Dosen Pengampu:
Roni Harsoyo, M.Pd
Disusun Oleh:
Izza Rohhatin
NIM : 206210072
Kurniawan Aziz
NIM: 206210080
0
LANDASAN LANDASAN PENDIDIKAN
Oleh : Izza , Aziz , Kharisma1
PENDAHULUAN
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu. Secara
sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara.
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan
sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Kajian sosiologi tentang pendidikan mencakup semua jalur pendidikan, baik sekolah
maupun pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka
pendidikan keluarga sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama
bagi setiap manusia. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah
yang dengan sengaja di bentuk oleh masyarakat.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya
perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari
pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir,
dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus
perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut
secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi.
PEMBAHASAN
Landasan Religiuos
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari
kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas
manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat
1
Mahasiswa jurusan S1 Manajemen Pendidikan Islam Negeri IAIN Ponorogo
pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan
sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter
religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi
moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan
buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.
Landasan religious dalam bimbingan dan konseling memposisikan klien sebagai makhluk
ciptaan Allah dengan segenap kemuliaan yang Allah berikan kepadanya. Oleh karenanya, dalam
konselor memberikan bimbingan dan konseling kepada klien harus dengan penuh kemuliaan
juga. Namun demikian, perbedaan keyakinan agama pada tiap klien, maka konselor harus
bersikap hati-hati dan bijak dalam menerapkan landasan religious tersebut.Implementasi
layanan bimbingan dan konseling dalam Islam haruslah merujuk pada ajaran agama Islam,
yakni al Qur’an dan hadits. Ini artinya, bagi klien yang menganut keyakinan agama Islam, maka
pelayanan bimbingan dan konseling harus sesuai/merujuk pada keyakinan agamanya, tidak
boleh bertentangan dengan agama yang dianutnya.2
Pada dasarnya, tujuan yang hendak di capai dalam penerapan landasan religious bimbingan dan
konseling adalah ingin menempatkan siswa sebagai makhluk Tuhan dengan segenap
kemuliaannya. Landasan religious adalah sebagai upaya mengintegrasikan nilia-nilai agama
dalam proses bimbingan dan konseling. Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap
sesuatu yang besifat adikodrati menyertai manusia dalam kehidupan yang luas. Agama memiliki
nilai dalam kehidupan manusia baik bagi diriya sendiri maupun hubungannya dengan
kehidupan masyarakat. Agama juga berdampak pada kehidupan sehari-hari. Karenanya, secara
psikologis agama berfungsi sebagai motif intrinsik dan motif ektrinsik.dan motif yang didorong
keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh
keyakinan nonagama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat profan.3
Landasan Filosofis
Kata filosofis terbentuk dari 2 kata bahasa yunani, yaitu philo yang artinya cinta dan shopos
yang artinya kebijaksaan. Dengan demikian filosofis diartikan sebagai cinta kebijaksanaan.
2
Tohirin, 2011 . Bimbingan dan Konseling , Jakarta, Rajagrafindo Persada
3
Jalaludin, 2012. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi,
Jakarta, PT Rajagrafindo Persada
2
Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk
memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk
mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, filosof memiliki karakteristik yang berbeda
antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaan akan
berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.4
Hakikat pendidikan adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal
atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma yang dianut. Pendidikan
bersifat normatif dan dapat dipertanggungjawabkan, pendidikan tidak boleh dilaksanakan
secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana. Maksudnya, pendidikan
harus dilaksanakan dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga tujuannya
dan kurikulumnya menjadi jelas, efisien dan efektif.
