Anda di halaman 1dari 19

IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF

(FUNDAMENTALISME PENDIDIKAN)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah:

Ideologi Pendidikan

Dosen pengampu:
Try Heni Aprilia, M.Pd.

Disusun oleh:
Muhammad Eky Akbar Habibullah
(932116019)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Ideologi Pendidikan Konservatif (Fundamentalisme Pendidikan)”
sebagai salah satu syarat mengikuti mata kuliah Ideologi Pendidikan dengan tepat
waktu. Dan juga kami haturkan terima kasih kepada Ibu Try Heni Aprilia, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Ideologi Pendidikan IAIN Kediri yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Idologi Pendidikan Konservatif (Fundamentalisme
Pendidikan). Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yangsempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat
dipahami dan menambah wawasan pembacanya.

Kediri, 18 Okt. 23

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Ideologi Pendidikan Konservatif 3
B. Karakteristik Ideologi Pendidikan Konservatif 8
C. Macam-macam Ideologi Pendidikan Konservatif 11
KESIMPULAN DAN SARAN 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ideologi adalah ketidak perubahan sampai taraf tertentu dan
mendorong sebuah kecenderungan ke arah pengamanan dan propaganda.
Perubahan pada dasarnya ada di dalam setiap sistem keyakinan mendasar,
karena rangkaian keyakinan apapun yang menjulang tinggi di jadikan
pedoman dan tolak ukur penilaian memang cenderung untuk menjadikan
bentuk ramalan yang di penuhi sendiri.
Konservatif pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan
terhadap pada lembaga dan proses budaya yang sudah teruji oleh waktu dan
konservatif adalah bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi
yang ada. Paradigma pendidikan konservatif bermula dari suatu kontruksi
filosofis yang lebih banyak berakibat pada aliran fi;safat pendidikan
perenialisme dan Esensialisme.
Secara teologis paham konservatif merujuk pada teologi jabariyah
atau determenisme, bahwa masyarakat pada dasarnya tidak dapat
mempengaruhi perubahan sosial, semuanya tuhan yang menentukan. Kaum
konservatif ini dalam memperjuangkan nasib rakyat enggan melakukan
konflik, yang disebut dalam bahasa agamanya disebut (qonaah).
Konservatif pendidikan sebenarnya berkembang ketika filsafat
Skolastik Berjaya. Aliran filsafat Skolastik telah mendominasi kontruksi
pengetahuan di Barat. Tepatnya ketika filosof Thomas Aquinas Berjaya
dengan seluruh pandangan-pandangan filosofisnya. Konservatisme
pendidikan itu sebenarnya tercermin dari suatu model pembelajaran di Barat
yang menggunakan istilah school dan kemudian menjadi popular sebagai abad
skolastik. Dan jika mengkaji lebih jauh pandangan-pandangan fiosofi
Aquinas, sebenarnya dia banyak mengadopsi pandangan-pandangan Al-
Ghazali yang lebih menekankan pada aspek filsafat perenialisme (keabadian).

