Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGY JAKARTA

Nama: Christian Natanael Purba


Sadrak Maruli Tua Panjaitan
Yusuf Padamean Saragih
Zefanya Jeremias Lande
Mata Kuliah: Sejarah Kekristenan Asia dan Indonesia
Dosen Pengampuh: Prof. Jan S. Aritonang, Ph.D.
Sejarah Kekristenan di India

Sejarah Politk, Budaya, Agama di India dan Bagaimana Kristen Mengambil Peran
India merupakan negara yang di ketahui secara umum negara yang menganut agama
Hindu, akan tetapi sebenarnya pada abad 16 India adalah negara penganut agama Buddha
paling banyak karena Buddha lahir di India. Namun agama Buddha mulai terpecah dan
perlahan-lahan mengalami kemunduran hingga hampir menghilang dan terserap menjadi
agama Hindu. Menjelang abad 18 India mengalami masalah kekuasaan dari beberapa
kekaisaran seperti kekaisaran Aurungzib, kesultanan Mughal, dan kemaharajaan maratha.
Sehingga karena persaingan kekuasaan di wilayah India ada perubahan politik di pertengahan
abad 18 salah satu faktor terjadinya perubahan politik juga karena kedatangan bangsa Eropa
yaitu Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Saat kekuasaan Mughal di India, Eropa
mengalami krisis ekonomi dan mencoba menggunakan kelemahan India untuk mengambil
keuntungan.
Kekuatan Eropa di India berhasil mempertahankan diri mereka dari pihak penduduk
Bassein di Maratha pada tahun 1737 karena pada saat itu kekuatan Eropa sangat dilemahkan
oleh penduduk Bassein (Neill 1985, 11). Tidak hanya itu selain berhasil mempertahankan diri
mereka juga berhasil memperluas perdagangan mereka (Neill 1985, 12). Karena kedatangan
bangsa Eropa ke India banyak kekaisaran, dan kekerajaan di India merasa terancam dengan
kehadiran Eropa sehingga banyak peperangan yang terjadi karena perebutan kekuasaan dan
wilayah. Namun bangsa Eropa memiliki kekuatan militer yang sangat kuat sehingga lama
kelamaan banyak Kerajaan yang runtuh di India. Contohnya seperti Robert Clive seorang
pemimpin dari Inggris yang berperang melawan kesultanan Mughal di Bengal. Clive berhasil
memenangkan peperangan di Bengal dan mendapatkan gelar Gubenur Britania pertama dari
kepresidenan Bengal.
Pertengahan abad 20 kasus politik di India sangatlah rumit karena lahirnya negara
Pakistan yang terlahir karena hasil kegagalan bangsa India mewujudkan intergrasi nasional,
sehingga membuat kalangan Muslim di India memilih untuk memisahkan diri (Mashad 1999,
1). Salah satu alasan mengapa sebagian kalangan muslim di India memilih memisahkan diri
karena adanya Gerakan nasionalisme Hindu Militan yang di inisiasikan oleh Bharatiya
Janataa Party (BJP), Hindu Militan sangat merugikan karena bersifat anti asing (Mashad
1999, 9-12). Gerakan nasionalisme Hindu militant di dasari oleh tiga prinsip pertama
keinginan kaum Hindu untuk menerapkan ajaran mereka sebagai dasar mutlak bagi eksistensi
India, kedua militanisme Hindu sangat anti Barat, dan ketiga Gerakan militant Hindu di
dasarkan pada sikap militerisme dan kekerasan seperti sloganya “Hindukan segala politik dan
militerkan Hindu Raya”. Sehingga dari prinsip-prinsip ini bisa di simpulkan bahwa pada
masa itu banyak sekali terjadi diskriminasi bersifat kekerasan kepada kaum minoritas terlebih
lagi Muslim sehingga memicu mereka untuk memisahkan diri. Abad 20 lebih tepatnya tahun
1943-1944 terjadi bala kelaparan yang terjadi di Bengal, insiden tersebut menurut
Departemen Antropologi Universitas Calcutta insiden itu memakan korban sebanyak
3.400.000 orang. Tercatat juga hampir 46% dari populasi Bengal menderita karena penyakit-
penyakit gawat, namun bukan hanya Bengal yang menderita banyak bagian negara India juga

1
2

menderita salah satu contohnya seperti Nehru yang juga menderita karena kelaparan dan
penyakit epidemis karena kelaparan (Yewangoe 1996, 42-3). Jawaharlal Nehru yang
merupakan perdana Menteri India menyalahkan kemiskinan yang terjadi di India karena
pemerintahan Inggris karena kurnagnya perencanaan dan keprihatinan akan masa depan
bangsa India. Nehru berpendapat bahwa inggris pasti akan meninggalkan India dan
kekaisaran India akan menjadi kenangan, tapi mereka meninggalkan perendahan terhadap
kemanusiaan dan kesedihan yang bertumpuk (Yewangoe 1996, 42-3). Karena masalah
kelaparan pada tahun 1943-1944 masalah kemisikinan terus berlanjut sampai abad 20 akhir.
Berikut sejumlah unsur konstan dalam tragedi India yang berlanjuta pertama kemiskinan di
mana-mana, kedua perbedaan yang tajam antara kelompok-kelompok sosial di mana terdapat
sekelompok kecil yang sangat kaya sementara sisanya miskin, ketiga ada kemasabodohan
antara kekompok sosial khususnya oleh orang kaya terhadap massa yang menderita karena
kemiskinan, dan terakhir situasi miskin ini tidak dapat di pisahkan dari pemerintahan Inggri
yang Panjang di India. Tidak hanya itu konteks yang membuat India menjadi miskin salah
satunya adalah Vama atau sistem kasta, India memiliki lebih dari 4.000 kasta (Yewangoe
1996, 54). Ada empat golongan yang disebut dengan Varna pertama kaum Brahmin ada di
tingkat paling atas sebagai yang termini secara ritual, di posisi kedua ada kaum Kshatruya
para prajurit dan pejuang yang memerintah, posisi ketiga adalah kaum Vaisya yaitu para
pedagang, lalu di posisi paling bawah adalah kaum Shudra para pelayan, pekerja, dan petani.
Namun ternyata masih ada 1 kaum lagi yang di anggap sebagai orang-orang terbuang atau
orang-orang yang tidak boleh di sentuh yaitu kaum Dalit di mana mereka bekerja
menyingkirkan Bintang-binatang mati, mengerjakan kulit Binatang, dan melakukan pekerjaan
bersih-bersih (Amaladoss 2000, 40-1). Lebih tepatnya kaum Dalit merupakan orang-orang
yang ditaklukan dan di jadikan budak.
India adalah negara yang religius karena hampir setiap orang India tergolong pada
satu agama, setiap agama di India di anggap sama di hadapan hukum. Secara statistik agama
di India sebanyak 78.8% penduduknya menganut agama Hindu, Buddhisme sebanyak 0.8%,
Sikhisme sebanyak 2%, Islam sebanyak 11,6%, dan terakhir Kristen sebanyak 3,9%
(Yewangoe 1996, 46-7). Dengan banyaknya mayoritas Hindu di India bagaimana Kristen
mengambil peran? Kekristenan mengambil peran di India dengan menaruh perhatian terhadap
masalah kemiskinan yang terjadi di India. Seperti halnya kegiatan yang di lakukan oleh Ibu
Theresa yang berkomitmen untuk menolong kaum miskin dengan cara hidup Bersama
mereka yang telah kehilangan segala-galanya, memberikan penghiburan kepada yang hampir
mati semuanya adalah ungkapan tentang arti amal Kristen.

Kedatangan Rasul Tomas di India


Perkembangan Kekristenan di India diawali dengan misi Rasul Tomas untuk
mengabarkan injil. Menurut kisah dalam Kitab Kisah Para Rasul, setelah peristiwa
Pentakosta, kedua belas rasul melakukan pengundian untuk menentukan tempat mereka akan
diutus untuk memberitakan Injil. Rasul Tomas dipilih untuk pergi ke India, tetapi ia tidak
langsung menuju ke sana. Oleh karena itu, Tuhan mengarahkan langkah Rasul Tomas dengan
menjualnya sebagai budak kepada seorang pedagang India bernama Habban, yang datang ke
Yerusalem mencari seorang tukang kayu. Di India, Tomas diperintahkan untuk membangun
istana bagi Raja Gudnaphar, namun ia memutuskan untuk menggunakan uang tersebut untuk
membantu orang miskin, yang membuat Raja Gudnaphar marah dan memenjarakan Tomas.
Ketika Rasul Tomas bebas dari penjara, ia mulai melakukan pekabaran injil dan melakukan
banyak mujizat. Pelayanan Rasul Tomas berbuah baik, sehingga Raja Gudnaphar dan adiknya
menerima "tiga tanda sakramen Kristen" yaitu urapan minyak, baptisan, dan perjamuan kudus
(Ruck 1997, 14). Kedatangan Rasul Tomas pertama kali di India tepatnya berada di Malabar.
3

Malabar menjadi tempat tujuan awal Rasul Tomas di India, hal disebabkan karena Malabar
menjadi tempat komunitas Kristen di India. Dalam buku The Spiritual Heritage Of The St.
Thomas Christians, tertulis bahwa Gereja Malabar memiliki hubungan hierarkis dengan
Gereja Kaldea, sehingga Gereja Malabar termasuk Nestorian (Aerthayil 2001, 9). Kedatangan
Rasul Tomas ke India juga semakin diyakinkan melalui sebuah kepercayaan tradisi India,
tepatnya dalam tradisi Malabar yang menuliskan Rasul Tomas adalah salah satu dari dua
belas rasul Tuhan, yang datang dari timur dan mendarat di Cranganore, Malabar pada tahun
52 M (Aerthayil 2001, 14). Melalui pertemuan antara Rasul Tomas dan komunitas Kristen di
Malabar, menjadi awal dari terbentuknya Gereja Mar-Thoma. Oleh karena itu menurut
keyakinan yang berkembang, Rasul Tomas (Didimus) merupakan pendiri gereja ini.

Masuknya Portugis ke India


Kedatangan Rasul Tomas diyakini terjadi pada abad ke-1 sampai ke-2, di kota Edessa,
Malabar (Ruck 1997, 15). Samuel Hugh Moffet pada bukunya yang berjudul A History of
Christianity in Asia menuliskan bahwa Rasul Tomas pertama kali tiba di India sekitar seribu
lima ratus tahun sebelum kedatangan Vasco da Gama, yang tiba di India pada tahun 1498
(Moffet 2005, 3). Vasco da Gama adalah seorang penjelajah dari Portugis yang berlayar ke
India, tepatnya di kota Kalikut yang merupakan tempat penghasil lada dan jahe. Dalam
perjalanannya, Vasco membawa salib dan seorang missionaris, serta membawa meriam di
kapalnya. Akan tetapi, kedatangan Vasco da Gama bukanlah pengulangan perang salib,
melainkan bertujuan untuk perang dagang (Moffet 2005, 3). Vasco da Gama telah
mencatatkan sejarah besar. Bagi bangsa Barat, hal ini merupakan kemenangan besar.
Sebaliknya bagi bangsa Asia, hal ini merupakan awal dari bencana besar, perbudakan dan
kolonialisme. Akan tetapi bagi Kekristenan, hal ini membawa harapan baru bagi misi
pekabaran injil di Asia (Moffet 2005, 4). Dalam perjalanannya, para penduduk yang beralih
menjadi Kristen seringkali karena paksaan. Sakramen baptis dianggap oleh para penduduk
dan penjajah sebagai lambang politis yang menandai sikap tunduk kepada pemerintah
Portugis. Ketika orang Portugis membangun benteng di Goa, pantai barat India, seluruh
penduduk India dibaptis massal (Ruck 1997, 97).

Penginjilan Fransiskus Xaverius


Keberadaan Portugis di India dilihat oleh Paus menjadi kesempatan bagi penyebaran
Katolik di wilayah ini. Gerakan ini juga didukung oleh orang-orang Portugis yang berada di
pesisir Malabar, serta para misionaris Katolik yang langsung terjun di wilayah tersebut, salah
satunya yaitu Fransiskus Xaverius. Fransiskus Xaverius merupakan salah satu misionaris
Katolik yang berasal dari ordo Jesuit. Kemudian, ia menerima perintah dari Raja Yohanes III
untuk menjalankan misi, secara khusus di India. Menurut sistem padroado, Xaverius datang
sebagai wakil raja. Xaverius tiba di India pada tahun 1542 tepatnya di Goa (Kuruvilla 1951,
4; Ruck 1997, 97). Selama berada di India, Xaverius selalu berjalan jauh untuk melayani para
penduduk setempat, ia selalu mendekatkan diri kepada masyarakat setempat. Xaverius selalu
melayani mereka dengan kasih sayang, serta berusaha membela penduduk setempat yang
selalu ditindas oleh orang Portugis. Xaverius dikenal sangat setia dan rela dalam
melaksanakan misinya. Salah seorang pengamat Xaverius pernah mengatakan “saya mengira
Xaverius telah melihat Kristus pada orang-orang yang tertindas dan dengan segenap hati ia
melayani mereka” (Moffet 2005, 10). Kedatangan Xaverius juga membawa perspektif baru
kepada orang India mengenai baptisan, sehingga melalui pengajaran Xaverius banyak orang
4

India yang memberikan diri untuk dibaptis. Dari sekitar delapan puluh ribu orang yang
dibaptis, Xaverius hanya menemukan satu orang dari kasta tertinggi, yaitu Brahmana, yang
menyerahkan diri untuk dibaptis. Xaverius berusaha memfokuskan pelayanannya kepada
orang-orang kasta terbawah atau orang-orang yang tidak terdidik. Pelayanan Xaverius
memberikan dampak yang signifikan, diakhir abad-16, terdapat 16 gereja di setiap desa di
wilayah Goa, dengan seorang misionaris Jesuit yang tinggal di setiap desa (Moffet 2005, 11).
Pada tahun 1546, Xaverius pergi ke Malaka untuk melanjutkan misinya sebagai misionaris.
Tahun 1552 Xaverius kembali ke Goa, oleh karena diangkat menjadi pemimpin Ordo Jesuit
di wilayah Timur. Ia langsung berangkat ke Cina, namun dalam perjalanannya ia jatuh sakit,
lalu meninggal dekat pantai di Cina dan dikuburkan dekat Macao (Ruck 1997, 101).
Setelah kematian Xaverius, hubungan antara gereja Katolik Roma dan gereja-gereja
Syria (Nestorian) semakin memburuk. Orang-orang Gereja Mar-Thoma menggambarkan
sebagai penindasan yang terjadi di gereja Malabar. Orang-orang Portugis kembali melakukan
penginjilan dengan paksaan (Moffet 2005, 12). Pada tahun 1599, terjadi pertemuan Sinode
Diamper. Salah satu tujuannya yaitu untuk menyatukan Kekristenan Suriah dan Romawi di
India. Sebaliknya yang terjadi, Sinode Diamper menyebabkan terjadinya perpecahan gereja-
gereja di India. Akibatnya, Gereja Mar-Thoma kehilangan identitasnya, sebab Gereja Suriah
telah terpecah dari mereka. Oleh karena itu, orang-orang dari kalangan Rasul Tomas berada
dibawah kepemimpinan Uskup dari latin yang bertugas dibawah kepemimpinan uskup agung
dari Portugis. Pada akhirnya melalui Sinode Diamper, Gereja Mar-Thoma menolak ajaran
Nestorian dan berpaling kepada Gereja Katolik Roma (Moffet 2005, 15-6).

Penginjil Roberto de Nobili


Pada tahun 1605, Roberto De Nobili yang berasal dari ordo Jesuit, memasuki India
tepatnya di Madurai, India Selatan. Nobili berasal dari lingkungan bangsawan Italia. Di India
ia menemukan realitas bahwa Kekristenan di India hanya berasal dari kasta terendah. Oleh
karena itu, Nobili memberikan perhatianya kepada kasta Brahmana (Wellem 1987, 144).
Dalam penginjilannya, Nobili menggunakan metode Ricci yaitu dengan cara penyesuian diri
dalam kebudayaan setempat (Inkultrasi). Nobili berusaha menjauhkan diri dari rekan-
rekannya berkembangsaan Portugis memilih tempat tinggal di bagian kota yang didiami oleh
kaum Brahmana, Oleh karena itu, Nobili melarang orang-orang yang berasal dari kasta
rendah, dengan tujuan agar orang dari kasta tinggi bersedia beribadah di tempat itu (Ruck
1997, 112-3). Metode yang dijalani oleh Nobili juga dilatar belakangi oleh keadaan orang-
orang Kristen di wilayah tersebut, ia menjumpai hanya ada 15 orang yang sudah menerima
baptisan. Nobili menyadari bahwa hal ini disebabkan oleh karena kehidupan di Madurai lebih
modern, sehingga dengan metode yang dijalankan oleh Nobili, diharapkan dapat berjalan
efektif. Metode yang dijalankan Nobili menimbulkan banyak pertentangan, sehingga banyak
tuduhan yang diterima oleh Nobili. Menanggapi hal tersebut, Nobili memutuskan untuk
mengizinkan kasta terendah dan tertinggi beribadah bersama. Namun karena tuntutan sosial,
Nobili melakukan hal tersebut secara diam-diam, serta menggunakan langkan atau pemisah,
sebagai jarak untuk memisahkan kedua kasta tersebut (Moffet 2005, 21-2). Perkembangan
Kekristenan di India semakin baik, golongan Nobili berusaha menjangkau kasta tertinggi,
sedangkan golongan lain melayani kasta terendah. Pada akhir abad ke-17 terjadi pertobatan
massal dari kasta rendah di Madurai, serta 178 orang dari kasta tinggi menerima baptisan,
sehingga pada 1703 kurang lebih 200.000 orang menjadi Kristen (Ruck 1997, 113).
5

Perkembangan Kekristenan di India pada abad ke-18


Menjelang akhir abad ke-18, Kekristenan di India memasuki masa kegelapan bagi
misi Katolik. Persebaran Kekristenan mengalami hambatan, secara khusus di India Utara
yang merupakan daerah umat Muslim di bawah kekuasaan Bangsa Mughul. Sejak tahun 1750
Kekristenan di India semakin menurun, tercatat tidak lebih dari 750.000 orang yang masih
menjadi Kristen. Lebih menyedihkan lagi, hampir semua orang berpindah agama berasal dari
daerah-daerah yang dikuasai langsung oleh Bangsa Portugis. Keadaan ini juga bertambah
parah dengan bubarnya Ordo Jesuit pada tahun 1773. Peperangan di Eropa juga berdampak
terhadap terputusnya dukungan Gereja Katolik Roma di Eropa. Sementara itu, umat Katolik
yang berada di daerah India juga mengalami penderitaan yang besar pada masa peperangan.
Dalam keadaan ini, misionaris Protestan yang terbentuk dalam kelompok-kelompok kecil
memberikan harapan dalam perkembangan misi Kristen di India (Moffet 2005, 25; Ruck
1997, 115).
Perkembangan Kekristenan Protestan di India dimulai oleh William Carrey. Carrey
diutus sebagai missionaris oleh lembaga Baptist Missionary Society yang didirikan oleh ia
sendiri pada tahun 1792. Pada tahun 1793, Carrey tiba di India, tepatnya di Kalkuta sebagai
tempat pekabaran injil pertamanya (Neil 1985, 188).

Awal mula kedatangan misionaris ke India sejak abad 17


Misionaris Denmark
Pada tahun 1699 Frederick IV, mengambil tindakan untuk mengutus misionaris
Denmark namun, tidak ada orang Denmark yang menawarkan diri untuk pelayanan
misionaris. Dr Lutkens mendapatkan saran dari teman-temannya di Berlin, kepada dua
pemuda yaitu; Bartholomeus Ziegenbalg dan Henry Plutschau. Keduanya pernah belajar di
bawah bimbingan Dr Lange di Berlin. Kedunya juga mempunyai hubungan dengan
Universitas Halle, tempat Professor A. H. Francke (1663-1727) memasuki karir yang
membawanya, mengikuti jejak Philip Jakob Spener (1635-1705), ke posisi pietis termuka di
jerman. Ziegenbalg dan Plutschau kemudian ditahbiskan, pada tanggal 11 November 1705.
Mereka pergi menuju Tranquebar melalui kapal putri Sophia. Sejak tahun 1620 Denmark
telah mendirikan sebuah koloni di India pada wilayah Tranquebar. Kedatangan misionaris
Denmark adalah bagian dari upaya penyebaran agama Kristen selama periode kolonialisme di
India. Pada tanggal 9 Juli 1706 misionaris Protestan pertama ke India, Bartholomeus
Ziegenbalg dan Henry Pliitschau yang diutus oleh raja Frederick IV, tiba di Tranquebar di
Pantai Coromandel yang menjadi sebuah era baru dalam sejarah misi Kristen Hedwiga (Neill
1985, 30).
Metode dan Strategi Misionaris
1. Pendidikan
Neill menyatakan bahwa, Ziegenbalg terlibat dalam misi sosial yang membantu
orang-orang India seperti pendidikan. Pendidikan adalah bagian penting dari program
misionaris. Namun, tujuan utama pendidikan bukan sekedar penyebaran atau memberikan
pengetahuan umum. Pendidikan menjadi bagian perlengkapan orang Kristen, yang harus
mampu membaca firman Tuhan untuk dirinya sendiri dan menyerapnya ke dalam dirinya.
Sekolah portugis telah didirikan untuk keturunan campuran, sekolah Tamil untuk orang India
dan sekolah Denmark yang menampung anak-anak yang merupakan keturunan eropa.
Ziengenbalg bertujuan untuk mendidik dan memperkenalkan ajaran agama Kristen yang
merupakan salah satu metodenya (Neill 1985, 31).
2. Penerjemahan Alkitab
Antony Wiliam Bohme, pendeta pangeran George dari Denmark memberikan bantuan
mesin cetak, bantuan keuangan, ia juga mengatur agar terjemahan Perjanjian Baru dalam
6

bahasa Portugis di cetak di Amsterdam dan sejumlah besar salinan dikirim ke Tranquebar.
Pada tanggal 21 Maret 1711 Ziegenbalg melaporkan bahwa pekerjaan tersebut telah selesai
meskipun mendapatkan revisian. Didampingi oleh tiga orang jerman yang diutus untuk
membantu departemen misi tersebut. Bagian pertama terjemahan yang berisi empat Injil dan
Kisah Para Rasul, hal tersebut muncul dari pers 1714. Bagian kedua, dicetak dalam bentuk
yang lebih kecil dari matriks yang telah dicetak di Tranquebar dan selesai tahun 1715. Setelah
Perjanjian Baru selesai, Ziegenbalg mengalihkan perhatiannya ke Perjanjian Lama. Pada
tanggal 28 September 1714 Ziengenbalg melaporkan kepada Francke bahwa Kitab Keluaran
telah selesai. Pada saat sebelum kematiannya, Ziengenbalg menyelesaikan pekerjaannya
hingga Kitab Ruth (Neill 1985, 34).
3. Menyusun Komunitas Gereja
Ziegenbalg yang merasa terikat oleh liturgi dan adat istiadat gereja Denmark. Meskipun ia
menerjemahkan dokumen-dokumen seperti katekismus singkat Luther langsung dari bahasa
Jerman. Ziegenbalg melakukan pelayanan dengan penuh hikmat dan menunjukkan adanya
partisipasi dari seluruh komunitas yang digunakan sebagai kesempatan untuk memberikan
kesaksian kepada orang-orang non Kristen, yang mengamati kebiasaan orang-orang Kristen
dengan rasa ingin tahu yang lebih besar daripada pemahaman. Ziegenbalg mengakui fakta
gereja baru sedang bertumbuh di India; ia memanfatkan kehadiran sejumlah bakat sastra dan
musik dalam komunitas Kristen untuk memperkenalkan nyanyian lirik Tamil ke melodi India,
selain menggunakan di gereja semakin banyak koleksi himne yang telah diterjemahkan dari
bahasa Jerman dengan nada aslinya (Neill 1985, 35).
Tanggapan masyarakat dan penguasa dari hasil yang telah dilakukan Ziegenbalg.
Masyarakat, Ziegenbalg meminta kepada masyarakat dengan menulis surat tentang apa yang
mereka rasakan dalam menerima cara Kristen. Banyak yang menyatakan persetujuannya
terhadap aspek etika dan siap mempertimbangkannya sebagai jalan menuju keselamatan.
Tetapi, beberapa orang mengajukan keberatan terhadap adat istiadat Kristen yang tidak dapat
diterima oleh umat Hindu. Mereka menyatakan bahwa perpindahan agama dari Hindu yang
lebih tinggi menjadi seorang Kristen berarti penganiayaan, pengusiran dari kasta, hilangnya
harta benda. Tanggapan penguasa terhadap misonaris adalah, mengapresiasi hasil kerja yang
telah dilakukan dan memberikan bantuan serta perlindungan kepada para misionaris
(Neill 1985, 39).

Misionaris Inggris
Salah satu Misionaris yang mempunyai pengaruh besar di India yaitu Wiliam Carey.
William Carey dilahirkan di Northamptonshire (Inggris) pada 1761 dari keluarga miskin,
yang menjadi anggota Gereja Anglikan. Pada 1779 Carey pindah ke gereja Baptis menjadi
pengkhotbah dan guru sekolah. Carey menguasai bahasa Yunani, Ibrani, Belanda dan Prancis.
Carey memberi perhatian yang sangat besar pada kegiatan pekabaran Injil. Pada 1792
diadakan pertemuan pendeta-pendeta dan Carey berhasil mendirikan lembaga pekabaran Injil
yang pertama di kalangan reformatoris, yang bernama ”Baptist Missionary Society” di
Nottingham. Lembaga pekabaran Injil Baptis mengirim Carey sebagai pekabaran Injil yang
pertama ke India. Carey menumpang kapal barang Denmark, ia berangkat ke India dan tiba di
Malda sebagai pusat kegiatan perkabaran Injilnya yang pertama. Namun kemudian East India
Company melarang Carey memberitakan Injil sehingga, Carey bekerja di perkebunan nila
sambil mempelajari bahasa-bahasa di India, lalu Carey pindah ke Serampore,
daerah koloni Denmark (Situmorang 2014 ,382).
Misi dan Metode
1. Mendirikan Sekolah
Sampore adalah wilayah yang memiliki nilai juang dalam belajar yang tidak meremehkan
pengetahuan. Sebagian besar dari mereka belajar secara mandiri, karena kecintaan pada
7

pengetahuan. Carey menyatakan bahwa pengetahuan sebagai anugerah untuk penerapan


pikiran dan pemurnian kasih sayang. Carey menyediakan sekolah gratis bagi masyarakat asli,
sekolah-sekolah dasar yang didirikan misi mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan sekolah-sekolah di desa, sehingga masyarakat datang dan mendaftarkan diri.
Kemudian Carey membangun perguruan tinggi di India, bagi generasi muda baik Kristen
maupun non Kristen. Carey dengan Serampore mempunyai rencana untuk membangun
perguruan tinggi umat Kristen Asia dan pemuda lainnya dalam Sastra Timur dan Sains Eropa.
Pada tanggal 15 Juli 1816, rencana tersebut berjalan dengan lancar. Sekolah ketuhanan bagi
para pemuda Kristen yang memiliki pribadi dan bakat untuk pekerjaan penginjil harus
menjalani kursus pengajaran teologi Kristen. Perguruan tersebut terbuka bagi semua orang,
tanpa membedakan kasta atau kepercayaan (Neill 1985, 199-200).
2. Penerjemahan Alkitab
Carey menerjemahkan Kitab Perjanjian Baru ke bahasa Bengali bersama dengan
temannya yaitu Joshua Marshman dan Wiliam Ward. Dalam waktu 30 tahun, bagian-bagian
Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam 37 bahasa. Penerjemahan tersebut terus berlangsung
hingga abad 19-20. Terutama dalam kebudayaan Hindu, penerjemahan, pengajaran dan
penyebaran pesan Alkitab harus mereka pahami saat berhadapan dengan latar belakang
tersebut. Kini sudah tersedia Alkitab dengan 140 lebih bahasa dan dialek di India
(Situmorang 2013, 187).
3. Bahasa Sansekerta
Carey menyadari bahwa urusan berikutnya adalah bahasa Sansekerta. Ini adalah kunci
dari banyak bahasa utama di India; mengingat adanya terjemahan Kitab Suci yang dapat
diandalkan dalam bahasa tersebut, maka para terpelajar India yang kini berkumpul di
Serampore dan Fort William yang menghasilkan versi-versi Alkitab dalam semua bahasa
yang termasuk dalam rumpun bahasa Indo-Eropa. setelah munculnya versi Sansekerta,
Perjanjian Baru dicetak di Oriya. Bahasa Hindi dan Marathi menyusul pada tahun 1813,
Punjabi pada tahun 1815, Assam pada tahun 1819, Gujarati pada tahun 1820. Setiap lembar
terjemahan diperiksa dan direvisi dengan cermat; untuk revisi akhir, karya tersebut
diserahkan kepada Carey (Neill 1985, 194).
Tanggapan masyarakat terhadap Wiliam Carey, banyak orang India yang menghargai
hasil usaha keras oleh Carey. Alasannya adalah Carey telah berjuang dalam menerjemahkan
Alkitab, bahasa Sansekerta dan pembangunan sekolah. Namun sebagian kelompok
menanggap siapapun yang pindah ke Kristen dengan meninggalkan kasta, ditolak oleh
masyarakat dan diberlakukan orang buangan (Neill 1985, 199).

Misionaris Belanda
Misionaris yang terkenal dari Belanda adalah Philip Baeldeus, lahir pada tahun 1632.
Baeldeus menyelesaikan studi teologinya pada tahun 1632 dan diterima bertugas di India
pada tanggal 24 Juni 1655. Pada saat perjalanan ke India bersama armada Belanda, ia ikut
serta dalam memperebutkan Cranganore 15 Januari 1662. Baeldeus memulai misi dan
metodenya yang pertama adalah;
1. Komunitas Gereja
Baeldeus menyadari bahwa, umat Kristen sangat lemah sehingga diperlukan seorang
pendeta untuk memperhatikan orang-orang Kristen. Baeldeus menyampaikan khotbah syukur
di salah satu gereja paroki tentang perebutan Cranganore dari Cochin, ia menyatakan bahwa
perebutan kota tersebut tidak dapat ditunda karena banyaknya penindasan yang dilakukan
kepada umat Kristen. Baeldeus mengatakan kepada Portugis untuk membiarkan mereka
memiliki gereja yang utuh, kekebebasan menjalankan agama dan hidup dalam perlindungan
Negara (Neill 1984, 381).
2. Karya Philip Baeldeus
8

Karya terbesar dari Philip Baeldeus adalah ”A True and Exact Description of the most
celebrated East Indian Coasts of Malabar and Coromandel; and also of the Isle of Ceylon”.
Karya tersebut dibagi menjadi tiga bagian, pertama, membahas pengalaman pribadi menteri
Belanda di pesisir Malabar dan Coromandel serta Ceylon. Kedua, Baeldeus membahas arsip-
arsip VOC dan pribumi (budaya, bahasa, agama). Ketiga, bertujuan memberikan kepada para
pembaca Eropa pada dua abad berikutnya sebuah dasar untuk memahami atau salah
memahami banyaknya ajaran dan praktek dasar agama Hindu (Kley 1993, 911).
Respon masyarakat mengenai Philip Baeldeus adalah, sebagian masyarakat merasa
terlindungi karena dukungan Baldeus terhadap masyarakat asli dari Portugis. Sebagian
masyarakat tetap mempertahankan, salah satunya adalah Kristen Katolik Roma yang tidak
mau meninggalkan iman mereka untuk menerima agama Reformed (Neill 1984, 381).

Perkembangan Kekristenan di India Abad ke-19


India merupakan negara yang memiliki sebuah kasta. Kasta tersebut menciptakan
kecemburuan antar setiap kalangan, kecemburuan tersebut menciptakan sebuah perselisihan
dan peperangan antar kalangan. Namun, kekacauan tersebut mulai memudar semenjak
Inggris mulai menguasai India. Inggris mulai menerapkan sebuah hukum yang bertujuan
untuk menegakkan keadilan bagi setiap kalangan (Goodaal 1954, 15). Kedatangan Inggris ke
India menjadi permulaan berkembangnya Kekristenan di India. Perkembangan tersebut
menciptakan sebuah teologi, yaitu teologi Dalit. Dalit sendiri merupakan salah satu kasta
yang ada di India. Akan tetapi, Dalit merupakan kasta yang terpinggirkan dan tidak memiliki
sebuah tanah. Status dari Dalit yang terpinggirkan diperparah oleh para imigran, sehingga
mereka tidak lagi mendapatkan sebuah identitas (Carman dan Rao 2014, 46). Jika demikian,
mengapa istilah Dalit yang digunakan untuk menamai teologi yang ada di India? Padahal,
kata Dalit sendiri memiliki makna “negatif”. Nama Dalit digunakan sebagai bentuk
perlawanan terhadap status kasta yang ada di India, karena dalam prinsip kekristenan
kesetaraan. Argumen ini didukung tertulis dalam Alkitab, lebih tepatnya tertulis pada Amsal
22:2 “Orang kaya dan orang miskin mempunyai satu hal yang sama: TUHANlah yang
menciptakan mereka semua (BIMK)”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa semua orang sama,
karena diciptakan TUHAN yang sama.

Sebelum Adanya Teologi Dalit


Awal abad ke-19 ada seorang Hindu yang mempelajari Kekristenan, yaitu Ram
Mohun Roy. Beliau memiliki tulisan-tulisan mengenai Kekristenan, salah satu buku yang ia
tulis berjudul The Precepts of Jesus: the Road of Peace and Happiness berperan penting
dalam perkembangan Kekristenan di India. Roy menulis buku tersebut bertujuan untuk
menunjukkan moralitas yang dimiliki Kristen. Roy mengatakan bahwa Kekristenan dapat
mengangkat martabat manusia dan secara setara mengakui bahwa setiap orang berhak
mendapatkan keselamatan (Neill 1985, 367-368). Akan tetapi, Roy mendapatkan penolakan
dari komunitas Kristen, karena dianggap mencampurkan Kekristenan dengan hinduisme yang
dia anut. Para misionaris Kristen menganggap Roy berusaha ingin memisahkan ajaran Yesus
dengan injil. Namun, Roy sebenarnya tidak bermaksud untuk memisahkan ajaran Yesus
dengan Injil, melainkan ia hanya ingin menawarkan kode moral bukan injil yang baru (Neill
1985, 368). Kendati demikian, misionaris Kristen tetap tidak mau menerima teologi dari Roy
tersebut, karena dianggap terlalu Brahmanis. Penolakan ini lah yang membuat terciptanya
teologi Dalit.

Perkembangan Teologi Dalit


Arvind P. Nirmal “bapak teologi Dalit” seorang pionir yang mengembangkan teologi
Dalit (1980 atau abad ke-20). Nirmal mengembangkan teologi Dalit dengan tujuan untuk
9

menjadikan teologi Dalit sebagai senjata melawan teologi-teologi Kristen India yang terlalu
Brahmanis. Dalam teologi Dalit, Nirmal menekankan “pengalaman” sebagai epistemologi
teologi Dalit. Pada teologi ini pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dari kaum
Dalit yang terasingkan. Sehingga, kaum Dalit menjadi subjek dalam teologi ini (Carman dan
Rao 2014, 47).
Teologi Dalit memiliki pemikiran, Yesus Kristus adalah inisiatif Tuhan untuk
mendekatkan diri kepada kaum Dalit. Dalam Alkitab, Yesus merupakan anak dari seorang
tukang kayu dan setiap perjalanannya Yesus mendapatkan sebuah penderitaan. Teologi Dalit
menjelaskan, bahwa Yesus menggambarkan kaum Dalit yang seperti orang “haus”, “lapar”,
“telanjang”, dan “dipenjara”. Oleh karena itu, teologi ini menekankan bahwa kaum Dalit juga
diciptakan sesuai dengan gambaran Tuhan. Dari penjelasan tersebut, kesimpulan yang
didapatkan adalah teologi Dalit berpusat pada kesetaraan dengan memperjuangkan martabat
setiap orang (Carman dan Rao 2014, 47). Teologi Dalit menekankan tidak ada sebuah kasta
dalam Kekristenan.

Sandhu Sundar Singh Sebagai Contoh Orang Kristen di India


Abad ke-20 awal India kedatangan seorang misionaris yang menjadi contoh
bagaimana hidup menjadi seorang Kristen, yaitu Sandhu Sundar Singh. Ia menjadi Kristen di
saat umurnya ke 16 tahun. Selama ia menjadi Kristen ia sering mengajar mengenai
Kekristenan di berbagai negara. Selama ia di India, Singh mendatangi berbagai universitas
dan sekolah-sekolah. Ia datang bagaikan misionaris dan pulang bagaikan penyelamat. Singh
selalu memberikan pesan kepada orang-orang Kristen. Salah satu pesan Singh adalah “jika
seorang ibu yang bukan Kristen berbuat banyak pada anaknya, lantas berapa banyak yang
dilakukan ibu Kristen kepada anaknya?” (Parker 1930, 88). Pesan Singh ini tidak hanya
membuat orang semakin terkesan kepadanya, pesannya ini membuat orang semakin percaya
bahwa dalam Kekristenan kasih dan keselamatan begitu besar.

Konflik Penyatuan Gereja di India


Pada awal abad ke-20 tepatnya tahun 1935 terjadi sebuah percekcokan antar gereja.
Percekcokan tersebut tercipta karena adanya perbedaan standar yang ditentukan. Keputusan
dewan Malabar saja tidak dapat percekcokan ini, khususnya pada penekanan standar
“kesetaraan” yang tidak disetujui oleh gereja-gereja non-Anglikan di Barat. Beberapa gereja
menganggap bahwa standar yang diputuskan oleh dewan Malabar membuat doktrinal gereja
menjadi tidak ada kepastian. Namun, pada akhirnya dewan Malabar menciptakan standar
terakhir, yaitu Sola Scriptura yang memiliki arti Kitab Suci satu-satunya standar iman dan
Kehidupan (Sundkler 1954, 271).

Perkembangan Kekristenan di Sri Lanka


Pembahasan mengenai teologi Dalit sebagai teologi pembebasan di India memang,
cukup menarik dengan bertujuan untuk menaikkan martabat setiap manusia. Sri Lanka juga
mempunyai teologi pembebasan yang cukup menarik. Teologi pembebasan tersebut adalah
teologi Siarah. Teologi ini berpusat pada ekonomi setiap orang Kristen, terutama orang-orang
Kristen di Sri Lanka. Tahun 1970an seluruh ekonomi negara-negara terganggu, hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapatan antara yang kaya dan miskin (Balasuriya
2004, 40). Kondisi ini membuat orang yang kaya menjadi lebih kaya dan membuat orang
miskin menjadi lebih miskin bahkan sampai melarat.
Teologi Siarah bertujuan untuk menyadarkan orang-orang Kristen yang lebih
mementingkan kepentingan pribadi, dengan cara mengikuti jejak elite global yang ingin
menguasai perekonomian dunia untuk mencapai kebahagiaan pribadi. Orang-orang Kristen
yang seperti itu, melupakan ajaran Kekristenan mengenai saling peduli. Yesus pernah berkata
10

"Kalau engkau ingin menjadi sempurna, pergilah jual semua milikmu. Berikanlah uangnya
kepada orang miskin, dan engkau akan mendapat harta di surga. Sesudah itu, datanglah
mengikuti Aku!" (Matius 19:22 TB). Oleh karena itu, Teologi Siarah ini ingin menyadarkan
orang-orang Kristen bahwa kebahagiaan manusia yang sesungguhnya dapat tercapai dengan
tidak mementingkan diri sendiri. Hidup bagi orang-lain dan saling peduli satu sama yang lain
merupakan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam Kekristenan (Balasuriya 2004, 277).

Ibu Teresa Sang Penyelamat Kaum Miskin


Seorang Katolik menunjukkan bagaimana teologi Siarah berkerja, ia adalah seorang
biarawati, yaitu Ibu Teresa. Ia merupakan seorang Kristen yang taat kepada setiap ajaran
Yesus. Teresa melihat dewasa ini banyak sekali orang-orang Kristen yang mengalami
Kemiskinan finansial hingga kemiskinan rohani. Teresa sangat menghargai orang-orang
miskin, Teresa mendapatkan pengajaran mengenai kemurahan hati dan kasih dari orang-orang
miskin. Teresa mengatakan “kami memiliki miskin dengan rela, sedangkan mereka terpaksa
menjalani kehidupan seperti itu (Cahyadi 2003, 145).” Namun, Teresa tetap melihat kasih dan
kemurahan hati dari orang-orang miskin. Pada saat ia menyebarkan injil, Teresa mengutip
Yakobus 2:5
“Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang
dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang
telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?” (TB).
Dari ayat tersebut, Teresa mengatakan orang miskin juga indah dan berharga di mata Tuhan.
Oleh karena itu Teresa selalu mengatakan hal yang sama dalam penginjilannya, yaitu
“janganlah kita meninggalkan orang-orang miskin, sebab meninggalkan orang-orang Miskin
sama saja seperti meninggalkan Yesus Kristus. Orang miskin adalah harapan akan
keselamatan kita (Cahyadi 2003, 145).

Refleksi Teologis
Dalam konteks refleksi teologis ini, kami mempertimbangkan bagaimana pekabar
Injil di India berjuang untuk menyebarkan Injil di tengah tantangan besar yang disebabkan
oleh sistem kasta, yang juga menciptakan hambatan serupa dalam pelayanan Injil pada zaman
ini. Teologi Dalit, yang menyerukan pembebasan dari penindasan, muncul sebagai respons
terhadap pengelompokkan masyarakat ini. Kesulitan ini juga relevan dengan realitas saat ini,
di mana stratifikasi sosial sering menjadi penghalang dalam misi pengabaran Injil.
Sebagaimana yang disampaikan dalam Markus 2:17 oleh Yesus, "Bukan orang sehat yang
memerlukan tabib tetapi orang sakit; aku bukan datang bukan untuk memanggil orang benar
melainkan orang berdosa." Oleh karena itu, sebagai pekabar Injil, penting bagi kita untuk
tetap netral dan berkomitmen untuk menyampaikan pesan Injil kepada semua lapisan
masyarakat, termasuk mereka yang dianggap rendah maupun tinggi, yang sakit maupun
sehat, yang berdosa maupun benar, sebagaimana Yesus sendiri melakukannya.

Daftar Acuan
Amaladoss, Michael. 2001, Teologi Pembebasan Asia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aerthayil, James. 2001. The Spiritual Heritage of The St. Thomas Christians. Bangalore:
Dharmaram Publication.
Balasuriya, Tissa. 2004. Teologi Siarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Cahyadi, T. Krispurwana. 2003. Jalan kemiskinan Ibu Teresa. Jakarta: OBOR.
Carman, John B., dan Chilkuri Vasantha Rao. 2014. Christians in South India villages, 1959-
2009. Cambridge: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.
Goodall, Norman. 1954. A history of the London missionary society 1895-1945. Oxford:
Oxford University Press.
Kley, Van. 1993. Asia in the Making of Europe: Volume III A Century of Advance. London:
11

University of Chicago Press.


Kuruvilla, K.K. 1951. A History of The Mar Thoma Church. Kottayam: Mar Thoma
Theological Seminary.
Mashad, Dhurorudin. 1999, Agama Dalam Kemelut Politik Dilema Sekularisme di India.
Jakarta: Pustaka Cidesindo.
Moffet, Samuel Hugh. 2005. A History of Christianity in Asia: Volume II 1500-1900. New
York: Orbis Books.
Neill, Stephen. 1984. A History of Christianity in India: The Beginnings to AD 1707.
New York: The Press Syndicate of the University of Cambridge.
Neil, Stephen. 1985. A History of Christians in India. New York: Cambridge University
Press.
Parker, Arthur. 19.30. Sandhu Sundar Singh: Called of God. London: Student Christian
Movement Press.
Sundkler, Bengt. 1954. Church of South India: The movement towards union. London: Lutter
Worht Press
Situmorang, Johar. 2014. Sejarah Gereja Umum. Yogyakarta: ANDI.
Situmorang, Johar. 2013. Bibliologi: Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke
Masa. Yogyakarta: ANDI.
Ruck, Anne. 1997. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Wellem, F.D. 1987. Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Yewangoe, A.A. 1996. Teologi Crusis di Asia. Jakarta: Gunung Mulia.

Anda mungkin juga menyukai