LP Down Syndrom - Novita Putri
LP Down Syndrom - Novita Putri
Tugas Individu
Tahap praktik Klinik Luar Provinsi
Oleh :
Pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui :
Mengetahui
Ketua Program Studi Kebidanan Metro
Islamiyati, AK.,M.KM
NIP.197204031993022001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas semua berkat
dan rahmat-Nya sehingga dapat terselesaikannya studi kasus praktik
SDIDTK yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Balita Autisme Spectrum
Disorder untuk Meningkatkan Kemampuan Bicara dan Bahasa di Klinik
Yamet Child Development Center Pusat”. Yang diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas pada Program Studi Diploma III Kebidanan.
Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Dewi Purwaningsih, S.SiT., M.Kes sebagai Direktur Politeknik
Kesehatan Tanjung Karang.
2. Islamiyati, AK., MKM sebagai Ketua Program Studi D III Kebidanan
Metro Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang.
3. Septi Widiyanti,S.Pd.,M.Kes Selaku Pembimbing Institusi Program
Studi Kebidanan Metro Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
4. Mardalena, S.Tr.Kes Selaku pembimbing lahan Yamet Pusat Child
Development Center
5. An.A Sebagai sasaran penerapan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak.
Saya menyadari bahwa penyusunan laporan asuhan studi kasus
praktik klinik sdidtk ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya berharap
saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan penyusunan di masa yang
akan datang. Semoga laporan ini berguna bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat 3
BAB IV PENUTUP 16
A. Kesimpulan 16
B. Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena down syndrome kira-kira terjadi satu dari 800 sampai
1.000 kelahiran bayi (Brain Research Succee Stories, 2005) dalam
(Amherstia Pasca Rina September 2016).Gangguan ini merupakan
gangguan genetis yang mempengaruhi lebih dari 5.000 kelahiran bayi di
United States tiap tahunnya (Becky, 2006) dalam (Amherstia Pasca
Rina,2016).Sama halnya di Indonesia, sekitar 1-2% anak dilahirkan dengan
kondisi down syndrome. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa
diseluruh dunia termasuk Indonesia, tiap tahun ada anak yang dilahirkan
dengan kondisi down syndrome.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lejuene (1959 dalam
Gruenberg, 1966) dalam (Amherstia Pasca Rina,2016)seorang ahli genetik
Prancis, penderita down syndrome memiliki 47 kromosom, sementara itu
orang normal memiliki 46 kromosom. Juga diketahui adanya persentase
yang tinggi tentang anak yang menderita down syndrome yang dilahirkan
oleh ibu yang berusia diatas 40 tahun. Kelahiran down syndrome memiliki
frekuensi lebih dari 7 per 1.000 dengan usia ibu 40 tahun atau lebih.
Down Syndrome atau syndrom down merupakan kelainan
kromosom, yaitu terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat
kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan (Sulastowo, 2008) dalam (Amherstia Pasca Rina,2016).Down
syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon
Down karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia,
Amerika dan Eropa. Gangguan yang juga termasuk dalam kondisi cacat
sejak lahir seperti retardasi mental, perbedaan fisik tertentu seperti bentuk
wajah yang sedikit datar dan meningkatnya beberapa resiko pada kondisi
medis termasuk gangguan hati, cacat yang berhubungan dengan usus dan
1
kerusakan visual atau pendengaran. Anak-anak ini juga cenderung
mengalami infeksi pada telinga dan cuaca dingin (Brain Resersch Succee
Stories, 2005) dalam (Amherstia Pasca Rina, 2016)
Secara umum IQ rata-rata anak down syndrome 50 (Hodapp &
Zigler, 1990) dalam (Amherstia Pasca Rina,2016).Hal ini terjadi mulai
ketika masa bayi hingga proses selanjutnya. Perkembangan IQ pada umur
16 sampai 40 minggu sekitar 71-75, pada umur satu tahun 69 dan pada
umur 18 bulan menjadi 58. Pada penderita down syndrome mungkin
mengalami perkembangan Pada penderita down syndrome mungkin
mengalami perkembangan sensorimotor yang menurun pada kompetensi
dan level yang rendah dari maximal growth (Dunst, 1990). dalam
(Amherstia Pasca Rina,2016).Penderita down syndrome diindikasikan
memiliki Information Processing Model yang kurang efisien seperti
perkembangan visual daripada perkembangan normal secara keseluruhan.
