Anda di halaman 1dari 5

Tekanan pembangunan adalah tekanan yang terjadi akibat pertumbuhan penduduk, industrialisasi,

urbanisasi, dan perkembangan ekonomi yang berlebihan dalam suatu wilayah. Tekanan ini dapat
mempengaruhi lingkungan dan sumber daya alam, seperti air, tanah, udara, hutan, dan satwa liar.
Tekanan pembangunan juga dapat memperburuk kualitas hidup manusia, seperti melalui polusi
udara, air, dan tanah, kemacetan lalu lintas, dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, penting
untuk mengelola pertumbuhan dan pembangunan dengan bijaksana dan berkelanjutan untuk
mengurangi tekanan pembangunan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan lingkungan dan
keberlangsungan hidup manusia.

Berikut adalah beberapa contoh kasus tekanan pembangunan:

1. Urbanisasi cepat: ketika penduduk kota tumbuh dengan cepat, dibutuhkan lebih banyak
lahan untuk perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum. Hal ini dapat
menyebabkan deforestasi, hilangnya habitat satwa liar, dan peningkatan polusi dan
kemacetan lalu lintas.
2. Pertumbuhan industri: dengan adanya pertumbuhan industri, terdapat peningkatan
permintaan akan bahan bakar fosil, air, dan sumber daya lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan polusi udara, air, dan tanah, serta menurunkan kualitas
lingkungan hidup.
3. Pembangunan infrastruktur besar: pembangunan jalan tol, bandara, dan proyek
infrastruktur besar lainnya dapat mengakibatkan deforestasi, hilangnya habitat satwa liar,
dan pencemaran lingkungan.
4. Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan: penggunaan sumber daya alam secara
berlebihan, seperti pemotongan hutan yang tidak berkelanjutan atau penangkapan ikan
secara berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan menyebabkan
kekurangan sumber daya alam di masa depan.
5. Pembangunan pariwisata yang tidak berkelanjutan: pertumbuhan pariwisata yang tidak
terkendali dapat menyebabkan peningkatan polusi, kerusakan lingkungan, dan kehilangan
budaya lokal.

Beberapa contoh kasus tekanan pembangunan di Bandung antara lain:


1. Urbanisasi cepat: Bandung merupakan kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang
terus bertambah. Hal ini menyebabkan permintaan akan lahan untuk perumahan dan
infrastruktur meningkat, sehingga banyak lahan terbuka yang dikonversi menjadi
pemukiman atau area komersial. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan
penurunan kualitas hidup.
2. Pertumbuhan industri: Bandung juga merupakan kota industri yang pesat. Pertumbuhan
industri menyebabkan meningkatnya permintaan akan sumber daya dan energi, serta
menyebabkan peningkatan polusi dan kerusakan lingkungan.
3. Pembangunan infrastruktur besar: di Bandung sedang dibangun proyek infrastruktur besar,
seperti jalan tol dan pengembangan bandara. Pembangunan ini dapat menyebabkan
deforestasi, hilangnya habitat satwa liar, dan peningkatan polusi dan kemacetan lalu lintas.
4. Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan: di sekitar Bandung terdapat banyak lahan
pertanian dan hutan yang dimanfaatkan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas
hidup.
5. Pembangunan pariwisata yang tidak berkelanjutan: Bandung merupakan salah satu kota
tujuan wisata yang populer di Indonesia. Pertumbuhan pariwisata yang tidak terkendali
dapat menyebabkan peningkatan polusi, kerusakan lingkungan, dan kehilangan budaya
lokal.
Salah satu studi kasus tekanan pembangunan di Bandung adalah masalah kemacetan lalu
lintas yang terjadi di kota tersebut. Kemacetan lalu lintas di Bandung terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan dan infrastruktur yang belum memadai. Beberapa
faktor yang menyebabkan kemacetan lalu lintas di Bandung antara lain:

