Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fauzi Ghani Purnama

NPM : 182050093

Mata Kuliah : Filmologi / B

Dosen : DR. Jaeni S.SN.,M.SI

Assignment 1

Anda silahkan menonton film yang diproduksi sebelum tahun 1945 (baik film Barat maupun
Indonesia). selanjutnya, coba anda ceritakan bagaimana sejarah film itu terwujud; meringkas
ceritanya; dan coba anda interpretasikan film itu menurut anda.

FILM THE GREAT DICTATORS.


Menurut saya film ini apa yang ingin ia sampaikan adalah bagaimana humor dapat
ditemukan dalam situasi yang paling mengerikan sekalipun, seperti tragedi. Karena pada
kenyataannya keceriaan dan tawa kadang dapat lebih efektif membantu menghilangkan
dampak paling fatal dari sebuah tragedi, serta membantu proses penyembuhan akan trauma
yang ditimbulkan. Mungkin ide ini juga yang ada dibenak Charlie Chaplin kala itu. Sebagai
salah satu komedian dan filmmaker terbesar pada masa itu, ia tentu sadar memiliki pengaruh
yang kuat terhadap para penonton filmnya. Kelebihan inilah yang berhasil dimanfaatkan oleh
Charlie Chaplin dalam proses kreatif pembuatan film terbarunya. Karena di tangan yang tepat,
sindiran tajam terhadap politik dapat menjadi salah satu senjata propaganda yang sangat efektif.
Maka dari itu lahirlah film The Great Dictator yang rilis pada tahun 1940. Film komedi satir
yang kental akan nuansa politik saat itu, sekaligus film dengan suara pertama yang dibuat oleh
Charlie Chaplin.
Jika ada satu persamaan antara Adolf Hitler dan Charlie Chaplin, (selain kedua kumis
konyolnya) adalah ego besar yang dimiliki keduanya. Hitler dengan Nazi-nya dan Charlie
Chaplin dengan film-filmnya. Hampir di semua filmnya, Charlie Chaplin tak ubahnya
‘diktator’ yang berkuasa penuh atas semua yang ada di dalamnya. Ini ditunjukkan dengan
banyaknya peran yang ia ambil dalam film-filmnya mulai dari pemain, sutradara, produser,
pengisi score musik, hingga penulis skenario.
Begitu juga di film ini, selain menjadi penulis, sutradara, dan produser ia juga
memainkan dua karakter utama yang ada di dalamnya, yaitu sebagai Adenoid Hynkel, seorang
diktator sebuah negara fiktif bernama Tomania yang kikuk dan cenderung konyol serta
digambarkan memiliki masalah dengan kepercayaan diri, dan seorang tukang cukur Yahudi
yang mengalami hilang ingatan setelah ikut berperang. Kedua karakter utama yang berhasil
dimainkan oleh Chaplin dengan sama baiknya. Dengan cara ini, penonton seperti diajak untuk
turut merasakan kontrasnya kehidupan dua karakter yang ia mainkan. Bagaimana kehidupan
sehari-hari seorang diktator kejam dengan segala kelemahannya serta karakter seorang tukang
cukur Yahudi yang sering diperlakukan secara kurang manusiawi.
Kekuatan film ini, tidak salah lagi, berada pada sosok seorang Charlie Chaplin yang
berhasil memainkan emosi penonton dengan aktingnya yang sangat ekspresif. Suatu waktu ia
dapat memainkan karakter tukang cukur yang terlihat menyedihkan, lalu secara bersamaan ia
dapat mencairkan suasana dengan gaya yang sangat jenaka. Ia lebih dari berhasil
‘menghidupkan’ film ini dengan serangkaian joke-joke yang ia mainkan. Adegan-adegan joke
klasik yang ditampilkan, saat ini telah banyak dianggap sebagai adegan cult dan masih sering
dipertahankan dalam pembuatan film-film komedi hingga saat ini. Rasanya kini saya tahu
darimana Jerry ‘belajar’ semua trik yang ia gunakan untuk lolos dari kejaran Tom, atau
bagaimana Srimulat dapat menampilkan humor yang membuat mereka memiliki fanbase kuat
selama bertahun-tahun.
Dengan The Great Dictator, lewat komedi satirnya Charlie Chaplin berusaha untuk
mengubah imej seorang diktator yang kejam menjadi seorang yang juga memiliki banyak
kekurangan serta kelemahan layaknya rakyat biasa. Ia seperti ingin penonton tahu bahwa tidak
apa untuk menertawakan para ‘monster’ ini. Karena ketika para ‘monster’ sudah tidak terlihat
menyeramkan, artinya tak ada lagi yang perlu ditakutkan. Ini sudah lebih dari cukup untuk
memberikan penonton harapan baru bahwa para diktator ini bukan tidak mungkin untuk
dihentikan.
Seperti yang ia tampilkan dalam salah satu metafora adegan yang memperlihatkan
Chaplin sedang menari dengan replika balon dunia digenggaman yang akhirnya meletus di
tangannya sendiri. Ini seperti ingin menunjukkan bahwa para diktator mungkin akan
menggenggam dunia di tangan mereka untuk waktu yang singkat, tetapi pada akhirnya
cengkeraman mereka akan kekuasaan akan meledak seperti halnya balon yang dipegang terlalu
erat. Metafora ini tidak hanya berlaku untuk Hitler namun juga para diktator lainnya, dan
Chaplin berhasil menampilkannya dalam satu rangkaian adegan yang sederhana, elegan, dan
tentu saja jenaka.
Lewat film ini Chaplin seperti ingin penonton melihat sisi lain dari para diktator yang
tidak terlihat sebelumnya. Sisi yang tidak melihat Hitler sebagai sebuah mesin yang tidak dapat
dihentikan, melainkan sebagai seorang pria kecil dengan delusi keagungan yang besar. Sebuah
propaganda yang sepertinya sukses mengingat era kejatuhan Hitler yang terjadi hanya beberapa
tahun setelahnya.

Anda mungkin juga menyukai