Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketauhidan merupakan hal yang paling urgen dalam kehidupan manusia khususnya
umat yang beraagama spesifiknya umat islam pada umumnya,dengan ketauhidan
yang menjadi faktor pendorong manusia mengenal proses penciptaan alam semesta
dan se-isinya maka dengan hal ini sudah tentu manusia lebih bijak mensikapi
dinamika kehidupan yang kompleks serta sangat variatif.oleh karna hadir tauhid tidak
semata mata menjadi keyakinan umat manusia akan tetapi lebih dari pada itu aspek
tauhid juga menjadi satu kerangka secara spiritualitas untuk mencari hakikat dari
kehidupan yang sebernnya.oleh karna tauhid merupakan sesuatu urgen sudah tentu
dalam perkembanganya terjadi interaksi antara manusia dengan sang pencipta sebagai
wujud dari ketundukan manusia pada sang pencipta yakni ALLAH SWT.

Banyak para ulama yang berbeda pendapat tentah konsep ketauhidan pada dataran ini
tauhid merupakan sesuatu yang paling asasi dalam kehidupan umat manusia pada
umumnya.secara historis tauhid lebih dulu hadir dalam perkembangan agama –agama
samawi yang biasanya di istilahkan dengan tauhid massa lampau.oleh karena itu
objek pembahasan yang akan saya tuangkan pada makalah ini adalah bagimana
proses interanksi tauhid yang di praktekan oleh umat islam saat ini.

Secara fitrah,manusia memiliki kecenderungan tauhidiyat( pengakuan terhadap


eksistensi tuhan yang esa) yang terungkap dari adanya perjanjian antara manusia dan
tuhan yang oleh nurcholis madjid di sebut sebagai perjanji pri-mordial antara manusia
dan tuhan. Bahkan sebagian menurut filsuf muslim.andaikan saja allah tidak
mengirim para nabi dan rasul untuk memperingatkan dan menyampaikan berita pada
manusia,manusia dengan sendirinya akan mampu mengenal tuhannya karena tauhid
merupakan fitrah dasar dari manusia sebelum ia di lahirkan ke bumi.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan sebagaimana termaktub dalam penjelasan di dalam latar
belakang.

1. Interaksi Tauhidiyat Da’i dengan mad’u


2. Interaksi tauhidiyat: halangan dan tantangan
BAB II

PEMBAHASAN

A. INTERAKSI TAUHIDIYAT DA’I & MAD’U

Mengesahkan Allah ( tauhid ) dan menolak penyekutuan ( syirik ) terhadapnya


merupakan doktrin terpenting yang mendominasi pemahaman-pemahaman dan
ajaran-ajaran agama samawi. Hal itu juga merupakan asas segala macam agama
ilmu dan ajaran ilahiyah yang di bawah oleh para nabi dan rasul,sebagaimana
tercantum dalam kitab-kitab suci yang diwahyukan kepada mereka. Selain
itu,tauhid dan syirik termasuk di antara masalah-masalah yang di sepakati oleh
seluruh kaum muslimin,bahkan tak seorang pun berbeda pendapat dalam hal
pokok agama ( ushuliyat ). Umat islam tidak terkecuali diwajibkan untuk
mengesahkan ( mentauhidkan) allah dari segi zat-nya, perbuatan-nya serta ibadah
kepada-nya.

Dalam pandangan islam, Allah adalah esa,tidak ada yang menyamainya dan tak
ada padanan baginya, sebagaimana ia adalah satu-satunya yang berkuasa penuh
dan merupakan sumber segala pengaruh, pelaku hakiki serta pencipta sebernanya
dari segala yang biasa kita sebut sebagai pelaku atau pencipta.kalaupun ada
pelaku dan pencipta selainnya, maka ia hanya dapat melakukan atau menciptakan
dengan kodrat dan iradatnya semata-mata.

Allah satu-satunya ma’bud ( yang disembah ). Tak ada ma’bud selainya, dan
sama sekali tidak di bolehkan ada-nya ibadah kepadaa siapa dan apapun
selainya.pengertian ini di tandaskan oleh al-qur’an,sunnah, akal,dan ijma,
( kesepakatan) para ulama. Walaupun ada perbedaan pendapat para ulama
terutama teolog dan filsuf, itu hanya cara pandang atau kerangka paradigmatik
terhadap argumentasi-argumentasi ketauhidan dan dalam menentukan macam-
macamnya.

