Anda di halaman 1dari 100

BLOK 6 SEMESTER 3

ODONTOGENIC CYST
KELOMPOK II

Tutor : Dominica Dian Saraswati S., drg. Sp. RKG, M.K.G


Ketua : Timothy Ignatius N. (2090056)
Sekretaris : Nur Muflikhatul Azizah (2090043)
Anggota : Eunike Jessica P. (2090003)
Karissa Adiela S. (2090004)
Devina Navtalia G. (2090006)
Lilian Fakhrunnisa R. (2090008)
Felicia Hilkiah W. (2090015)
Gratchia Militchia G. (2090023)
Lydia Diandra P. (2090050)
Yabest Arron Sugiarto S. (2090053)
Esty Boyong (2090057)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Odontogenic cyst” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial modul 3 blok 6 semester
3. Di dalam proses pembuatan makalah ini, tentunya ada beberapa hambatan, yaitu
dalam menyesuaikan waktu antara sesama anggota kelompok. Namun semua itu
dapat terselesaikan.
Di kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih terutama untuk Dominica Dian Saraswati S., drg. Sp.
RKG, M.K.G yang sudah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik dan tepat waktu.
Penulis tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu penulis menerima semua bentuk kritik dan saran, sehingga
makalah selanjutnya akan lebih baik dan bermanfaat bagi banyak orang.
Sekali lagi, penulis dan anggota kelompok ingin mengucapkan terima kasih
bagi semua pihak yang telah membimbing dan membantu menyelesaikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan bermanfaat bagi
banyak orang.

Bandung, 24 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Skenario……………………………………………………………1
1.3 Terminologi .....................................................................................2
1.4 Identifikasi Masalah .........................................................................4
1.5 Analisis Masalah ..............................................................................4
1.6 Hipotesis ..........................................................................................5
BAB II ISI ...............................................................................................................6
2.1 Definisi klasifikisai kista odontogenik dan non
odontogenik………………………………………………….…….6
2.2 Karakteristik dan gambaran klinis kista
……………………………………………………………………..6
2.3 Pathogenesis kista odontogenic dan kista non odontogenik
……..………………………………………………...…………...18
2.4 Gambaran radiologi kista dentigerous
………………………………………………………….………..21
2.5 Diagnosa banding kista dentigerous……………..……….……...25
2.6 Gambaran mikroskopik kista dentigerous
....................................................27
2.7 Penatalaksanaan kista……………………………………………..
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambaran radiologi kista dentigerous……………………………..14


Gambar 1.2 Gambaran radiologi kista dentigerous……………………………...15
Gambar 1.3 Gambaran radiologi kista dentigerous…………………………...…15
Gambar 1.4 Gambaran radiologi kista dentigerous…………………………...…16
Gambar 1.5 Dentigerous cyst……………………………….………………..….18
Gambar 1.6 Dentigerous cyst………………………………………..………..…18
Gambar 1.7 Dentigerous cyst secara …………………………………….……...19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ruang lingkup Ilmu Kedokteran Gigi mencakup keadaan fisiologis dan
patologis sistem stomatognatik. Beberapa kondisi patologis memiliki clinical
manifestations yang sama, walaupun mempunyai etiology, pathogenesis, dan
morphologic changes yang berbeda. Misalnya saja keadaan patologis yang berupa
tumor di dalam rongga mulut dapat mempunyai diagnosa kerja yang berbeda,
terkadang sulit dibedakan satu dengan yang lainnya, sehingga dibutuhkan beberapa
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosanya, dengan diagnosa yang
tepat dapat menetapkan prognosa dan keberhasilan terapi. Maka penting untuk
mengetahui dan memahami berbagai keadaan patologis rongga mulut dengan baik,
agar dapat menegakkan diagnosa dan melakukan penatalaksaan secara tepat,
sehingga morbiditas dan mortalitas akibat oral disease dapat diperkecil.
1.2 Skenario
Seorang Bapak B, 31 tahun datang ke RSGM yang terdekat dengan tempat
tugasnya. Bapak ini mengeluhkan rahang bawah kanannya terasa bengkak.
Keluhan dirasakan sejak 5 bulan lalu. Dokter gigi C menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang foto rontgen panoramik.
• Hasil pemeriksaan ektra oral:
- Benjolan pada angulus mandibular kanan, dengan ukuran 2x3x4 cm
- Permukaan licin, warna sama dengan jaringan sekitar.
- Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan, konsistensi keras, tidak dapat
digerakkan dari dasarnya
- Fluktuasi dan krepitasi (-)
• Hasil pemeriksaan intra oral:
- Free karies - Missing teeth : 18, 28, 38
- Restorasi komposit : 17 - 15, 22 - 27, 37- 34, 45-47
- Oral hygiene : sedang

1
2

- Unerupted 48

• Drg. C juga melakukan pemeriksaan penunjang, dengan hasil seperti yang


terlihat pada gambar di bawah ini

• Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis ditetapkanlah diagnosis klinis dan


dilakukan terapi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan mikroskopik untuk
mengkonfirmasi diagnosis klinis tersebut
3

1.3 Terminologi
1. Kista odontogenic : rongga patologis berlapis epitel dan dikelilingi oleh jaringan
ikat fibrosa yang berasal dari jaringan odontogenik yang terjadi di daerah bantalan
gigi maksila dan mandibula. (NCBI by Arvind Babu)

2. Sistem stomatognatik : kesatuan organ yang memiliki fungsi berkaitan satu dengan
lainnya meliputi mandibula,maksila sendi temporo mandibula (TMJ) struktur gigi
dan struktur pendukung lainnya (jurnal K.G Unej)

3. Clinical manofestations : gejala klinis dari beberapa jenis penyakit atau infeksi (
collins dictionary)

4. Etiology : ilmu dan studi tentang penyebab penyakit dan cara kerjanya (farlex)

5. Pathogenesis : perkembangan kondisi morbid atau penyakit, lebih khusus peristiwa


dan reaksi seluler serta mekanisme patologis lainnya yang terjadi dalam
perkembangan penyakit ( miller keane)

6. Morphologic changes : perubahan bentuk dan struktur suatu organisme atau bagian
bagiannya ( merriem webster)

7. Diagnosa : identifikasi penyakit atau cedera oleh dokter dilakukan dengan


memeriksa dan mengambil Riwayat medis pasien ( American heritage)

8. Prognosa : ramalan kemungkinan perjalanan dan hasil akhir suatu kelainan ( kamus
Dorland)

9. Rontgen panoramik : pemeriksaan dental radiografi dua dimensi yang menangkap


keseluruhan bagian mulut dalam satu gambar termasuk gigi rahang atas , ranag
bawah, dikelilingi jaringan keras dan lunak ( respository unpad)

10. Fluktuasi : bervariasi secara tidak teratur , terutama dalam jumlah ( American
heritage)

11. Krepitasi ; bunyi mengerat atau gemertak yang menunjukan adanya jaringa
degenerasi ( washfanabila dkk, padjajaran jurnal dent res student)

1.4 Identifikasi Masalah


1. Menyebutkan definisi, klasifikasi kista odontogenik dan non odontogenik
2. Karakteristik dan gambaran klinis kista.
3. Pathogenesis kista odontogenic dan non odontogenic.
4. Gambaran radiologi kista dentigerous.
5. Diagnose banding kista dentigerous .
6. Gambaran mikroskopik kista dentigerous.
7. Penatalaksanaan kista ( secara umum).
4

1.5 Analisis Masalah


1.-Mmengetahui ada tidaknya kelainan tumbuh kembang gigi dan rahang , menilai
hubungan gigi dengan rahang , serta menilai hubungan antara rahang atas , bawah
dan rahang
-Mencari adanya masalah didalam mulut contohnya, pembusukan gigi,kerusakan
tulang penyokong gigi, dan cedera gigi lainnya
- Mencari gigi yang tidak berdiri pada tempat seharusnya, selain itu rontgen gigi
juga digunakan untuk menelisik posisi gigi yang terlalu rapat satu sama lain.
- Menemukan kista, tumor ataupun abses.

2.-Memelihara Kebersihan mulut (Menghilangkan plak dan bakteri).


-Memperkuat gigi (Menggunakan fluor)
-Mengurangi konsumsi makanan yang manis dan lengket.
-Membiasakan konsumsi makanan berserat dan menyehatkan gigi
-Mengonsumsi cukup vitamin B.
-menghindari stress.
-mengonsumsi makanan sehat.
-memeriksakan gigi secara teratur.
-tidak merokok.
- menggunakan obat kumur sesuai aturan.

3.- Kista dapat terjadi di setiap lokasi pada maksila dan mandibula.
- Pada mandibula kista banyak terjadi di atas kanalis nervus alveolar inferior.
- Kista odontogenik dapat tumbuh sampai ke maxillary antrum.
- Kista biasanya berbentuk bulat atau oval menyerupai balon. Beberapa kista
memiliki tepi yang bergerigi.
- Kista lainnya berasal dari jaringan lunak regio orofasial.

4.- gigi sensitif


- gigi longgar
5

- gigi berubah posisi sehingga muncul celah antara gigi


- gusi bengkak pada area tertentu
- rasa nyeri dan ketidaknyamanan saat menyentuh bagian gusi

5.Kista odontogenik dapat digambarkan sebagai kista yang berasal dari sisa organ
pembentuk gigi. Contoh dari kista jenis ini adalah kista periapikal, kista residual,
dan kista erupsi. Sedangkan, kista non odontogenik adalah kista rongga mulut yang
bukan berasal dari organ pembentuk gigi. Contohnya adalah kista nasopalatinal dan
kista salivary.

6.Perkembangan kista dimulai dan dilanjutkan oleh stimulasi sitokin terhadap sisa-
sisa epitel yang menghasilkan solusi hiperaluminal sehingga menyebabkan fluid
transudate dan kista yang semakin membesar. Adanya proliferasi dan degenerasi
kistik dari epitel organ pembentuk gigi dapat menimbulkan kista odontogenik.

1.6 Hipotesis
Sebagai calon dokter gigi kita dituntut untuk mengetahui dan memahami berbagai
keadaan patologis rongga mulut dengan baik, agar dapat menegakan diagnosa dan
melakukan penatalaksanaan secara tepat, sehingga morbiditas dan mortalitas
akibat oral disease dapat dicegah secepat mungkin.
BAB II
ISI

2.1 Definisi dan Klasifikasi Kista Odontogenic dan Non Odontogenik

A. Kista odontogenik
Dinding epitelnya berasal dari sisa-sisa epitel organ pembentuk gigi.
Adanya proliferasi dan degenerasi kistik dari epitel odontogenik dapat
menimbulkan kista odontogenik.
Klasifikasi:
• Dentigerous cyst

• Eruption cyst
• Odontogenic keratocyst
• Orthokeratinized odontogenic cyst
• Gingival (alveolar) cyst of the newborn
• Gingival cyst of the adult
• Lateral periodontal cyst
• Calcifying odontogenic cyst
• Glandular odontogenic cyst

1. Dentigerous cyst
Didefinisikan sebagai kista yang berasal dari pemisahan folikel dari sekitar
mahkota gigi yang tidak erupsi. Ini yang paling umum dari jenis kista
odontogenik yang berkembang, membentuk sekitar 20% dari semua lining-
epitel kista pada rahang.
2. Eruption cyst
Analogi jaringan lunak dari kista dentigerous. Kista berkembang sebagai
akibat pemisahan folikel gigi dari sekitar mahkota gigi erupsi yang berada di
dalam jaringan lunak di atas tulang alveolar.
3. Odontogenic keratocyst
Bentuk khas dari kista odontogenik, yang perkembangannya mendapat
perhatian khusus karena histopatologis yang spesifik dan ciri-ciri klinis.
Keratocyst odontogenik muncul dari sel sisa lamina gigi. Menurut klasifikasi
WHO, lesi ini diberi nama keratocystic odontogenic tumor.

