Anda di halaman 1dari 43

Comparison of Two-Dimensional and Three-Dimensional Radiographs

Using Clinically Relevant Parameters: A Case Report

Pembimbing Student Project: drg. Desak Ayu Dhyana Nitha Dewi, M.Kes
Penguji Student Project: drg. Anak Agung Gde Dananjaya Agung, Sp.RKG

Kelompok SGD 2
Leony Andini Dima (2202551001)
Kadek Adinda Chantika Oktavia (2202551002)
Ni Kadek Riyoni Kumala Narungan (2202551015)
Nita Br Saragih (2202551021)
Alfita Dwi Yuliandari (2202551022)
Ayu Natasya (2202551047)
Calista Dwi Ardiyanti (2202551052)
Evelyn Christiana (2202551062)
Inaya Noor Adnin (2202551072)
Mega Rezkiyanti Alimuddin (2202551073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI


DAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan case report ini. Meskipun banyak tantangan yang
dihadapi dalam menulis case report, atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
case report ini dengan tepat waktu.
Sejalan dengan kurikulum dan materi di Program Studi Sarjana Kedokteran
Gigi dan Profesi Dokter Gigi dalam blok kelainan jaringan keras gigi dan jaringan
pulpa, maka mahasiswa ditugaskan untuk membuat case report dengan topik
Modalitas Radiografi Untuk Menilai Karies dan Fraktur Pada Gigi. Maka dari itu,
case report ini dibuat untuk memenuhi tugas tersebut. Diharapkan case report ini
dapat memberikan manfaat kepada para pembacanya.
Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penyampaian kata atau
maksud dalam makalah ini. Case report ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk bahan perbaikan.

Jimbaran, 28 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 5
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 7
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10
4.1 Tinjauan Karies dan Fraktur ........................................................................ 10
4.1.1 Karies .................................................................................................... 10
4.1.2 Fraktur ................................................................................................... 11
4.2 Radiografi Dua Dimensi .............................................................................. 14
4.2.1 Full-Mouth Intraoral Radiograph (IO) ................................................ 14
4.2.2 Panoramic Radiograph (OPT) ............................................................. 16
4.3 Radiografi Tiga Dimensi ............................................................................. 18
4.3.1 Cone Beam Computed Tomography (CBCT) ....................................... 19
4.4 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi Karies dan
Fraktur ............................................................................................................... 21
4.4.1 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi Karies
....................................................................................................................... 21
4.4.2 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi Fraktur
....................................................................................................................... 22
4.4.3 Perbandingan Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam
Menilai Gigi Karies dan Fraktur .................................................................... 23
BAB V SIMPULAN ............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
LAMPIRAN…………………………………………………………………......30

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penampakan radiografi intraoral (IO) seluruh mulut dari radiografi


periapikal ............................................................................................................. 5
Gambar 2. Radiografi panoramik (OPT) ........................................................... 6
Gambar 3. Bagian full-mouth cone beam computer tomography (CBCT) bagian
horizontal, sagital, dan transversal dari gigi premolar dan molar kiri atas pertama
dan kedua. ........................................................................................................... 6
Gambar 4. Tabel perbandingan hasil parameter antar metode radiografi (CBCT, I-
O, dan OPT) ........................................................................................................ 7
Gambar 5. Radiografi karies oklusal gigi molar pertama. Terdapat gambaran
radiolusen pada oklusal dari enamel - tanduk pulpa. .......................................... 11
Gambar 6. Radiografi karies bukal atau lingual pada gigi premolar kedua
mandibula. Terdapat gambaran radiolusen bulat yang ditumpangkan di rongga
pulpa. ................................................................................................................... 11
Gambar 7. Radiografi panoramik ...................................................................... 17
Gambar 8. Pusat rotasi yang bergerak memungkinkan berkas sinar-X terus
terfokus saat kepala tabung dan reseptor gambar bergerak secara bersama. ...... 18
Gambar 9. Konfigurasi geometri dan mekanika cone beam Computed tomography
(CBCT)................................................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di bagian kepala dan leher (head and neck), terdapat rongga mulut yang
mempunyai beragam fungsi bagi kehidupan manusia. Rongga mulut memiliki
mikrobiota terbesar dan beragam kedua setelah usus yang menampung lebih
dari 700 spesies bakteri. Terdapat banyak mikroorganisme yang meliputi
bakteri, jamur, virus dan protozoa pada rongga mulut. Mulut dengan berbagai
relungnya merupakan habitat yang sangat kompleks bagi mikroba pada
permukaan keras gigi dan jaringan lunak mukosa mulut. Selain menjadi titik
awal pencernaan, mikrobioma mulut sangat penting dalam menjaga kesehatan
mulut dan sistem (Deo PN & Deshmukh R., 2019). Bakteri atau
mikroorganisme tersebut tidak akan menimbulkan masalah apabila kadarnya
tidak melebihi batas normal. Karies gigi adalah salah satu penyakit mulut
diperantarai oleh mikroba yang paling umum terjadi pada manusia (Chen X.
dkk, 2020).
Karies pada gigi memiliki pengertian sebagai suatu infeksi penyakit
multifaktorial yang disebabkan karena mikroorganisme pada rongga mulut
yang tidak seimbang, sehingga merusak struktur gigi. Karies juga menyebabkan
gigi berlubang, gigi berubah warna (coklat kehitaman), gigi menyusut, bahkan
dapat membuat suatu gigi harus di ekstraksi (Vimal K. Sikri, 2017). Selain
karies, terdapat pula permasalahan lainnya pada gigi yaitu fraktur. Trauma yang
disertai fraktur gigi memerlukan perhatian segera, tidak hanya karena kerusakan
pada gigi tetapi juga karena efek psikologis dari trauma tersebut. Fraktur
koronal mewakili 26-76% cedera gigi pada gigi permanen. Penyebab utama
trauma adalah jatuh, benturan, kekerasan olahraga, dan kecelakaan lalu lintas di
jalan raya (Mahesh C. M. dkk, 2019).
Seorang dokter gigi harus memiliki kemampuan untuk mendiagnosa gigi
fraktur dan gigi karies karena hal tersebut merupakan kemampuan dasar yang
penting dimiliki. Salah satu cara untuk mendiagnosis karies maupun fraktur
gigi adalah dengan cara radiografi (Vimal K. Sikri, 2017). Radiografi gigi

1
adalah representasi atau gambaran 2d (dua dimensi) dari objek 3d (tiga dimensi)
yang dihasilkan oleh aliran sinar-X melalui gigi dan struktur pendukungnya.
Radiografi gigi merupakan komponen penting dalam perawatan pasien yang
komprehensif. Radiografi memungkinkan para profesional dibidang gigi untuk
mengidentifikasi banyak kondisi yang tidak terlihat secara klinis. Pemeriksaan
mulut tanpa pemeriksaan gigi radiografi membatasi pengetahuan praktisi gigi
untuk yang terlihat hanya secara klinis yaitu gigi dan jaringan lunak. Dengan
menggunakan radiografi gigi, dokter gigi professional memperoleh banyak
informasi tentang gigi dan struktur tulang penunjangnya (Joen M. I. & Laura J.
H., 2012).
Adapun pemeriksaan radiografi yang dapat digunakan yaitu radiografi
intraoral dan radiografi panoramik (tergolong pada two-dimensional atau
pencitraan dua dimensi) serta CBCT (cone beam computerized tomography
yang tergolong pada three-dimensional) (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Pemeriksaan radiografi intraoral merupakan pemeriksaan radiografi gigi dan
struktur intraoral disekitarnya. Pemeriksaan radiografi intraoral memerlukan
penggunaan reseptor gambar intraoral. Reseptor intraoral ditempatkan di
dalam mulut untuk memeriksa gigi dan struktur pendukungnya. Kemudian
panoramic imaging adalah teknik ekstraoral yang digunakan untuk memeriksa
rahang atas dan mandibula dalam satu proyeksi. Dalam pencitraan panorama,
reseptor dan kepala tabung berputar mengelilingi pasien, menghasilkan
serangkaian gambar individual. Ketika gambar-gambar tersebut digabungkan,
gambaran keseluruhan rahang atas dan mandibula akan tercipta (Joen M. I. &
Laura J. H., 2012). Selanjutnya, cone beam computed tomography (CBCT)
telah diperkenalkan dan lebih banyak dipakai dalam berbagai disiplin ilmu
kedokteran gigi. CBCT tiga dimensi dapat memberikan akurasi yang lebih
tinggi dan jumlah informasi yang lebih banyak dibandingkan modalitas
pencitraan dua dimensi. Namun, penggunaan CBCT dibatasi oleh dosis radiasi
yang lebih tinggi dan biaya tambahan. Oleh karena itu, penggunaan CBCT
harus dibatasi jika penggunaannya akan memberikan manfaat yang signifikan
bagi pasien (Schmidt J.C. dkk, 2019).