1
Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan
kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk
mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan
masyarakat. Isu tentang pendidikan menarik dan senantiasa aktual serta
pendidikan tidakpernah lekang oleh zaman, mulai dari zaman Adam, Hermes,
sampai pada zaman kita sekarang bahkan juga pada zaman-zaman berikutnya.
Pendidikan juga tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang di
tengah-tengah mayarakat. Ieologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga
pendidikan yang dilakukan di tengah masyarakat memiliki karakteristik
tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula. Mengacu pada ulasan di
atas maka penulis berproses kreatif untuk menulis makalah yang berjudul
“Ideologi Pendidikan Konservatif”
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini pokok permasalahan yang akan
dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian ideologi pendidikan konservatif?
2. Bagaimana karakteristik ideologi pendidikan konservatif?
3. Apa saja macam-macam ideologi pendidikan konservatif?
C. Tujuan Penulisan
1. Apakah pengertian ideologi pendidikan konservatif?
2. Bagaimana karakteristik ideologi pendidikan konservatif?
3. Apa saja macam-macam ideologi pendidikan konservatif?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ideologi Pendidikan Konservatif
Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu idea dan logia.
Idea berasal dari idein yang berarti “melihat”. Idea juga diartikan sesuatu
yang ada di dalam pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau
rencana. Kata logia mengandung makna “ilmu pengetahuan atau teori”,
sedang kata “logis” berasal dari kata logos dari kata legein yaitu “berbicara”.1
Ideologi juga dipakai untuk menunjukkan kelompok ide-ide yang teratur
menangani bermacam-macam masalah politik, ekonomi, dan sosial; asas
haluan; pandangan hidup dunia.2
Secara istilah, ideologi adalah sebuah nilai atau keyakinan yang
diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu, ideologi
tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta proses
masyarakat, ideologi menyediakan gambaran tentang dunia.3 Senada dengan
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, mereka dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud ideologi adalah gagasan atau ide yang bersumber dari sekelompok
manusia yang mempunyai tujuan yang sama dan kemudian dijadikan sebagai
penunjuk arah segala keputusan yang akan diambil.4
Istilah ideologi sendiri pertama kali dilontarkan oleh Antoine Destutt
de Tracy (1754-1836) ketika bergejolaknya Revolusi Perancis untuk
mendefinisikan sains tentang ide.5
Menurut Nurani Soyomukti, pendidikan adalah proses untuk
memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan
diri. Jadi, banyak hal yang dibicarakan ketika kita membicarakan pendidikan.
Aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan antara lain: penyadaran,
1
Moh. Suardi, Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 9
2
Pius Partanto dan M. Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola Offset, 2001), hlm.
245-246
3
William F. O’Neill, Ideologi-ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2002), hlm. 33.
4
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Civic Education; antara Realitas Politik dan Implementasi
Hukumnya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 60.
5
Suardi, Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer, hlm. 9.

3
pencerahan, pemberdayaan dan perubahan perilaku.6 Sedangkan menurut Ki
Hajar Dewantara, pendidikan merupakan daya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin), pikiran (intelect) dan jasmani anak-anak supayadapat
memajukan kesempurnaan hidup, yaknikehidupan dan penghidupan anak-
anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.7
Pengertian ideologi pendidikan kemudian dirumuskan sebagai suatu
konstruksi pemikiran pendidikan yang berada pada level abstraksi lebih tinggi
atau bisa dipahami sebagai rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi
tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu. Di sinilah
pengertian ideologi pendidikan setara dengan konstruksi filsafat pendidikan.
Ideologi pendidikan adalah suatu konstruksi filosofis dari beragam aliran-
aliran filsafat pendidikan.8
Pengertian konservatif berdasarkan Kamus Ilmiah Populer adalah
tertutup (dari pengaruh/pembaharuan); kolot; adat mempertahankan
tradisi/kebiasaan.9
Ideologi pendidikan konservatif adalah ideologi di dalam pendidikan
yang lebih banyak memproduksi kesadaran semu karena memiliki
kecenderungan ke arah nilai-nilai transendental yang lebih dekat maknanya
dengan mistik. Ideologi ini lebih bersifat tertutup terhadap perubahan yang
terjadi. Ideologi ini cenderung memahami peran manusia sebagai subjek
nasib (takdir Tuhan), maka dia hanya sekedar meyakini ketentuan nasib itu,
tanpa berbuat seperti yang dikehendakinya.
Ideologi pendidikan konservatif adalah ideologi yang mempunyai
keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan
perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhanlah yang

6
Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan; Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmodern,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 27.
7
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 24.
8
Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2008), hlm. 20
9
Achmad Maulana, dkk, , Kamus Ilmiah Populer Lengkap; dengan EYD dan Pembentukan Istilah
serta Akronim Bahasa Indonesia Edisi Terbaru, (Yogyakarta: Absolut, 2008), hlm. 239.

