Anda di halaman 1dari 6

Temuan dan Diskusi

Potensi penerapan enzim selulolitik Laut

1. Sumber energi terbarukan di lingkungan laut

Selulosa merupakan bahan baku potensial untuk berbagai industry dalam produksi
makanan, pupuk, kertas, bahan bakar, dan bahan kimia. Selulosa adalah polimer alami
yang paling melimpah di bumi, menyediakan sumber daya ramah lingkunganyang
terbarukan, tidak kompitebel, dan hemat biaya. Hal ini menjanjikan dalam pemberian
energi terbarukan di bidang industry yang berdampak baik bagi lingkungan. Selulosa
dapat ditemukan pada komponen dinding sel tumbuhan tingkat tinggi dan rendah. Pada
lingkungan laut terdapat di makroalga laut yang mengandung ÿ-selulosa dan tidak
memiliki lignin sehingga membedakannnya dengan tumbuhan darat dan menjadikan
sumber selulosa yang istimewa. Potensi yang besar tersebut belum bisa dikomersialkan
dengan besar (Barzkar & Sohail, 2020).

Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, selulosa pun dapat digunakan untuk
penyimpanan energi. Bentuk penyimpanan energi dari pemanfaat selulosa adalah energi
elektrokimia(Ani et al, 2022). Sel bahan bakar, baterai, dan kapasitor adalah tiga jenis
teknologi penyimpanan energi elektrokimia yang tersedia. Contoh penggunaan selulosa
sebagai penyimpanan energi elektrokimia yaitu kapasitor lapis ganda listrik (EDLC)
(Kothata et al, 2018). Mekanisme penyimpanan energi EDLC diasarkan pada peristiwa
non-faradik pada antarmuka dua elektroda non-faradik dan elektrolit. Kemampuan energi
kapasitor dapat ditingkatkan dengan penggabungan bahan komposit berbasi nanoselulosa
(NC) dan nanoselulose. Peningkatan ini terlihat ketika bahan berbasi NC digunakan
sebagai elektroda, elektrolit, dan pemisah serta pengikat yang terbuat dari turunan
selulosa. Efek skala nano inilah yang mengakibatkan reduksi serat selulosa dalam
selulosa massal (Ani et al., 2022).

2. Pentingnya enzim selulotik

Enzim selulose dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Peran selulose sebagai
pendegradasi limbah sebagai bioremediasi yang memiliki potensial tinggi. Selain itu,
enzim selulotik digunakan sebagai bahan produksi bioethanol dari bahan lignoselulosa,
dalam indsutri makanan untuk pengolahan jus buah dan ekstrasi warna dari jus (Saini et
al, 2015). Aplikasi pada bidang industri pertanian untuk mengendalikan pathogen dan
penyakit tanaman. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan detergen untuk
miningkatkan kelembutan kain dan kecerahan, dan industry tekstil untuk biopolishing
kain dan menghasilkan tampilan stonewashed denim (Hill et al, 2006;Barzkar & Sohail,
2020).

Penerapan enzim selulosa dalam skala luas di indsutri tekstil, makanan hewani, farmasi,
deterjen, dan pengelohan kertas menempatkannya di peringkat kedua dalam pasar enzim
industry global berdasarkan volume bisnis. Ulasan tentang aplikasi indsutri selulase di
beberapa tahun terkahir sangat banyak sehingga menunjukkan pentingnya enzim selulase.
Struktur selulase dan cara kerjanya telah diuraikan secara luas, memberikan istilah
selulase yang dapat diterapkan. Hal tersebut berdampak pada pentingnya enzim selulase
dalam berbagai bidang (Ejaz et al., 2021).