6
7

4. Orthokeratinized odontogenic cyst


Kista ini tidak menunjukkan tipe klinis odontogenik yang spesifik tetapi
hanya mengacu pada kista odontogenik yang secara mikroskopis memiliki
epitel lining ortokeratinisasi. Kista ini mewakili 7% hingga 17% dari semua
kista rahang yang mengalami keratinisasi.
5. Gingival (alveolar) cyst of the newborn
Kista gingiva pada bayi baru lahir berukuran kecil, superfisial, berisi keratin
yang ditemukan di alveolus mukosa bayi. Kista ini timbul dari sisa-sisa lamina
gigi. Lesi ini bersifat umum, terdapat pada setengah dari semua bayi baru lahir.
Namun, karena lesi ini menghilang secara spontan dan pecah ke dalam rongga
mulut, lesi ini jarang terlihat atau dijadikan sampel untuk biopsi.
6. Gingival cyst of the adult
Kista gingiva pada orang dewasa merupakan lesi yang jarang terjadi.
Dianggap mewakili jaringan lunak dari kista periodontal lateral, karena berasal
dari sisa lamina gigi.
7. Lateral periodontal cyst
Jenis yang tidak umum dari kista odontogenik, perkembangannya biasa
terjadi di sepanjang permukaan akar lateral gigi. Kista ini lebih sedikit dari 2%
dari semua kista rahang lining epitel. Namun, kista periodontal lateral memiliki
ciri khas fitur klinis dan mikroskopis yang membedakannya dari lesi lain yang
terkadang berkembang di tempat yang sama.
8. Calcifying odontogenic cyst
Jarang terjadi, lesi ini menunjukkan histopatologi dan fitur klinis yang
beraneka ragam. Beberapa peneliti mengklasifikasikannya sebagai neoplasma.
Beberapa kista calcifying odontogenic mewakili kista non-neoplastik, yang
terdapat dentinogenic ghost cell tumors atau epithelial odontogenic ghost cell
tumors, tidak memiliki fitur kistik, mungkin infiltratif atau bahkan ganas, dan
dianggap sebagai neoplasma.
9. Glandular Odontegenic Cysts
Jenis kista odontogenik perkembangan langka yang dapat menunjukkan
perilaku agresif. Meskipun secara umum diterima sebagai asal odontogenik, itu
juga menunjukkan fitur kelenjar atau saliva yang mungkin merupakan indikasi
pluripotensi epitel odontogenik.
8

A. Kista non-odontogenik

1. Fissural Cysts
Awalnya dideskripsikan untuk mengklasifikasikan lesi kistik yang
ditemukan di area yang diyakini menjadi fusi embrio. Dengan studi yang lebih
rinci, garis fusi ini diyakini tidak ada dan pemeriksaan dekat pada kasus
sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar kista ini sebenarnya memiliki
penyebab odontogenik. Namun, kadang-kadang digunakan untuk tujuan
deskriptif saja.

2. Globulamaxillart cysta
Istilah kista globulomaxillary adalah istilah umum yang digunakan untuk
lesi kistik yang muncul di antara gigi insisivus lateral atas dan gigi kaninus.
Awalnya dirasakan muncul dari epitel karena fusi embrio dari proses rahang
atas dengan proses hidung, tetapi versi fusi embrio tidak memiliki bukti
pendukung. Banyak kasus yang dilaporkan sebenarnya adalah kista apikal yang
berhubungan dengan gigi insisivus lateral non-vital atau lesi kistik lainnya.
Pengobatannya adalah dengan enukleasi.
3. Median Mandibular Cysts
istilah untuk lesi kistik di garis midline rahang. Usulan untuk keberadaan
embrionik ini sekarang telah dibantah dan seperti kista globulomaxillary,
kebanyakan kasus sebenarnya berasal dari odontogenik.
4. Nasopalatine Cysts
Kista kanalis nasopalatina atau insisivus muncul dari sisa-sisa epitel duktus
nasopalatina embrionik. Hal ini terjadi selama pembuatan kanalis insisivus oleh
fusi dari premaxilla dengan prosesus palatine dari tulang rahang atas. Kista
nasopalatina lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan pada dekade
keempat hingga dekade keenam berlangsung.

2.2 Karakteristik dan Gambaran Klinis Kista


Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, dilapisi oleh epitel, dan dikelilingi
oleh dinding jaringan ikat tertentu. Kista lebih sering terjadi pada rahang daripada
tulang lainnya karena sebagian besar kista berasal dari banyak sisa epitel
odontogenik yang tersisa setelah pembentukan gigi. Cairan kistik disekresikan
oleh sel-sel yang melapisi rongga atau berasal dari cairan jaringan di sekitarnya.
Kista memiliki bentuk bulat atau bulat berdasarkan akumulasi cairan di dalam
rongga. Tanpa resistensi, misalnya, dalam ruang udara seperti sinus maksilaris,
9

kista tumbuh secara konsentris menghasilkan bentuk bola, tetapi ketika tumbuh
di dalam tulang, bentuknya dipengaruhi oleh resistensi jaringan keras yang
berdekatan. Misalnya, balon berisi air mengembangkan sisi datar ketika
diletakkan di atas meja; demikian pula, kista yang mencapai segmen tulang
kortikal yang tebal dapat mengembangkan sisi yang rata. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang paling umum adalah pembengkakan dan kurangnya rasa
sakit (kecuali kista menjadi infeksi sekunder atau berhubungan dengan gigi
nonvital). Kista sering dikaitkan dengan gigi yang belum erupsi, terutama gigi
geraham ketiga. Kista dapat terjadi secara sentral (di dalam tulang) di setiap lokasi
di maksila atau mandibula tetapi jarang terjadi di kondilus dan prosesus
koronoideus. Kista odontogenik paling sering ditemukan di daerah bantalan gigi.
Di mandibula, mereka berasal di atas kanal saraf alveolar inferior. Kista
odontogenik dapat tumbuh ke dalam sinus maksilaris. Beberapa kista
nonodontogenik juga berasal dari antrum. Beberapa kista muncul di jaringan
lunak regio orofasial. Kista yang berasal dari tulang biasanya memiliki pinggiran
yang berbatas tegas dan berkortikasi (ditandai dengan garis radiopak tipis yang
seragam). Namun, infeksi sekunder atau keadaan kronis dapat mengubah
tampilan ini menjadi batas yang lebih tebal dan lebih sklerotik atau membuat
korteks menjadi kurang jelas. Kista biasanya berbentuk bulat atau lonjong,
menyerupai balon berisi cairan. Beberapa kista mungkin memiliki batas bergigi.
Kista sering benar-benar radiolusen. Namun, kista lama mungkin memiliki
kalsifikasi distrofik, yang dapat memberikan aspek internal yang jarang,
penampilan partikulat. Beberapa kista memiliki septa, yang menghasilkan
beberapa lokulasi yang dipisahkan oleh dinding tulang atau septa ini. Kista yang
memiliki pinggiran bergigi mungkin tampak memiliki septa internal. Kadang-
kadang, tonjolan tulang yang dihasilkan oleh scalloping perifer diposisikan
sehingga gambarnya tumpang tindih dengan aspek internal kista, memberikan
kesan palsu septa internal. Kista tumbuh perlahan, terkadang menyebabkan
perpindahan dan resorpsi gigi. Akar resorbsi sering memiliki tepi yang tajam dan
melengkung. Kista dapat memperluas mandibula, biasanya dengan cara yang
halus, melengkung, dan mengubah pelat kortikal bukal atau lingual menjadi batas
kortikal yang tipis. Kista dapat menggeser kanalis nervus alveolaris inferior ke arah
10

inferior atau meluas ke antrum maksila, mempertahankan lapisan tipis tulang


yang memisahkan aspek internal kista dari antrum. A. Periapical Cyst Kista
periapikal merupakan sekitar satu setengah sampai tiga perempat dari semua
kista di rahang. Distribusi usia mencapai puncaknya pada dekade ketiga sampai
keenam. Yang perlu diperhatikan adalah kelangkaan relatif kista periapikal pada
dekade pertama, meskipun karies dan gigi nonvital agak umum pada kelompok
usia ini. Sebagian besar kista terletak di rahang atas, terutama regio anterior,
diikuti regio posterior maksila, regio posterior mandibula, dan terakhir regio
anterior mandibula.Kista periapikal biasanya asimtomatik dan sering ditemukan
secara kebetulan selama pemeriksaan radiografi gigi rutin. Mereka menyebabkan
resorpsi tulang tetapi umumnya tidak menghasilkan ekspansi tulang. Menurut
definisi, gigi nonvital diperlukan untuk diagnosis kista periapikal. Secara
radiografis, kista periapikal tidak dapat dibedakan dari granuloma periapikal.
Penelitian telah menunjukkan bahwa diagnosis radiografi sementara benar pada
48% kasus untuk granuloma periapikal dan 36% untuk kista radikular, dengan
insiden perubahan kistik pada lesi inflamasi periapikal yang berasal dari pulpa
sekitar 30%. Penggunaan teknik radiografi yang lebih maju seperti cone beam
computed tomography (CBCT) belum terbukti meningkatkan tingkat akurasi
dalam membedakan granuloma periapikal dari kista radikular. Radiolusensi yang
berhubungan dengan kista periapikal umumnya bulat sampai ovoid, dengan batas
sempit dan opak yang berbatasan dengan lamina dura gigi yang terlibat.
Komponen radiopak perifer ini mungkin tidak terlihat jika kista membesar dengan
cepat. Kista berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter dengan
diameter, meskipun sebagian besar berukuran kurang dari 1,5 cm. Pada kista yang
sudah lama, resorpsi akar dari gigi yang menyerang dan kadang-kadang gigi yang
berdekatan dapat terlihat. B. Lateral Periodontal Cyst Kebanyakan kista
periodontal lateral dan kista gingiva pada orang dewasa terjadi di daerah
premolar dan cuspid mandibula dan kadang-kadang di daerah gigi seri (Gambar
10-9; Kotak 10-2). Pada rahang atas, lesi ditemukan terutama di daerah insisivus
lateral. Predileksi laki-laki yang berbeda telah dicatat untuk kista periodontal
lateral, dengan distribusi lebih besar dari 2:1. Kista gingiva menunjukkan
predileksi jenis kelamin yang hampir sama. Usia rata-rata untuk kedua jenis kista
11

adalah antara dekade kelima dan keenam kehidupan, dengan kisaran 20 hingga
85 tahun untuk kista periodontal lateral, dan 40 hingga 75 tahun untuk kista
gingiva pada orang dewasa. Secara klinis, kista gingiva tampak sebagai
pembengkakan jaringan lunak kecil di dalam atau sedikit di bawah papila
interdental. Ini mungkin mengasumsikan perubahan warna sedikit kebiruan
ketika itu relatif besar. Kebanyakan kista berdiameter kurang dari 1 cm. Radiografi
mengungkapkan tidak ada temuan. Kista periodontal lateral muncul sebagai
radiolusensi unilokular (dan kadang-kadang multilokular) tanpa gejala, berbatas
jelas, bulat atau berbentuk tetesan air mata dengan margin buram di sepanjang
permukaan lateral akar gigi vital. Divergensi akar jarang terlihat. Istilah kista
odontogenik botryoid sering digunakan bila lesi multilokular. C. Dentigerous Cyst
Kista dentigerous paling sering terlihat pada gigi geraham ketiga dan kaninus
rahang atas, yang merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Insiden
tertinggi dari kista dentigerous terjadi selama dekade kedua dan ketiga. Insiden
yang lebih besar pada laki-laki telah dicatat, dengan rasio 1,6:1 dilaporkan. Gejala
umumnya tidak ada, dan erupsi yang tertunda merupakan indikasi paling umum
dari pembentukan kista dentigerous. Kista ini mampu mencapai ukuran yang
signifikan, kadang-kadang dengan ekspansi tulang kortikal terkait, tetapi jarang
mencapai ukuran yang menjadi predisposisi pasien untuk fraktur patologis.
Secara radiografis, kista dentigerous tampak sebagai radiolusensi unilokular yang
berbatas tegas dengan tepi yang terkortikasi yang berhubungan dengan mahkota
gigi yang tidak erupsi. Gigi yang belum erupsi sering tergeser. Kista ini memiliki
ukuran berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter, di mana
mereka dapat membahayakan integritas tulang rahang dan menghasilkan
asimetri wajah. Pada mandibula, radiolusen yang terkait dapat meluas ke superior
dari tempat molar ketiga ke dalam ramus atau ke anterior dan inferior sepanjang
corpus mandibula. Pada kista dentigerous rahang atas yang melibatkan regio
kaninus, perluasan ke dalam sinus maksilaris atau ke dasar orbita dapat dicatat.
Resorpsi akar gigi erupsi yang berdekatan kadang-kadang dapat terlihat. Sebuah
varian dari kista dentigerous yang timbul pada percabangan gigi molar adalah
kista paradental atau kista bifurkasi bukal. Awalnya, kista ini digambarkan
sepanjang permukaan akar bukal dari gigi molar ketiga rahang bawah yang erupsi
12