4
merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Dia yang tahu makna dibalik
itu semua.
Konservatif berkaitan dengan cara- cara di mana pengetahuan mutlak
dapat dan mustahil diketahui, apakah melalui Tuhan ataukah penalaran;
wahyu ataukah keyakinan; kata hati ataukah otoritatif. Sedangkan perbedaan
dalam ideologi- ideologi liberal berkaitan dengan hubungan antara individu
dengan masyarakatnya.
Paradigma pendidikan konservatif bermula dari suatu kostruksi
filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan
Parenialisme dan Esensialisme. Konsep-konsep dasar tentang berbagai unsur
pendidikan cenderung bersifat statis serta kurang mampu mengakomodir
pandangan-pandangan baru (eksklusif). Orientasi pendidikan konservatif
adalah untuk mempertahankan nilai-nilai normatif yang telah mapan (status
quo). Pendidikan tidak jauh berbeda dengan prses transfer nilai yang
kemudian dijadikan sebagai pedoman hidup.
Dua aliran filsafat pendidikan ini (parenialisme dan esensialisme)
sebenarnya memiliki orientasi yang sama, yakni lebih meyakini nilai-nilai
keabadian sebagai tujuan akhir. Jika parenialisme langsng memahami rientasi
akhir dari pendidikan sebagai pengakuan terhadap nilai-nilai transendental.
Sedangkan esensialisme lebih meyakini nilai-nilai kemanusiaan yang lebih
fundamental, yaitu dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama.
Meskipun model atau perwujudan aliran filsafat pendidikan kelihatan berbeda,
namun secara substantif adalah sama.
Paradigma konservatif, bagi mereka ketidak kesederajatan masyarakat
merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa
dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan.
Perubahan sosial bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan,
karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. 10
Pendidikan yang berhaluan konservatif kemudian lebih banyak memproduksi

10
William F.O’neil, Ideologi- ideologi Pendidikan, hal, 97

5
kesadaran semu karena mamiliki kecenderungan ke arah nilai-nilai
transendental. Karena, sejatinya nilai-nilai traansendental itu lebih dekat
maknanya dengan mistik. Dalam bahasanya Paulo Freire nilai-nilai
transendental itu kemudian mempengaruhi pola kesadaran manusia yang
kemudian disebut magic consciousness (kesadaran magis). Proses
transformasi nilai lebih disandarkan pada aspek-aspek dogmatis yang bersifat
supra natural sehingga manusia hanyalah sebatas menjadi objek dari perintah-
perintah (dogma) magis itu. Bahkan, konsep-konsep dasar tentang hakikat
manusia dan pendidikan terlalu menenggelamkan aspek-aspek potensi
manusia. Mu’arif sering menyatakan dengan terang-terangan tanpa tedeng
aling-aling, bahwa pendidikan konservatif atau tradisionalis itu tidak humanis.
Dalam mengkonsumsi konsep hakikat manusia misalnya, pendidikan
konservatif menempatkan posisi manusia sebagai objek dogma-dogma.
Bahkan dalam implementasinya, manusia sering dijadikan sebagai objek
dogma-dogma itu sehingga melahirkan kesadaran magis yang cenderung
menempatkan posisi manusia sebagai objek tak berdaya (cognizable).
Karena cenderung menahami peran dan posisi manusia sebagai subjek
nasib (takdir Tuhan), maka dia hanya sekedar meyakini ketentuan nasib itu,
tanpa berbuat seperti yang dikehendakinya. Malah keyakinan pada kekuatan
di luar dirinya lebih dominan sehingga mengakibatkan sikapnya cenderung
fatalistik.
Manusia itu tidak berdaya melawan nasib misalnya, karena itu dia
tidak bisa memahami potensi-potensi diri sendiri dan realitas sosial yang
dihadapinya. Dalam perspektif teologi Islam, posisi manusia dengan
ketakberdayaannya menghadapi nasib (takdir) tertuang dalam doktrin-doktrin
(jabbariyah). Persoalan nasib manusia merupakan suratan takdir yang tidak
bisa diganggu gugat oleh manusia. Jika manusia melawan nasib, sama artinya
dia melawan takdir (Tuhan).
Setara dengan John Dewey, teori konservatif mengemukakan bahwa
pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa

6
memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri
anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam arti, pendidikan
merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar, dimana mata pelajaran
telah ditentukan menurut kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima
saja.11
Konsep pendidikan konservatif kemudian lebih banyak dimanfaatkan
oleh sekelompok orang dengan kepentingan tertentu untuk melanggengkan
norma-norma atau untuk konteks kekuasaan dijadikannya sebagai legitimasi
untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Karena, keyakinan fatalistik itu
memaang sangat rentan ditumpangi oleh kepentingan politik tertentu.
Konservatisme pendidikan sebenarnya berkembang ketika filsafat Skolastik
berjaya. Aliran filsafat Skolastik telah mendominasi konstruksi pengetahuan
di Barat. Tepatnya ketika filosof Thomas Aquinas berjaya dengan seluruh
pandangan-pandangan filosofisnya.
Konservativisme pendidikan itu sebenarnya tercermin dari suatu
model pembelajaran Barat yang menggunakan istilah school dan kemudian
menjadi populer sebagai abad Skolastik. Dan jika mengkaji lebih jauh seputar
pandangan-pandangan filosofi Aquinas, sebenarnya dia banyak mengadopsi
pandangan-pandangan Al-Ghazali yang lebih menekankanpada aspek filsafat
Parenialisme (keabadian).
Pandangan konservatisme pendidikan sebenarnya bermuara pada satu
prinsip fundamental, bahwa sejatinya realitass kosmis ini merupakan suatu
tatanan statis dan baku yang datang dari Sang Pencipta-nya. Manusia dengan
segenap makhluk ciptaan Tuhan yang lain di bumi tidak memiliki daya upaya
untuk mengubah tatanan semesta kosmis itu. Termasuk dalam konteks ini
adalah masalah nasib dan kebebasan hiup manusia. Seluruh nasib manusia
merupakan suatu suratan takdir yang tidak bisa diganggu gugat.

11
Pandangan tersebut dikemukakan oleh Dewey sebagai berikut: “it is rather formation of mind by
setting up certain associations or connection of content by means of a subject matter presented from
without. Education proceeds by instructions taken a stricly liberal sense, a building into the mind from
without”. Lihat, Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 124.

7
B. Karakteristik Ideologi Pendidikan Konservatif
Dari konservatif pendidikan, terdapat beberapa cirri-ciri umum yang
mana ciri-ciri ini sebagian besar memiliki konsep yang sama dengan
pemikiran filsafat secara umum, diantaranya:
1. Menganggap bahwa nilai dasar pengetahuan ada pada kegunaan
sosialnya, bahwa pengetahuan adalah sebuah cara untuk mengajukan
nilai-nilai yang bagus.
2. Memusatkan perhatian kepada tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga sosial
yang ada menekankan situasi sekarang (yang dipandang melalui sudut
pandang kesejarahan yang relatif dangkal dan berpusat pada etnisnya
sendiri).
3. Menekankan stabilitas budaya melebihi kebutuhan akan pembaharuan
atau perombakan budaya, hanya menerima perubahan-perubahan yang
pada dasarnya cocok dengan tatanan sosial yang sudah mapan.
4. Menekankan manusia sebagai warga negara, manusia dalam perannya
sebagai anggota negara yang mapan.
5. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi adalah budaya
dominan dengan segenap sistem keyakinan dan perilaku yang mapan.
6. Menekankan penyusuaian diri yang menalar menyandarkan diri pada
jawaban-jawaban terbaik dari masa silam sebagai tuntunan yang paling
bisa dipercaya untuk memadukan tindakan di masa kini.
7. Berdasarkan sebuah sistem budaya tertutup (etnosentrisme), menekankan
tradisi-tradisi sosial yang dominan, dan menekankan perubahan secara
bertahap di dalam situasi sosial yang secara stabil.
8. Mengakar pada kepastian-kepastian yang telah teruji oleh waktu, dan
meyakinkan bahwa gagasan-gagasan serta praktek-praktek yang lahir dari
spekulasi yang relatif dan tak kendali.
9. Memandang pendidikan sebagai sebuah pembelajaran (sosialisasi) nilai
system-sistem yang mapan.12

12
William F.O’neil, hlm. 336-337

8
Dalam strateginya, pendidikan konservatif lebih mempertentangkan
antara pihak pendidik dan peserta didik dalam pola hubungan struktural. Paulo
Freire sering mengasosiakan pola pemahaman pendidikan konservatif sebagai
model pendidikan “gaya bank” (banking concept of education).13Pembelajaran
gaya bank sebagai berikut:
1. Guru mengajar, murid belajar
2. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa
3. Guru mengatur, murid di atur
4. Guru memaksakan pilihan, murid menuruti
5. Guru berfikir, murid difikirkan
6. Guru memilih apa yang di ajarkan, murid menyesuaikan diri
7. Guru adalah subjek proses belajar, murid adalah objeknya
8. Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai
dengan tindakan gurunya.
Akibatnya, Pendidikan tidak dinamis dan hanya memberikan
kontribusi dogma-dogma magis dan tidak mampu mengubah nasib hidup
manusia. Proses pendidikan seakan-seakan seperti proses transfer ilmu
pengetahuan dari guru kepada muridnya. Bisa dikatakan transfer ilmu yang
cenderung satu arah dan mengabaikan kreatifitas peserta didik.
Dengan preferensi demikian, pendidikan tentu saja jauh dari konsepsi
sebagai suatu aktivitas interaksi sosial yang menjadi wahana individu
menemukan kepribadiannya dan budaya masyarakatnya. Padahal dalam
konsepsi semacam ini, setidaknya pendidikan dimungkinkan mampu
membuka ruang untuk pelatihan-pelatihan dasar dalam rangkapengaturan
perilaku dan tata cara pemenuhan kebutuhan selaras dengan ketentuan sosial,
pemerolehan norma-norma sosial dan pembelajaran peran-eran sosial.14
Namun, di balik itu semua, ideologi pendidikan konservatif berperan
dalam melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Peran