4
Suyitno, Y. 2009. Landsan Filosofi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
5
Gandhi, W. Teguh.2011. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : AR-Ruzz Media
mempergunakan kemampuan intelektual yang dimiliki manusia.Menurut realisme
hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat modern yang lahir di Amerika akhir abad 19
hingga awal abad 20. Filsafat ini cendrung lebih banyak mengabaikan hal-hal yang
bersifat metafisik tradisional dan lebih banyak terarah pada hal-hal yang pragmatis
kehidupan. Pragmatisme lahir ditengah-tengah situasi sosial amerika yang dilanda
berbagai problem terkait dengan kuat dan masifnya urbanisasi dan industrialisasi.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Pendidikan menurut pandangan eksistensialisme diarahkan untuk mendorong setiap
individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.
Pendidikan eksistensialis berusaha meberikan bekal pengalaman yang luas dan
komprehensif dalam semua bentuk kehidupan.
Filsafat Pendidikan Progresivisme
Teori pendidikan progresivisme secara umum dipengaruhi filsafat pragmatisme,
khususnya pemikiran yang dilahirkan John Deway. Itulah ciri khas teori pendidikan
ini. Ia tidak pernah menjadi sistem pemikiran yang sistematis dan konsisten, tetapi
lebih banyak terpusat pada eksperimentasi yang berdasarkan investigasi ilmiah sains
modern.
Pergerakan pendidikan mewarnai suatu sejarah bangsa karena adanya dorongan untuk
memperkaya ilmu pengetahuan dan atau keinginan merubah kondisi suatu umat pada
keadaan yang lebih baik. Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung,
mulai dari zaman Hellenisme (150 SM-500). Ada beberapa zaman yang memiliki
pengaruh pada dunia pendidikan yaitu zaman-zaman:
1) Zaman Realisme
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann
Amos Comenius. Intisari pandangan aliran Realisme tentang pendidikan meliputi:
Anak-anak harus belajar dari alam, Belajar dengan metode induktif, Mementingkan
4
aktifitas anak, Mengutamakan pengertian, Ekspresi kata untuk menyatakan
pengertian menjadi penting, Belajar melalui bahasa ibu, Belajar dibantu oleh
gambar-gambar, Materi dipelajari satu demi satu dari yang mudah ke yang sukar,
Pelajaran disesuaikan dengan perkembagan anak, Pendidikan bersifat demokratis
yaitu untuk semua anak.
2) Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan
bertindak untuk dirinya. Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah
John Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa atau a blank sheet of
paper, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan
kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri.
3) Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran
Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang
tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup yang
dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara
kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga pendidikan
dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam). Naturalisme menyatakan bahwa
manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran
di dalam dirinya sendiri.6
4) Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-
patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya
adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah: Menjaga, memperkuat,
dan mempertinggi kedudukan negara. Akibat negatif dari pendidikan ini adalah
munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air
6
Mudyaharjo, Landasan historis pendidikan,di akses darihttps://www.journalpapers.org,pada hari 14 februari
2022.2008 hal.108
yang berlebih-lebihan di beberapa negara, seperti di Jerman, yang akhirnya
menimbulkan pecahnya Perang Dunia I.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam
bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah
yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan
positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah
August Comte.
6) Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap
dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul
Natorp dan George Kerchensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat.
Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu.
Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu,
pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan social.7
7) Zaman Developmentalisme
Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah
pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno,
kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh
agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan.Pada waktu bangsa Indonesia
berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang
kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Adapun Tokoh-tokoh pendidik itu
adalah :
1. Mohamad Safei
2. Ki Hajar Dewantara
3. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di
Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan
8
(Mudyaharjo, 2008: 114),landasan historis pendidikan,di akses dari https://www.journal papers.org,pada hari
14 februari 2022.
agama Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990). Asas
pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang
berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat
serta Negara.
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada
sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan
Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka. Secara ringkas,
ada beberapa Sejarah pendidikan yang memiliki peranan penting untuk diketahui ,yaitu
keadaan pendidikan di masa Belanda , Jepang dan pendidikan indonesia Masa kini
Pada Awal Abad ke 20 masalah pendidikan mendapat perhatian yang besar oleh
pemerintah belanda hal itu berhubungan dengan dilaksanakan politik etis. Sekolah
sekolah mulai banyak didirikan namun tetap pembangunan sekolah tidaklah
seimbang dengan jumlah pendduduk. Didirikannya sekolah desa dan sekolah
modern. Sistem pendidikannya masih menyangkut kepentingan belanda tujuannya
pendidikan tersebut yaitu agar anak indonesia bisa dipekerjakan menjadi pegawai
rendah.