1. Tauhid rububiyat

Istilah rububiyat berasal dari kata “ rabb” yang dapat berarti memelihara,
mengelola,memperbaiki,mengumpulkan dan memimpin. Secara istilah, tauhid
rububiyat adalah meyakini bahwa dalah sang pencipta, sang pengatur,sang
pemberi rezeki, dan sang pengelola (mudabir). Bagi alam semesta. Tauhid
rububiyat menafikan adanya pengelola dan pengatur yang merdeka dan mandiri
sepenuhnya oleh sesuatu selain-nya maka yang demikian itu semata-mata atas
izin dan perintah darinya. Allah berfirman dalam al-qur’an surah yunus ayat 3,

Artinya: sesunguhnya tuhan kamu ialah allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam hari, kemudian dia bersemayam di atas arsy untuk mengatur segala
urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin
darinya. Yang demikian itulah allah..tuhan kamu maka sembah lah,dia. Maka
apakah kamu tidak mengambil pelajaraan”

Di samping itu,,mengingat bahwa dunia ini adalah dunia sebab dan akibat, dan
bahwa setiap gejala harus sumber dan berlangsung melalui saluran yang memang
dikhususkan dan ditetapkan baginya di alam wujud ( keberadaan ), maka AL-
qur’an pun mengembalikan segala sesuatu yang timbul dan terjadi di dunia
kepada sebab-sebab alamianya, tanpa mengurangi adanya sifat penciptaan
( khaliqiyat) allah padanya. Dengan demikian, segala yang berlangsung di alam
ini sebernanya adalah akibat perbuatan allah, di saat hal itu di sebut pula sebagai
perbuatan mahluk itu sendiri. Namun hendaknya dipahami, bahwa penisbahan
dan pengaitan segala sesuatu mahluk hanya di tinjau dari sisi “ penyebab yang
sebernanya” AL-qur’an menunjuk kepada kedua penisbahan ini dalam firmannya
surat al-anfal ayat 17,

Artinya: maka ( sebernanya ) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi
allah lah yang membunuh mereka dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi allah lah yang melempar, ( allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesunguhnya allah maha mendengar
lagi maha mengetahui” [ surah-al-anfal/ayat 17]

Pada saat melukiskan nabi saw sebagai pelaku pelemparan,dalam kalimat “ ketika
kamu melempar” AL-qur’an juga melukiskan allah sebagai pelaku pelemparan
yang sebernanya hal itu menunjukan bahwa nabi muhamad saw ,ketika
melakukan pelemparan,sebernanya ia melakukan nya semata-mata dengan
kemampuan dengan kemampuan yang di limpahkan allah kepadanya. Sehingga
dengan demikian, perbuatan-nya itu adalah perbuatan allah juga, bahkan
pengaitan dan penisbahan perbuatan itu kepada allah dapat di katakan jauh lebih
kuat daripada pengaitan dan penisbahannyaa kepada si hamba. Sedemikian
kuatnya, sehingga lebih tepat apabila hal itu di sebut saja sebagai “ perbuatan
allah” semata. Akan tetapi betapa pun kuatnya penisbahan perbuatan itu kepada
allah dapat di sebut juga sebagai bertangung jawab atas perbuatan-perbuatan para
hamba-nya. Memang benar, bahwa gejala tersebut pada mulanya berkaitan
dengan allah dan timbul dari-nya, namum mengingat bahwa bagian akhir
penyebabnya yang sempurna bergantung pada kemauan dan kehendak manusia,
sehingga seandainyaa tidak adanya kemauan dan kehendak tersebut gejala itu
tidak terwujud, maka wajarlah bahwa si manusialah yang di anggap bertangung
jawab atas perbuatan itu.

2. Tauhid dalam penciptaan ( khaliqiyat)

Yang di maksud dengan penciptaan dalam penciptaan ialah tidak adanya pencipta
( khaliq ) yang sebernanya dalam wujud alam semesta ini selain allah, dan tidak
ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya selain allah. Segala
sesuatu di alam raya ini, baik yang berupa bintang-bintang, bumi,gunung-
gunung,lautan, logam,awan ,guruh,petir, tetumbuhan,pepohonan, manusia
hewan,malaikat,jin, maupun segala sesuatu lainnya yang biasa di sebut sebagai
pelaku atau penyebab pada hakikatnya adalaah benda- benda ( maujudat ) yang
tidak dapat bertindak sendiri secara sempurna,dan tidak memiliki pengaaruh yang
mandiri sepenuhnya. Segala pengaruh yang dinisbahkan kepada maujudat itu,
tidak lah berasal dari zat-zat nya sendiri seacra merdeka dan mandiri, tetapi semua
pengaruh itu bermuara pada allah. Dengan demikian, segalas sebab dan akibat,
kendati pun adanya keterkaitan antara kedua-duanya adalah mahluq ( hasil
ciptaan ) allah kepadanya lah bermuara segala kausalitas dan kepadanya
bermuara segala sebab. Dia yang melimpahkan semua itu kepada segala benda,
dan dia pulah lah yang mencabut semua jika di ingingkan oleh-nya.