2
Oleh karena itu, makalah yang berbentuk case report ini dibuat sesuai
dengan fakta serta penelitian yang ada. Sehingga penulis dan pembaca dapat
mengetahui dan mengerti lebih lanjut mengenai jenis radiografi, gambaran
radiografi, serta metode radiografi untuk menilai karies dan fraktur gigi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah metode atau proses radiografi serta hasil radiografi pada
penilaian karies serta fraktur pada gigi?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis radiografi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
menilai karies serta fraktur pada gigi?
1.2.3 Bagaimana perbandingan dari radiografi dua dimensi dan tiga dimensi
untuk menilai karies serta fraktur pada gigi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui metode atau proses radiografi serta hasil radiografi
pada penilaian karies serta fraktur pada gigi.
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis radiografi yang dapat digunakan sebagai
alat untuk menilai karies serta fraktur pada gigi.
1.3.3 Untuk mengetahui perbandingan dari radiografi dua dimensi dan tiga
dimensi untuk menilai karies serta fraktur pada gigi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penulisan makalah ini dapat menambah dan memberikan
pengetahuan baru bagi mahasiswa kedokteran gigi terkait dengan
gambaran radiografi, jenis radiografi, serta perbandingan dari beberapa
radiografi untuk menilai karies dan fraktur gigi berdasarkan kasus nyata.
b. Menambah dan memberikan wawasan baru bagi masyarakat luas
seputaran radiografi maupun karies berdasarkan kasus nyata.
c. Hasil akhir makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi makalah lain
di masa depan yang berhubungan dengan modalitas radiografi untuk
menilai karies dan fraktur gigi.

3
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat yang ditujukan untuk mahasiswa yaitu, dapat memberikan
suatu pemahaman baru khususnya untuk mahasiswa kedokteran gigi
terkait dengan modalitas radiografi khususnya untuk menilai karies
dan fraktur gigi.
b. Manfaat yang ditujukan untuk masyarakat luas yaitu, dapat
memberikan dan meningkatkan pengetahuan baru sehingga
masyarakat luas dapat mengerti terkait dengan modalitas radiografi
khususnya untuk menilai karies dan fraktur gigi.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang wanita Kaukasia berusia 53 tahun datang ke Klinik gigi (Klinik


Gigi Perawatan Dasar di Universitas Basel, Swiss) untuk perawatan periodontal.
Pasien memberikan persetujuannya untuk publikasi materi pasien. Pasien
menderita diabetes melitus tipe 2 (nilai HbA1c 7,1). Evaluasi riwayat merokoknya
menunjukkan bahwa ia adalah seorang perokok dengan konsumsi harian 10 batang
rokok selama 34 tahun, yaitu kurang lebih 17 bungkus per tahun. Gigi 18, 17, 28,
35, 37 dan 46 (sistem penomoran FDI) hilang. Selain itu, gigi 45 dan 47 masing-
masing telah diganti dengan implan. Pemeriksaan klinis menunjukkan peningkatan
kedalaman probing pocket (PPD) hingga 7 mm, grade I FI dan perdarahan saat
probing sebesar 23%. Ketidaksesuaian restorasi pada gigi 11 dan 48 terdeteksi dan
gigi 37 menunjukkan karies primer serviks.2 kecuali gigi yang dirawat saluran
akarnya. IO disiapkan untuk alasan diagnostik di klinik kami (Gambar 1). Sekitar
empat minggu sebelumnya, gambar OPT dan CBCT seluruh mulut telah dilakukan
(Gambar 2 dan 3). Diagnosis periodontalnya adalah periodontitis kronik lokal parah
(perokok). Berdasarkan klasifikasi penyakit periodontal saat ini, diagnosisnya
adalah “periodontitis stadium III/grade B”. Diagnosis karies adalah karies primer
pada gigi 37 (Schmidt J.C. dkk, 2019).

Gambar 1. Penampakan Radiografi Intraoral (IO) Seluruh Mulut dari Radiografi


Periapikal

5
Gambar 2. Radiografi Panoramik (OPT)

Gambar 3. Bagian Full-Mouth Cone Beam Computer Tomography (CBCT)


Bagian Horizontal, Sagital, dan Transversal Dari Gigi Premolar dan Molar Kiri
Atas Pertama dan Kedua.

Gigi 48 diekstraksi dan gigi 11 dan 37 direstorasi dengan tambalan


komposit. Selanjutnya, perawatan periodontal non-bedah (scaling sistematis dan
root planing) dilakukan pada semua gigi yang terkena dengan menggunakan
perangkat ultrasonik dan instrumen tangan dengan anestesi lokal. Revaluasi kondisi
periodontal setelah tiga bulan menunjukkan PPD <6 mm. Pasien dirujuk untuk
terapi periodontal suportif (SPT) setiap tiga bulan. Pemeriksaan lanjutan
memastikan situasi stabil (PPD 2-5 mm) hampir delapan tahun setelah perawatan
periodontal awal (Schmidt J.C. dkk, 2019).

6
BAB III
PEMBAHASAN

Gambar 4. Tabel perbandingan hasil parameter antar metode radiografi (CBCT,


I-O, dan OPT)

Analisis hasil gambar OPT dan I-O dilakukan menggunakan kotak lampu,
kaca pembesar gigi, kaca pembesar konvensional, dan penggaris milimeter,
sedangkan hasil gambar CBCT dianalisis melalui aspek aksial, sagital dan coronal
menggunakan perangkat lunak 3D i-Dixel-3DX. Perangkat lunak ini berfungsi
untuk meningkatkan kualitas gambar dan melakukan analisis tambahan, seperti
angulasi dan pengukuran panjang. Selain itu, ukuran slide, cahaya, dan kontras juga
dapat disesuaikan pada perangkat lunak. Tabel di atas menunjukkan perbandingan
setiap gambar radiografi, yaitu CBCT dengan I-O, CBCT dengan OPT, dan I-O
dengan OPT). Selain itu, hasil perbandingan dari setiap gambar radiografi
dikategorikan menjadi sesuai (CBCT = I-O, CBCT = OPT, I-O = OPT), superioritas
(CBCT > I-O, CBCT > OPT, I-O > OPT), atau inferioritas (CBCT < I-O, CBCT <
OPT, I-O < OPT). CBCT dianggap sebagai standar emas jika dibandingkan dengan
radiografi dua dimensi. Namun, jika membandingkan radiografi dua dimensi, IO
yang dianggap sebagai standar emas (Schmidt J.C. dkk, 2019).
CBCT lebih unggul dibandingkan I-O pada 10 dari 14 parameter, meliputi
dehiscence, fenestrasi, cacat tulang vertikal, jumlah dinding tulang, keterlibatan