3. Biofuel dan Biorefineris

Selulase menghidrolisis biomassa menjadi gula sederhana, baik pentose atau heksosa
yang kemudian difermentasi menjadi bahan bakar atau bioetnaol. Selulase terutama
terlibat dalam biokonversi biomassa lignoselulosa terbarukan. Degradasi biomassa
tersebut terdiri dari 3 langkah : (1) perlakuan awal biomassa, (2) sakarifikasi yang
melibatkan enzim, dan (3) fermentasi. Diperkirakan bioproses biomassa oleh
mikroorganisme selulotik dapat mengurangi 40% biaya proses (Ejaz et al., 2021). Saat
ini, berbagai negara telah mengadopsi kebijakan terkait etanol selulosa dan telah
menetapkan target untuk mengalihkan sumber daya biomassa dari bahan bertepung atau
gula tebu ke bahan berbasis selulosa. Meskipun strain mikroba tunggal belum tersedia
untuk konsolidasi bioproses bahan tanaman. Ejaz et al (2020) melaporkan bahwa
Caldicelluloseruptor bescii memiliki kemampuan untuk secara langsung mengubah
biomassa tanaman menjadi bioetanol yang menunjukkan potensi produksi etanol dari
bakteri termofilik ini yang dapat digunakan di sektor komersial untuk konversi biomassa
menjadi bioetanol.

4. Industri Kertas dan Pulp

Penggunaan selulase dalam industri kertas dan pulp masih merupakan bidang yang
sedang berkembang. Pembuatan pulp dapat dilakukan dengan metode mekanis atau
biokimia. Proses mekanis menghasilkan pulp dengan kekakuan tinggi, curah dan
kandungan halus yang tinggi sedangkan penggunaan selulase dalam pembuatan pulp
biokimia menghasilkan penghematan energi 20-40% (Sharada et al, 2014). Kuhad et al
(2011) melaporkan bahwa penggunaan selulase menawarkan banyak keuntungan
dibandingkan dengan xilanase seperti meningkatkan skor kecerahan akhir dan
meningkatkan kemampuan pemutihan pulp kraft kayu lunak. Kebanyakan selulase jamur
khususnya Aspergillus niger dan Trichoderma reseei digunakan untuk tujuan ini. Selulase
bakteri bernama CelB juga dilaporkan meningkatkan sifat kertas (Ejaz et al, 2021).

5. Industri Tekstil dan Deterjen

Penerapan selulase yang paling populer dan sukses adalah dalam industri tekstil di mana
selulase digunakan untuk biostoning jeans, biopolishing pada kain dan kapas, serta untuk
memperbaiki penampilan kain. Deterjen cucian rumah tangga mewakili salah satu pasar
paling populer untuk penjualan enzim sebesar 20-30%, dengan protease dan lipase
sebagai komponen utama bersama dengan selulase (Ahmed et al, 2018). Untuk industri
deterjen, selulase harus kompatibel dengan kondisi basa dan dengan bahan formulasi
lainnya serta harus termostabil. Khususnya, selulase alkali meningkatkan kecerahan
warna dan menghilangkan kotoran dari kain (Juturu et al, 2014).

6. Industri Pakan Ternak

Aplikasi selulase lainnya melibatkan penggunaannya dalam industri pakan ternak. Hal ini
dapat dimanfaatkan untuk pretreatment pakan biji-bijian dan silase pertanian untuk
meningkatkan nilai gizi pakan ternak. Selain itu, selulase mendegradasi komponen anti
nutrisi seperti oligosakarida, ÿ-glukan, pektin, lignin, inulin, dekstrin, selulosa dan
arabinoxylans yang pada akhirnya meningkatkan nilai gizi pakan dan kesehatan hewan
(Asmare et al, 2014).

7. Industri Jus Buah

Meningkatnya kesadaran kesehatan masyarakat mengakibatkan permintaan terhadap jus


