilahirkan di penghujung abad ke-2 Hijriah di sebuah desa kota Qom yang
bernama Barq-rud. Ia lahir didalam sebuah keluarga yang tersohor dan terkenal
mencintai Ahlulbait as. Ayahnya, Muhammad bin Khalid juga adalah salah seorang
pembesar mazhab Syi’ah, guru hadis (Syaikhul Hadis), dan figur kepercayaan Imam al-
Kazhim dan Imam arRidha as.

d. Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)

Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Sa'id bin Hilal ats-Tsaqafi al-Isfahani
adalah salah seorang ulama dan perawi hadits Syi’ah. Tanggal kelahirannya tidak
diketahui secara pasti. Yang pasti, ia dilahirkan diawal abad ke-3 Hijriah dikota Kufah.
Dipermulaan usianya, ia mengikuti mazhab Zaidiyah. Setelah beberapa waktu berlalu,
ia memilih mengikuti mazhab Imamiah sebagai mazhab yang benar.

e. Muhammad bin Hasan bin Furuh} Ash-Shaffar (awal Abad ke-3– 290 H.)

Ia adalah salah seorang pembela setia Imam Hasan al-'Askari as. Dengan
demikian, dapat diasumsikan ia hidup dipermulaan abad ke-3 Hijriah. Ash-Shaffar
hidup pada masa kezaliman dan kelaliman dinasti Bani Abbasiah mencapai puncaknya.
Ash-Shaffar adalah salah seorang yang paling tersohor di kalangan mereka. Ia banyak
berhubungan dengan para pembesar dan tokoh-tokoh terkemuka mazhab pada masa itu,
dan dengan menulis surat-surat rahasia, ia sering berjumpa dengan Imam Hasan al-
'Askari as. Dengan jalan ini juga, ia dapat membangun jembatan relasi antara beliau
dengan para pengikut Syi’ah yang lain.

2.5 AJARAN SYIAH

Dalam Syiah ada tiga dimensi ajaran: akidah, akhlak, dan fiqih (syariah) sebagaimana
pembagian yang disepakati sebagian besar ulama Islam.

Syiah telah memformulasikan akidah dalam tiga prinsip utama, yaitu tauhid, kenabian,
dan hari kebangkitan. Dari prinsip dasar tauhid, muncul prinsip keadilan Ilahi; dari
prinsip kenabian, muncul prinsip imamah. (Catatan: Meski demikian, Syiah tidak

21
menganggap kafir orang yang tidak percaya kepada prinsip imamah ini). Untuk
memudahkan sistematika pengajaran, sebagian ulama memasukkan kedua prinsip ikutan
di atas, yakni keadilan dan imamah, dalam Ushuluddin. Sistematika ini pada dasarnya
mengikuti kaidah idkhalul juz' ilal kull (menyertakan yang partikular kepada yang
universal). Dengan demikian, berkembang menjadi lima prinsip, yaitu: al-tauhid, al-
nubuwwah, al-imamah, al-'adl, dan al- ma'ad.

Dalam prinsip al-tauhid (keesaan Allah), Syiah meyakini bahwa Allah Swt. adalah Zat
Yang Maha- mutlak, yang tidak dapat dijangkau oleh siapa pun (laa tudrikuhul abshar
wahua yudrikul abshar). Ia Mahasempurna. Jauh dari segala cela dan kekurangan.
Bahkan ia adalah kesempurnaan itu sendiri dan mutlak sempurna, mutlaq al-kamal wa
kamal al-muthlaq.

Syiah meyakini bahwa Allah adalah Zat Yang tak terbatas dari segala sisi; ilmu,
kekuasaan, keabadian, dan sebagainya. Oleh karena itu, Dia tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu, karena keduanya terbatas. Tetapi pada waktu yang sama, hadir di setiap
ruang dan waktu karena Dia berada di atas keduanya.

Tak terlepas dari itu, Syiah meyakini prinsip Al-Bada'. Al-Bada' memiliki dua arti:
pertama adalah arti leksikal yang hanya mungkin disandarkan kepada keberadaan yang
terbatas. Dan hal ini pasti tak pantas dinisbahkan kepada Allah Swt. Adapun arti kedua
adalah pengubahan takdir karena amal salih atau tindakan jahat hamba. Di dalam Al-
Quran disebutkan:

‫و ال َّلُه ا َش ا ْثِب ُت ۖ ِع ْنَد ُأُّم ا ْل ِك َت ا ِب‬


‫َو ُه‬ ‫َم َي ُء َو ُي‬ ‫َيْم ُح‬

Artinya:

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh). (Q.S Ar-Ra’d:
39).