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia
pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan
sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar
Bahasa Belanda untuk anak belanda (ELS), (HCS) indonesia, dan (HIS) cina.
sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2)
Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO,HBS, AMS) dan
pendidikan kejuruan.
8
luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara
lain: (1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan
menggantikan Bahasa Belanda; (2) Adanya integrasi sistem pendidikan dengan
dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan
Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan
sebagai berikut: (1) Pendidikan / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR
adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5
tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari
Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto
Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. Sekolah
guru terdiri dari sekolah guru 2 tahun, sekolah guru 3 tahun dan sekolah guru lama
pendidkannya 6 tahun.9
9
(waridah, sukardi, & sunarto, 2003 : 179), landasan historis pendidikan, di akses dari
https://www.journalpapers,pada hari 14 februari 2022.
belum adanya pemerataan pendidikan, sehingga mutu pendidikan pun masih belum
sesuai dengan yang di kehendaki.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang
kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v). Pembahasan
tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai
berikut:
Tujuan Pendidikan
Proses Pendidikan
Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta
(2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak
budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya
global.
Inovasi-inovasi Pendidikan
10
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia,
bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
Dari tata hubungan interdisipliner dengan ilmu sosial lainnya, khususnya terhadap
pendidikan, psikologi pun memberikan landasan, yaitu dalam hal pembinaan perilaku.
Karena pada dasarnya, perbaikan perilaku merupakan sasaran utama penyelenggaraan
pendidikan. Sebagai ilmu perilaku, psikologi khusus mengarahkan kegiatan studinya
terhadap fenomena kejiwaan. Fakta menunjukkan bahwa karena potensi kejiwaan
cenderung mengalami perubahan dan perkembangan secara bertahap, perilaku manusia
pun cenderung mengalami perubahan dan perkembangan secara bertahap pula. Oleh
sebab itu, pelaksanaan pendidikan dalam hal pengembangan materi pendidikan juga
harus disesuaikan dengan tahapan-tahapannya. Dalam hal ini, seluruh kegiatan
penyelenggaraan pendidikan dipandang perlu dikembangkan berdasar pada psikologi
perkembangan peserta didik.
Peserta didik merupakan subyek dari psikologi pendidikan, di dalamnya tidak lepas dari
perilaku dalam mengekspresikan diri pada situasi berlangsungnya pembelajaran, baik
didalam kelas maupun diluar kelas. Bentuk ekspresi yang dilakukan oleh peserta didik
tidak lepas dari unsur psikologi, seperti kesiapan mereka untuk merima pelajaran,
kesehatan mental yang dialaminya, minat belajar dan lain-lain. Apabila guru/pendidik
telah memperhatikan berbagai ekspresi mereka, maka dengan mudah pendidik
memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Psikologi pendidikan sangat berguna
bagi para pendidik, guru dan orang tua agar dapat:
Mengenal dan memahami keberadaan setiap peserta didik secara utuh baik
secara individual maupun kelompok.
Psikologis Perkembangan
Psikologi Pembelajaran
Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik
tentang tentang respons anak yang diharapkan, beberapakali secara berturut-
turut.
Psikologi Sosial
Psikologi Sosial Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang
mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri
psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap
individu dan antar individu .Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain
memilki tiga kunci utama yaitu.
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu
sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang
kepribadiannya.