3. Tauhid uluhiyyat

Tauhid uluhiyyat adalah mengimani allah sebagai satu-satunya yang harus di


sembah ( al-ma’bud ), dan tiada selainya yang patut di sembah. Hal ini merupakan
pokok di sepakati oleh seluruh kaum muslimin, tak seorang pun berbeda pendapat
dalam hal ini, baik masa lalu maupun sekarang. Seseorang tidak dapat di sebut
sebagai muslim sebelum ia mengakui adanya pokok ajaran islam.
Pokok utama setiap dakwah para nabi dan rasul sepanjang massa ialah menyeru
manusia agar menunjukan ibadah hanya kepada allah yang maha esa, seraya
menjauhkan diri dari menunjukannya kepada apa dan siapa pun selainya. Tauhid
dalam uluhiyyat serta pembebasan diri dari belengu kemusyrikan dan keberhalaan
( watsaniyat ), merupakan yang terpenting di antara ajaran-ajaran agama-agama
samawi, dan yang paling menonjol di antara risalah-risalah para nabi.sedemikian
pentingnya, sehingga seolah-olah para nabi dan rasul tidaklah di utus kecuali
demi satu sasaran saja, yaitu memperkukuh fondasi tiang-tiang pancang tauhid
serta pemberantasan kemusrikan. Dengan amat jelas AL-qur’an menyebutkan
tentang hakikat ini dalam surah al-Nahl ayat 36

Artinya : dan sungguh kami, telah mengutus seorang rasul untuk setiap
umat( untuk menyerukan) “ sembahlah allah, dan jauhilah tagut” kemudian di
antara mereka ada yang di beri petunjuk oleh allah dan ada pula yang tetap
dalam kesesatan. Maka berjalan lah kamu di bumi dan perhatikan lah
bagaimana kesudahan orang yang mendustakan ( rasul-rasul)
B. Interaksi Tauhidiyyat: Halangan dan Rintangan

Da ‘i dan mad’u adalah dua faktor terpenting dalam proses dakwah, di samping
faktor-faktor pendukung yang lain. Tanpa adanya salah satu dari dua unsur
tersebut tersebut dakwah tidak akan dapat terlaksana. Salah satu ciri dakwah yang
efektif adalah adanya hubungan yang baik antara da’i dengan mad’u,sehinga akan
menghasilkan hubungan interpersonal atau hubungan batin yang semakin
baik.kedekatan hubungan antara kedua belah pihak itu boleh jadi terjadi secara
ilmiah karena bertemunya dua unsur yang saling membutuhkan dan mendukung
tapi bisa juga merupakan hasil kerja dakwah yang efektif melalui usaha yang
keras dan lama.

Dalam meningkatkan hubungan antara da’i dan mad’u bila terjadi persamaan
unsur, maka tidak di butuhkan upaya yang keras dari da’i tetapi bila persamaan
unsur secara alamiah tidak ada, maka da;i perlu mengupayakan hubungan yang
baik dengan mengetahui kondisi mad’u dan mengunakan faktor-faktor pendukung
dakwah, seperti metode, materi, dan etika yang sesuai dengan kondisi mad’u
tersebut.

Interaksi tauhidiyyat sebagai suatu upaya untuk menyebarkan dan menanamkan


nilai-nilai ketauhidan kepada mad’u sesunguhnya merupakan misi dakwah para
rasul yang berdiri di atas sendi-sendi ketauhidan yaitu penyerahan dan
pengikhlaskan diri sepenuhnya hanya kepada allah dan menafikan ketundukan
kepada selainya.