7
furkasi, kedekatan akar, fusi akar, anatomi saluran akar, penampang saluran akar,
dan status periapikal. Kesesuaian antara CBCT dan I-O ditemukan pada 2
parameter, yaitu jumlah akar dan pengisian saluran akar, sedangkan inferioritas
CBCT terhadap I-O ditemukan pada 2 parameter, yaitu karies dan kualitas restorasi.
Jika dibandingkan dengan OPT, CBCT lebih unggul dalam 12 dari 14 parameter
(86%) dan inferioritas ditemukan dalam 2 parameter, yaitu karies dan kualitas
restorasi. Perbandingan antara I-O dan OPT menunjukkan keunggulan I-O pada 10
dari 14 parameter dan kesesuaian pada empat parameter, yaitu dehiscence,
fenestrasi, jumlah dinding tulang, dan penampang saluran akar (Schmidt J.C. dkk,
2019).
Dengan membandingkan ketiga metode radiografi secara bersamaan,
keunggulan CBCT terhadap I-O dan OPT ditemukan pada 10 dari 14 parameter,
yaitu: dehiscence, fenestrasi, defek tulang vertikal, dinding tulang, keterlibatan
furkasi, kedekatan akar, fusi akar, anatomi saluran akar, penampang saluran akar,
dan status periapikal. Sebaliknya, CBCT menunjukkan inferioritas terhadap I-O dan
OPT dalam karies dan kualitas restorasi (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Dari hasil penilaian, CBCT lebih unggul dibandingkan metode radiografi
dua dimensi dan I-O menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan OPT.
Perbedaan antara metode radiografi lebih mudah untuk terdeteksi ketika gigi rahang
atas dinilai dibandingkan gigi rahang bawah. Hal ini dikarenakan anatomi akar gigi
dari rahang atas yang memiliki akar palatal, dimana akar tersebut sulit atau bahkan
tidak dapat dinilai dengan menggunakan radiografi dua dimensi. Selain itu,
keakuratan diagnostik metode radiografi juga bergantung pada fungsinya, yaitu
digunakan untuk mendiagnosis karies atau menilai parameter endodontik atau
periodontal (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Pada perimeter diagnosis karies dan penilaian restorasi, I-O menunjukkan
akurasi tertinggi (I-O > OPT > CBCT). Pada nilai diagnostik CBCT, akurasi
dibatasi oleh adanya artefak dan goresan dari restorasi dan implan. Secara
keseluruhan, tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat lebih dari CBCT
dibandingkan I-O dalam menilai struktur mahkota gigi dan mendiagnosis karies.
Nilai diagnostik OPT dalam deteksi karies juga lebih rendah dibandingkan I-O.

8
Dengan demikian, pemeriksaan radiografi I-O tetap menjadi standar emas untuk
mendeteksi karies dalam praktik kedokteran gigi (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Lalu, pada perimeter kemampuan deteksi morfologi saluran akar dan lesi
periapikal, CBCT memberikan informasi yang paling lengkap dan I-O
menunjukkan keunggulan dibandingkan OPT (CBCT > I-O > OPT). Tambahan
ataupun struktur saluran akar yang kompleks, seperti saluran akar berbentuk C atau
saluran mesiobukal kedua pada gigi geraham atas, dapat dideteksi menggunakan
CBCT resolusi tinggi. Namun, kapasitas resolusi dapat membatasi deteksi saluran
akar aksesori yang sempit, fraktur akar, dan perforasi akar. CBCT menunjukkan
lebih banyak akar dan lesi apikal yang terdeteksi dibandingkan dengan modalitas
radiografi dua dimensi. Namun, diagnosis akhir dapat ditegakkan melalui gambar
dua dimensi ataupun tiga dimensi, karena diferensiasi granuloma dan kista radikuler
tidak mungkin dilakukan. Dengan demikian, temuan radiografi dari lesi periapikal
harus dipertimbangkan dalam konteks temuan klinis untuk memperkirakan
relevansi dengan radiolusensi apical (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Penggunaan CBCT dan I-O dapat lebih diandalkan dalam penilaian
kerusakan tulang vertikal (CBCT > I-O > OPT). Cacat tulang vertikal merupakan
faktor risiko hilangnya perlekatan lebih lanjut dan relevan untuk menjadi penilaian
prognosis terkait gigi. Keunggulan I-O dibandingkan dengan OPT adalah I-O dapat
mengkonfirmasi manfaat gambar periapikal untuk prognosis dan perencanaan
pengobatan cacat tulang vertikal. Selain itu, CBCT dan I-O menunjukkan
keunggulan dalam evaluasi horizontal yaitu furkasi, defek, kedekatan akar, dan fusi
akar pada gigi rahang atas (CBCT > I-O > OPT). Selama perawatan periodontal
non-bedah, diagnosis furkasi radiologis biasanya menggunakan I-O. Namun,
setelah perawatan non-bedah, gigi dengan keterlibatan furkasi mungkin
menunjukkan peningkatan PPD sehingga memerlukan pembedahan. Perencanaan
terapi bedah memerlukan evaluasi yang memadai terhadap kehilangan tulang
interfurkal, tulang inter, dan periradikular di sekitar setiap akar. Penilaian dan/atau
efek yang tumpang tindih pada radiografi dua dimensi dapat mengganggu analisis
adanya keterlibatan furkasi. Sebaliknya, CBCT memungkinkan penilaian yang
memadai terhadap situasi periodontal rahang atas untuk perencanaan perawatan
(Schmidt J.C. dkk, 2019).

9
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Tinjauan Karies dan Fraktur


4.1.1 Karies
Karies gigi adalah penyakit kronis yang umum terjadi pada gigi.
Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang utama secara global.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri kariogenik, terutama Streptococcus
Mutans, yang melekat pada gigi. Bakteri ini melakukan metabolisme pada
gula yang terdapat dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi,
menghasilkan asam sebagai produk sampingannya. Akibatnya, struktur
gigi mengalami proses demineralisasi seiring berjalannya waktu (Rathee
M., 2023).
Tanda klinis awal dari penyakit ini adalah munculnya bintik putih,
yang menunjukkan adanya demineralisasi di bawah permukaan enamel.
Permukaan enamel sendiri menjadi lebih sedikit mineral. Jika paparan
asam terus berlanjut, permukaan enamel yang tadinya mulus dapat
menjadi kasar. Pada tahap akhir, dapat terjadi pembentukan mikrokavitasi
dan kavitasi pada enamel. Waktu rata-rata perkembangan lesi karies yang
terlihat secara radiografi di dalam enamel diperkirakan mencapai tiga
hingga empat tahun, walaupun perkembangan lesi dapat sangat bervariasi
dan memiliki potensi untuk mengalami perburukan. Selama proses
perkembangan karies, dentin juga akan kehilangan mineral dan mengalami
invasi bakteri, yang kemudian akan merangsang pembentukan dentin
sekunder untuk melindungi pulpa (Pitts NB, 2021).
Karies dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu karies primer dan karies
sekunder. Karies primer adalah kondisi karies yang terjadi di area gigi
yang sebelumnya belum pernah mengalami kerusakan karies. Ini
merupakan penyakit kompleks yang melibatkan demineralisasi jaringan
keras gigi, seperti enamel, dentin, dan sementum, dan terjadi pada
permukaan gigi yang belum pernah diobati sebelumnya. Sementara itu,
karies sekunder adalah karies yang muncul di sekitar tepi tambalan gigi

10
yang sudah ada. Karies sekunder dapat disebabkan oleh penumpukan plak
yang biasanya terletak di antara tambalan gigi dan gigi itu sendiri, yang
dapat menyebabkan kerusakan pada tepi tambalan tersebut (Rathee M.,
2023).