Hal ini mungkin direlasikan karena hambatan kematangan pada visual
korteksnya (Ganiban, Wagner, & Chichetti, 1990) dalam (Amherstia Pasca
Rina,2016).
Anak down syndrome biasanya kurang bisa mengkoordinasikan
antara motorik kasar dan halus. Misalnya kesulitan menggenakan pakaian
berkancing dan memasang sepatu bertali sendiri. Selain itu anak down
syndrome juga kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan
kognitif dan bahasa, seperti memahami manfaat suatu benda
(Selikowit,2001) dalam (Amherstia Pasca Rina,2016). Sulit bagi anak yang
mengalami down syndrome untuk memahami fungsi dan kegunaan dari
benda yang ada disekitarnya.Secara umum IQ rata-rata anak down
syndrome (Hodapp & Zigler, 1990) dalam (Amherstia Pasca
Rina,2016).Hal ini terjadi mulai ketika masa bayi hingga proses selanjutnya.
Perkembangan IQ pada umur 16 sampai 40 minggu sekitar 71-75, pada
umur satu tahun 69 dan pada umur 18 bulan menjadi 58. Pada penderita
down syndrome mungkin mengalami perkembangan Pada penderita down
syndrome mungkin mengalami perkembangan sensorimotor yang
2
menurun pada kompetensi dan level yang rendah dari maximal growth
(Dunst, 1990). dalam (Amherstia Pasca Rina,2016).Penderita down
syndrome diindikasikan memiliki Information Processing Model yang
kurang efisien seperti perkembangan visual daripada perkembangan
normal secara keseluruhan. Hal ini mungkin direlasikan karena hambatan
kematangan pada visual korteksnya (Ganiban, Wagner, & Chichetti, 1990)
dalam (Amherstia Pasca Rina,2016).
Menurut Selikowit (2001) dalam (Amherstia Pasca Rina,2016), anak
down syndrome dan anak normal pada dasarnya memiliki tujuan yang
sama dalam tugas perkembangan, yaitu mencapai kemandirian. Namun,
perkembangan anak down syndrome lebih lambat dari pada anak normal.
Jadi diperlukan suatu terapi untuk meningkatkan kemandirian anak down
syndrome. Peran serta orangtua sangat dibutuhkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi down syndrome?
2. Bagaimana tanda dan gejala down syndrome?
3. Apa dampak anak down syndrom?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
Down Syndrom
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui problematik fisioterapi pada kasus Down
Syndrome
b. Untuk mengetahui patologi kasus Down Syndrome
c. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi down
syndrom
3
D. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui apa definisi down syndrome
2. Mahasiswa mengetahui Bagaimana tanda dan gejala down
syndrome.
3. Mahasiswa mengetahui Bagaimana dampak pada anak yang down
syndrom
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sindrom Down (SD) merupakan suatu kelainan genetik yang paling
sering terjadi dan paling mudah diidentifikasi. SD (Down Syndrom) atau
yang lebih dikenal sebagai kelainan genetik trisomi, di mana terdapat
tambahan kromosom pada kromosom 21. Kromosom ekstra tersebut
menyebabkan jumlah protein tertentu juga berlebih sehingga mengganggu
pertumbuhan normal dari tubuh dan menyebabkan perubahan
perkembangan otak yang sudah tertata sebelumnya.
1. Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung,bahkan
kanker darah/leukemia.
2. Kelainan ini sama sekali tidak berhubungan dengan ras, negara, agama,
maupun status sosial ekonomi.
Menurut Beirne-Smith, Ittenbach dan Patton dalam Mangungsong
(2014:145), down syndrome atau sering disebut juga Trisomy 21,
merupakan bentuk keterbelakangan mental paling umum yang terjadi
pada saat lahir.
Menurut POTADS (2019:5), secara harfiah syndrome diartikan
sebagai suatu gelaja atau tanda yang muncul secara bersama-sama dan
menandai ketidak normalan tertentu, penyandang down syndrome sering
disebut Mongoloid, hal ini berkaitan dengan ciri-ciri fisik yang mirip orang
Mongolia. Data World Health Organization (WHO) dalam Winurini (2018:14)
memperkirakan terdapat 8 juta penyandang down syndrome di dunia.
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat
kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan. (dokterindonesiaonline.com, diakses pada 22 Maret 2017).