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka
hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi
pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan
pertama tentang orang itu.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pendidikan adalah acuan atau asumsi dalam penerapan pendidikan
yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai mahluk sosial dalam kehidupan
bermasyarakat. Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua
individu (pendidik dan peserta didik) bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi
muda mengembangkan diri. Pengembangan diri tersebut dilakukan dalam kegiatan
pendidikan. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan dapat berlangsung baik di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan keluarga sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang
pertama bagi setiap manusia. Proses sosialisasi dimulai dari keluarga dimana anak mulai
mengembangkan diri. Dalam keluarga itulah mulai ditanamkan nilai-nilai dan sikap
yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Nilai-nilai agama, nilai-nilai moral,
budaya dan ketrampilan perlu dikembangkan dalam pendidikan keluarga.
Teori-teori Sosiologi
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk
dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999). Ciri utama
teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara
nyata struktur yang berada diluar diri pengamat.
10
Pidarta, 2007:219), landasan psikologis pendidikan,diakses dari https://www.journalpapers.org,pada hari 14
februari 2022
2. Teori Konflik
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi
melalui proses pe-nyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi
akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi- kompromi yang berbeda
dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana-sarana
produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
3. Teori Fenomenologi
Titik tolak pemikiran interaksi simbolik berasumsi bahwa realitas sosial sebagai
proses dan bukan sesuatu yang bersifat statis. Dalam hal ini masyarakat
dipandang sebagai sebuah interaksi simbolik bagi individu-individu yang ada
didalamnya.
Kehidupan masyarakat dipastikan satu kesatuan dengan budaya. Budaya adalah cara
berpikir dan berperilaku, merupakan tradisi suatu kelompok, ide-ide, kebiasaan, nilai-
nilai, dan kebiasaan yang digunakan sebagai aturan bersama. Sosialisasi mempersiapkan
anak-anak untuk berfungsi sebagai induvidu yang menstransmisikan budaya yang
dengan demikian memungkinkan masyarakat untuk berfungsi secara baik. Keluarga
penting bagi pertumbuhan sosial anak-anak, tetapi dalam era modern, lembaga formal
juga membantu dalam menentukan anak-anak dalam belajar sosial dan kesiapan untuk
terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah merupakan lembaga utama yang
berfungsi untuk menjaga dan melestarikan budaya. Perantara sosial yang berperan
adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, media massa seperti televisi.
11
Ornstein,A.C.,Levine,D.U.,dan Gutek,G.L.2011.Foundations Education.Belmont,CA:wadsworth
16
Landasan IPTEK dalam Ilmu Pendidikan
Ilmu dalam bahasa Indonesia seringkali dipadankan dengan sains (science), dan
disandingkan dengan kata pengetahuan, menjadi ilmu pengetahuan. Ilmu ialah
pemahaman atau kesadaran mengenai suatu pengetahuan, dengan fungsi untuk SAP
(Susunan Artikel Pendidikan) mencari, menyelediki, menganalisis suatu hipotesis.
Ilmu memiliki arti sebuah pengetahuan yang didapat dengan menempuh beberapa
metode dalam belajar dan pengalaman. Ilmu dapat dikatakan sebuah pengetahuan yang
telah valid kebenarannya. Adapun pengetahuan merupakan suatu informasi yang
disadari dan diketahui seseorang.
Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara mengalami atau mendapatkan dari orang lain.
Akan tetapi pengetahuan belum bisa disebut ilmu jika kebenarannya belum teruji. Asal
muasal manusia memperoleh pengetahuan dari fakta yang tidak akurat, tidak sistematis,
dan tidak berdasar pada teori yang jelas. Sesuai dengan berkembangnya budaya,
manusia mulai menyusun teori mengenai banyak hal sesuai fakta yang ada. Dalam
perkembangannya, fakta beserta teori itu digunakan untuk memahami fenomena lain
yang didukung oleh pengalaman. Menurut Hilda Taba, pengetahuan itu memiliki
tingkatan berupa adanya konsep, ide-ide pokok, metode perumusan, Fakta realitas.