sebagian, tetapi kemudian, diketahui keterlibatan gigi molar rahang bawah


lainnya. Seringkali dalam keadaan terakhir ini, gigi geraham sepenuhnya erupsi.
Secara radiografis, kista paradental dicirikan sebagai radiolusensi yang berbatas
tegas di daerah bifurkasi bukal. Seringkali ujung bukal mahkota dapat ditunjukkan
dengan radiografi oklusal. D. Glandular Odontogenic Cyst Predileksi yang kuat
terlihat pada mandibula (80%), terutama mandibula anterior. Lesi maksila
cenderung terlokalisasi pada segmen anterior. Tingkat pertumbuhan yang lambat
adalah karakteristik dan gejala tidak ada. Ekspansi rahang tidak jarang, terutama
dalam hubungannya dengan lesi mandibula. Rasio gender adalah sekitar 1:1. Usia
rata-rata adalah 50 tahun, dengan rentang usia yang luas dari dekade kedua
hingga kesembilan. E. Odontogenic Keratocyst Cyst OKC/KCOT adalah kista
rahang yang relatif umum (Kotak 10-6; Gambar 10-24 dan 10-25). Mereka terjadi
pada semua usia dan memiliki insiden puncak dalam dekade kedua dan ketiga.
Lesi yang ditemukan pada anak-anak sering mencerminkan kista multipel sebagai
komponen NBCCS. OKC/KCOT mewakili 5% sampai 15% dari semua kista
odontogenik. Sekitar 5% pasien dengan OKC/KCOT memiliki kista multipel, dan
5% lainnya memiliki NBCCS. OKCs/KCOTs ditemukan di mandibula dengan rasio
perkiraan 2:1. Pada mandibula, bagian posterior tubuh dan regio ramus paling
sering terkena, dan di maksila, area molar ketiga paling sering terkena. Secara
radiografis, OKC/KCOT secara khas muncul sebagai radiolusensi yang berbatas
tegas dengan margin radiopak yang halus. Multilokularitas sering muncul dan
cenderung lebih sering terlihat pada lesi yang lebih besar. Kebanyakan lesi,
bagaimanapun, adalah unilokular, dengan sebanyak 40% tercatat berdekatan
dengan mahkota gigi yang tidak erupsi (presentasi kista dentigerous). Sekitar 30%
dari lesi rahang atas dan 50% dari lesi mandibula menghasilkan ekspansi bukal.
Pembesaran lingual mandibula kadang-kadang terlihat. F. Calcifying Odontogenic
Cyst Rentang usia yang luas telah dilaporkan untuk kista ini, dengan insiden
puncak pada dekade kedua. Biasanya muncul pada individu yang lebih muda dari
40 tahun dan memiliki predileksi yang pasti untuk wanita. Lebih dari 70% KOK
terlihat di rahang atas. Jarang, KOK dapat muncul sebagai massa ekstraosseus
lokal yang melibatkan gingiva. Mereka yang muncul di lokasi ekstraosseous atau
perifer biasanya ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 50 tahun dan
13

ditemukan di anterior regio molar pertama. Secara radiografis, COC dapat muncul
sebagai radiolusensi unilokular atau multilokular dengan batas yang jelas dan
berbatas tegas. Dalam radiolusen mungkin tersebar, kalsifikasi berukuran tidak
teratur. Opasitas tersebut dapat menghasilkan jenis pola garam-danlada, dengan
distribusi yang sama dan menyebar. Dalam beberapa kasus, mineralisasi dapat
berkembang sedemikian rupa sehingga margin radiografik dari lesi sulit
ditentukan.

2.3 Pathogenesis Kista Odontogenik dan Kista Non Odontogenik


1. Pathogenesis kista odontogenik
Patogenesis kista ini tidak pasti, tetapi tampaknya berkembang dengan akumulasi
cairan antara epitel email yang tereduksi dan mahkota gigi.

Ada tiga macam sisa epitel yang diduga berperan dalam pembentukanbeberapa
kista odontogenik, yakni:
● penyebab keratosis odontogenik adalah Sisa-sisa epitel atau glands of Serres yang
tersisa setelah terputusnya dental lamina.
● Kista dentigerous (folikular), kista erupsi, dan kista paradental inflammatory
berasal dari Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan menutupi gigi
impaksi yang sudah terbentuk sempurna.
● kista radikular berasal dari Sisa-sisa Malassez yang terbentuk melalui fragmentasi
dari epithelial root sheath of Hertwig.

2.Pathogenesis kista non odontogenik


● Kista duktus nasopalatina berkembang dari proliferasi sisa-sisa epitel duktus
nasopalatina embrionik berpasangan di dalam kanalis insisivus.
● Kanalis itu sendiri terbentuk sebagai hasil fusi dari premaxilla dengan prosesus
palatal kanan dan kiri.
● Jalan keluar anatomis kanal sedikit di belakang papila incisivus.
● Stimulus pembentukan kista dari sisa-sisa epitel kanalis nasopalatina tidak pasti,
meskipun infeksi bakteri dan/atau trauma diduga berperan.
● Diduga bahwa kelenjar lendir di dalam lapisan dapat menyebabkan pembentukan
kista sebagai akibat dari sekresi musin
14

2.4 Gambaran Radiologi Kista dentigerous


Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi
yangbelum erupsi. Dimulai ketika cairan menumpuk di lapisan epitel email
yang berkurang atau di antara epitel dan mahkota gigi yang tidak erupsi.
Kista dentigerous ditemukan tepat di atas mahkota gigi. Paling sering pada
gigi molar ketiga rahang bawah atau rahang atas atau kaninus rahang
atas.Poin diagnostik yang penting adalah kista ini menempel pada
cementoenamel junction.Beberapa kista dentigerous bersifat eksentrik,
berkembang dari aspek lateral folikel sehingga menempati area di samping
mahkota daripada di atas mahkota.

1.1 Gambar radiologi kista dentigerous

Kista dentigerous. A, Kista yang mengelilingi mahkota gigi geraham ketiga


(panah). B, Kista telah menyebabkan resorpsi akar distal molar kedua (panah). C,
Kista yang melibatkan ramus mandibula. D, Kista dentigerous yang meluas ke
distal dari molar ketiga yang terlibat.
15

1.2 Gambaran Radiologi Kista Dentigerous


• Gambar A panorama menunjukkan adanya kista dentigerous besar yang
terkait dengan cuspid rahang atas kiri (panah), yang telah bergeser.
Perhatikan perpindahan dan resorpsi gigi lain di rahang atas kiri. Gambar
CT.
• Gambar B dan C, koronal dan aksial dari kasus yang sama menunjukkan
perpindahan cuspid ke superior-lateral, perluasan dinding anterior rahang
atas, dan perluasan kista ke dalam fossa hidung.

1.3 Gambaran Radiologi Kista Dentigerous


Gambar A dan B, Film panorama dari kasus yang sama diambil
beberapa tahun terpisah menunjukkan perpindahan superior-posterior dari
molar ketiga rahang atas oleh kista dentigerous
16

1.4 Gambar radiologi kista dentigerous

• Gambaran A Molar ketiga telah dipindahkan ke korteks inferior.


• Gambaran B Molar kedua yang sedang berkembang telah dipindahkan ke ramus
oleh kista yang berhubungan dengan molar pertama. Gambar CT aksial.
• Gambar C dan koronal D, dengan algoritma tulang mengungkapkan molar
ketiga rahang atas yang dipindahkan ke ruang yang ditempati oleh antrum
rahang atas perhatikan adanya korteks antara kista dan antrum.

2.5 Diagnosa Banding Kista Dentigerous


Karena gambaran histopatologi dari lapisan epitel tidak spesifik,
diagnosis bergantung pada pengamatan radiografik dan pembedahan dari
perlekatan kista ke cementoenamel junction. Namun, pemeriksaan
histopatologi harus selalu dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan
lesi lain di lokasi ini. Salah satu diagnosis banding yang paling sulit dibuat
adalah antara small dentigerous cyst dan hyperplastic follicle.
Kista harus dipertimbangkan dengan bukti perpindahan gigi atau
perluasan tulang yang terlibat. Ukuran ruang folikel normal adalah 2 sampai
3 mm. Jika ruang folikel melebihi 5 mm, kista dentigerous lebih mungkin
terjadi. Jika ketidakpastian tetap ada, daerah tersebut harus diperiksa ulang
dalam 4 sampai 6 bulan untuk mendeteksi adanya peningkatan ukuran atau
pengaruh apapun pada karakteristik struktur sekitarnya dari kista.
Diagnosis banding kista dentigerous juga dapat mencakup
Keratocyst Odontogenic Tumor, ameloblastic fibroma, dan cystic
ameloblastoma. Keratocyst Odontogenic Tumor tidak memperluas tulang
ke derajat yang sama dengan kista dentigerous, lebih kecil kemungkinannya
17

untuk meresorbsi gigi, dan dapat menempel lebih jauh ke apikal pada akar
daripada pada cementoenamel junction.
Mungkin sulit untuk membedakan small ameloblastic fibroma atau
cystic ameloblastoma dari kista dentigerous jika tidak ada struktur internal.
Lesi langka lainnya yang mungkin memiliki penampilan perikoronal serupa
adalah tumor odontogenik adenomatoid dan kista odontogenik
terkalsifikasi, yang keduanya dapat mengelilingi mahkota dan akar gigi
yang terlibat. Bukti struktur internal radiopak kadang-kadang ditemukan
pada kedua lesi ini.
Terkadang, kista radikular di apeks gigi sulung mengelilingi
mahkota gigi permanen yang sedang berkembang yang diposisikan apikal,
memberikan gambaran palsu dari kista dentigerous yang terkait dengan gigi
permanen. Hal ini paling sering terjadi pada gigi sulung molar mandibula
dan bicuspids yang sedang berkembang. Dalam kasus ini, klinisi harus
mencari karies yang luas atau restorasi yang besar pada gigi sulung, suatu
etiologi yang akan mendukung diagnosis kista radikular.

2.6 Gambaran Mikroskopik Kista Dentigerous


Gambaran histopatologi dari kista dentigerous bervariasi, tergantung
pada apakah kista meradang atau tidak. Pada kista dentigerous yang tidak
inflamasi, dinding jaringan ikat fibrosa tersusun longgar dan mengandung
substansi dasar glikosaminoglikan yang cukup banyak. Pulau-pulau kecil atau tali
yang tidak aktif muncul, sisa epitel odontogenik mungkin ada di dinding fibrosa.
Kadang-kadang semua ini mungkin banyak, dan kadang-kadang ahli patologi yang
tidak terbiasa dengan lesi oral telah salah menafsirkan temuan ini sebagai
ameloblastoma. Lapisan epitel terdiri dari dua sampai empat lapisan sel epitel
nonkeratinisasi pipih, dan antarmuka jaringan ikat datar
18

1.5 Dentigerous cyst

Pada kista dentigerous meradang yang cukup umum, dinding fibrosa lebih
terkolagenisasi, dengan infiltrasi variabel sel inflamasi kronis. Lapisan epitel dapat
menunjukkan jumlah hiperplasia yang bervariasi dengan perkembangan rete ridges
dan gambaran skuamosa yang lebih jelas.