5
Kromosom merupakan seratserat khusus yang terdapat didalam setiap
sel didalam badan manusia dimana terdapat bahanbagan genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrome disebabkan
oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi. Ciri
utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau
ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat.
6
C. Tanda dan Gejala Down Syndrome (DS)
Wiyani (2014: 115-114) mencatat beberapa gejala yang muncul
akibat down syndrome. Disebutkan oleh Wiyani bahwa gejala tersebut
dapat muncul bervariasi dari mulai yang tidak tampak sama sekali, tampak
minimal, hingga muncul ciri-ciri yang dapat diamati seperti berikut ini:
1. Penampilan fisik tampak melalui kepala yang relatif lebih kecil dari
normal (microchepaly) dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar.
2. Paras wajah yang mirip seperti orang Mongol, sela hidung datar,
pangkal hidung kemek.
3. Jarak antara dua mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran
mulutnya kecil, tetapi ukuran lidahnya besar dan menyebabkan lidah
selalu terjulur (macroglossia).
4. Pertumbuhan gigi penderita down syndrome lambat dan tidak teratur.
5. Paras telinga lebih rendah dan leher agak pendek.
6. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
lipatan (epicanthol folds) sebesar 80%.
7. Penderita down syndrome mengalami gangguan mengunyah, menelan,
dan bicara.
8. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testis kecil), hypospadia,
cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
9. Penderita down syndrome memiliki kulit lembut, kering, dan tipis.
Sementara itu, lapisan kulit biasanya tampak keriput
(dermatologlyphics).
10. Tangannya pendek, ruas-ruas jarinya serta jarak antara jari pertama
dan kedua pendek, baik pada tangan maupun kaki melebar. Mereka
juga mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok
ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan
urat dinamakan “simian crease”
11. Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu hari kaki dan jari kaki kedua
7
agak jauh terpisah.
12. Ototnya lemah sehingga mereka menjadi lembek dan menghadapi
masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-masalah yang
berkaitan seperti masalah kelaianan organ-organ dalam terutama
sekali jantung dan usus.
13. Tulang-tulang kecil di bagian lehernya tidak stabil sehingga
menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantaoxial instability).
14. Sebagian kecil penderita berpotensi untuk mengalami kanker sel darah
putih atau leukimia.
15. Masalah perkembangan belajar penderita down syndrome secara
keseluruhan mengalami keterbelakangan perkembangan dan
kelemahan akal. Pada tahap awal perkembangannya, mereka
mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan, yaitu
lambat untuk berjalan, perkembangan motor halus, dan bercakap.
16. IQ penderita down syndrome ada di bawah 50.
17. Pada saat berusia 30 tahun, mereka kemungkinan dapat mengalami
demensia (hilang ingatan, penuruanan kecerdasan, dan perubahan
kepribadian).
8
menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.
6. Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease)
7. Penurunan tonus otot (hypotonia)
8. Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan
jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah
mengalami hidung buntu.
9. Tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Syndrom Down tidak
mencapai tinggi dewasa rata-rata.- dagu kecil (micrognatia)
10. Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang
tidak sebagaimana mestinya.
11. Spot putih di iris mata (Brushfield spots).
Sementara itu, Epstein (1991) dalam (Irwanto dkk,2019) mendapatkan
sebanyak 50-120 karakteristik fisik yang digolongkan sebagai Sindrom
Down seperti yang tercantum dalam tabel berikut.
9
10
Bentuk mata yang khas dengan adanya lipatan kecil yang menutupi
sudut bagian dalam mata inilah yang membuat John Langdon Down
menamakannya dengan istilah “mongolism”. Istilah ini kemudian dinilai
tidak pantas dan diganti dengan Syndrom Down pada tahun 1961.
11
mental pada periode selanjutnya. Sedangkan populasi secara keseluruhan
yaitu 98-99% akan menghasilkan 64 persen anak yang retardasi mental.