6. Pertumbuhan jumlah kendaraan: jumlah kendaraan bermotor di Bandung terus meningkat


setiap tahunnya, namun jumlah jalan dan infrastruktur transportasi tidak sebanding dengan
pertumbuhan jumlah kendaraan.
7. Pembangunan infrastruktur yang belum memadai: meskipun beberapa proyek infrastruktur
telah dilakukan, namun masih terdapat beberapa wilayah di Bandung yang belum terjangkau
oleh transportasi publik.
8. Sistem transportasi yang belum terintegrasi: sistem transportasi di Bandung belum
terintegrasi dengan baik sehingga menyebabkan kesulitan bagi masyarakat dalam mencapai
lokasi tujuan.
9. Tingginya angka pengguna kendaraan pribadi: masyarakat Bandung cenderung lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi publik karena kenyamanan dan
fleksibilitas yang lebih tinggi.
10. Dampak dari kemacetan lalu lintas yang terjadi di Bandung antara lain adalah peningkatan
polusi udara dan suara, penurunan produktivitas masyarakat, dan meningkatnya risiko
kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, pemerintah Kota Bandung telah melakukan berbagai
upaya untuk mengatasi masalah kemacetan, seperti pengembangan jaringan transportasi
massal, penataan dan revitalisasi kawasan publik, serta kampanye untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan transportasi publik.

Salah satu studi kasus tekanan pembangunan di Bandung adalah pembangunan


kawasan Bandung Technopolis. Bandung Technopolis merupakan kawasan industri
dan teknologi yang berlokasi di Kabupaten Bandung. Kawasan ini diharapkan dapat
menjadi pusat pengembangan industri dan teknologi yang berbasis inovasi, serta
meningkatkan daya saing daerah.

Namun, pembangunan Bandung Technopolis juga menimbulkan beberapa tekanan


pembangunan, antara lain:

1. Deforestasi dan kerusakan lingkungan: untuk membangun Bandung


Technopolis, diperlukan lahan yang cukup luas. Hal ini menyebabkan
beberapa area hutan dan lahan terbuka hijau dikonversi menjadi kawasan
industri dan teknologi. Deforestasi dan kerusakan lingkungan yang terjadi
dapat memperburuk kualitas hidup dan menurunkan kesehatan masyarakat.
2. Peningkatan polusi dan dampak lingkungan lainnya: pembangunan Bandung
Technopolis juga menyebabkan peningkatan polusi, seperti polusi udara dan
air. Hal ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan tersebut.
3. Dampak sosial dan ekonomi: pembangunan Bandung Technopolis juga
memiliki dampak sosial dan ekonomi, seperti penggusuran penduduk dan
hilangnya sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.

Oleh karena itu, pembangunan Bandung Technopolis harus diimbangi dengan


pengelolaan lingkungan dan sosial yang baik, serta pemantauan terus-menerus
terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya.

Salah satu studi kasus tekanan pembangunan di Bandung adalah pembangunan Tol
Trans Jawa, khususnya bagian yang melewati kota Bandung. Pembangunan tol ini
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, seperti:

1. Deforestasi: Pembangunan tol ini memerlukan pembukaan lahan yang luas,


termasuk hutan dan lahan pertanian. Hal ini menyebabkan deforestasi dan
hilangnya habitat satwa liar.
2. Kerusakan lingkungan: Pembangunan tol dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan, seperti pencemaran udara dan air, erosi tanah, dan penurunan
kualitas air tanah.
3. Kemacetan lalu lintas: Terdapat dugaan bahwa pembangunan tol ini dapat
memicu peningkatan jumlah kendaraan di jalan raya, sehingga dapat
meningkatkan kemacetan lalu lintas di Bandung.
4. Penurunan kualitas hidup masyarakat sekitar: Pembangunan tol dapat
memaksa warga sekitar untuk pindah dari rumah mereka, menyebabkan
ketidaknyamanan dan penurunan kualitas hidup.
5. Konflik lahan: Pembangunan tol juga dapat menimbulkan konflik lahan, baik
dengan warga sekitar maupun dengan pihak yang memiliki hak atas lahan
yang dibutuhkan untuk pembangunan tol.

Oleh karena itu, pembangunan tol Trans Jawa di Bandung harus dilakukan dengan
hati-hati dan mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar. Perlu ada upaya untuk meminimalkan dampak
negatif tersebut dan menjaga keseimbangan antara pembangunan dan
keberlangsungan lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.

Salah satu studi kasus tekanan pembangunan di Bandung adalah pembangunan Tol
Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Proyek tol ini melintasi wilayah Bandung,
Sumedang, dan Majalengka dengan total panjang sekitar 61 kilometer.