1.6 Dentigerous cyst

Permukaan keratin terkadang terlihat, tetapi perubahan ini harus dibedakan dari
yang diamati pada keratocyst odontogenik. Area fokus sel mukosa dapat ditemukan
pada lapisan epitel kista dentigerous.
19

1.7 Dentigerous cyst

Jarang, sel kolumnar bersilia hadir. Sarang kecil sel sebasea jarang terlihat di dalam
dinding kista fibrosa. Elemen mukus, bersilia, dan sebasea ini diyakini mewakili
multipotensi lapisan epitel odontogenik pada kista dentigerous.
Pemeriksaan kasar dinding kista dentigerous dapat mengungkapkan satu atau
beberapa area penebalan nodular pada permukaan luminal. Area ini harus diperiksa
secara mikroskopis untuk menyingkirkan adanya perubahan neoplastik dini.
Karena lapisan tipis epitel email yang tereduksi biasanya melapisi folikel gigi yang
mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi, akan sulit untuk membedakan kista
dentigerous kecil dari folikel gigi yang normal atau membesar hanya berdasarkan
gambaran mikroskopis saja. Sekali lagi, perbedaan ini sering kali mewakili
sebagian besar latihan akademis; pertimbangan yang paling penting adalah
memastikan bahwa lesi tidak mewakili proses patologis yang lebih signifikan
(misalnya, keratocyst odontogenik atau ameloblastoma).
20

2.7 Penatalaksanaan Kista ( secara umum)


1. Enukleasi
Enukleasi adalah proses dimana total penghapusan lesi kistik dicapai. Menurut
definisi, itu berarti peluruhan seluruh lesi kistik tanpa pecah. Kista cocok untuk
teknik enukleasi karena lapisan jaringan ikat fibrosa antara komponen epitel (yang
melapisi aspek interior kista) dan dinding tulang rongga kistik. Lapisan ini
memungkinkan bidang pembelahan untuk melepaskan kista dari rongga tulang dan
membuat enukleasi mirip dengan melepaskan periosteum dari tulang.
Enukleasi kista harus dilakukan dengan hati-hati dalam upaya untuk
menghilangkan kista dalam satu bagian tanpa fragmentasi, yang mengurangi
kemungkinan kekambuhan dengan meningkatkan kemungkinan pengangkatan
total. Dalam prakteknya, bagaimanapun, pemeliharaan arsitektur kistik tidak selalu
memungkinkan, dan pecahnya isi kistik dapat terjadi selama manipulasi.
Indikasi. Enukleasi adalah pengobatan pilihan untuk menghilangkan kista rahang
dan harus digunakan dengan kista rahang mana pun yang dapat diangkat dengan
aman tanpa terlalu mengorbankan struktur yang berdekatan.
Keuntungan. Keuntungan utama enukleasi adalah pemeriksaan patologis seluruh
kista dapat dilakukan. Keuntungan lain adalah bahwa biopsi eksisi awal (yaitu,
enukleasi) memiliki juga mengobati lesi dengan tepat. Pasien tidak perlu merawat
rongga berkantung dengan irigasi konstan. Setelah flap akses mukoperiosteal telah
sembuh, pasien tidak lagi terganggu oleh rongga kistik.
Kekurangan. Jika salah satu kondisi yang diuraikan di bawah bagian tentang
indikasi untuk marsupialisasi ada, enukleasi mungkin tidak menguntungkan.
Misalnya, jaringan normal dapat terancam, fraktur rahang dapat terjadi, devitalisasi
gigi dapat terjadi, atau gigi impaksi terkait yang mungkin ingin diselamatkan oleh
dokter dapat dicabut. Jadi, setiap kista harus ditangani secara individual, dan klinisi
harus mempertimbangkan pro dan kontra dari enukleasi versus marsupialisasi
(dengan atau tanpa enukleasi; lihat Enukleasi setelah Marsupialisasi).
Teknik. Klinisi harus memperhatikan pertimbangan khusus. Penggunaan antibiotik
tidak diperlukan kecuali jika kistanya besar atau kondisi kesehatan pasien
menjaminnya. Kista periapikal (yaitu, radikular) adalah yang paling umum dari
semua lesi kistik rahang dan hasil dari peradangan atau nekrosis pulpa gigi. Karena
tidak mungkin untuk menentukan apakah radiolusensi periapikal adalah kista atau
granuloma, pengangkatan pada saat pencabutan gigi dianjurkan. Namun, jika gigi
dapat direstorasi, perawatan endodontik yang diikuti dengan radiografik berkala
memungkinkan penilaian jumlah pengisian tulang. Jika tidak ada yang terjadi atau
lesi meluas, lesi mungkin merupakan kista dan harus diangkat dengan pembedahan
periapikal. Saat mencabut gigi dengan radiolusensi periapikal, enukleasi melalui
soket gigi dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan kuret ketika kista
21

kecil .Perhatian digunakan pada gigi dengan apeks yang dekat dengan struktur
anatomi penting seperti berkas neurovaskular alveolar inferior atau sinus maksilaris
karena tulang apikal lesi mungkin sangat tipis atau tidak ada sama sekali. Dengan
kista yang besar, flap mukoperiosteal dapat direfleksikan dan akses ke kista
diperoleh melalui lempeng labial tulang, yang membuat puncak alveolar tetap utuh
untuk memastikan ketinggian tulang yang memadai setelah penyembuhan. Setelah
akses ke kista telah dicapai melalui penggunaan jendela osseus, dokter gigi harus
mulai mengenukleasi kista. kuret berbilah tipis adalah instrumen yang cocok untuk
membelah lapisan jaringan ikat dinding kistik dari rongga tulang. Kuret terbesar
yang dapat diakomodasi oleh ukuran kista dan akses harus digunakan. Permukaan
cekung harus selalu menghadap ke rongga tulang; tepi permukaan cembung
melakukan pengupasan kista. Perawatan harus dilakukan untuk menghindari
robeknya kista dan membiarkan isi kista keluar karena batas kista lebih mudah
ditentukan jika dinding kista masih utuh. Selanjutnya, kista lebih mudah terpisah
dari rongga tulang ketika tekanan intracystic dipertahankan. Pada kista besar atau
kista proksimal ke struktur neurovaskular, saraf dan pembuluh darah biasanya
ditemukan terdorong ke satu sisi rongga oleh kista yang membesar secara perlahan
dan harus dihindari atau ditangani seminimal mungkin. Setelah kista diangkat,
rongga tulang harus diperiksa untuk mencari sisa-sisa jaringan. Mengairi dan
mengeringkan rongga dengan bantuan kain kasa dalam memvisualisasikan seluruh
rongga tulang. Jaringan sisa dihilangkan dengan kuret. Tepi tulang dari defek harus
dihaluskan dengan kikir sebelum ditutup. Kista yang mengelilingi akar gigi atau
berada di area rahang yang tidak dapat diakses memerlukan kuretase agresif, yang
diperlukan untuk menghilangkan fragmen lapisan kistik yang tidak dapat
dihilangkan dengan sebagian besar dinding kistik. Jika devitalisasi gigi yang jelas
terjadi selama kistektomi, perawatan endodontik gigi mungkin diperlukan dalam
waktu dekat, yang dapat membantu mencegah infeksi odontogenik pada rongga
kistik dari pulpa gigi yang nekrotik. Setelah enukleasi, penutupan primer kedap air
harus diperoleh dengan jahitan yang ditempatkan dengan tepat. Rongga tulang terisi
dengan bekuan darah, yang kemudian tersusun dari waktu ke waktu. Bukti
radiografi pengisian tulang akan memakan waktu 6 sampai 12 bulan. Rahang yang
telah diperluas oleh kista perlahan-lahan merombak diri menjadi kontur yang lebih
normal. Jika penutupan primer harus rusak dan luka terbuka, rongga tulang
kemudian harus dikemas terbuka untuk menyembuhkan dengan niat sekunder.
Luka harus diirigasi dengan saline steril, dan kain kasa dengan panjang yang sesuai
yang diresapi dengan salep antibiotik harus dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
rongga. Prosedur ini diulang setiap 2 sampai 3 hari, secara bertahap mengurangi
jumlah pengepakan sampai tidak diperlukan lagi. Jaringan granulasi terlihat pada
dinding tulang dalam 3 sampai 4 hari dan perlahan-lahan menghilangkan kavitas
dan meniadakan kebutuhan untuk packing. Epitel mulut kemudian menutup di atas
lubang, dan penyembuhan tulang berlangsung.
22

2. Marsupliasi
Indikasi. Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan sebelum memutuskan
apakah kista harus diangkat dengan marsupialisasi:
1. Jumlah cedera jaringan. Kedekatan kista dengan struktur vital dapat berarti
pengorbanan jaringan yang tidak perlu jika dilakukan enukleasi. Misalnya, jika
enukleasi kista akan membuat oronasal atau oroantral fistula atau menyebabkan
cedera pada struktur neurovaskular utama (misalnya, saraf alveolar inferior) atau
devitalisasi gigi yang sehat, marsupialisasi harus dipertimbangkan.
2. Akses bedah. Jika akses ke semua bagian kista sulit, bagian dari dinding kista
mungkin tertinggal, yang dapat menyebabkan kekambuhan. Oleh karena itu,
marsupialisasi harus dipertimbangkan.
3. Bantuan dalam erupsi gigi. Jika gigi yang belum erupsi yang diperlukan dalam
lengkung gigi terlibat dengan kista (yaitu, kista dentigerous), marsupialisasi
memungkinkan erupsi lanjutan ke dalam rongga mulut.
4. Luasnya pembedahan. Pada pasien dengan kesehatan yang buruk atau kelemahan
apapun, marsupialisasi adalah alternatif yang masuk akal untuk enukleasi karena
sederhana dan mungkin kurang stres bagi pasien.
5. Ukuran kista. Pada kista yang sangat besar, risiko fraktur rahang selama
enukleasi mungkin terjadi. Mungkin lebih baik untuk melakukan marsupialisasi
kista dan menunda enukleasi sampai terjadi pengisian tulang yang cukup besar.
Keuntungan. Keuntungan utama dari marsupialisasi adalah prosedur yang
sederhana untuk dilakukan. Marsupialisasi juga dapat menghindarkan struktur vital
dari kerusakan jika enukleasi segera dilakukan.
Kekurangan. Kerugian utama dari marsupialisasi adalah jaringan patologis
tertinggal di situ, tanpa pemeriksaan histologis yang menyeluruh. Meskipun
jaringan yang diambil di jendela dapat diajukan untuk pemeriksaan patologis, lesi
yang lebih agresif mungkin ada di jaringan residual. Kerugian lain adalah bahwa
pasien merasa tidak nyaman dalam beberapa hal. Rongga kistik harus dijaga
kebersihannya untuk mencegah infeksi karena rongga sering menjebak sisa-sisa
makanan. Dalam kebanyakan kasus, ini berarti bahwa pasien harus mengairi rongga
beberapa kali setiap hari dengan jarum suntik. Ini dapat berlanjut selama beberapa
bulan, tergantung pada ukuran rongga kistik dan kecepatan pengisian tulang.
Teknik. Pemberian profilaksis antibiotik sistemik biasanya tidak diindikasikan
pada marsupialisasi, meskipun antibiotik harus digunakan jika kondisi kesehatan
pasien memungkinkan . Setelah anestesi pada area tersebut, kista diaspirasi seperti
yang dibahas pada. Jika aspirasi mengkonfirmasi diagnosis pra sumptif kista,
prosedur marsupialisasi dapat dilanjutkan. Sayatan awal biasanya melingkar atau
elips dan menciptakan jendela besar (1 cm atau lebih besar) ke dalam rongga kistik.
23

Jika tulang telah diperluas dan ditipiskan oleh kista, sayatan awal dapat meluas
melalui tulang ke dalam rongga kistik. Jika hal ini terjadi, isi jaringan dari jendela
diajukan untuk pemeriksaan patologis. Jika tulang di atasnya tebal, jendela osseus
dihilangkan dengan hati-hati dengan bur dan rongeur. Kista kemudian diinsisi untuk
menghilangkan jendela lapisan, yang diajukan untuk pemeriksaan patologis. Isi
kista dievakuasi, dan jika memungkinkan, pemeriksaan visual dari lapisan sisa kista
dilakukan. Irigasi kista menghilangkan sisa fragmen puing-puing. Area ulserasi
atau penebalan dinding kistik harus mengingatkan klinisi tentang kemungkinan
perubahan displastik atau neoplastik pada dinding kista. Dalam hal ini, enukleasi
seluruh kista atau biopsi insisional dari area atau area yang mencurigakan harus
dilakukan. Jika lapisan kistik cukup tebal dan jika akses memungkinkan, perimeter
dinding kistik di sekitar jendela dapat dijahit ke mukosa mulut.
Jika tidak, kavitas harus dibalut dengan kasa strip yang diresapi dengan tingtur
benzoin atau salep antibiotik. Kemasan ini harus dibiarkan selama 10 sampai 14
hari untuk mencegah penyembuhan mukosa mulut melalui jendela kistik. Dalam 2
minggu, lapisan kista harus sembuh ke mukosa mulut di sekitar pinggiran jendela.
Instruksi hati-hati kepada pasien mengenai pembersihan rongga diperlukan.