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN
A. Data Subjekitf
1. Identitas anak dan orang tua
Nama anak : An.A
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 19 September 2016
Usia : 6 Tahun,7 bulan, 28 hari
Anak ke :1
2. Alasan kunjungan
Ibu mengatakan bahwa An.a belum bisa berbicara verbal,dan belum
bisa mengontrol emosi
3. Riwayat imunisasi
Hb 0 : Sudah
BCG, Polio 1 : Sudah
DPT, Hb, Hib 1, Polio 2 : Sudah
DPT, Hb, Hib 2, Polio 3 : Sudah
DPT. Hb, HIb 3, Polio 4, IPV : Sudah
12
4. Riwayat penyakit lalu dan saat ini
Tidak ada Riwayat penyakit yang lalu ataupun saat ini
6. Hasil wawancara
a. Wawancara dilakukan bersama Ibu An.a bahwa An.a adalah
anak ke-1 dari 2 bersaudara.
b. Riwayat kehamilan: usia ibu saat hamil 25 tahun dan usia ayah
32 tahun. Saat hamil ibu tidak mengalami mual, muntah dan
sulit makan. Asupan gizi sangat memadai. Melakukan
perawatan kehamilan dan merupakan kehamilan yang
diinginkan. Berat badan bayi tiap semester normal, ibu tidak
mempunyai riwayat diabetes, tidak ada riwayat hipertensi, tidak
mengidap asma, tidak TBC,tidak merokok, tidak bekerja disekitar
perokok tidak, tidak konsumsi alkohol, tidak konsumsi obat
obatan, tidak infeksi virus, tidak kecelakaan/trauma, tidak
pendarahan/flek, tidak masalah pemafasan.
c. Riwayat persalinan: Persalinan dilakukan secara Caesar. Karena
sungsang , usia kehamilan 9 bulan berat adan bayi 3,1 Kg,
panjangan bayi 49 cm,persalinan dibantu oleh dokter.
d. Riwayat ASI : anak masih minum kalau tidur malam, anak
minum Asi sampai usia 6 bulan,anak tidak pernah jatuh dari
13
ketinggian, anak tidak pernah sakit panas, tidak pernah sakit
sampai berat badan rendah, tidak pernah sakit dikarenakan virus.
e. Riwayat imunisasi : anak Sudah imunisasi lengkap.
f. Riwayat perkembangan anak : tengkurap 4 bulan, berguling 6
bulan, duduk usia 1 tahun,merangkak usia 1,5 tahun, jongkok1
tahun transisi ke berdiri 2 tahun,berdiri tanpa pegangan 2,5
tahun,berjalan tanpa pegangan 10 bulan, berlari dan belum
melompat
g. Riwayat perkembangan Bahasa anak : anak tidak melewati
masa reflek vocalisasi, bubbling usia 1 tahun,belum mampu
laling, echolalia, mengucap 1 kata,true speech, mengungkapkan
kalimat minimal 2 kata dan bercerita.
B. Data Objektif
1. Hasil pemeriksaan pertumbuhan
BB : 20 kg
TB : 107 cm
LK : 50 cm
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : Normal, tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri
tekan
Wajah : Normal. Tidak ada bembengkakan
Mata : Simetris. Sklera berwarna putih dan konjungtiva
berwarna merah muda
Leher : Normal. Tidak ada pembengkakakan tak tidak
pembesaran kelenjar tyroid
Dada : Simetris. datar dan halus serta suara nafas
vaskuler dan tidak ada nyeri tekan
Abdomen : Normal perut rata dan halus
14
Ekstremitas :- Atas : simetris, gerak aktif, tidak ada
nyeri tekan
- Bawah : simetris, reflek patela (+) kanan
dan kiri
C. Assesment
An. A Usia 6 tahun 7 bulan Dengan Dignosa Down Syndrome (DS)
DenganProgram Meningkatkan Kemandirian pada anak
D. Penatalaksanaan
1. Therapy Behavior
Evaluasi
No Penatalaksanaan Home Program (tindak
Hasil
lanjut)
1. Respon anak ketika Anak tidak mampu Ibu dapat
dipanggil merespon perintah menstimulasi anak
sederhana dengan sesering
mungkin memanggil
anaknya.
2. Anak diberi instruksi Anak masih susah Ibu dapat
untuk duduk di kursi untuk di ajak duduk di menstimulasi dan
kursi memperagakan
kepada anak untuk
bisa duduk di kursi
dengan tenang
3. Anak diberikan Anak belum mampu Ibu dapat
instruksi untuk menyamakan gambar menstimulasi anak
menyamakan kartu dikartu dengan meminta anak
gambar menyamakan kartu
gambar lainnya seperti
hewan atau benda
15
4. Anak diberikan Anak belum mampu Ibu dapat
instruksi meniru menirukannya menstimulasi Gerakan
model di depan di depan kaca dengan
kaca mengajak anak untuk
menirukan.