Gambar 5. Radiografi karies oklusal gigi molar pertama. Terdapat


gambaran radiolusen pada oklusal dari enamel - tanduk pulpa.

Gambar 6. Radiografi karies bukal atau lingual pada gigi premolar


kedua mandibula. Terdapat gambaran radiolusen bulat yang
ditumpangkan di rongga pulpa.

4.1.2 Fraktur
Fraktur gigi biasanya terjadi karena cedera traumatis pada gigi dan
struktur mulut. Gambaran klinis yang dominan adalah sensitivitas dan
nyeri pada gigi yang retak. Fraktur gigi yang melibatkan pulpa dapat
menimbulkan lesi periapikal yang memerlukan pemeriksaan radiologi.

11
Penatalaksanaan patah gigi meliputi restorasi gigi yang patah atau
perawatan saluran akar pada gigi patah yang terdapat lesi periapikal
(Patnana, et al., 2023).
Patah gigi sebagian besar melibatkan gigi depan pada rahang atas
karena posisinya yang berada di rongga mulut. Penyebab paling umum
adalah aktivitas olahraga, kecelakaan lalu lintas, dan kekerasan fisik.
Tergantung pada intensitas kejadiannya, gigi mungkin terkelupas, terkilir
sebagian atau seluruhnya, atau bahkan terlepas dari rongga mulut.
Patahnya gigi memerlukan penanganan segera untuk mengembalikan
fungsi dan kosmetiknya (Patnana, et al., 2023).
Fraktur gigi diklasifikasikan ke dalam kategori berikut berdasarkan
jaringan fraktur dan keterlibatan pulpa (Patnana, et al. 2023):
1) Email infraction adalah retakan mikro pada email tanpa kehilangan
struktur gigi yang biasanya tidak menunjukkan gejala. Rekahan ini
didiagnosis melalui transiluminasi dan harus dibedakan dari retakan
serangan termal. Pada pemeriksaan klinis, gigi tersebut menunjukkan
respon normal terhadap tes vitalitas pulpa, tidak ada mobilitas gigi,
dan tidak ada keterlibatan jaringan periapikal; oleh karena itu, tidak
ada kepekaan terhadap perkusi.
2) Fraktur email (fraktur mahkota tanpa komplikasi) terbatas pada email
tanpa memperlihatkan dentin atau pulpa. Fraktur jenis ini biasanya
terletak pada sudut proksimal atau tepi insisal daerah anterior. Tes
sensibilitas pulpa dan mobilitas gigi biasanya normal. Pemeriksaan
radiografi akan menunjukkan perluasan kehilangan email.
3) Fraktur email-dentin (fraktur mahkota tanpa komplikasi)
menunjukkan hilangnya email dan dentin secara nyata tanpa
memperlihatkan pulpa gigi. Saat melakukan pemeriksaan klinis,
dokter gigi biasanya akan menemukan gigi vital yang tidak sensitif
terhadap perkusi dan tidak memiliki mobilitas.
4) Fraktur email-dentin dengan pulpa terbuka (fraktur mahkota dengan
komplikasi) didiagnosis secara klinis dengan mengamati hilangnya
struktur mahkota dan terbukanya pulpa. Gigi biasanya sensitif

12
terhadap udara, suhu, dan tekanan; namun, pengujian pulpa umumnya
positif kecuali terjadi cedera luksasi secara bersamaan. Fraktur akar
mahkota meluas ke apikal hingga ke persimpangan sementoenamel
dan mungkin melibatkan pulpa atau tidak. Diagnosis ditegakkan
secara klinis dan radiografi. Fraktur ini meluas ke bawah margin
gingiva, namun perluasan apikalnya umumnya sulit untuk
divisualisasikan. Fragmen ini hadir hampir sepanjang waktu dan
bersifat mobile. Jika hal ini terjadi, pasien akan mengeluh kepekaan
terhadap perkusi dan tekanan. Jika bagian tersebut hilang, gigi dapat
bereaksi seperti patahnya mahkota, tergantung pada keterlibatan
pulpa. Rontgen yang direkomendasikan meliputi rontgen periapikal
paralel, dua gambar tambahan dengan sudut berbeda (vertikal dan
horizontal), dan rontgen oklusal. CT cone-beam dianjurkan karena
memungkinkan analisis fraktur secara menyeluruh dan alternatif
pengobatan.
5) Fraktur akar mengenai dentin, pulpa, dan sementum, dapat bersifat
horizontal, oblik, atau keduanya. Temuan klinis meliputi perdarahan
dari sulkus gingiva, nyeri tekan pada perkusi, dan fragmen mahkota
gigi yang dapat bergerak, yang mungkin tergeser. Tes pulpa mungkin
negatif pada awalnya karena cedera saraf sementara atau permanen.
Pemeriksaan radiografi penting untuk mengidentifikasi lokasi dan
perluasan fraktur. Rontgen yang direkomendasikan meliputi radiografi
periapikal paralel, dua gambar tambahan dengan sudut berbeda (vertikal dan
horizontal), dan rontgen oklusal. CT scan cone-beam disarankan jika
radiografi di atas tidak cukup untuk diagnosis dan perencanaan pengobatan
(Bourguignon C., 2020).
Jika fragmen gigi hilang pada salah satu kasus yang disebutkan di
atas dan pasien menunjukkan lesi jaringan lunak, rontgen lebih lanjut pada
bibir dan pipi dianjurkan untuk mencari bagian yang hilang tersebut
(Bourguignon C., 2020).

13
4.2 Radiografi Dua Dimensi
Radiografi dental dua dimensi merupakan teknik pencitraan radiologi yang
digunakan dalam kedokteran gigi untuk memvisualisasikan struktur gigi, mulut,
dan rahang dalam dua dimensi. Ini memberikan gambaran yang detail tentang
berbagai aspek anatomi mulut dan membantu dokter gigi dalam mendiagnosis
masalah gigi dan mulut. Radiografi intraoral dan periapikal merupakan contoh
dari radiografi dua dimensi. Radiografi intraoral merupakan pemeriksaan gigi
dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut
pasien. Pemeriksaan radiologi intraoral dibagi menjadi tiga jenis yaitu
pemeriksaan bitewing, periapikal, dan oklusal. Radiografi panoramik merupakan
teknik yang menghasilkan gambar dua dimensi rahang atas dan mandibula serta
struktur pendukungnya. Beberapa kelebihan radiografi panoramik adalah dapat
menilai dan mengevaluasi kondisi umum rahang dan struktur anatominya hanya
dengan satu foto yang diambil dalam jangka waktu singkat dan dengan dosis
radiasi yang rendah. Tampilan dua dimensi dari radiografi ini terkadang
memberikan efek yang tumpang tindih, namun jenis foto ini memberikan
pandangan anatomi yang luas dari rahang atas dan bawah daerah mandibula
sehingga sering digunakan sebagai alat skrining awal untuk diagnosis dan
perencanaan pengobatan (Fitria and Gunawan, 2022).