Dengan marsupialisasi kista rahang atas, dokter memiliki dua pilihan di mana kista
akan dibawa ke luar: (1) Kista dapat dibuka dengan pembedahan ke dalam rongga
mulut, seperti yang baru saja dijelaskan, atau (2) dapat dibuka. ke dalam sinus
maksilaris atau rongga hidung. Dalam kasus kista yang telah menghancurkan
sebagian besar rahang atas dan telah merambah ke antrum atau rongga hidung, kista
dapat didekati dari aspek wajah alveolus, seperti yang baru saja dijelaskan. Setelah
jendela ke dalam kista telah dibuat, unroofing kedua dapat dilakukan secara luas ke
dalam antrum rahang atas atau rongga hidung yang berdekatan. (Jika akses
memungkinkan, seluruh kista dapat dienukleasi pada titik ini, yang memungkinkan
rongga kistik dilapisi dengan epitel pernapasan yang bermigrasi dari sinus
maksilaris atau rongga hidung yang berdampingan.) Pembukaan mulut kemudian
ditutup dan dibiarkan sembuh. Lapisan kistik dengan demikian berlanjut dengan
lapisan antrum atau rongga hidung.
Marsupialisasi jarang digunakan sebagai satu-satunya bentuk pengobatan untuk
kista. Dalam kebanyakan kasus, enukleasi dilakukan setelah marsupialisasi. Dalam
kasus kista dentigerous, bagaimanapun, tidak ada sisa kista yang dapat diangkat
setelah gigi erupsi ke dalam lengkung gigi. Selain itu, jika operasi lebih lanjut
dikontraindikasikan karena masalah medis yang menyertainya, marsupialisasi
dapat dilakukan tanpa enukleasi di masa mendatang. Rongga mungkin atau
mungkin tidak melenyapkan sepenuhnya dengan waktu. Jika tetap bersih, rongga
seharusnya tidak menjadi masalah.
24

3. Enukleasi setelah Marsupialisasi


Enukleasi sering dilakukan (di kemudian hari) setelah marsupialisasi.
Penyembuhan awal berlangsung cepat setelah marsupialisasi, tetapi ukuran rongga
mungkin tidak berkurang secara signifikan melewati titik tertentu. Tujuan dari
prosedur marsupialisasi telah tercapai saat ini, dan enukleasi sekunder dapat
dilakukan tanpa melukai struktur yang berdekatan. Pendekatan gabungan
mengurangi morbiditas dan mempercepat penyembuhan lengkap dari cacat.
Indikasi. Indikasi untuk kombinasi modalitas terapi bedah ini sama dengan yang
terdaftar untuk teknik marsupialisasi. Indikasi ini didasarkan pada evaluasi
menyeluruh dari jumlah enukleasi cedera jaringan yang akan menyebabkan, tingkat
akses untuk enukleasi, apakah gigi impaksi yang terkait dengan kista akan
mendapat manfaat dari panduan erupsi dengan marsupialisasi, kondisi medis
pasien, dan ukuran. dari lesi. Namun, jika kista tidak sepenuhnya menghilang
setelah marsupialisasi, enukleasi harus dipertimbangkan. Indikasi lain untuk
enukleasi kista setelah marsupialisasi adalah rongga kistik yang sulit dibersihkan
oleh pasien. Klinisi mungkin juga ingin memeriksa seluruh lesi secara histologis.
Keuntungan. Keuntungan dari gabungan marsupialisasi dan enukleasi sama
dengan yang terdaftar untuk marsupialisasi dan enukleasi. Pada fase marsupialisasi,
keuntungannya adalah bahwa ini adalah prosedur sederhana yang menghemat
struktur vital yang berdekatan. Pada fase enukleasi, seluruh lesi tersedia untuk
pemeriksaan histologis. Keuntungan lain adalah pengembangan lapisan kistik yang
menebal, yang membuat enukleasi sekunder menjadi prosedur yang lebih mudah.
Kekurangan. Kerugian dari modalitas intervensi bedah ini sama dengan untuk
marsupialisasi. Kista total awalnya tidak diangkat untuk pemeriksaan patologis.
Namun, enukleasi selanjutnya dapat mendeteksi kondisi patologis okultisme.
Teknik. Pertama, marsupialisasi kista terjadi, dan penyembuhan tulang dibiarkan
berkembang. Setelah kista mengecil ke ukuran yang memungkinkan untuk
menyelesaikan operasi pengangkatan, enukleasi dilakukan sebagai pengobatan
definitif. Waktu yang tepat untuk enukleasi adalah ketika tulang menutupi struktur
vital yang berdekatan, yang mencegah cedera selama enukleasi, dan ketika
pengisian tulang yang memadai telah memberikan kekuatan yang cukup pada
rahang untuk mencegah fraktur selama enukleasi.
Namun, sayatan awal untuk enukleasi kista berbeda dari insisi ketika marsupialisasi
kista tidak dilakukan terlebih dahulu. Kista memiliki lapisan epitel yang sama
dengan rongga mulut setelah marsupialisasi. Jendela yang awalnya dibuat ke dalam
kista berisi jembatan epitel antara rongga kistik dan rongga mulut. Epitel ini harus
dihilangkan seluruhnya dengan lapisan kistik; sayatan elips yang melingkari jendela
harus dibuat sampai ke tulang yang sehat. Dokter kemudian memiliki kesempatan
untuk mulai melepaskan kista dari jendela ke dalam rongga kistik. Bidang diseksi
mudah dibuat dengan pendekatan ini, dan kista dapat dienukleasi tanpa kesulitan.
25

Setelah kista dienukleasi, jaringan lunak mulut harus ditutup di atas defek, jika
memungkinkan, yang mungkin memerlukan pengembangan dan mobilisasi flap
jaringan lunak yang dapat dimajukan dan dijahit dengan cara kedap air di atas
jendela osseus. Jika penutupan luka sepenuhnya tidak dapat dicapai, pengepakan
rongga dengan kasa strip yang diresapi dengan salep antibiotik dapat diterima.
Pembungkusan ini harus diganti berulang kali dengan pembersihan kavitas sampai
jaringan granulasi menutup lubang dan epitel menutup luka.
4. Enukleasi dengan Kuretase
Enukleasi dengan kuretase berarti bahwa setelah enukleasi, kuret atau bur
digunakan untuk menghilangkan 1 hingga 2 mm tulang di sekitar seluruh perifer
rongga kistik. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sel-sel epitel yang tersisa
yang mungkin ada di pinggiran dinding kistik atau rongga tulang. Sel-sel ini dapat
berkembang biak menjadi kista yang kambuh.
Indikasi. Klinisi harus melakukan kuretase dengan enukleasi dalam dua kasus: (1)
Contoh pertama adalah jika klinisi mengeluarkan keratocyst odontogenik. Dalam
hal ini, pendekatan enukleasi yang lebih agresif dengan kuretase harus digunakan
karena keratokista odontogenik menunjukkan perilaku klinis yang agresif dan
tingkat kekambuhan yang cukup tinggi.1 Tingkat kekambuhan yang dilaporkan
antara 20% dan 60%.2 Alasan perilaku agresif lokal adalah berdasarkan
peningkatan aktivitas mitosis dan seluleritas epitel keratokista odontogenik.3-5
Kista anak, atau kista satelit, yang ditemukan di pinggiran lesi kistik utama
mungkin dihilangkan secara tidak sempurna, yang berkontribusi pada peningkatan
tingkat kekambuhan. Lapisan kistik biasanya sangat tipis dan mudah
terfragmentasi, membuat enukleasi menyeluruh menjadi sulit. Oleh karena itu,
ketika keratocyst odontogenik dicurigai secara klinis, perawatan minimal harus
berupa enukleasi hati-hati dengan kuretase agresif dari rongga tulang.
Jika lesi kambuh, pengobatan harus didasarkan pada faktor-faktor berikut: Jika area
tersebut dapat diakses, upaya enukleasi lain dapat dilakukan; jika tidak dapat
diakses, reseksi tulang dengan margin 1 cm harus dipertimbangkan. Apapun
perawatannya, pasien harus dipantau secara ketat untuk kekambuhan karena
keratocyst odontogenik telah kambuh bertahun-tahun setelah perawatan.
Contoh kedua di mana enukleasi dengan kuretase diindikasikan adalah dengan kista
yang muncul kembali setelah apa yang dianggap sebagai pengangkatan
menyeluruh. Alasan kuretase dalam kasus ini sama dengan yang dijelaskan
sebelumnya.
Keuntungan. Jika enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase dapat
menghilangkannya, sehingga mengurangi kemungkinan kekambuhan.
Kekurangan. Kuretase lebih merusak tulang dan jaringan lain yang berdekatan.
Pulpa gigi dapat kehilangan suplai neurovaskularnya ketika kuretase dilakukan
26

dekat dengan ujung akar. Bundel neurovaskular yang berdekatan dapat mengalami
kerusakan yang sama. Kuretase harus selalu dilakukan dengan sangat hati-hati
untuk menghindari bahaya ini.
Teknik. Setelah kista telah dienukleasi dan diangkat, rongga tulang diperiksa untuk
kedekatan dengan struktur yang berdekatan. Kuret tajam atau bur tulang dengan
irigasi steril dapat digunakan untuk menghilangkan lapisan tulang berukuran 1
sampai 2 mm di sekitar perifer lengkap rongga kistik. Ini harus dilakukan dengan
sangat hati-hati saat bekerja di proksimal struktur anatomi yang penting. Rongga
kemudian dibersihkan dan ditutup
27

BAB III

KESIMPULAN

Ruang lingkup Ilmu Kedokteran Gigi mencakup keadaan fisiologis dan


patologis sistem stomatognatik. Beberapa kondisi patologis memiliki clinical
manifestations yang sama, walaupun mempunyai etiology, pathogenesis, dan
morphologic changes yang berbeda. Misalnya saja keadaan patologis yang berupa
tumor di dalam rongga mulut dapat mempunyai diagnosa kerja yang berbeda,
terkadang sulit dibedakan satu dengan yang lainnya, sehingga dibutuhkan beberapa
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosanya, dengan diagnosa yang
tepat dapat menetapkan prognosa dan keberhasilan terapi. Maka penting untuk
mengetahui dan memahami berbagai keadaan patologis rongga mulut dengan baik,
agar dapat menegakkan diagnosa dan melakukan penatalaksaan secara tepat,
sehingga morbiditas dan mortalitas akibat oral disease dapat diperkecil.
Sebagai calon dokter gigi kita dituntut untuk mengetahui dan memahami
berbagai keadaan patologis rongga mulut dengan baik, agar dapat menegakan
diagnosa dan melakukan penatalaksanaan secara tepat, sehingga morbiditas dan
mortalitas akibat oral disease dapat dicegah secepat mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brad W. Neville, Douglas D. Damm, Carl M. Allen, Jerry E. Bouquot Oral and
Maxillofacial Pathology. Ed 3. 2009. Chapter 15

2. Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Jon C. Aster-Robbins and Cotran Pathologic Basis
of Disease-Saunders. 2015. Chapter 16

3. Joseph A. Regezi, James J. Sciubba, Richard C. K. Jordan-Oral Pathology_


Clinical Pathologic Correlations, 6th Edition-Elsevier - Health Sciences Division.
2011. Chapter 10

4. White S., Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 7th ed.
Missouri.Mosby, 2014

5. Peterson. 2013. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. St.Louis. Mosby.

6. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. 2019. Contemporary Oral and Maxillofasial
Surgery 7th ed.St.Louis.Mosby. Elsevier.

7. Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. 2010. Oral and Maxillofacial Surgery.
WileyBlackwel

28
ODONTOGENIC
CYST
KELOMPOK 2
TERMINOLOGI
Nur muflikhatul Azizah 2090043
1. Kista odontogenic : Rongga patologis berlapis
epitel dan dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa
yang berasal dari jaringan odontogenik yang 2. Sistem stomatognatik :Unit fungsional yang terdiri
terjadi di daerah bantalan gigi maksila dan dari gigi, sendi temporomandibular, otot-otot yang
mandibula. terlibat langsung dalam pengunyahan dan sistem saraf
yang mensuplai jaringan-jaringan tersebut..
(NCBI by Arvind Babu)
(Jurnal unej by suhartini)
3. Clinical manifestations :
Gejala klinis dari beberapa jenis penyakit atau
infeksi.
5. Pathogenesis :
( Collins dictionary)
Perkembangan kondisi morbid atau penyakit,
lebih khusus peristiwa dan reaksi seluler serta
mekanisme patologis lainnya yang terjadi
dalam perkembangan penyakit
4. Etiology :
( Miller keane)
Ilmu dan studi tentang penyebab penyakit dan cara
kerjanya .

(farlex)
6. Morphologic changes : Perubahan bentuk dan
struktur suatu organisme atau bagian bagiannya.

( Merriem webster)
8. Prognosa : Perkiraan kemungkinan perjalanan
dan hasil akhir suatu kelainan.

( Kamus Dorland)
7. Diagnosa : Identifikasi penyakit atau cedera
oleh dokter dilakukan dengan memeriksa dan
mengambil Riwayat medis pasien.

(American heritage)
9. Rontgen panoramik : Pemeriksaan dental
radiografi dua dimensi yang menangkap keseluruhan 10. Fluktuasi : Bervariasi secara tidak teratur ,
bagian mulut dalam satu gambar termasuk gigi rahang terutama dalam jumlah.
atas , rahang bawah, dikelilingi jaringan keras dan
( American heritage)
lunak.

( Respository unpad oleh C Desideria)

11. Krepitasi : Bunyi mengerat atau gemertak yang


menunjukan adanya jaringa n degenerasi

(Washfanabila dkk, padjajaran jurnal dent res student)


Definisi dan klasifikasi:
kista odontogenik dan TP 1
non odontogenik
Devina Navtalia Gartika 2090006
Esty Boyong 2090057

Brad W. Neville, Douglas D. Damm, Carl M. Allen, Jerry E. Bouquot Oral and Maxillofacial Pathology. Ed 3. 2009
Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. 2010. Oral and Maxillofacial Surgery. WileyBlackwell
Kista odontogenik
Dinding epitelnya berasal dari sisa-sisa epitel organ pembentuk gigi. Adanya proliferasi dan
degenerasi kistik dari epitel odontogenik dapat menimbulkan kista odontogenik.
Klasifikasi(berdasarkan etiologi):
● Dentigerous cyst
● Eruption cyst
● Odontogenic keratocyst
● Orthokeratinized odontogenic cyst
● Gingival (alveolar) cyst of the newborn
● Gingival cyst of the adult
● Lateral periodontal cyst
● Calcifying odontogenic cyst
● Glandular odontogenic cyst
Kista odontogenik

1. Dentigerous cyst
Didefinisikan sebagai kista yang berasal dari pemisahan folikel dari sekitar mahkota gigi
yang tidak erupsi. Ini yang paling umum dari jenis kista odontogenik yang berkembang,
membentuk sekitar 20% dari semua lining-epitel kista pada rahang.
2. Eruption cyst
Analogi jaringan lunak dari kista dentigerous. Kista berkembang sebagai akibat
pemisahan folikel gigi dari sekitar mahkota gigi erupsi yang berada di dalam jaringan
lunak di atas tulang alveolar.
Kista odontogenik

3. Odontogenic keratocyst
Bentuk khas dari kista odontogenik, yang perkembangannya mendapat perhatian khusus
karena histopatologis yang spesifik dan ciri-ciri klinis. Keratocyst odontogenik muncul dari sel
sisa lamina gigi. Menurut klasifikasi WHO, lesi ini diberi nama keratocystic odontogenic
tumor.
4. Orthokeratinized odontogenic cyst
Kista ini tidak menunjukkan tipe klinis odontogenik yang spesifik tetapi hanya mengacu pada
kista odontogenik yang secara mikroskopis memiliki epitel lining ortokeratinisasi. Kista ini
mewakili 7% hingga 17% dari semua kista rahang yang mengalami keratinisasi.
Kista odontogenik

5. Gingival (alveolar) cyst of the newborn


Kista gingiva pada bayi baru lahir berukuran kecil, superfisial, berisi keratin yang ditemukan di
alveolus mukosa bayi. Kista ini timbul dari sisa-sisa lamina gigi. Lesi ini bersifat umum,
terdapat pada setengah dari semua bayi baru lahir. Namun, karena lesi ini menghilang secara
spontan dan pecah ke dalam rongga mulut, lesi ini jarang terlihat atau dijadikan sampel untuk
biopsi.
6. Gingival cyst of the adult
Kista gingiva pada orang dewasa merupakan lesi yang jarang terjadi. Dianggap mewakili
jaringan lunak dari kista periodontal lateral, karena berasal dari sisa lamina gigi.
Kista odontogenik

7. Lateral periodontal cyst


Jenis yang tidak umum dari kista odontogenik, perkembangannya biasa terjadi di sepanjang
permukaan akar lateral gigi. Kista ini lebih sedikit dari 2% dari semua kista rahang lining
epitel. Namun, kista periodontal lateral memiliki ciri khas fitur klinis dan mikroskopis yang
membedakannya dari lesi lain yang terkadang berkembang di tempat yang sama.
8. Calcifying odontogenic cyst
Jarang terjadi, lesi ini menunjukkan histopatologi dan fitur klinis yang beraneka ragam.
Beberapa peneliti mengklasifikasikannya sebagai neoplasma. Beberapa kista calcifying
odontogenic mewakili kista non-neoplastik, yang terdapat dentinogenic ghost cell tumors
atau epithelial odontogenic ghost cell tumors, tidak memiliki fitur kistik, mungkin infiltratif
atau bahkan ganas, dan dianggap sebagai neoplasma.
Kista Odontogenik

9. Glandular Odontegenic Cysts


Jenis kista odontogenik perkembangan langka yang dapat menunjukkan perilaku agresif.
Meskipun secara umum diterima sebagai asal odontogenik, itu juga menunjukkan fitur
kelenjar atau saliva yang mungkin merupakan indikasi pluripotensi epitel odontogenik.
Kista Non-Odontogenik

Fissural Cysts
awalnya dideskripsikan untuk mengklasifikasikan lesi kistik yang ditemukan di area yang diyakini
menjadi fusi embrio. Dengan studi yang lebih rinci, garis fusi ini diyakini tidak ada dan pemeriksaan
dekat pada kasus sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar kista ini sebenarnya memiliki
penyebab odontogenik. Namun, kadang-kadang digunakan untuk tujuan deskriptif saja.
Kista Non-Odontogenik

Globulamaxillart cysta
Istilah kista globulomaxillary adalah istilah umum yang digunakan untuk lesi kistik yang muncul di
antara gigi insisivus lateral atas dan gigi kaninus. Awalnya dirasakan muncul dari epitel karena fusi
embrio dari proses rahang atas dengan proses hidung, tetapi versi fusi embrio tidak memiliki bukti
pendukung. Banyak kasus yang dilaporkan sebenarnya adalah kista apikal yang berhubungan
dengan gigi insisivus lateral non-vital atau lesi kistik lainnya. Pengobatannya adalah dengan
enukleasi.
Kista Non-Odontogenik

Median Mandibular Cysts


istilah untuk lesi kistik di garis midline rahang. Usulan untuk keberadaan embrionik ini sekarang
telah dibantah dan seperti kista globulomaxillary, kebanyakan kasus sebenarnya berasal dari
odontogenik.
Kista Non-Odontogenik

Nasopalatine Cysts
Kista kanalis nasopalatina atau insisivus muncul dari sisa-sisa epitel duktus nasopalatina
embrionik. Hal ini terjadi selama pembuatan kanalis insisivus oleh fusi dari premaxilla dengan
prosesus palatine dari tulang rahang atas.
Kista nasopalatina lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan pada dekade keempat hingga
dekade keenam berlangsung.
Karakter & Gambaran TP 2
Klinis Kista Odontogenik
Felicia Hilkiah Wijaya 2090015
Kista
Apa itu Kista?
Kista -> rongga patologis yang berisi cairan, dilapisi oleh epitel, dan dikelilingi oleh dinding
jaringan ikat tertentu.

Bagaimana?
- Kista lebih sering terjadi pada rahang daripada tulang lainnya karena sebagian besar kista
berasal dari banyak sisa epitel odontogenik yang tersisa setelah pembentukan gigi.
- Kista memiliki bentuk bulat atau bulat berdasarkan akumulasi cairan di dalam rongga.

Tanpa resistensi, misalnya, dalam ruang udara seperti sinus maksilaris, kista tumbuh secara
konsentris menghasilkan bentuk bola, tetapi ketika tumbuh di dalam tulang, bentuknya dipengaruhi
oleh resistensi jaringan keras yang berdekatan.
Karakter dan Gambaran Klinis

- Pembengkakan dan kurangnya rasa sakit (kecuali kista menjadi infeksi sekunder atau
berhubungan dengan gigi nonvital.)
- Kista sering dikaitkan dengan gigi yang belum erupsi, terutama gigi geraham ketiga.
- Kista dapat terjadi secara sentral (di dalam tulang) di setiap lokasi di maksila atau mandibula
tetapi jarang terjadi di kondilus dan prosesus koronoideus.

- Kista odontogenik paling sering ditemukan di daerah bantalan gigi. Di mandibula, mereka berasal di atas kanal saraf
alveolar inferior. Kista odontogenik dapat tumbuh ke dalam sinus maksilaris. Beberapa kista nonodontogenik juga berasal
dari antrum. Beberapa kista muncul di jaringan lunak regio orofasial.
- Kista yang berasal dari tulang biasanya memiliki pinggiran yang berbatas tegas dan berkortikasi (ditandai dengan garis
radiopak tipis yang seragam). Namun, infeksi sekunder atau keadaan kronis dapat mengubah tampilan ini menjadi
batas yang lebih tebal dan lebih sklerotik atau membuat korteks menjadi kurang jelas.
- Kista biasanya berbentuk bulat atau lonjong, menyerupai balon berisi cairan. Beberapa kista mungkin memiliki batas
bergigi.
Karakter Selanjutnya...

- Kista sering bersifat radiolusen.