5. Anak diberikan Anak belum mampu Ibu dapat
peirntah sederhana melakukan peirntah menstimulasi dengan
oleh terapis. sederhana memberikan perintah
sederhana kepada
anak.
6. Menilai kata benda Anak belum verbal dan Ibu dapat memberikan
yang anak ketahui paham Bahasa stimulasi dengan
seperti pakaian, alat resepsif karena kosa mengenalkan kata
makan, warna, kasa yang anak miliki benda dan contohnya
bentuk sangan minim untuk yang nyata,
seusianya.
7. Anak diberikan Anak mampu melepas Ibu dapat
mainan puzzle puzzle tetapi anak menstimulasi dengan
belum mampu cara mengajak
memasang puzzle anaknya bermain
sendiri puzzle.
8. Memberikan Anak belum mampu Ibu dapat
gambar untuk anak mewarnai karena menstimulasi dengan
warnai tertarik dengan pensil cara mengenalka
dan kertasnya. warma-warna dan
mengajak anak untuk
mewarnai Bersama.
2. Terapi wicara
Evaluasi
No Penatalaksanaan
Hasil Home Program(tindak
16
lanjut)
1 Latihan Anak terkadang masih Ibu dapat
mengucapkan kata sulit menirukan kata menstimulasi anak
kata atau kalimat atau kalimat yang di dengan cara
yang di ajarkan ucapkan oleh terapis memberikan sebuah
oleh terapis kalimat atau kata yang
di ucapkan
2. Minta anak untuk Anak belum verbal Ibu dapat
menyebutkan kata mengucapkan kata menstimulasi anak
sederhana dan sederhana atau pun dengan cara sesering
bermakna yang bermakna. mungkin mengajak
terapis anaknya berbicara dan
contohnkan mengenalkan berbagai
kata-kata serta
artinya.
17
3. Terapi Sensori Integrasi
E. Evaluasi
1. Kendala
a. Behavior terapi.
1) Anak belum mampu melakukan kontak mata.
2) Anak belum mampu merespon perintah yang diberikan
3) Anak belum verbal dalam Bahasa.
4) Anak belum mampu memakai dan melepas pakaian sendiri.
b. Terapi wicara
1) Anak belum mampu kata atau kalimat yang di berikan
terapis
2) Anak belum verbal mengucapkan kata sederhana maupun
yang bermakna.
2. Kemajuan
a. Behavior therapy
Anak mampu melepas puzzle secara mandiri.
b. Terapi wicara
Anak mampu menirukan beberapa kalimat yang di berikan oleh
18
terapis
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (children with special needs) adalah
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Sekolah peyelenggara Pendidikan inklusif adalah sekolah
yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program Pendidikan yang layak, menantang, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan murid maupun bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak
berhasil. Berdasarkan batasan tersebut, pendidikan inklusif dimaksudkan
sebagai system layanan pendidkan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah
regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
B. Saran
Setelah dilakukan proses terapi, maka saran yang dapat diberikan
penulis bagi penerapan teknik modelling untuk meningkatkan daily living
skill pada anak down syndrome, yaitu :
1. Bagi subyek penelitian
a. Subyek tetap bersemangat untuk belajar atau berlatih menjalankan
aktifitas rutin sehari-hari secara mandiri dengan bantuan orangtua
dan keluarga.
b. Subyek mulai menerima diri dan yakin pada dirinya atas
keterbatasan yang dimiliki dengan bantuan dan bimbingan orangtua
dan keluarga.
2. Bagi orangtua dan keluarga
a. Orangtua hendaknya terus mengajarkan keterampilan lainnya
sesuai tahap perkembangan anak down syndrome dengan bantuan
20
buku pegangan agar anak lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan rutin sehari-hari, dengan membimbing anak dan
meyakini bahwa anak-anak mereka mampu melakukan kegiatan
rutin sehari-hari secara mandiri.
b. Orangtua hendaknya terus melibatkan anaknya dalam tugas-tugas
rumah sehari-hari secara pertahap. Libatkan juga mereka dalam
mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan sehari-hari dan memberikan kesempatan
baginya untuk melakukan aktifitas bersama keluarga, seperti pergi
bersama-sama agar tidak merasa terisolasi dan dapat melakukan
sosialisasi, mengajarkan mereka untuk hidup senang.
21
DAFTAR PUSTAKA
22