4.2.1 Full-Mouth Intraoral Radiograph (IO)


Radiografi gigi dapat menunjukkan struktur gigi tersembunyi seperti
gigi berlubang, anomali, massa ganas, gigi bungsu impaksi, lesi periapikal,
dan resorpsi tulang yang tidak dapat dilihat selama pemeriksaan visual.
Full mouth intraoral radiograph atau dikenal sebagai seri mulut penuh
atau seri radiografi mulut lengkap, adalah serangkaian sinar-X intraoral
komprehensif yang dilakukan untuk memeriksa gigi pasien dan jaringan
keras yang berdekatan. Jenis radiografi ini melibatkan pengambilan
gambar semua gigi di mulut, termasuk mahkota, akar, dan struktur
pendukung (Murray, 2015). Pemeriksaan radiografi intraoral mulut penuh
lebih disarankan ketika pasien memiliki bukti klinis penyakit mulut umum

14
atau riwayat perawatan gigi yang ekstensif (American Dental Association,
2013a).
Radiografi intraoral adalah sinar X yang diambil dengan reseptor
gambar ditempatkan di dalam rongga mulut. Radiografi intraoral terdiri
atas beberapa jenis berupa periapikal (diambil dengan cara teknik paralel
atau teknik sudut dibelah dua), bitewing, dan oklusal — yaitu pada area
maksila dan mandibula, standar, lateral, dan aksial (Rozylo-Kalinowska,
2020). Radiografi periapikal diambil untuk memvisualisasikan puncak
akar, jaringan periapikal, dan tulang di sekitar gigi yang pasien mengeluh
sakit, mengalami pembengkakan, dan/atau gejala infeksi. Radiografi
bitewing secara rutin digunakan untuk mendeteksi kerusakan gigi dan
karies berulang di bawah restorasi yang ada. Radiografi oklusal diambil
untuk memvisualisasikan anatomi kerangka atau patologis baik dari dasar
mulut atau langit-langit mulut. Radiografi panorama kadang-kadang
diambil menggunakan film ekstraoral dan menunjukkan pandangan luas
dari rahang, gigi, sinus, daerah hidung, dan sendi temporomandibular dan
struktur anatomi. Radiografi digital adalah pilihan pertama yang dapat
diterima untuk diagnosis dan pengobatan patologi gigi (Murray, 2015).
Tujuan dari full-mouth intraoral radiography adalah untuk
memberikan penilaian rinci tentang kondisi gigi dan periodontal.
Pemeriksaan ini membantu dokter gigi mengidentifikasi struktur gigi
tersembunyi, pengeroposan tulang, gigi berlubang, dan kelainan lainnya.
Dengan memeriksa gambar radiografi ini, dokter gigi dapat membuat
diagnosis yang lebih akurat dan mengembangkan rencana perawatan yang
tepat. Radiografi dua dimensi konvensional adalah alat diagnostik standar
dalam kedokteran gigi dan dapat melengkapi riwayat medis dan
pemeriksaan klinis pasien. Radiografi diharapkan dapat mendukung
diagnosis, prognosis, perencanaan pengobatan, dan evaluasi pengobatan
bila diterapkan (Schmidt et al., 2019). Kelebihan teknik full-mouth
intraoral adalah visualisasi struktur gigi, identifikasi lesi dini, dan deteksi
patologi yang lebih baik. Di sisi lain, gambar intraoral memungkinkan
evaluasi yang memadai dari posisi, kelengkungan, panjang, dan kelainan

15
bentuk tulang. Radiografi intraoral sangat penting dalam kasus-kasus di
mana prosedur eksodontik diperlukan (Regalado & Legendre, 2017).

4.2.2 Panoramic Radiograph (OPT)


Radiografi panoramik adalah proyeksi ekstraoral yang paling umum
digunakan dalam praktik perawatan kesehatan gigi dan mulut secara
umum. Radiografi panoramik mengacu pada teknik untuk menghasilkan
gambar pandangan luas dari seluruh gigi dari rahang atas dan rahang
bawah dengan tulang alveolar di sekitarnya, sinus, dan sendi
temporomandibular pada satu radiografi. Istilah panorama berarti
"pandangan luas". Radiografi panoramik adalah deskriptif dari pandangan
lebar rahang atas dan rahang bawah yang dihasilkan pada satu radiografi.
Dengan demikian, gambar panorama menunjukkan rahang bawah dan
rahang atas dan rahang atas pada satu radiografi dari kondilus ke kondilus.
Teknik radiografi panoramic memanfaatkan sinar celah dan rotasi
permukaan melengkung atau datar tomografi (Thomson & Johnson, 2012).
Adapun peranan radiografi panoramik yaitu sebagai berikut:
1. Memeriksa area yang luas pada wajah dan rahang
2. Menemukan gigi yang terkena benturan atau ujung akar yang tertahan
3. Mengevaluasi trauma, lesi, dan penyakit pada rahang
4. Menilai pertumbuhan dan perkembangan
Kualitas gambar panorama, terutama dengan diperkenalkannya
pencitraan digital, terus meningkat, menunjukkan bahwa panoramic
radiografi juga dapat membantu dalam evaluasi karies besar dan penyakit
periodontal sedang. Namun, citra panorama tidak setajam dan sedetail
gambar yang dihasilkan oleh radiografi intraoral. Bila dicurigai adanya
kondisi atau penyakit tertentu, radiografi intraoral sering diresepkan
bersamaan dengan radiografi panoramik (Thomson & Johnson, 2012).
Radiografi panoramik menggambarkan banyak struktur anatomi di
luar rahang yang mungkin menimbulkan tantangan interpretasi tambahan.
Dibandingkan dengan radiografi intraoral, gambar panorama
menggambarkan area struktur anatomi mulut dan maksilofasial yang jauh

16
lebih luas. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak waktu untuk menilai
struktur-struktur pada ragiografi ini. Sangat penting untuk memiliki
pemahaman yang baik tentang anatomi normal untuk mengidentifikasi
adanya kelainan (Whaites, 2002).

Gambar 7. Radiografi Panoramik

Seperti teknik lainnya, radiografi panoramik memiliki keuntungan


dan kerugiannya jika dibandingkan dengan teknik intraoral. Keuntungan
terbesar dari radiografi panoramik adalah bahwa radiografi ini
mencitrakan area yang lebih luas dan memberikan jumlah informasi
diagnostik yang lebih banyak jika dibandingkan dengan rangkaian mulut
penuh radiografi individu dengan jumlah dosis radiasi yang lebih sedikit.
Selain itu, gambar luas yang dihasilkan oleh radiografi panoramik mudah
dipahami oleh pasien, membantu dalam penjelasan diagnosis dan rencana
perawatan yang diusulkan dengan cara yang jelas dan mudah dimengerti
(Perschbacher, 2012).
Adapun kerugian yang dimiliki oleh radiografi panoramik antara
lain yaitu berkurangnya ketajaman gambar, meningkatnya kejadian
tumpang tindih pada area kontak proksimal, terutama di daerah premolar,
ukuran dan bentuk palung fokus membatasi pencitraan hanya pada struktur
yang "sesuai" dengan lapisan gambar. Gigi dengan kemiringan labial atau
lingual mungkin tidak dapat dicitrakan dengan baik. Sampai biaya mesin
panoramic pun cukup mahal (Thomson & Johnson, 2012).

17
Radiografi panoramik didasarkan pada prinsip tomografi.
Tomografi adalah teknik radiografi khusus yang digunakan untuk
merekam gambar struktur yang terletak di dalam bidang jaringan yang
dipilih, sementara mengaburkan struktur di luar bidang yang dipilih.
Selama pencitraan panorama seperti selama tomografi, sumber sinar-x dan
reseptor gambar bergerak dalam hubungan satu sama lain. Mesin sinar-x
panoramik beroperasi dengan pasien diposisikan di antara kepala tabung
sinar-x dan kaset yang menampung reseptor gambar (Thomson & Johnson,
2012).
Sebagian besar mesin panoramik yang tersedia saat ini
menggunakan pusat rotasi yang bergerak untuk memfokuskan kembali
sinar x-ray selama gerakan untuk menghasilkan gambar. Semua gambar
panorama memiliki perbesaran gambar antara 10% dan 30%, tergantung
di mana letak struktur dalam hubungannya dengan pusat irisan jaringan
yang sedang difokuskan. Hal ini diinginkan untuk menjaga pembesaran
yang melekat, bahkan di seluruh gambar (Thomson & Johnson, 2012).