buah semakin besar. Namun, keberadaan polisakarida selulosa menghambat prosedur
tradisional ekstraksi jus buah. Penambahan selulase selama pengolahan buah menurunkan
kekuatan dinding sel dan juga melarutkan polisakarida selulosa yang menghasilkan
pencairan hampir sempurna. Selulase mengurangi viskositas puree dan nektar dari buah-
buahan seperti persik, pir, pepaya, plum, mangga dan aprikot dan juga digunakan untuk
ekstraksi flavonoid dari biji dan bunga (Raveendra et al, 2018). Serat yang ada dalam jus
menimbulkan masalah lain bagi industri karena seratnya tidak larut dan lebih padat; hal
ini dapat menyumbat jalur produksi dan menyebabkan kerugian besar bagi industri.
Karena serat bersifat selulosa, penambahan selulase menghilangkan serat dan
mempermudah penyaringan jus. Shariq dan Sohail (Shariq et al, 2019) mampu
mengurangi kekeruhan jus jeruk dan memperoleh penurunan keasaman dan viskositas
yang substansial dengan menggunakan sediaan multi-enzim yang terbuat dari selulase dan
xilanase. Penambahan selulase juga diketahui dapat meningkatkan aroma dan rasa buah
jeruk (Sajith et al, 2016). Makanan yang mengandung serat juga dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan, seperti mengurangi risiko beberapa jenis kanker, diabetes,
penyakit jantung dan juga membantu menjaga berat badan yang sehat (Dhingra et al,
2012). Namun, terlalu banyak serat dalam makanan dapat menimbulkan beberapa efek
samping bagi kesehatan. Oleh karena itu, serat sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah
sedang.
References

Ani, P. C., Nzereogu, P. U., Agbogu, A. C., Ezema, F. I., & Nwanya, A. C. (2022). Cellulose
from waste materials for electrochemical energy storage applications: A review. Applied
Surface Science Advances, 11(June). https://doi.org/10.1016/j.apsadv.2022.100298

Barzkar, N., & Sohail, M. (2020). An overview on marine cellulolytic enzymes and their
potential applications. Applied Microbiology and Biotechnology, 104(16), 6873–6892.
https://doi.org/10.1007/s00253-020-10692-y

Ejaz, U., Sohail, M., & Ghanemi, A. (2021). Cellulases: From bioactivity to a variety of
industrial applications. Biomimetics, 6(3), 1–11.
https://doi.org/10.3390/biomimetics6030044

Ahmed, A.; Bibi, A. Fungal Cellulase; Production and Applications: Minireview,


(2018). LIFE Int. J. Health Life Sci, 4, 19–36

Asmare, B. Biotechnological Advances for Animal Nutrition and Feed Improvement.


(2014) World J. Agric. Res. 2, 115–118

Dhingra, D.; Michael, M.; Rajput, H.; Patil, R.T. Dietary fibre in foods: A review. J.
Food Sci. Technol. 2012, 49, 255–266

Hill J, Nelson E, Tilman D, Polasky S, Tiffany D (2006) Environmental, economic,


and energetic costs and benefits of biodiesel and ethanol biofuels. Proc Natl Acad
Sci 103(30):11206–11210

Juturu, V.; Wu, J.C. Microbial cellulases: Engineering, production and applications.
Renew. Sustain. Energy Rev. 2014, 33, 188–203

Kotatha, D., Morishima, K., Uchida, S. et al. (2018) Preparation and characterization of gel
electrolyte with bacterial cellulose coated with alternating layers of chitosan and alginate
for electric double-layer capacitors. Res Chem Intermed 44, 4971–4987.

Kuhad, RC; Gupta, R.; Singh, A. (2011) Selulase mikroba dan aplikasi industrinya.
Res Enzim.
Raveendran, S.; Parameswaran, B.; Ummalyma, S.B.; Abraham, A.; Mathew, A.K.;
Madhavan, A.; Rebello, S.; Pandey, A. Applications of microbial enzymes in food
industry. Food Technol. Biotechnol. 2018, 56, 16–30

Saini JK, Saini R, Tewari L (2015) Lignocellulosic agriculture wastes as biomass


feedstocks for second-generation bioethanol production: concepts and recent
developments. 3. Biotech 5(4):337–353

Sajith, S.; Priji, P.; Sreedevi, S.; Benjamin, S. An Overview on Fungal Cellulases with
an Industrial Perspective. J. Nutr. Food Sci. 2016, 06, 1–13

Shariq, M.; Sohail, M. Citrus limetta peels: A promising substrate for the production
of multienzyme preparation from a yeast consortium. Bioresour. Bioprocess.
2019, 6, 1–15

Anda mungkin juga menyukai