22
‫َل ُه ُمَع ِّق َب ا ٌت ِم ْن َبْي ِن َيَد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْل ِف ِه َيْح َف ُظوَن ُه ِم ْن َأْم ِر ال َّل ِه ۗ ِإَّن ال َّل َه اَل ُيَغ ِّيُر َم ا‬
‫ِم‬ ‫ِب ٍم‬ ‫ِإ‬ ‫ِب ِس‬ ‫ِب ٍم‬
‫َق ْو َح َّتٰى ُيَغ ِّيُر وا َم ا َأْنُف ِه ْم ۗ َو َذ ا َأَرا َد ال َّل ُه َق ْو ُس وًء ا َفاَل َم َرَّد َل ُهۚ َوَم ا َلُه ْم ْن‬
‫ا ٍل‬ ‫وِنِه ِم‬
‫ْن َو‬ ‫ُد‬

Artinya:

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia. (Q.S Ar-Ra’d: 11).

Kedua ayat ini menjelaskan kepada kita bahwatakdir Allah tidak mendominasi
kekuasaannya, melainkan kehendak dan kemampuan-Nya mendominasi takdir itu.
Dalam kerangka ini, diyakini bahwa takdir bukan berarti keterpaksaan manusia dan
menghapuskan hak pilihnya (ikhtiyâr). Melainkan, seperti disebutkan dalam banyak
hadis, hamba bisa berdoa, berharap, memperbanyak silaturahim, dan beramal salih
sehingga Allah mengubah akibat buruknya menjadi akibat yang baik. Ahlus Sunnah
menyebut keyakinan seperti ini dengan mahu wa itsbât. Syiah meyakini bahwa Allah
Swt. tidak dapat dilihat dengan kasat mata, sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan
kasat mata adalah jasmani dan memerlukan ruang, warna, bentuk, dan arah, padahal
semua itu adalah sifat-sifat makhluk, sedangkan Allah jauh dari segala sifat-sifat
makhluk-Nya.

Syiah meyakini bahwa Allah Maha Esa. Esa dalam Zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, dan
Esa dalam afal (perbuatan atau ciptaan)-Nya.

Yang dimaksud Esa dalam zat ialah bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada
yang menandingi-Nya, dan tidak ada yang menyamai-Nya. Esa dalam sifat, bahwa sifat-
sifat seperti ilmu, kuasa, keabadian, dan sebagainya menyatu dalam Zat-Nya, bahkan
adalah Zat-Nya sendiri. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk, yang
masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya. Dan Esa dalam af al atau

23
perbuatan, bahwa segala perbuatan, gerak, dan wujud apa pun pada alam semesta ini
bersumber dari keinginan dan kehendak-Nya.

Dalam pada itu Syiah juga meyakini bahwa hanya Allah yang boleh disembah (tauhid
al-ibadah) dan tidak boleh menyembah kepada selain Allah (laa ta'buduu illa iyyahu).
Maka barang siapa yang menyembah selain Allah dia adalah musyrik.

Adapun meminta syafaat Nabi Saw. dan atau para imam ma'shum dan bertawassul
melalui mereka sama sekali bukan merupakan perbuatan menyembah atau beribadah
kepada mereka karena perbuatan ini tidak bertentangan dengan tauhid perbuatan atau
tauhid ibadah, sebab yang dilakukan hanyalah menjadikan mereka sebagai lantaran
(washilah) dalam doa-doa.

Dalam prinsip nubuwwah (kenabian), Syiah meyakini bahwa tujuan Allah mengutus
para nabi dan rasul ialah untuk membimbing umat manusia menuju kesempurnaan
hakiki dan kebahagiaan abadi. Syiah meyakini bahwa nabi pertama adalah Adam a.s.
dan nabi terakhir adalah Muhammad Saw. Di antara para nabi itu terdapat lima nabi
yang masuk kategori ulul-azmi atau lima nabi pembawa syariat Allah dan Shuhuf/kitab
suci yang baru, yaitu, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan terakhir Nabi Muhammad Saw.,
yang merupakan nabi-nabi paling mulia. Syiah meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw.
adalah nabi terakhir dan penutup para rasul. Tidak ada nabi atau rasul sesudahnya.
Syariatnya ditujukan kepada seluruh umat manusia dan akan tetap eksis sampai akhir
zaman, dalam arti bahwa universalitas ajaran dan hukum Islam mampu menjawab
kebutuhan manusia sepanjang zaman, baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu,
siapa pun yang mengaku sebagai nabi atau membawa risalah baru sesudah Nabi
Muhammad Saw. maka dia sesat dan tidak dapat diterima. Syiah meyakini bahwa semua
Nabi maksum, terpelihara dari perbuatan salah, keliru, dan dosa, baik sebelum masa
kenabian maupun sesudahnya. Adapun adanya sejumlah ayat yang mengesankan seolah-
olah sejumlah nabi pernah berbuat dosa dipahami sebagai tark al- awla,
meninggalkan yang utama.