Gambar 8. Pusat rotasi yang bergerak memungkinkan berkas sinar-X terus


terfokus saat kepala tabung dan reseptor gambar bergerak secara bersama.

4.3 Radiografi Tiga Dimensi


Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang
dibutuhkan untuk menentukan rencana perawatan bahkan keberhasilan

18
pemasangan implan dental. Pemeriksaan radiografi 3-dimensi Cone Beam
Computed Tomography (CBCT 3D) merupakan salah satu pemeriksaan
radiografi yang digunakan di bidang kedokteran gigi untuk menunjang
perawatan implan. Gambaran dari CBCT-3D dapat menampilkan pencitraan
tiga dimensi, sehingga didapatkan gambaran yang akurat dari anatomi
dentomaksilofasial, tinggi dan lebar tulang alveolar, penyakit-penyakit yang
berada di rahang, lokasi dari struktur-struktur vital seperti kanalis mandibula,
foramen mentalis, foramen mandibula, foramen insisivus, dan sinus maksilaris.
Selain informasi yang akurat tentang anatomi internal, hubungan antara lesi
dan margin kortikal serta akar gigi dapat pula ditentukan. Pencitraan ini ideal
karena tidak didapatkan superimpose dari jaringan-jaringan yang ada di rahang
(Cakrawala,2021).
CBCT 3D termasuk teknologi baru sehingga memiliki beberapa
kelebihan, yaitu dosis paparan lebih rendah, waktu paparan radiasi cepat,
peralatan lebih kecil dan ringan, radiograf tiga dimensi depan memanipulasi,
tersedia fasilitas mengukur panjang, derajat kemiringan, panjang lengkung
rahang, derajat densitas tulang, dan sebagainya. Kelebihan dari CBCT, antara
lain tampak lebih detail dalam mengganti struktur jaringan tulang sebab solusi
kontras tinggi, tidak menimbulkan rasa nyeri, akurat dan non invasif,
pemeriksaan cepat dan mudah, lebih komplit menghalangi terjadinya
superimposed dari kesan struktur superfisial atau ke dalam area fokus pada
pasien, merencanakan operasi pre-implan secara efektif,dan mengurangi waktu
operasi sebagai hasil diagnostik yang akurat (Farina Pramanik & Ria N.
Firman,2015).

4.3.1 Cone Beam Computed Tomography (CBCT)


Cone Beam Computed Tomography (CBCT) adalah teknik
pencitraan medis yang menggunakan sinar-X untuk menghasilkan gambar
tiga dimensi dari struktur tubuh khususnya pada daerah kepala dan leher.
CBCT menggunakan prinsip dasar tomografi terkomputasi, yaitu sinar-X
yang dipancarkan ke pasien dan kemudian direkam oleh detektor. Data
proyeksi yang dihasilkan kemudian diproses oleh komputer untuk

19
menghasilkan tampilan penampang yang lebih rinci dari area yang
dicitrakan (Nikita K, dkk., 2020).

Gambar 9. Konfigurasi geometri dan mekanika Cone Beam Computed


Tomography (CBCT)

Konfigurasi geometris dan mekanika cone computer tomography


(CBCT) melibatkan platform berputar atau gantry dengan sumber dan
detektor sinar-X. Sumber sinar-X memancarkan sinar radiasi yang
berbentuk kerucut atau piramida yang melewati wilayah yang diinginkan
(ROI), sedangkan sinar radiasi yang dilemahkan diproyeksikan ke sisi
berlawanan dari detektor sinar-X. Sumber dan detektor sinar-X berputar di
sekitar pusat rotasi tetap dalam ROI, dan beberapa gambar proyeksi bidang
berurutan diperoleh selama rotasi (Nikita K, dkk., 2020).
Konfigurasi geometris memungkinkan perolehan data volume,
yang kemudian direkonstruksi menggunakan algoritma komputer untuk
menghasilkan gambar penampang. Gambar yang dihasilkan berwarna abu-
abu dan intensitas setiap piksel berhubungan dengan intensitas foton yang
mengenai detektor. Pencitraan CBCT mewakili cabang berbeda dari
pencitraan CT yang menggunakan peralatan pencitraan multidetector
computerized tomography (MDCT) (Nikita K, dkk., 2020).
Mekanisme pencitraan CBCT meliputi pembangkitan sinar-X,
deteksi sinar-X, dan rekonstruksi gambar. Parameter pembangkitan sinar-

20
X seperti stabilisasi dan posisi pasien mempengaruhi kualitas gambar dan
dosis radiasi pasien. Detektor sinar-X yang mampu mengumpulkan berkas
digunakan untuk menangkap radiasi yang dilemahkan, dan algoritma
komputer merekonstruksi gambar proyeksi yang dihasilkan menjadi
volume tiga dimensi (Nikita K, dkk., 2020).
Cara kerja CBCT dimulai dengan sinar-X yang dihasilkan oleh
generator sinar-X pada unit CBCT. Sinar-X kemudian melewati pasien
dan direkam oleh detector sinar-X yang terletak di sisi berlawanan. Data
proyeksi tersebut kemudian diolah oleh algoritma rekonstruksi untuk
menghasilkan gambar tiga dimensi yang akurat. Selama pemindaian
CBCT, pasien ditempatkan di tengah-tengah FOV (Field of View). Sinar-
X yang dihasilkan oleh generator kemudian sinar-X akan membentuk
kerucut atau piramida yang divergen dan mengenai daerah yang akan
disajikan. Sinar-X yang telah melewati pasien kemudian direkam oleh
detektor sinar-X yang terletak di sisi yang berlawanan (Nikita K. dkk.,
2020).

4.4 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi Karies dan
Fraktur
4.4.1 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi Karies
Radiografi intraoral (IO) dan panoramik (OPT) merupakan radiografi
dua dimensi. Dalam menilai gigi karies dengan radiografi, radiografi
intraoral dan panoramik yang digunakan. Radiografi dua dimensi
menghasilkan gambar dua dimensi gigi dan struktur di sekitarnya. Prinsip
dasarnya adalah bahwa sinar yang ditembakkan ke gigi akan menembus
jaringan gigi, tetapi akan diserap oleh jaringan yang lebih padat seperti
karies gigi atau tulang. Hasil dari penyerapan sinar ini akan terlihat dalam
gambar radiografi. Dengan bantuan radiografi, dokter gigi dapat mengukur
ukuran dan kedalaman karies. Ini membantu dalam menentukan sejauh
mana kerusakan gigi telah berkembang dan seberapa besar tindakan
perawatan yang diperlukan (L.Jansen, 2018).

21
CBCT adalah modalitas radiografi tiga dimensi, terdapat keuntungan
diagnostik ketika hasil radiografi dari CBCT dapat menampilkan dimensi
struktural yang tidak dapat terlihat dengan radiografi dua dimensi. CBCT
biasanya menampilkan bidang mesio-distal dan aksial gigi untuk
mendeteksi karies proksimal dan pada bidang bucco-lingual untuk
mendeteksi karies oklusal. CBCT dinilai lebih akurat untuk mengukur
kedalaman lesi, terutama untuk mendeteksi kedalaman pada lesi yang
mengenai dentin. Akurasi deteksi karies dengan CBCT pada prostesis gigi
cekat sangat bergantung pada bahan prostesis, yaitu zirconia full metal,
metal-ceramic, lithium disilicate full-ceramic, and full ceramic, dan metal-
acrylic. CBCT memiliki dosis radiasi yang tinggi dan biaya yang relatif
tinggi, sehingga pemeriksaan CBCT saat ini tidak dapat dianjurkan
sebagai metode utama (Wenzel, 2021).