Mengajak kepada loyalitas dan penyerahan diri secara total hanya kepada allah
( tauhid) bukanlah hal yang mudah karena sering berlawanan dengan hukum-
hukum yang di buat pemimpin otoriter para penguasa yang zalim dan tirani serta
otoritas keagamaan yang haus akan popularitas dan kekuasaan dan ingin terus
mempertahangkan status qou. Bahkan tidak jarang di anggap sebagai ancaman
yang serius terhadap eksistensi mereka, apalagi ketika para penguasa tunduk
kepada hawa nafsu dan lari dari nilai-nilai keagamaan, maka ketika itu juga
dakwah kepada aqidah tauhid juga menjadi menjadi ancaman bagi mereka. Pada
kondisi seperti ini tidak jarang para penguasa atau otoritas keagamaan
mengadakan perlawanan dengan berbagai cara. Hal inilah yang sering di alami
oleh para nabi dan rasul ketika mereka ingin mengajak kaum pembesarnya kepada
ketauhidan dengan menyerukan “ wahai kaum ku sembahlah allah tiada bagimu
tuhan selain nya” yang terjadi adalah adanya perlawanan dan keinginan dari
berbagai pihak untuk menghalangi dakwah terutama mereka yang merasa tidak
nyaman dan takut kepentingan politik ataupun ekonomi mereka akan tergangu.

Karena itu, dakwah islam kepada ajaran tauhid dan loyalitas serta pengabdian
hanya kepada allah bukan hanya sebatas permasalahan teologi ( ilmu kallam)
atau aqidah ketuhanan saja, tetapi ia merupakan ajakan untuk mengadakan
perubahan sosial terhadap masyarakat yang hidup dalam kemusyrikan dan
penguasa tirani dan otoriter yang dengan kekuasaannya dapat melakukan berbagai
macam cara untuk memenuhi keinginan nya walaupun dengan menindas rakyat.
Bahkan tidak jarang sebagian penguasa mengumungkan kekuasaan mutlak
bahkan sampai ke derajat pengultusan diri, seperti yang di ungkapkan fir’aun dan
kaumnya karena ajakan tersebut di anggap dapat membahayakan kepentingan-
kepentingan orang-orang tertentu terutama fir’aun sebagai seorang raja yang
mengingkan kekuasaan mutlak atas kaumnya.
C. KRITIK INTERAKSI TAUHIDIYYAT MODERN

Kecangian teknologi dan perkembangan zaman yang semakin maju aspek tauhid
menjadi sesuatu yang kiranya perlu di dekonstruksi kembali secara kerangka
konseptual dan teoritik tindakan yang mencermingkan manusia yang ber-aqidah
dan ber-prikemanusiaan.dengan perkembangan arus zaman yang bagai halilintar
ternyata memiliki implikasi buruk terhadap penafsiran sebagian kalangan sehinga
cenderung kaku dalam menjawan problem sosial yang terjadi.

Salah satu faktor yang sangat krusial dalam proses dakwah,ialah banyak para da’i
modern yang ketika menyampaikan dakwah tidak pernah mengaitkan dengan
kenyataan sosial yang terjadi,ini lah faktor objektif yang harus di jawab secara
bersama terkhususnya para da’i yang wilayah gerakan melalui masjid-
masjid,harus mampu meletahkan kerangka konseptual dengan problem yang
terjadi agar kiranya mad’u dapat memahami secara benar problem tersbut.

Sejatinya seorang da’i adalah pelanjut risalah para nabi dan rasul dimana
menyerukan manusia untuk berbuat sesuatu sifatnya kebaikan sesuai dengan
ajaram agama yang di anut,perlu di kritis seorang da’i yang dalam proses dakwah
menyebarkan kebencian antara umat ber-agama antar saudara sesama ciptaan
allah untuk itu menjadi seorang da’i kiranya membutuhkan pengetahuan dasar
keislaman secara matang agar dapat memutuskan sesuatu dengan bijak,adil,dan
damai

Bukan hanya pengetahuan agama akan tetapi seluruh sendi sendi keilmuan yang
menyangkut dengan masyarakat kiranya menjadi wilayah yang perlu di garap
sebagai bahan dakwah untuk meyakingkan mad’u bahwa islam mengajarkan kita
untuk ber-ilmu pengetahuan sebagai landasan untuk memahami hakikat dari
kehidupan dunia,dan bekal menuju akhirat.

Seorang da’i juga di tuntut untuk mampu beradaptasi dengan tradisi dan budaya
masyarakat setempat upaya ini di maksudkan untuk dengan mudah membawah
masyarakat ke tujuan dari dakwah yang di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Faizah,S,Ag,M,A- H,Lalu muchsin Effendi,Lc., M,A.psikologi dakwah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................

1.1 Latar Belakang-------------------------------------------------


1.2 Tujuan penulisan----------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------- 7

Anda mungkin juga menyukai