Syiah juga meyakini bahwa para nabi dibekali oleh Allah dengan mukjizat dan
kemampuan mengerjakan perkara-perkara luar biasa dengan izin Allah Swt., seperti
menghidupkan orang mati oleh Nabi Isa a.s., mengubah tongkat menjadi ular oleh Nabi
Musa a.s., dan memperbanyak makanan yang sedikit oleh Nabi Muhammad Saw.

24
Namun dari semua mukjizat itu, Al- Quran, yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad
Saw., adalah mukjizat terbesar sepanjang masa. Karena itu Syiah meyakini bahwa tidak
seorang pun dapat membuat kitab seperti Al-Quran atau bahkan sebuah surat sekalipun.

Syiah juga meyakini bahwa kitab suci Al-Quran telah dijamin oleh Allah dari segala
bentuk perubahan ayat-ayatnya (tahrif) oleh tangan-tangan pendosa. Oleh karena itu,
Syiah meyakini bahwa Al-Quran yang ada di tangan kaum muslimin saat ini adalah Al-
Quran yang sama dengan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., tanpa sedikit
pun mengalami penambahan atau pengurangan.

Terkait beberapa riwayat yang mengesankan telah terjadinya tahrif Al-Quran pada kitab-
kitab hadis Syiah maupun Ahlus Sunnah, para ulama Syiah menegaskan bahwa riwayat-
riwayat tersebut tidak dapat diterima atau bahkan maudhu'palsu, karena bertentangan
dengan teks Al-Quran sendiri. Kalaupun ada yang menerimanya maka harus dipahami
dalam arti perubahan yang bersifat maknawi, al-tahrif al- ma'nawi, yang berarti telah
terjadi penyimpangan terhadap tafsir ayat Al-Quran, bukan redaksinya. Atau paling
tidak, telah terjadi pencampuradukan antara tafsir ayat di satu pihak dan teks asli Al-
Quran di pihak lain.

Dalam prinsip al-imamah (kepemimpinan), Syiah meyakini bahwa kebijakan Tuhan (al-
hikmah al-Ilahiyah) menuntut perlunya kehadiran seorang imam sesudah meninggalnya
seorang rasul guna terus dapat membimbing umat manusia dan memelihara kemurnian
ajaran para nabi dan agama Ilahi dari dan penyimpangan dan perubahan. Selain itu,
untuk menerangkan kebutuhan-kebutuhan zaman menyeru umat manusia ke jalan serta
pelaksanaan ajaran para nabi. Tanpa itu, tujuan penciptaan, yaitu kesempurnaan dan
kebahagiaan (al-takamul wa al- sa'adah) lebih sulit dicapai.

Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa sesudah Nabi Muhammad Saw. wafat ada
seorang imam untuk setiap masa yang melanjutkan misi Rasulullah Saw. Mereka adalah
orang-orang yang terbaik pada masanya. Dalam hal ini, Syiah (Imamiyah) meyakini
bahwa Allah telah menetapkan garis imamah sesudah Nabi Muhammad Saw. ada pada
orang-orang suci dari dzuriyat-nya atau keturunannya, yang berjumlah 12 orang yaitu:
1. Ali ibn Abu Thalib [Lihat lampiran 1: Keutamaan Imam Ali r.a.), 2. Hasan ibn Ali Al-
Mujtaba, 3. Husan ibn Ali Sayyidussyuhada, penghulu para syuhada, 4. Ali ibn Husain,
5. Muhammad Al- Baqir, 6. Ja'far ibn Muhammad Ash-Shadiq, 7. Musa ibn Ja'far, 8. Ali

25
ibn Musa Ar-Ridha, 9. Mohammad ibn Ali Al-Taqi Al-Jawad, 10. Ali ibn Mohammad
an- Naqi Al-Hadi, 11. Hasan ibn Ali Al-Askari, dan terakhir, 12. Muhammad ibn Hasan
Al-Mahdi. Syiah meyakini bahwa Imam Muhammad ibn Hasan Al-Mahdi masih hidup
hingga sekarang ini tapi dalam keadaan gaib, namun akan muncul kembali pada akhir
zaman.