4.4.2 Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam Menilai Gigi
Fraktur
Fraktur pada gigi dapat terjadi karena adanya benturan yang tiba-
tiba dan kuat pada gigi. Hal ini dapat menyebabkan patah akar gigi.
Fraktur pada gigi ini biasanya merupakan pelampiasan dari daerah
frontal dan juga kompresi ke arah lingual, palatal, dan juga arah labial
(Dogan, M.S. dkk, 2018). Dalam grafik rontgen oral tradisional dan
digital, struktur gigi terlihat dalam bentuk 2 dimensi. Tetapi dengan
menggunakan Cone Beam Computed Tomography (CBCT) struktur gigi
dan juga mulut dapat diliat pada bagian dan bidang dalam bentuk 3
dimensi (Dogan, M.S. dkk, 2018).
Dengan menggunakan CBCT gambaran seperti aksial, coronal,
sagital dan cross-sectional dapat diperoleh yang memungkinkan untuk
mengidentifikasi fraktur yang terjadi pada gigi secara rinci dan juga
akurat dan tidak melalui radiografi tradisional (Dogan, M.S. dkk, 2018).
Salah satu keuntungan bagi para dokter dengan menggunakan CBCT
adalah radiografi ini menyediakan penggunaan yang luas untuk
mengevaluasi fraktur gigi, retakan, pengukuran ukuran lesi periapikal,

22
penilaian kepadatan tulang di area lesi, beeda endodontik, perencanaan
implan, dan juga analisis sendi temporomandibular dan resorpsi.
Besarnya dosis radiasi dari CBCT ini bergantung dengan periode
pengambilan gambar dan bidang gambar. Oleh karena itu disarankan
agar gambar diambil dengan waktu yang secukupnya. Keuntungan lain
dari CBCT adalah kemampuan untuk menunjukkan potongan yang
direkonstruksi yang menghindari tulang kortikal melalui penggunaan
perangkat lunak khusus (Kurnianti, N. dkk. 2019).
Dalam menilai ataupun melihat kerusakan tulang yang ada pada
gigi radiografi IO (intra oral) memiliki sensitivitas yang berbeda dengan
cone beam computed tomography. Dimana IO atau intraoral radiografi
memiliki sensitivitas 63-67% sedangkan pada cone beam computed
tomography memiliki sensitivitas yakni 80 hingga 100% sensitivitas. Hal
ini lah yang membuat diagnosis dari cone beam computed tomography
menjadi lebih tepat daripada radiografi intraoral dalam menilai destruksi
baik pada tulang maupun pada gigi (Kurnianti, N. dkk. 2019).

4.4.3 Perbandingan Radiografi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Dalam


Menilai Gigi Karies dan Fraktur
Radiografi intraoral (IO) dan panoramik (OPT) merupakan
radiografi dua dimensi sedangkan radiografi CBCT merupakan radiografi
tiga dimensi. Mengenai diagnosis karies dan penilaian restorasi, radiografi
intraoral menunjukkan akurasi tertinggi dibanding dengan radiografi
panoramik dan radiografi CBCT (IO > OPT > CBCT). Nilai diagnostik
CBCT dibatasi oleh terjadinya beam-hardening artefak dan coretan dari
restorasi dan implan. Pada penelitian oleh Schmidt telah menyelidiki
penerapan CBCT untuk diagnosis karies. Secara keseluruhan, tidak ada
bukti yang menunjukkan manfaat CBCT dibandingkan modalitas
intraoral dalam mengevaluasi struktur mahkota gigi dan mendiagnosis
karies. Namun, beberapa penulis menemukan akurasi diagnostik yang
setara dalam deteksi karies. Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh desain
penelitian ex vivo dengan gigi manusia yang diekstraksi tidak atau

23
direstorasi secara minimal dan/atau lesi karies artifisial yang meluas
hingga ke dentin. Oleh karena itu, artefak dapat diminimalkan dan lesi
karies lanjut dapat dengan mudah dideteksi. Sesuai dengan penelitian
Schmidt, nilai diagnostik panoramik radiografi dalam deteksi karies lebih
rendah dibandingkan radiografi intraoral. Oleh karena itu, pemeriksaan
radiografi intraoral tetap menjadi standar untuk mendeteksi lesi karies
dalam praktik sehari-hari (Schmidt J.C. dkk, 2019).
Radiografi dua dimensi merupakan alat diagnosis yang paling umum
untuk mendeteksi fraktur pada gigi terutama bagian akar. Untuk
mendeteksi fraktur akar, sinar-x harus melewati garis fraktur secara
langsung. Namun, CBCT menunjukkan akurasi diagnostik yang tinggi
untuk gigi dengan fraktur akar pada sudut mana pun dibandingkan dengan
radiografi lainnya. Ketika garis fraktur tidak terletak dengan jelas oleh
radiografi intraoral hanya pada satu sudut proyeksi, radiografi intraoral
tambahan dengan sudut yang berbeda dapat meningkatkan deteksi
(Maryam G. dkk, 2020).
Protokol pencitraan ULD CBCT (ultralow dose cone beam
computed tomography) memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi
diagnostik tertinggi untuk mendeteksi HRF (horizontal root fracture) di
setiap sudut dan lokasi. Prosedur diagnostik dalam kasus dugaan HRF
harus mencakup evaluasi klinis dan radiografi yang komprehensif.
Pemeriksaan radiografi HRF secara tradisional mengandalkan IOR
(intraoral radiography) tetapi menunjukkan banyak kelemahan ketika
mempertimbangkan kemampuan diagnostik. Salah satu faktor penting
selama penilaian gigi fraktur adalah penentuan lokasi yang tepat dari garis
fraktur. Pengenalan CBCT telah menciptakan kemungkinan diagnostik
baru dalam kedokteran gigi dan penggunaannya dalam deteksi fraktur
telah meningkat secara konstan karena sifat gambar 3D yang
memungkinkan visualisasi garis fraktur yang jelas tanpa superimposisi,
dan dengan demikian memungkinkan diagnosis yang lebih spesifik. Dalam
beberapa tahun terakhir, rekomendasi CBCT dalam protokol diagnostik
untuk cedera gigi traumatis telah meningkat. American Association of Oral

24
and Maxillofacial Radiologists (AAOMR), American Association of
Endodontics (AAE), dan International Association of Dental
Traumatology (IADT) telah merekomendasikan penggunaan CBCT dalam
kasus-kasus ketika radiografi konvensional menghasilkan hasil yang tidak
meyakinkan atau ketika fraktur berada di sepertiga tengah akar, untuk
menentukan tingkat oblique fraktur. Namun, dosis radiasi yang diberikan
kepada pasien adalah masalah kesehatan masyarakat luas dan sangat
penting. Oleh karena itu, optimalisasi protokol CBCT adalah wajib untuk
mengurangi dosis yang diberikan kepada pasien dengan penyediaan
kualitas diagnostik terbaik (Sayed M. dkk, 2019).