Pembangunan tol Cisumdawu memicu kontroversi di masyarakat karena dianggap


dapat memperburuk tekanan pembangunan di wilayah tersebut. Beberapa dampak
yang dianggap negatif antara lain:
1. Deforestasi: Proyek tol ini membutuhkan lahan seluas 1.382 hektar, sehingga
menyebabkan deforestasi dan hilangnya habitat satwa liar.
2. Kerusakan lingkungan: Pembangunan tol ini membutuhkan penggalian tanah
dan pembangunan struktur beton yang dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan dan penurunan kualitas hidup masyarakat.
3. Penurunan kualitas hidup: Pembangunan tol ini juga dapat menyebabkan
peningkatan polusi udara dan kemacetan lalu lintas yang dapat menurunkan
kualitas hidup masyarakat.
4. Konflik lahan: Pembangunan tol ini juga menimbulkan konflik lahan dengan
masyarakat yang memiliki tanah di sekitar jalur tol.

Meskipun demikian, proyek tol Cisumdawu juga dianggap dapat memberikan


manfaat, seperti mempercepat akses transportasi dan mendukung pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut.

Dalam hal ini, perlu ada manajemen pembangunan yang bijaksana dan berkelanjutan
untuk mengurangi dampak negatif dari proyek tol dan memaksimalkan manfaatnya.

Salah satu studi kasus tekanan pembangunan di Bandung adalah terkait dengan
pengembangan Kota Baru Parahyangan di kawasan Lembang, yang terletak di
daerah perbukitan di sebelah utara Bandung. Proyek ini merupakan bagian dari
rencana pemerintah untuk mengembangkan kawasan metropolitan Bandung dan
diharapkan dapat menarik investasi dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Namun, proyek ini juga menyebabkan tekanan pembangunan pada lingkungan dan
sumber daya alam. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain:

1. Deforestasi: untuk membangun Kota Baru Parahyangan, lahan perbukitan


yang banyak ditumbuhi pepohonan harus dibersihkan dan ditebang. Hal ini
menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya habitat satwa liar di
kawasan tersebut.
2. Kerusakan tanah: akibat dari penggundulan hutan dan pembangunan
infrastruktur, terjadi peningkatan erosi dan penurunan kualitas tanah. Hal ini
dapat menyebabkan banjir dan longsor di musim hujan.
3. Pencemaran air: proyek ini juga menyebabkan peningkatan jumlah
pembangunan dan pemukiman di daerah perbukitan, yang mengakibatkan
peningkatan produksi air limbah dan penurunan kualitas air di daerah
tersebut.
4. Hilangnya keanekaragaman hayati: sebagian besar hewan dan tumbuhan asli
di kawasan tersebut mengalami tekanan akibat dari deforestasi dan kerusakan
habitat.
Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan untuk
mengurangi tekanan pembangunan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup
di kawasan tersebut.
Salah satu contoh kasus tekanan pembangunan di Bandung Utara adalah
pembangunan Bandara Internasional Kertajati. Bandara ini dibangun di Majalengka,
yang berada di wilayah Bandung Utara dan berdampak pada lingkungan dan
masyarakat di sekitarnya.

Pembangunan Bandara Kertajati membutuhkan lahan seluas 1.800 hektar, yang


sebagian besar diambil dari lahan pertanian dan perkebunan masyarakat setempat.
Akibatnya, banyak petani dan pekebun yang kehilangan mata pencaharian dan
terpaksa beralih ke sektor informal.

Selain itu, pembangunan bandara juga mempengaruhi lingkungan hidup sekitar.


Pohon-pohon di sekitar bandara ditebang untuk memperluas landasan pacu dan
lahan parkir. Hal ini menyebabkan hilangnya habitat satwa liar seperti burung dan
hewan kecil lainnya.

Pembangunan Bandara Kertajati juga menyebabkan peningkatan polusi udara dan


kebisingan karena jumlah penerbangan yang semakin meningkat. Akibatnya, kualitas
udara di sekitar bandara semakin buruk dan berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan bagi masyarakat sekitar.

Selain itu, pembangunan Bandara Kertajati juga mempengaruhi perekonomian


masyarakat di sekitar. Meskipun adanya rencana untuk membangun kawasan industri
di sekitar bandara, tetapi sampai saat ini pembangunan kawasan industri tersebut
belum terlaksana. Hal ini berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan dan
sulitnya mencari mata pencaharian yang baru bagi masyarakat setempat.

Untuk mengatasi tekanan pembangunan di Bandung Utara, perlu dilakukan upaya


pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Selain itu,
pemerintah dan pihak terkait perlu berupaya mengembangkan kawasan industri
yang berkelanjutan dan memberikan pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat
setempat agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai