Anda di halaman 1dari 19

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

1. SUCI ANGGRAINI
2. HANI ANDINI
3. RIKI RIKARDE

DOSEN PENGAMPU
IBU NIKE ASTISWIJAYA. M.Pd
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Filsafat Pendidikan Matematika ini.


Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk lebih memahami tentang wawasan serta pengetahuan
kita terhadap teori belajar van hiele.

Pada kesempatan kali ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dosen
Pengampu Ibu Nike Astiswijaya, M.Pd. serta kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu guna
penyelesaian makalah ini. Kami sangat menyadari makalah ini masih belum menemukan kata
sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna hasil
yang lebih baik lagi.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi semua nya, semoga apa yang
kami bahas disini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan teman – teman semua.Terima kasih.
Wassalam…

Hormat,

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II

PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3

1. Pengertian Teori Belajar Menurut Van Hiele ............................................ 3


2. Tahap Pemahan Geometri Menurut Van Hiele .......................................... 3
3. Karakteristik Teori Van Hiele ........................................................ 4
4. Fase-Fase Pembelajaran Geometri ................................................................. 5
5. Pengalaman Belajar Sesuai Tahap Berpikir Van Hiele .............................. 6
6. Teori – Teori Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele ....................... 7
7. Manfaat Teori Van Hiele Dalam Pengajaran Geometri ............................. 8
8. Metode Tanya Jawab.................................................................................. 8
9. Pendekatan Induktif ................................................................................... 10
10. Implementasi Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri .... 11

BAB III

PENUTUP ............................................................................................................... 15

A. KESIMPULAN ................................................................................................... 15
B. SARAN ............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya
proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa keadaan alam, benda-
benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.

Tindakan belajar dari suatu hal tesebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari
luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan secara
berbeda-beda definisi dari belajar.sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang
penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori-teori yang
memunculkan adanya belajar.

Dari zaman dahulu, para ilmuwan terus mengembangkan teori-teori belajar sebagai temuan
mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi telah membawa berbagai
perubahan yang memunculkan adanya teori-teori belajar yang berguna menyempurnakan teori-teori
yang telah ada sebelumnya.

Dengan bermunculnya teori-teori yang baru akan menyempurnaan teori-teori yang


sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil dengan adanya teori tersebut. Tentunya
setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori belajar
juga terdapat kritikan-kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian teori belajar kognitif menurut Van Hiele?

2. Apa tahapan pemahaman geometri menurut Van Hiele?

3. Apa karakteristik teori belajar van hiele?

4. Apa fase-fase pembelajaran geometri?

5. Bagaimana pengalaman belajar sesuai tahap berpikir Van Hiele?

6. Apa teori-teori pembelajaran geometri menurut Van Hiele?

7. Apa saja manfaat teori van hiele dalam pengajaran geometri?

8. Metode dan pendekatan apa yang sesuai dengan teori belajar Van Hiele?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar kognitif menurut Van Hiele

2. Untuk mengetahui tahapan pemahaman geometri menurut Van Hiele

3. Untuk mengetahui karakteristik teori Van Hiele

4. Untuk mengetahui fase-fase pembelajaran geometri

5. Untuk mengetahui pengalaman belajar sesuai tahap berpikir Van Hiele

6. Untuk mengetahui teori-teori pembelajaran geometri menurut Van Hiele

7. Untuk mengetahui manfaat teori van hiele dalam pengajaran geometri

8. Untuk mengetahui Metode dan pendekatan apa yang sesuai dengan teori belajar Van Hiele

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Teori Belajar Menurut Van Hiele


Tahap berpikir Van Hiele adalah kecepatan untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya
lebih banyak dipengaruhi oleh aktifitas dalam pembelajaran. Dengan demikian, pengorganisasian
pembelajaran, isi, dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain itu guru juga
memegang peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui suatu tahapan.Tahap
berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang tepat bukan melalui
ceramah semata.Dalam perkembangan berpikir, Van Hiele (dalam Clements dan Battista, 1992:436)
menekankan pada peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Siswa tidak akan
berhasil jika hanya belajar dengan menghafal fakta-fakta, nama-nama atau aturan-aturan,
melainkan siswa harus menentukan sendiri hubungan-hubungan saling keterkaitan antara konsep-
konsep geometri daripada proses-proses geometri.

Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie Van Hiele dan Dina VHiele-Geldof
sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional (Martin dalam Abdussakir, 2003:34) dan
memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika
Serikat adalah contoh negara yang telah merubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele
(Anne, 1999). Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena
pengaruh teori van Hiele (Anne, 1999). Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele
mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an (Burger & Shaughnessy, 1986:31 dan Crowley,
1987:1). Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat
(Gutierrez, 1991:237 dan Anne, 1999).

2. Tahap Pemahaman Geometri menurut Van Hiele


Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang
menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.Van Hiele adalah seorang guru
bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada tiga
unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika
ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada
tingkatan berfikir lebih tinggi. Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui peserta didik dalam
pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
 Level 0. Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, peserta didik memandang sesuatu
bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum
memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun
pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal nama suatu bangun, peserta didik belum
mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini peserta didik tahu suatu
bangun bernama persegipanjang, akan tetapi peserta didik belum menyadari ciri-ciri bangun
persegipanjang tersebut.
 Level 1. Tingkat Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal
bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada
tingkat ini peserta didik sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun
dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut

3
 Level 2. Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, peserta didik
sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada suatu bangun.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat
sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu
pada tingkat ini siswa sudah memahami perlunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini,
siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain.
Misalnya pada tingkat ini peserta didik sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga
persegi panjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegi panjang.
 Level 3. Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini peserta didik sudah memahami peranan pengertian-pengertian pangkal, definisi-
definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini peserta didik
sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini
peserta didik sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu
menggunakan proses berpikir tersebut.
 Level 4. Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, peserta didik mampu melakukan
penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri),
tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, peserta didik
memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem
geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini
siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.
Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut,
dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi,
ketika seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa
yang satu dengan siswa yang lain.
Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya
tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari
guru dan proses belajar yang dilalui siswa.

3. Karakteristik Teori Van Hiele


Crowley 1987 (dalam Nur’aeni 2008, hlm. 128), menyatakan bahwa karakteristik teori VanHiele
adalah sebagai berikut:
1) Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
2) Tiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri
3) Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
4) Bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai
reduksi tingkatan
5) Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman
pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
6) Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan
berikutnya
7) Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan
sebelumnya
8) Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang
krusial.

4
4. Fase – Fase Pembelajaran Geometri
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran
geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat- tingkat sebagai
berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticateddari deskripsi, analisis,
abstraksi dan bukti.
Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru,
tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya
untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan
tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan
tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu. Fase-fase
pembelajaran tersebut adalah:

a. Fase 1. Informasi
Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-
objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa.Dalam hal ini objek yang dipelajari adalah sifat
komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru
mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru
mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang
akan diambil

b. Fase 2: Orientasi
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru.
Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri
sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan
dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.

c. Fase 3: Penjelasan
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai
struktur yang diobservasi.Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat
dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin.Hal tersebut berlangsung sampai sistem
hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.

d. Fase 4: Orientasi Bebas


Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak
langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka
memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan
tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan
antar objek menjadi jelas.

5
e. Fase 5: Integrasi
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa
dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah
dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru.Pada akhir
fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk mengulangi fase-fase
belajar pada tahap sebelumnya.

Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat
tercapai.Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan
bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep
geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai


struktur yang diobservasi.Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat
dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin.Hal tersebut berlangsung sampai sistem
hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.

5. Pengalaman Belajar sesuai Tahap Berpikir van Hiele

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat berpikir siswa dalam geometri menurut teori van
Hiele lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran.Oleh sebab itu, perlu disediakan
aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa.

Crowley (1987:7-12) menjelaskan aktivitas-aktivitas yang dapat digunakan untuk tiga tahap
pertama, yaitu tahap 0 sampai tahap 2, sebagai berikut.
a. AktivitasTahap 0 (Visualisasi)
Pada tahap 0 ini, bangun-bangun geometri diperhatikan berdasarkan penampakan fisik sebagai
suatu keseluruhan. Aktivitas untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.

1. Memanipulasi, mewarna, melipat dan mengkonstruksi bangun-bangun geometri.


2. Mengidentifikasi bangun atau relasi geometri dalam suatu gambar sederhana, dalam
kumpulan potongan bangun, blok-blok pola atau alat peraga yang lain, dalam berbagai
orientasi, melibatkan obyek-obyek fisik lain di dalam kelas, rumah, foto, atau tempat lain, dan
dalam bangun-bangun yang lain.
3. Membuat bangun dengan menjiplak gambar pada kertas bergaris, menggambar bangun, dan
mengkonstruk bangun.
4. Mendeksripsikan bangun-bangun geometri dan mengkonstruksi secara verbal menggunakan
bahasa baku atau tidak baku, misalnya kubus “seperti pintu atau kotak.”.
5. Mengerjakan masalah yang dapat dipecahkan dengan menyusun, mengukur, dan menghitung.

b. Aktivitas Tahap 1 (Analisis)


Pada tahap 1 ini siswa diharapkan dapat mengungkapkan sifat-sifat bangun geometri. Aktivitas
untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengukur, mewarna, melipat, memotong, memodelkan, dan menyusun dalam urutan
tertentu untuk mengidentifikasi sifat-sifat dan hubungan geometri lainnya.
2. Mendeskripsikan kelas suatu bangun sesuai sifat-sifatnya.
3. Membandingkan bangun-bangun berdasarkan karakteristik sifat-sifatnya.
4. Mengidentifikasi dan menggambar bangun yang diberikan secara verbal atau diberikan
sifat-sifatnya secara tertulis.
5. Mengidentifikasi bangun berdasarkan sudut pandang visualnya.

6
6. Membuat suatu aturan dan generalisasi secara empirik (berdasarkan beberapa contoh
yang dipelajari).
7. Mengidentifikasi sifat-sifat yang dapat digunakan untuk mencirikan atau
mengkontraskan kelas-kelas bangun yang berbeda.
8. Menemukan sifat objek yang tidak dikenal.
9. Menjumpai dan menggunakan kosakata atau simbol-simbol yang sesuai.
10. Menyelesaikan masalah geometri yang dapat mengarahkan untuk mengetahui dan
menemukan sifat-sifat suatu gambar, relasi geometri, atau pendekatan berdasar
wawasan.
c. Aktivitas Tahap 2 (DeduksiInformal)
Pada tahap 2 ini siswa diharapkan mampu mempelajari keterkaitan antara sifat-sifat
dan bangun geometri yang dibentuk. Aktivitas siswa untuk tahap ini antara lain sebagai
berikut.
1. Mempelajari hubungan yang telah dibuat pada tahap 1, membuat inklusi, dan
membuat implikasi
2. Mengidentifikasi sifat-sifat minimal yang menggambar suatu bangun.
3. Membuat dan menggunakan definisi
4. Mengikuti argumen-argumen informal
5. Menyajikan argumen informal.
6. Mengikuti argumen deduktif, mungkin dengan menyisipkan langkah-langkah yang
kurang.
7. Memberikan lebih dari satu pendekatan atau penjelasan.
8. Melibatkan kerjasama dan diskusi yang mengarah pada pernyataan dan konversnya.
9. Menyelesaikan masalah yang menekankan pada pentingnya sifat-sifat gambar dan
saling keterkaitannya.

6. Teori – Teori Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele


Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van
Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pengajaran geometri. Teori yang
dikemukakan oleh Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut;

1. Tiga unsur yang utama pengajaran geometri yaitu, waktu, materi pengajaran dan metode
penyusun. Apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan
berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

2. Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain kemudian saling
bertukar pikiran, maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak
tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalm sebuah
jajaran genjang adalah 3600, misalnya anak itu berada pada tahap pengurutan ke bawah.
Menurut anak pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa
jumlah sudut-sudut 3600. Contoh yang lain seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap
kedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah
balok, belah ketupat itu layang-layang.

Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebut tidak
memahaminya. Menurut Van Hiele, seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah
tidak akan mungkin dapat mengerti/memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih
tinggi dari anak tersebut. Kalaupun dipaksakan maka anak tidak akan memahaminya tapi nanti
bisa dengan melalui hafalan.

7
3. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian,
kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak itu sendiri, atau
disesuaikan dengan tahap berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman
dan cara berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya ke
tahap yang lebih dari tahap sebelumnya.

7. Manfaat Teori Van Hiele Dalam Pengajaran Geometri

Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang
dikemukakan oleh Piafet dan Dienes karena ia hanya mengkhususkan pada pengajaran geometri
saja. Meskipun sumbasinya tidak sedikit dalam geometri. Berikut hal-hal yang diambil
manfaatnya dari teori yang dikemukakan;

1. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang
dikemukakan Van Hiele, dengan mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa
kubus itu merupakan balok, karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap
analisis ke bawah.

2. Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, maka pengajaran geometri harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir anak itu sendiri.

3. Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik dan anak dapat
mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya yang dimulai dari
tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.

8. Metode Tanya Jawab


Tanya jawab adalah salah satu metode pengajaran yang paling sering dipakai dalam
mengajarkan pelajaran Agama dan pelajaran non eksak lainnya. Hal ini mengingat
pelaksanaannya yang sederhana, artinya tidak terlalu banyak biaya atau fasilitas yang diperlukan
seperti metode proyek karyawisata, sosiodrama, dan lain sebagainya. Namun metode ini
mempunyai banyak sekali manfaat, yaitu:
1. Untuk meninjau pelajaran yang lalu (melalui metode ceramah).
2. Melatih siswa untuk berani mengemukakan atau menanyakan sesuatu yang menurutnya
tidak/kurang jelas.
3. Untuk mengarahkan pemikiran siswa ke suatu kesimpulan (generalisasi).
4. Membangkitkan perasaan ingin tahu dan ingin bisa pada diri siswa.

Berdasarkan manfaat tersebut yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan kembali bahwa:
Pertama, seorang guru ketika mengajar dapat melihat umpan balik dari siswa yang akan
memudahkan baginya untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan selanjutnya. Kedua, bagi
siswa, di samping menjadi aktif dan berani mengemukakan buah pemikirannya, mereka pun juga
semakin bertambah kreatif.

Disamping itu, semua para ahli menggambarkan tentang pentingnya metode tanya jawab dalam
proses belajar mengajar, yaitu:
1. Bertanya dengan baik berarti mengajar dengan baik.
2. Seni/strategi mengajar adalah seni/strategi menuntun pertanyaan.
3. Berpikir itu sendiri adalah bertanya.
4. Pertanyaan yang sudah tersusun baik sebenarnya sudah sebagian terjawab.

8
Dan masih banyak manfaat lain dari metode tanya jawab tersebut. Namun yang menjadi
permasalahan sekarang, bagaimana tanya jawab itu bisa berjalan dengan baik dan efektif sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan? Atau sejauh manakah efektivitas pertanyaan yang
telah dilaksanakan?

Proses belajar yang efektif bisa ditimbulkan oleh pertanyaan yang efektif. Kenyataannya pun
membuktikan demikian. Namun metode ini sering ditemukan berbagai hambatan dan kelemahan
yang tidak diinginkan, baik dari segi pendidik, siswa dan efisiensi waktu. Untuk itu, kepada para
pendidik diharapkan:
1. Adanya pengertian tentang eksistensinya di dalam kelas.
2. Memahami peranan pertanyaan saat proses belajar berlangsung.
3. Menguasai teknik mengajukan pertanyaan.

Agar pertanyaan yang diajukan menjadi efektif, dibutuhkan penguasaan keterampilan dasar sebagai
berikut:
 Phrasing
Phrasing adalah menyusun kalimat tanya yang jelas dan singkat. Dan hendaknya hindari
pertanyaan yang bisa mengaburkan pikiran siswa. Juga kata-kata yang dipakai disesuaikan dengan
taraf kemampuan siswa.
 Focusing
Focusing adalah memusatkan perhatian siswa ke arah jawaban yang diminta oleh sang penanya
(pendidik). Ini menyangkut tingkat scope pertanyaan dan aspek jumlah tugas dari pertanyaan.
Yang diminta adalah respon tunggal, bukan respon ganda.
 Pausing
Pausing adalah memberi kesempatan sejenak kepada siswa untuk menyusun jawabannya. Ini
disebabkan adanya perbedaan siswa dalam kecepatan merespon dalam berpikirnya (persepsi).
Sehingga cara ini memperhatikan perbedaan individual.
 Reinforcement
Reinforcement yaitu teknik memberi hadiah atau dorongan yang dikehendaki siswa. Hadiah ini
bisa berupa ucapan-ucapan atau pesan fissi seperti senyuman dan anggukan kepala, dan lain
sebagainya.
 Promting
Promting adalah memancing siswa dengan pertanyaan lain agar terbimbing dalam menemukan
jawaban dari pertanyaan pertama. Cara ini dapat ditempuh dengan cara:

 Menyusun pertanyaan baru, tapi maksudnya sama.

 Menjelaskan pertanyaan tersebut dengan contoh-contoh konkrit.

 Menyederhanakan pertanyaan.

 Menurunkan tingkat kesukaran dari isi pertanyaan.


 Probing (pelacakan)
Yaitu mengajukan pertanyaan yang bersifat melacak. Guru mengikuti respon siswa kemudian
merangsang siswa untuk memikirkan jawaban yang telah mereka ajukan dengan maksud untuk
mengembangkan jawaban pertama tadi agar lebih jelas, akurat dan original.

9
9. Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Prancis Bacon (1561)yang
menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin.
Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang
mencari ciri-ciri atas sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa
ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena. Menurut Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat
atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada representatif
atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan . makin besar jumlah sampel yang
diambil berarti refrensetatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya
semakin kecil jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari
kesimpulan itu semakin kecil pula.
Pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus
kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu konsep, prinsip atau aturan. Pada hakikatnya matematika
merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal yang berhubungan
dengan benda-benda dan pikiran yang abstrak. Ini bertentangan dengan sejarah diperolehnya
matematika. Menurut sejarah matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman yang
pernah dikembangkan dengan analogi dan coba-coba (trial dan error).
Pendekatan induktif menggunakan penalaran induktif yang bersifat empiris. Dengan cara ini konsep-
konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan ada kelemahannya, yakni
kesimpulannya tidak menjamin berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal
hanya dipakai induktif lengkap atau induksi matematik, sehingga dengan menggunakan induksi
lengkap, maka kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.