13
Mu’arif,LiberalisasiPendidikan, hlm. 70
14
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transfomatif, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2008), hlm. 116-117.

9
ideologi konservatif dalam kurikulum misalnya, salah satu tanggung jawab
kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada
generasi muda. Dengan adanya peranan konservatif ini, maka sesungguhnya
kurikulum itu berorientasi pada masa lampau. Meskipun demikian, peranan
ini sangat mendasar sifatnya.15Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan mudahnya
pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal. Melalui ideologi
konservatifnya, berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat
merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga identitas masyarakat akan
terpelihara dengan baik.16
Hal positif aliran konservatif di sisi lain, yakni rasa tanggungjawab
keagamaan yang kuat yang belum pernah ditemukan adanya rasa
tanggungjawab moral serupa pada generasi berikutnya. Dengan aktivitas
mengajar bukan sekedar tanggungjawab kemanusiaan tetapi merupakan
tanggungjawab yang sangat penting.17
Kaum konservatif cenderung untuk memandang perwujudan diri
sebagai sebuahtujuan yang hanya bisa didekati secara tidak langsung melalui
dedikasi yang kuat terhadap kenyataan mutlak Tuhan, hukum, alam, tradisi,
atau apapun yang melampaui pengalaman manusia biasa. Ideologi konservatif
memandang tujuan pendidikan sebagai memelihara nilai-nilaiyang dipercaya
sudah mapan, telah teruji sejarah bahwa nilai-nilai tersebut benar. Benar
karena berdasarkan agama (fundamentalis), benar karena berdasarkan ilmu
(intelektualisme), benar karena tradisi. Keyakinan-keyakinan ini disamping
menentukan tujuan memelihara atau melestarikan nilai-nilai mapan, juga
berpengaruh pada memandang posisi guru sebagai subjek pendidikan,

15
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), hlm. 12.
16
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 10-11.
17
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna; Falsafah Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), hlm. 100-101.

10
memandang posisi anak sebagai objek pendidikan, dan materinya adalah
ilmu-ilmu yang telah tersusun mapan dalam teori-teori ilmiah.18
C. Macam-macam Ideologi Pendidikan Konservatif
Bagi kaum konservatif, ketidaksejajaran masyarakat merupakan suatu
keharusan hukum alam, suatu hal yang mustahil dihindari, serta seakan-akan
sudah menjadi ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan. Perubahan sosial
bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan karena perubahan
hanya akan membuat manusia lebih sengsara. Dalam bentuk yang klasik awal,
paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat
pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan hanya akan membuat
manusia lebih sengsara. Dalam bentuknya yang klasik atau awal paradigma
konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada
dasarnya tidak bisa merencanakan atau mempengaruhi perubahan sosial.
Hanya Tuhanlah yang merencanakan masyarakat.
Ideologi-ideologi pendidikan konservatif terdiri dari tiga tradisi pokok,
yaitu:
1. Fundamentalisme Pendidikan
Fundamentalisme pendidikan ini meliputi dari semua corak
konservatisme politik yang pada dasarnya anti-intelektual dalam arti
bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan filosofis
dan / intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada
penerimaan yang relatif tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan
atau konsensus sosial yang mapan (yang biasa diabsahkan sebagai akal
sehat).19 Dari sisi politik, konservatime reaksioner merupakan gagasan
untuk kembali kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan masa silam, baikyang
pernah ada ataupun sekedar dikhayalkan.
Dalam sebuah ungkapan politisnya, terdapat dua variasi atau sudut
pandang jika diterapkan dalam pendidikan. Variasi yang pertama

18
Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, (Bandung: Nuansa, 2011), hlm. 11
19
William F. O’Neill, hlm. 105.