- Beberapa kista memiliki septa, yang menghasilkan beberapa lokulasi yang dipisahkan oleh dinding tulang atau septa
tersebut.
- Kista yang memiliki pinggiran bergigi mungkin tampak memiliki septa internal. Kadang-kadang, tonjolan tulang yang
dihasilkan oleh scalloping perifer diposisikan sehingga gambarnya tumpang tindih dengan aspek internal kista,
memberikan kesan palsu septa internal.
- Kista tumbuh perlahan, terkadang menyebabkan perpindahan dan resorpsi gigi. Resorpsi akar sering memiliki tepi yang
tajam dan melengkung. Kista dapat memperluas mandibula, biasanya dengan cara yang halus, melengkung, dan
mengubah pelat kortikal bukal atau lingual menjadi batas kortikal yang tipis.
- Kista dapat menggeser kanalis nervus alveolaris inferior ke arah inferior atau meluas ke antrum maksila,
mempertahankan lapisan tipis tulang yang memisahkan aspek internal kista dari antrum.
Gambaran Klinis Kista Odontogenik
Tipe Kista Odontogenik Gambaran Klinis

Radicular Cyst - terkait dengan apeks gigi


- muncul setelah perkembangan granuloma periapikal dari
sisa-sisa nekrotik pulpa gigi.
- Saat kista membesar, tulang di atasnya dapat diresorpsi
meninggalkan pembengkakan lunak atau bahkan lapisan
tipis tulang yang dapat dirasakan pada palpasi

Residual Cyst - berkembang dari infeksi sisa periapikal atau dari fragmen
kista yang tertinggal setelah pencabutan gigi non-vital
- mirip dengan kista radikular dan secara radiografi ditemukan
sebagai lesi radiolusen unilokular yang terisolasi, berbatas
tegas, dalam proses alveolar tetapi tanpa gigi penyebab
yang jelas
Gambaran Klinis Kista Odontogenik
Tipe Kista Odontogenik Gambaran Klinis

Lateral Periodontal Cyst - asimtomatik dan diidentifikasi secara radiografis di antara


akar gigi
- sering pada kaninus mandibula dan daerah premolar

Eruption Cyst - biasanya berwarna biru atau ungu, terlihat pada anak-anak
- ditemukan pada alveolus di atas gigi yang sedang erupsi.

Gingival Cyst - Pada bayi baru lahir, nodul kecil sering terlihat pada puncak
alveolar
- Pada Dewasa, kista jaringan lunak kadang-kadang dapat
ditemukan di atas alveolus
- menyebabkan resorpsi lokal tulang yang mengakibatkan
lekukan berbentuk piring kecil di lempeng alveolar.
Gambaran Klinis Kista Odontogenik
Secara umum, kista odontogenik berasal dari proses perkembangan atau inflamasi. Kista
odontogenik bersifat jinak, meskipun transformasi menjadi ganas mungkin terjadi.

Tipe Kista Odontogenik Gambaran Klinis

Periapical Cyst (Radicular Cyst) - asimtomatik dan sering ditemukan secara


kebetulan selama pemeriksaan radiografi gigi rutin
- menyebabkan resorpsi tulang tetapi umumnya
tidak menghasilkan ekspansi tulang
- Radiolusensi yang berhubungan dengan kista
periapikal umumnya bulat sampai ovoid, dengan
batas sempit dan opak yang berbatasan dengan
lamina dura gigi yang terlibat.

Lateral Periapical Cyst - terjadi di daerah premolar dan cuspid mandibula


dan kadang-kadang di daerah gigi seri
- muncul sebagai pembengkakan jaringan lunak
kecil di dalam atau sedikit lebih rendah dari papila
interdental
- perubahan warna sedikit kebiruan ketika itu relatif
besar.
Gambaran Klinis Kista Odontogenik
Tipe Kista Odontogenik Gambaran Klinis

Dentigerous Cyst - sering terlihat pada gigi geraham ketiga dan kaninus rahang
atas, yang merupakan gigi yang paling sering mengalami
impaksi
- erupsi yang tertunda merupakan indikasi paling umum
- rahang atas yang melibatkan regio kaninus, perluasan ke
dalam sinus maksilaris atau ke dasar orbita

Glandular Odontogenic Cyst - terlokalisasi pada segmen anterior.


- Ekspansi rahang tidak jarang, terutama dalam hubungannya
dengan lesi mandibula.

Odontogenic Keratocyst - terjadi pada semua usia


- Pada mandibula, bagian posterior tubuh dan regio ramus
paling sering terkena, dan di maksila, area molar ketiga
paling sering terkena.
- Multi lokularitas sering muncul dan cenderung lebih sering
terlihat pada lesi yang lebih besar.
- Pembesaran lingual mandibula kadang-kadang terlihat.
Gambaran Klinis Kista Odontogenik
Tipe Kista Odontogenik Gambaran Klinis

Calcifying Odontogenic Cyst - Lebih dari 70% terlihat di rahang atas


- Mereka yang muncul di lokasi ekstraosseus atau perifer
biasanya ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 50
tahun dan ditemukan di anterior regio molar pertama.
- Secara radiografis, kista tersebut dapat muncul sebagai
radiolusensi unilokular atau multilokular dengan batas yang
jelas dan berbatas tegas
- Dalam beberapa kasus, mineralisasi dapat berkembang
sedemikian rupa sehingga margin radiografik dari lesi sulit
ditentukan
Pathogenesis kista
odontogenik dan non TP 3
odontogenik

White S, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 7th ed. Missouri. Mosby, 2014
1. PATHOGENESIS KISTA ODONTOGENIK

Ada tiga macam sisa epitel yang diduga berperan dalam pembentukan beberapa kista
odontogenik :

● Penyebab keratosis odontogenik adalah Sisa-sisa epitel atau glands of Serres yang
tersisa setelah terputusnya dental lamina.

● Kista dentigerous (folikular), kista erupsi, dan kista paradental inflammatory berasal
dari Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan menutupi gigi impaksi
yang sudah terbentuk sempurna.

● kista radikular berasal dari Sisa-sisa Malassez yang terbentuk melalui fragmentasi
dari epithelial root sheath of Hertwig.
1. PATHOGENESIS KISTA NON ODONTOGENIK

● Kista duktus nasopalatina berkembang dari proliferasi sisa-sisa epitel duktus nasopalatina
embrionik berpasangan di dalam kanalis insisivus.

● Kanalis tersebut terbentuk sebagai hasil fusi dari premaxilla dengan prosesus palatal kanan dan
kiri.

● Jalan keluar anatomis kanal sedikit di belakang papila incisivus.

● Stimulus pembentukan kista dari sisa-sisa epitel kanalis nasopalatina tidak pasti, meskipun infeksi
bakteri dan/atau trauma diduga berperan.

● Diduga bahwa kelenjar lendir di dalam lapisan dapat menyebabkan pembentukan kista sebagai
akibat dari sekresi musin.
Gambaran radiologi kista TP 4
dentigerous
Timothy Ignatius Nathanael/2090056
Gratchia Militchia G / 2090023

White S, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 7th ed. Missouri. Mosby, 2014
Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang belum erupsi.
Dimulai ketika cairan menumpuk di lapisan epitel email yang berkurang atau di antara epitel dan
mahkota gigi yang tidak erupsi.
Lokasi
Episentrum kista dentigerous ditemukan tepat di atas mahkota gigi. Paling sering pada gigi molar ketiga
rahang bawah atau rahang atas atau kaninus rahang atas.Poin diagnostik yang penting adalah kista ini
menempel pada cementoenamel junction.Beberapa kista dentigerous bersifat eksentrik, berkembang dari
aspek lateral folikel sehingga menempati area di samping mahkota daripada di atas mahkota.
Efek pada struktur sekitar

Kista dentigerous memiliki kecenderungan untuk menggeser dan menyerap gigi yang
berdekatan. Misalnya, molar ketiga rahang atas atau cuspid dapat didorong ke dasar orbit,
dan molar ketiga rahang bawah dapat dipindahkan ke daerah kondilus atau koronoid atau
juga ke korteks inferior mandibula.
Kista yang mengelilingi mahkota gigi geraham ketiga
Kista telah menyebabkan resorpsi dari akar distal molar kedua
Kista yang melibatkan ramus mandibula
Kista dentigerous yang membesar secara distal dari molar ketiga yang terlibat
Gambar panorama mengungkapkan adanya kista dentigerous besar yang terkait
dengan cuspid rahang atas kiri(Tanda panah) yang telah mengungsi
Gambar CT koronal dan aksial Pada kasus yang sama menunjukkan
perpindahan cuspid ke superior-lateral,perluasan dinding anterior rahang
atas, dan perluasan kista kedalam fossa hidung.
Film panorama dari kasus yang sama diambil beberapa tahun terpisah menunjukkan perpindahan
superior-posterior molar ketiga rahang atas oleh kista dentigerous.
A. Molar ketiga telah dipindahkan ke korteks inferior
B. Molar kedua yang sedang berkembang telah dipindahkan ke ramus oleh kista yang berhubungan
dengan molar pertama.
Gambar CT dengan algoritma tulang mengungkapkan mplar ketiga rahang atas yang
dipindahkan ke ruang yang ditempati oleh rahang atas;perhatikan adanya korteks
antara kista dan antrum.
DIAGNOSIS
BANDING
TP 5
KISTA DENTIGEROUS
SECARA RADIOLOGI
Karissa Adiela S 2090004
Lidya Diandra P 2090050

White S., Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 7th ed. Missouri. Mosby, 2014
DIAGNOSA BANDING

● Gambaran histopatologi dari lapisan epitel tidak spesifik → diagnosis bergantung pada
pengamatan radiografik dan pembedahan dari perlekatan kista ke cementoenamel
junction
● Pemeriksaan histopatologi harus selalu dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan
lesi lain di lokasi ini.
● Salah satu diagnosis banding yang paling sulit dibuat → antara small dentigerous cyst
dan hyperplastic follicle
Hyperplastic follicle
● Dipertimbangkan dengan bukti perpindahan gigi atau
perluasan tulang yang terlibat.
● Ukuran ruang folikel normal adalah 2 - 3 mm.
● Jika ruang folikel > 5 mm, kista dentigerous lebih
mungkin terjadi.
● Jika ketidakpastian tetap ada, daerah tersebut harus
diperiksa ulang dalam 4 - 6 bulan untuk mendeteksi
adanya peningkatan ukuran atau pengaruh apapun
pada karakteristik struktur sekitarnya.
DIAGNOSA BANDING KISTA DENTIGEROUS
Diagnosis banding Kista Dentigerous mencakup :
Keratocystic Odontogenic Tumor, Ameloblastic Fibroma, Cystic Ameloblastoma

Keratocystic Odontogenic Tumor


● Tidak memperluas tulang ke derajat yang sama dengan kista dentigerous
● Lebih kecil kemungkinannya untuk meresorbsi gigi
● Dapat menempel lebih jauh ke apikal pada akar daripada pada cementoenamel junction (CEJ)

Keratocystic Odontogenic Tumor Ameloblastic Fibroma Cystic Ameloblastoma


DIAGNOSA BANDING
● Sulit untuk membedakan small ameloblastic fibroma atau cystic ameloblastoma dari dentigerous cyst jika
tidak ada struktur internal.

● Lesi langka lainnya yang mungkin memiliki penampilan perikoronal serupa :


Tumor Odontogenik Adenomatoid dan Kista Odontogenik Terkalsifikasi -> keduanya dapat mengelilingi
mahkota dan akar gigi yang terlibat, dan terkadang ditemukan bukti struktur internal radiopak

Odontogenic Adenomatoid Tumor Calcified Odontogenic Cyst


● Terkadang, kista radikular di apeks gigi sulung mengelilingi mahkota gigi permanen yang sedang
berkembang yang diposisikan apikal, memberikan gambaran palsu Dentigerous Cyst terkait dengan gigi
permanen.