Syiah meyakini bahwa keduabelas Imam tersebut di atas telah dinyatakan oleh
Rasulullah Saw. (lihat lampiran 2: hadis 12 imam) sebagai imam-imam sesudahnya.
Adapun pengangkatannya, Syiah meyakini bahwa seorang imam diangkat melalui nash
atau pengangkatan yang jelas oleh Rasulullah Saw. atau oleh imam sebelumnya. Imam
Ali ibn Abu Thalib, misalnya, Syiah meyakini bahwa Nabi Saw. telah mengangkat dan
menetapkannya sebagai imam sesudah beliau. Demikian pula Imam Hasan dan Husain,
putra-putra ibn Ali. Keduanya telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. dan kemudian
dikukuhkan oleh Imam Ali ibn Abu Thalib dan kemudian oleh Imam Hasan ibn Ali.

Syiah meyakini bahwa imamah bukan sekadar jabatan politik atau kekuasaan formal,
tetapi sekaligus sebagai jabatan spiritual yang sangat tinggiSelain menyelenggarakan
pemerintahan Islam, Imam bertanggung jawab membimbing umat manusia dalam
urusan agama dan dunia mereka. Imam juga bertanggung jawab memelihara syariat
Nabi Muhammad Saw. dari kemungkinan penyimpangan atau perubahan dan
bertanggung jawab untuk terus memperjuangkan tercapainya tujuan pengutusan
Nabi Muhammad Saw. Syiah meyakini bahwa seorang imam tidak mem- bawa syariat
baru. Kewajibannya hanyalah menjaga agama Islam, memperkenalkan, mengajarkan,
me- nyampaikannya, dan membimbing manusia kepada ajaran-ajaran yang luhur.
Semua yang mereka sam- paikan adalah apa-apa yang sebelumnya telah disampaikan
oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Syiah juga meyakini bahwa seorang imam wajib bersifat ma'shum, terpelihara dari
perbuatan dosa dan kesalahan karena seorang yang tidak maksum tidak dapat dipercaya
sepenuhnya untuk diambil darinya prinsip-prinsip agama maupun cabang-cabangnya.
Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa ucapan seorang imam maksum, perbuatan, dan
persetujuannya, adalah hujjah syar'iyyah, kebenaran agama, yang mesti dipatuhi.

Dalam Al-Quran Allah berfirman:

26
‫َي ا َأُّيَه ا ا َّل ِذ ي َن آ َم ُن وا َأِط ي ُع وا ال َّل َه َو َأِط ي ُع وا ال َّرُس وَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ َف ِإ ْن َتَن ا َزْعُتْم ِف ي‬
‫ِم وَن ِبال َّل ِه ا ْل ِم ا آْل ِخ ِر ۚ َٰذ ِل‬ ‫ٍء‬
‫َك َخ ْيٌر‬ ‫َو َيْو‬ ‫َش ْي َفُرُّد وُه ِإَلى ال َّل ِه َو ال َّرُس وِل ِإْن ُك ْن ُتْم ُتْؤ ُن‬

‫َو َأْح َس ُن َتْأ ِوي اًل‬

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.

KESIMPULAN

Aliran Syiah adalah kekasih, penolong, pengikut dan lain sebagainya, yang
mempunyai makna memebela suatau ide atau memebela seseorang seperti kata hizb
(partai) dalam pengertian yang modern. Kata Syiah digunakan untuk menjuluki
sekelompok umat islam yang mencintai Ali bin Abi Thalib secara khusus dengan sangat
fanatik. Adapun yang membidani Aliran Syiah yaitu Abdullah bin Saba’ (sekitar 600-
670 M) juga dikenal dengan nama Ibnu Saudah merupakan seorang yahudi yang masuk
islam. Aliran Syiah memiliki karasteristik diantaranya penghianat, penyimpangan
seksual yang mengerikan, kebencian hasad dan dengki, mendahulukan akal diatas
perasaan dan lain sebagainya. Syiah adalah paham keagamaan yang menyandarkan pada
pendapat Sayidina Ali (khalifah ke empat) dan keturunannya yang muncul sejak awal
pemerintahan Khulafaurrasyidin.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Waili, Hawiyyatut Tasyayyu’ (Qum-Iran: Dar al-Kitab al-Islam.tt). hlm. 11.
Asy’ari, Abu Hasan bin Ismail, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Kairo,
Maktabah an-Nihdhah al-Mashriyah cet.1, jil.1, hlm.65.
Hadhirul-Alamul-Islami.Kairo, 1352, Jilid 1, Hal. 188.
Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam (Bairut:Dar al-Masyriq. 1973). Hlm.
411.
Muhammad Ali Shomali, Cakrawala Syi’ah (Nurul Huda, 2012), 20.
Murujudz-Dzahab, jilid II hal. 415.
Saeed Ismaeeel Sieny, Titip Perselisihan Ulama Ahlussunnah dan Syi’ah (Malang:
Genius Media, 2014), hlm. 2.
Syahrestani, al-Milal wa al-Nihal. Jil.1, hlm.146.

28

Anda mungkin juga menyukai