11
fundamentalisme pendidikan religius, yang tampak dalam gereja-gereja
kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis, yang memiliki
komitmen sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup
kaku. Variasi yang kedua fundamentalisme pendidikan sekular yang
mempunyai ciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya
dibanding yang religius, terhadap cara pandang dunia melalui akal sehat
yang sudah disepakati, menjadi pandangan dunia orang biasa.
2. Intelektualisme Pendidikan
Intelektualisme lahir dari ungkapan-ungkapan konservatisme politik
yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang
pada dasarnya otoritarian. Konservatisme filosofis ingin mengubah
praktik politik yang ada (termasukpraktik pendidikan) guna
menyesuaikan lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau ruhaniah
yang sudah apan dan tidak bervariasi.
Terdapat dua variasi mendasar: intelektualisme pendidikan yang pada
intinya bersifat sekular, dan intelektualisme teologis yang memiliki
orientasi sebagaimana terpantul dalam tulisan-tulisan para filosof
pendidikan KatolikRoma kontemporer, William Mc Gucken dan John
Donahue.20
3. Konservatisme Pendidikan
Konservatisme pendidikan ini berbeda dengan kedua ideologi yang
ada di atas karena ideologi konservatisme ini cenderung untuk
mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses
budaya yang sudah teruji oleh waktu. Konservatisme ini menaruh hormat
terhadap hukum dan tatanan sebagai landasan perubahan sosial yang
kontruktif.
Dalam dunia pendidikan, seorang konservatif beranggapan bahwa
sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial
serta tradisi-tradisi yang sudah mapan. Ada dua unngkapan dasar

20
Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, hlm. 12.

12
konservatisme dalam pendidikan yaitu konservatisme pendidikan religius
yang mana lebih menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai
landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Yang kedua yaitu
konservatisme pendidikan sekular, yang memusatkan perhatiannya pada
perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktik-
praktik yang sudah ada.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ideologi pendidikan konservatif adalah ideologi di dalam pendidikan
yang lebih banyak memproduksi kesadaran semu karena memiliki
kecenderungan ke arah nilai-nilai transendental yang lebih dekat maknanya
dengan mistik. Ideologi ini lebih bersifat tertutup terhadap perubahan yang
terjadi. Ideologi ini cenderung memahami peran manusia sebagai subjek
nasib (takdir Tuhan), maka dia hanya sekedar meyakini ketentuan nasib itu,
tanpa berbuat seperti yang dikehendakinya.Ideologi pendidikan konservatif
adalah ideologi yang mempunyai keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya
tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial,
hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Dia yang
tahu makna dibalik itu semua.
Karakteristik ideologi pendidikan konservatif, diantaranya:
menganggap bahwa nilai dasar pengetahuan ada pada kegunaan sosialnya,
memusatkan perhatian kepada tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga sosial yang
ada menekankan situasi sekarang, menekankan stabilitas budaya melebihi
kebutuhan akan pembaharuan atau perombakan budaya, hanya menerima
perubahan-perubahan yang pada dasarnya cocok dengan tatanan sosial yang
sudah mapan, menekankan manusia sebagai warga negara, manusia dalam
perannya sebagai anggota negara yang mapan, dll.
Adapun macam-macam ideologi pendidikan konservatif ada tiga,
yaitu:
1. Fundamentalisme pendidikan.
2. Intelektualisme pendidikan.
3. Konservatisme pendidikan
B. Saran

14
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan kepada para pembaca. Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transfomatif. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Dananjaya, Utomo. 2011. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa.
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja
Rosdakarya. Hamidi, Jazim. dan Mustafa Lutfi. 2010. Civic Education; antara
Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Kosim, Mohammad. 2013. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Pena Salsabila
Maragustam. 2010. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna; Falsafah
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Nuha Litera.
Maulana, Achmad dkk. 2008. Kamus Ilmiah Populer Lengkap; dengan EYD dan
Pembentukan Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia Edisi Terbaru.
Yogyakarta: Absolut.
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
O’Neill, William F. 2002. Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Partanto, Pius dan M. Dahlan Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
Offset.
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-teori Pendidikan; Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

15
Suardi, Moh. 2015. Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer. Yogyakarta:
Deepublish.

16

Anda mungkin juga menyukai