● Hal ini yang paling sering terjadi pada gigi sulung molar mandibula dan bicuspids yang sedang
berkembang

● Dalam kasus ini, klinisi harus mencari karies yang luas atau restorasi yang besar pada gigi sulung, suatu
etiologi yang akan mendukung diagnosis kista radikular

Kista Radikular Dentigerous Cyst


GAMBARAN
MIKROSKOPIK TP 6
KISTA DENTIGEROUS
Yabest Arron Sugiarto Saputra 2090053
Lilian Fakhrunnisa Roselin 2090008

Brad W. Neville, Douglas D. Damm, Carl M. Allen, Jerry E. Bouquot Oral and Maxillofacial Pathology. Ed 3. 2009. Chapter 15
Gambaran histopatologi dari kista dentigerous bervariasi:
- Kista dentigerous yang tidak meradang
- Kista dentigerous yang meradang
kista dentigerous yang tidak meradang

- dinding jaringan ikat fibrosa tersusun longgar dan mengandung substansi dasar glikosaminoglikan yang cukup banyak.
- Pulau-pulau kecil atau tali yang tidak aktif muncul, sisa epitel odontogenik mungkin ada di dinding fibrosa.
- terkadang ini tersisa banyak, dan terkadang para ahli patologi yang tidak terbiasa dengan lesi oral dan telah salah
menafsirkan temuan ini sebagai ameloblastoma.
- Lapisan epitel terdiri dari dua sampai empat lapisan sel epitel non-keratinisasi pipih dan antar muka jaringan ikat datar
I
N
F
L
A
M
E ●

Dinding fibrosa lebih terkolagenisasi, dengan infiltrasi variabel sel inflamasi kronis.
Lapisan epitel dapat menunjukkan jumlah hiperplasia yang bervariasi dengan

D
perkembangan rete ridges dan gambaran skuamosa yang lebih jelas.
● Lapisan epitel lebih tebal dengan rete ridges hiperplastik.
● Kapsul kista fibrosa menunjukkan infiltrat inflamasi kronis difus.
Sel-sel mukus yang tersebar dapat dilihat di dalam lapisan epitel. Permukaan
keratin terkadang terlihat, tetapi perubahan ini harus dibedakan dari yang
diamati pada keratocyst odontogenik. Area fokus sel mukosa dapat ditemukan
pada lapisan epitel kista dentigerous.
PENATALAKSANAAN TP 7
KISTA
Eunike Jessica 2090003

Peterson. 2013. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. St.Louis. Mosby


Enukleasi/ Enucleation

Marsupialisasi/ Marsupialization

Enukleasi setelah Marsupialisasi/


Enucleation after Marsupialization

Enukleasi dengan kuretase/


Enucleation with Curettage
Enukleasi
Enukleasi adalah proses dimana total penghapusan lesi kistik dicapai. Enukleasi kista
harus dilakukan dengan hati hati dalam upaya untuk menghilangkan kista dalam satu
bagian tanpa fragmentasi, yang mengurangi kemungkinan kekamuhan dengan
meningkatkan kemungkinan pengangkatan total.

Indikasi
Enukleasi adalah pengobatan pilihan untuk menghilangkan kista rahang dan harus
digunakan dengan kista rahang mana pun yang dapat diangkat dengan aman tanpa
terlalu mengorbankan struktur yang berdekatan
Enukleasi
Keuntungan.
- Pemeriksaan patologis seluruh kista dapat dilakukan.
- Biopsi eksisi awal (yaitu, enukleasi) juga mengobati lesi dengan tepat. Pasien tidak perlu
merawat rongga berkantung dengan irigasi konstan. Setelah flap akses mukoperiosteal telah
sembuh, pasien tidak lagi terganggu oleh rongga kistik.
Kekurangan.
Jika salah satu kondisi yang diuraikan di bawah bagian tentang indikasi untuk marsupialisasi ada,
enukleasi mungkin tidak menguntungkan.
Marsupialisasi

Indikasi.
1. Jumlah cedera jaringan.
2. Akses bedah.
3. Bantuan dalam erupsi gigi.
4. Luasnya pembedahan.
5. Ukuran kista.
Marsupialisasi

Keuntungan.
Prosedur yang sederhana untuk dilakukan. Marsupialisasi juga dapat menghindarkan struktur vital dari
kerusakan jika enukleasi segera dilakukan.
Kekurangan.
Pasien merasa tidak nyaman dalam beberapa hal. Dalam kebanyakan kasus, berarti pasien harus mengairi
rongga beberapa kali setiap hari dengan jarum suntik. Ini dapat berlanjut selama beberapa bulan, tergantung
pada ukuran rongga kistik dan kecepatan pengisian tulang.
Enukleasi setelah Marsupialisasi
Indikasi.
Indikasi ini didasarkan pada evaluasi menyeluruh dari jumlah enukleasi cedera jaringan
yang akan menyebabkan, tingkat akses untuk enukleasi, apakah gigi impaksi yang
terkait dengan kista akan mendapat manfaat dari panduan erupsi dengan
marsupialisasi, kondisi medis pasien, dan ukuran. dari lesi. Namun, jika kista tidak
sepenuhnya menghilang setelah marsupialisasi, enukleasi harus dipertimbangkan.
Indikasi lain untuk enukleasi kista setelah marsupialisasi adalah rongga kistik yang sulit
dibersihkan oleh pasien. Klinisi mungkin juga ingin memeriksa seluruh lesi secara
histologis.
Enukleasi setelah Marsupialisasi
Keuntungan.
Pada fase marsupialisasi, keuntungannya adalah bahwa ini adalah prosedur sederhana
yang menghemat struktur vital yang berdekatan.
Pada fase enukleasi, seluruh lesi tersedia untuk pemeriksaan histologis. Keuntungan
lain adalah pengembangan lapisan kistik yang menebal, yang membuat enukleasi
sekunder menjadi prosedur yang lebih mudah.
Kekurangan.
Kerugian dari modalitas intervensi bedah ini sama dengan untuk marsupialisasi. Kista
total awalnya tidak diangkat untuk pemeriksaan patologis. Namun, enukleasi
selanjutnya dapat mendeteksi kondisi patologis okultisme.
Enukleasi dengan Kuratase
Keuntungan.
Jika enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase dapat menghilangkannya,
sehingga mengurangi kemungkinan kekambuhan.
Kekurangan.
Kuretase lebih merusak tulang dan jaringan lain yang berdekatan. Pulpa gigi dapat
kehilangan suplai neurovaskularnya ketika kuretase dilakukan dekat dengan ujung akar.
Bundel neurovaskular yang berdekatan dapat mengalami kerusakan yang sama.
Kuretase harus selalu dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari bahaya ini.
Enukleasi dengan Kuratase

Teknik.
Setelah kista telah dienukleasi dan diangkat, rongga tulang diperiksa untuk kedekatan dengan
struktur yang berdekatan. Kuret tajam atau bur tulang dengan irigasi steril dapat digunakan untuk
menghilangkan lapisan tulang berukuran 1 sampai 2 mm di sekitar perifer lengkap rongga kistik. Ini
harus dilakukan dengan sangat hati-hati saat bekerja di proksimal struktur anatomi yang penting.
Rongga kemudian dibersihkan dan ditutup
SEKIAN TERIMAKASIH

SEMANGAT SOCA :)
LEMBAR EVALUASI TUTOR

Hari/Tanggal:Jumat, 26-11-2-2021 Blok:6 Kelompok: (2) Nama Tutor: Odontogenic cyst

Berikan Nilai 1 – 4 sebagai umpan balik untuk Tutor Saudara selama memfasilitasi kelompok. Umpan balik ini sangat
bermanfaat bagi Tutor. Berikan nilai 1 – 4. Nilai 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = sering, 4 = selalu

No. Pernyataan Nilai


1 Tutor memahami tujuan dari PBL dan masalah yang ada dalam skenario 4
2 Tutor memahami apa yang harus dipelajari oleh mahasiswa 3
3 Tutor menunjukkan antusiasme sebagai Tutor 4
4 Tutor hadir sesuai dengan waktu yang ditentukan 4
5 Tutor memperhatikan dan member umpan balik dalam diskusi kelompok 4
6 Tutor memberikan kuliah/menjelaskan masalah yang ada dalam skenario 4
7 Tutor mengarahkan dan membantu mahasiswa dalam memilih sumber informasi dan materi 4
pembelajaran
8 Tutor mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi 4
9 Tutor membantu mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah dan tujuan pembelajaran yang 4
ada dalam skenario
10 Tutor mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan masalah yang ada dalam skenario 4

LEMBAR EVALUASI KELOMPOK

Berikan nilai 1 – 4 sebagai penilaian kelompok Saudara. Berikan nilai 1-4. Nilai 1 = buruk, 2 + cukup, 3 = baik,
4 = baik sekali

No. Pernyataan Nilai


1 Anggota kelompok menyiapkan materi dengan baik 3
2 Kesimpulan kelompok cukup jelas 4
3 Tujuan pembelajaran sebagian besar sudah tercakup 3
4 Diskusi kelompok merangsang anggota untuk berpartisipasi 3
5 Semua anggota memberikan kontribusi pemikiran dalam diskusi 4
6 Suasana kerjasama tampak di dalam kelompok 4

LEMBAR EVALUASI MODUL

No. Pernyataan Ya Tidak


1 Skenario mudah dipahami ✓
2 Skenario sesuai dengan modul yang dipelajari ✓
3 Modul sesuai dengan tema blok ✓
4 Kepustakaan mudah dicari ✓

Tuliskan komentar Saudara terhadap tutor, kelompok dan modul.

Menurut kelompok, tutor sudah berjalan dengan lumayan baik , kelompok mampu menemukan tujuan pembelajaran dan
memecahkan kasus dalam scenario yang diberikan dengan bantuan dari daftar Pustaka yang sudah diberikan serta
fasilitator yaitu dokter Dominica Dian Saraswati S., Sp. RKG, M.K.G, terimakasih kepada dokter karena telah
membimbing kami dan mengarahkan tutor agar dapat terselesaikan dengan baik.
GENAP 2019-2020 FORMULIR ANALISA AKHIR DISKUSI

Blok : 05-06
Modul : 6
Judul Modul : Odontogenic cyst
Hari / Tanggal : Senin,22 november 2021-Rabu, 24 november 2021
Nama Tutor/ Fasilitator : Tutor 3/Dominica Dian Saraswati S., drg. Sp. RKG, M.K.G
Kelompok : 2
Angota Kelompok :
NO NRP MAHASISWA
1 2090050 LIDYA DIANDRA PERTIWIE
2 2090003 EUNIKE JESSICA PURNOMO
3 2090004 KARISSA ADIELA SUTANTO
4 2090023 GRATCHIA MILITCHIA GERUNGAN
5 2090053 YABEST ARRON SUGIARTO SAPUTRA
6 2090056 TIMOTHY IGNATIUS NATHANAEL
7 2090043 NUR MUFLIKHATUL AZIZAH
8 2090008 LILIAN FAKHRUNNISA ROSELIN
9 2090057 ESTY BOYONG
10 2090006 DEVINA NAVTALIA GARTIKA
11 2090015 FELICIA HILKIAH WIJAYA
12

1. Modul / Pemicu : Odontogenyc cyst


2. Learning Issues yang diperoleh :
1. Mengetahui dan Memahami definisi dan klasifikasi kista odontogenik dan non odontogenik.
2. Mengetahui dan Memahami Karakteristik dan gambaran klinis kista
3. Mengetahui dan Memahami Pathogenesis kista odontogenic dan kista non odontogenik
4. Mengetahui dan Memahami Gambaran radiologi kista dentigerous
5. Mengetahui dan Memahami Diagnosa banding kista dentigerous
6. Mengetahui dan Memahami Gambaran mikroskopik kista dentigerous
7. Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan kista.

3. Learning issues yang belum dimengerti :

Fasilitator Tanggal : ########


Ketua / Sekretaris Kelompok

(…………………………………..) (……………………………………….)

Cat: Diisi oleh sekretaris dengan persetujuan seluruh anggota kelompok

Anda mungkin juga menyukai