Teknologi lahir dari karya pikir manusia melalui proses ilmiah guna mencapai tujuan
yang optimal, teknologi juga dapat diartikan sebagai sarana manusia untuk menyediakan
kebutuhan. Tujuannya ialah menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis
terhadap pola perilaku manusia. Salah satu indikator kemajuan peradaban manusia salah
satunya dapat diukur dari kemajuan IPTEK. Teknologi dibuat untuk mendukung
kehidupan manusia di semua aspek. Adanya teknologi memudahkan manusia dalam
mengembangkan sumber daya alam yang ada, namun sering kali melampaui batas
sehingga sering terjadi ketidakseimbangan dalam penggunaannya dan kerakusan
manusia yang menyebabkan terjadinya bencana alam.
IPTEK merupakan hasil dari gagasan gagasan manusia dan bersifat objektif SAP
(Susunan Artikel Pendidikan) sehingga mudah diterima dan dijangkau oleh
masyarakat. Dengan adanya IPTEK dapat memudahakan dalam menyampaikan
informasi sehingga menyebabkan perubahan dan perkembangan pada budaya.
Perkembangan tersebut membuat pola pikir dan hidup masyrakat terus berubah
mengikuti kemajuan. Apabila masyarakat tidak dapat mengikutinya maka mereka akan
ketinggalan sehingga membuat mereka kesusahan dalam memanfaatkan sumber daya
alam. Berdasarkan hal itu, sebuah bangsa atau Negara akan mengalami kemunduran
karena rakyat di dalamnya tidak mampu memanfaatkan sumber daya alam dalam hal
IPTEK.
Di Indonesia sendiri pembangunan industri sampai saat ini belum sepenuhnya didukung
oleh potensi unggul baik pendidikan, termasuk sumber daya manusianya. Hal ini
ditunjukkan oleh Indeks Pendidikan, data yang digunakan untuk mengukur indeks
pendidikan terbatas pada data melek huruf dan gross enrolment ratio dari Sekolah Dasar,
Menengah hingga Perguruan Tinggi (SD, SM dan PT). IPTEK belum sepenuhnya
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia khususnya pendidik dan peneliti yang belum
mengembangkan penelitian secara optimal. Pengajar harus terus mengikuti
perkembangan IPTEK supaya bisa menyampaikan materi pembelajaran yang mutakhir
dan bermanfaat bagi kehidupan peserta didik saat ini dan masa depan. Dengan demikian,
menjadi searah dengan upaya pembaruan kurikulum yang seiring dengan kemajuan
IPTEK dalam hampir semua bidang kehidupan. Pengembangan Kurikulum Di dalam
bahasa Arab, kurikulum biasa disebut dengan manhaj yang artinya12 jalan atau cara.
Beberapa tahun terakhir terjadi pola pikir terkait mendidik anak, di mana sebelumnya
para orang tua mempercayakan tentang pendidikan anaknya sepenuhnya kepada guru,
padahal waktu di luar sekolah lebih banyak dihabiskan oleh anak, artinya seorang lebih
sering di rumah dan bersama keluarga dan yang seharusnya orang tua lah yang mendidik
anaknya bukan menyerahkannya kepada guru. Oleh karena semakin berkembangnya
IPTEK membuat kurikulum sekolah harus terus mengikuti kemajuan tersebut, sehingga
akhirnya kurikulum memiliki banyak tanggung jawab dan permasalahan yang harus
diselesaikan untuk dapat menyesuaikan pembelajaran dengan kemajuan dari IPTEK.
Beberapa penjelasan tersebut menunjukkan betapa luas pengertian kurikulum. Supaya
12
Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta, 2010.
18
mendapatkan pelajaran yang luas, seorang siswa harus memiliki pengalaman dalam
bergaul dengan semua anggota atau orang yang terlibat di sekolah dan alat-alat yang
ada.
KESIMPULAN
20
Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga
tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui
pendidikan.yaitu Mohamad Safei, ki hajar dewantara, ahmad dahlan.
http://arerariena.wordpress.com/2011/03/09/landasan-psikologi-
pendidikan/ diakses pada tanggal 20 September 2015.
22