25
BAB V
SIMPULAN

Pada student project ini, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh dari
mikroorganisme di dalam mulut dan peran radiografi dalam mendiagnosis karies
gigi dan fraktur gigi. Pada paper student project ini terdapat perbandingan antara
keuntungan dan kerugian dari berbagai metode radiografi, termasuk Cone Beam
Computed Tomography (CBCT), Radiografi intraoral (I-O), dan Radiografi
panoramik (OPT). CBCT terbukti lebih unggul dalam menilai berbagai parameter
seperti kedekatan akar, dan fusi akar, sedangkan untuk I-O dinyatakan ebih akurat
dalam menilai karies dan restorasi. Pada paper ini juga menekankan pentingnya
pemeriksaan radiografi dalam mengidentifikasi lokasi dan luasnya fraktur gigi,
kemudian direkomendasikan dengan CBCT karena adanya kemampuan pencitraan
tiga dimensi yang dimiliki oleh CBCT. Namun, dosis radiasi yang tinggi dan biaya
CBCT dapat membatasi penggunaannya sebagai metode utama. Secara
keseluruhan, pada paper ini membahas manfaat diagnostik CBCT dalam
mendeteksi fraktur akar dan memberikan rekomendasi untuk penggunaannya pada
cedera gigi traumatis.
Perbandingan radiografi dua dimensi dan tiga dimensi mengenai diagnosis
karies dan penilaian restorasi, radiografi intraoral menunjukkan akurasi tertinggi
dibanding dengan radiografi panoramik dan radiografi CBCT (IO > OPT > CBCT).
Nilai diagnostik panoramik radiografi dalam deteksi karies lebih rendah
dibandingkan radiografi intraoral. Oleh karena itu, pemeriksaan radiografi
intraoral tetap menjadi standar untuk mendeteksi lesi karies dalam praktik sehari-
hari.
Salah satu faktor penting selama penilaian gigi fraktur adalah penentuan
lokasi yang tepat dari garis fraktur. Pengenalan CBCT telah menciptakan
kemungkinan diagnostik baru dalam kedokteran gigi dan penggunaannya dalam
deteksi fraktur telah meningkat secara konstan karena sifat gambar 3D yang
memungkinkan visualisasi garis fraktur yang jelas tanpa superimposisi, dan dengan
demikian memungkinkan diagnosis yang lebih spesifik.

26
DAFTAR PUSTAKA

American Dental Association. (2013a). Dental Radiographic Examinations:


Recommendations for Patient Selection and Limiting Radiation Exposure.
U.S. Department of Health and Human Services.
American Dental Association. (2013b). Healthy Mouth.
Bourguignon C, Cohenca N, Lauridsen E, Flores MT, O'Connell AC, Day PF,
Tsilingaridis G, Abbott PV, Fouad AF, Hicks L, Andreasen JO, Cehreli ZC,
Harlamb S, Kahler B, Oginni A, Semper M, Levin L. International
Association of Dental Traumatology guidelines for the management of
traumatic dental injuries: 1. Fractures and luxations. Dent Traumatol. (2020)
Aug;36(4):314-330.
Cakrawala. (2021). Deteksi Tulang Alveolar pada Dental Cone Beam Computed
Tomography, jurnal universitas Airlangga.
Chen X, Daliri EB, Kim N, Kim JR, Yoo D, Oh DH. (2020). Microbial Etiology
and Prevention of Dental Caries: Exploiting Natural Products to Inhibit
Cariogenic Biofilms. Pathogens. 9(7):569.
Deo PN & Deshmukh R. (2019) Oral microbiome: Unveiling the fundamentals. J
Oral Maxillofac Pathol. 23(1):122-128.
Dogan, M.S., dkk. (2018). Evaluasi Fraktur Akar dengan Cone Beam Computed
Tomography (CBCT): Sebuah Studi Epidemiologi. Journal of Clinical and
Experimental Dentistry.
Evelyn Thomson, Orlen Johnson. (2017). Essentials of Dental Radiography.
Pearson New International Edition. Tenth Edition.
Farina Pramanik & Ria N. Firman, (2015) Interpretation of cone beam computed
tomography 3-dimension in inserting dental implant at Dental Hospital of
Faculty of Dentistry Padjajaran University.
Fitria, I., Gunawan, G. (2022). The Role of Panoramic Radiographs in Determining
The Preprosthetic Treatment During Denture Fabrication - A Case Report.
Andalas Dent. J. 10, 1–7. https://doi.org/10.25077/adj.v10i1.207
Joen M. I. & Laura J. H. (2012). Dental Radiography Principles and Techniques.
4th edition.

27
Julia C. Schmidt , Claudia-Julie Gutekunst , Dorothea Dagassan-Berndt Patrick R.
Schmidlin, and Clemens Walter , (2019) , Comparison of two dimensional
and three dimensional Radiographs Using clinically Relevant Parameters.
Kurnianti, N., dkk. (2019). Evaluasi Diagnostik Lesi Endo-Perio yang Menetap
Setelah Perawatan Endodontik Menggunakan Radiografi Periapikal dan
CBCT. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM.
L.Jansen. (2018). Dental Radiography: “Principles and Techniques”.
Mahesh C. M., Manoj C. K., Radhakrishnan N., Praveena G., Drisya S. (2019).
Esthetic Management of Complicated Crown Fracture in Anterior Teeth: A
Case Report. Conservative Dentistry and Endodontic Journal. 4:49-52.
Maryam G., Mahnaz S., Maedeh A., & Moein M. G. (2020). Accuracy of digital
image enhancement in detection of vertical and horizontal root fracture.
Dental Research Journal. 17(4):266-272.
Murray, P. (2015). Oral Pathology and Imaging. In P. Murray (Ed.), A Concise
Guide to Endodontic Procedures (pp. 99–116). Springer Berlin Heidelberg.
https://doi.org/10.1007/978-3-662-43730-8_4
Nikita K, Madhu P, & Satyam J, (2020). Cone beam computed tomography: A
review. International Journal of Oral Health Dentistry
Patnana AK, Kanchan T. Tooth Fracture. [Updated 2023 May 22]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Pitts NB, Twetman S, Fisher J, Marsh PD. Understanding dental caries as a non-
communicable disease. Br Dent J. (2021) Dec;231(12):749-753.
Rathee M, Sapra A. Dental Caries. [Updated 2023 Jun 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Regalado, A., & Legendre, L. (2017). Full-Mouth Intraoral Radiographic Survey in
Rabbits. Journal of Veterinary Dentistry, 34(3), 190–200.
https://doi.org/10.1177/0898756417723145
Rozylo-Kalinowska, I. (2020). Intraoral Radiography in Dentistry. In I. Rozylo-
Kalinowska (Ed.), Imaging Techniques in Dental Radiology: Acquisition,
Anatomic Analysis and Interpretation of Radiographic Images (pp. 13–41).
Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-41372-
9_3

28
S Perschbacher. (2012). Interpretation of panoramic radiographs. Department of
Radiology, Faculty of Dentistry, The University of Toronto, Ontario, Canada.
Australian Dental Journal; 57:(1 Suppl): 40–45.
Sayed M., Eiid S., El Beshlawy D., & El Dessouky, S. The Accuracy of Intra-oral
Digital Radiography versus the State-of-art Ultra-low dose Cone Beam
Computed Tomography Protocol in the Detection of Horizontal Root
Fractures. A Diagnostic Accuracy Study. Egyptian Dental Journal.
2019;65:663-671.
Schmidt, J. C., Gutekunst, C.-J., Dagassan-Berndt, D., Schmidlin, P. R., & Walter,
C. (2019). Comparison of Two-Dimensional and Three-Dimensional
Radiographs Using Clinically Relevant Parameters. In Dentistry Journal
(Vol. 7, Issue 2). https://doi.org/10.3390/dj7020050
Thomson, E.M. & Johnson, O.N. (2012). Essentials of Dental Radiography for
Dental Assistants and Hygienists. 9th Edition. New Jersey. Pearson.
Vimal K. Sikri. (2017). Dental Caries. 1st edition.
Wenzel, A. (2021). Radiographic modalities for diagnosis of caries in a historical
perspective: from film to machine-intelligence supported systems.
Dentomaxillofacial Radiology, 50.
Whaites E. (2002). Essentials of Dental Radiography and Radiology Third Edition.
London. Elsevier Science; 25-9.

29
LAMPIRAN

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Anda mungkin juga menyukai