10. Implementasi Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri

Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang
dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja.
Meskipun demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut hal-hal yang
diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap
perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa seorang
anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena anak tersebut tahap berpikirnya masih
berada pada tahap analisis ke bawah, anak belum masuk pada tahap pengurutan.
Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan
dengan tahap berpikir anak. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang sebenarnya
berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah siswa untuk menyesuaikan dirinya dengan tahap
pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus sebaliknya. Agar topik-topik pada materi geometri dapat
dipahami dengan baik, anak dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat
kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan
kompleks.
Berikut ini model pemahaman segi empat menurut Van Hiele:
Segiempat terdiri dari persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan
tapesium. Sifat-sifat masing-masing bangun yang dipelajari pada Skema 1 berikut:

10
a. Persegi

1. sisinya sama panjang

2. Keempat sudutnya sama besar

b. Persegi panjang

1. Sisi yang berhadapan sama panjang

2. Keempat sudutnya sama besar

c. Belah ketupat

1. Keempat sisinya sama panjang

2. Sudut yang berhadapan sama panjang

d. Jajar genjang

1. sisi yang berhadapan sama panjang

2. sudut yang berhadapan sama besar


e. Trapesium

11
1. satu pasang sisi yang berhadapan sejajar.

f. Layang-layang

1. dua pasang sisi yang tidak berhadapan sama panjang

2. satu pasang sudut yang berhadapan sama besar

11. Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran

1) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)

 Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk


memberi nama masing-masing bangun.

 mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut
berhadapan, dan sisi sejajar.

 Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.

2) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasiasi)

 Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas.Dengan menggunakan
model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk
menyelidiki:
 Banyaknya sisi berhadapan yang sejajar
 Sudut suatu bangun siku-siku atau tidak
 Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun
tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa
diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun.
 Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas
yang lain. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang
besarnya sama.
 Memotong pojok yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan
pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk
menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus.

12
 Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian
sehingga menutup bidang rata. Selenjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah
keempat sudut itu membentuk sudut putaran.

 Siswa diinstruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada
sisi yang sama panjang?

 Siswa diinstruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah


diagonalnya sama panjang?

3) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)

Siswa diberi bemacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan


segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:

 Segiempat yang mempunyai sisi sejajar

 Segiempat yang mempunyai sudut-sudut siku-siku

 Segiempat yang mempunyai sisi-sisi sama panjang

4) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)

Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat,dan


menyebutkan nama segiempat yang telah terbentuk.
5) Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan
sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:

 Sifat persegi adalah: ....

 Sifat persegi panjang adalah ....

 Sifat belah ketupat adalah ....

 Sifat jajar genjang adalah ....

 Sifat layang-layang adalah ....

 Sifat trapesium adalah ....

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang di urakan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut : Menurut van Hiele, dalam belajar geometri perkembangan berpikir peserta didik
terjadi melalui 5 tingkat , yaitu: tingkat 0 (Visualisasi), tingkat 1 (Analisis), tingkat 2 (Abstraksi),
tingkat 3 (Deduksi), dan tingkat 4 (Rigor). Untuk meningkatkan tingkat berpikir dan penguasaan
peserta didik dalam geometri van Hiele mengajukan lima Tahap pembelajaran, yaitu: (1) Tahap
Informasi (Information); (2) Tahap Orientasi Terbimbing (Guided Orientation); (3) Tahap
Ekplisitasi (Explicitation); (4) Tahap Orientasi Bebas (Free Orientation); dan (5) Tahap Integrasi
(Integration), Yang masing-masing memiliki implikasi pada perencanaan pembelajaran yang harus
dipersiapkan oleh guru

B. Saran

Penulis menyarankan kepada para pembaca dan seorang calon guru agar bisa memahami apa
yang dibicarakan / dibahas dalam pembahasan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan terkhusus bagi para pembaca. Dalam penulisan makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan pengalaman, kemampuan dan pengetahuan yang
ada pada diri kami. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
perbaikan dan kelengkapan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Buku Pengembangan Pembelajaran Matematika SD I

 http://kris-21.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-berdasar-teori.html

 http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele- lengkap/

 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files

15
16

Anda mungkin juga menyukai