Anda di halaman 1dari 4

166

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV, Bab V, dan Bab VI dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan dapat diklasifikasikan

berdasarkan sudut pandang, yaitu (a) eksistensinya di masyarakat, (b) urutan

unsur pembentuknya, (c) ruang lingkup pemakaiannya, dan (d) topiknya.

Pertama, berdasarkan eksistensinya di masyarakat ungkapan larangan ada

yang berupa peraturan/hukum dan bukan peraturan/hukum. Kedua,

berdasarkan urutan unsur pembentuknya, ungkapan larangan dibedakan

menjadi ungkapan larangan yang disertai akibat dan yang tidak disertai

akibat. Ketiga, ditinjau dari ruang lingkup pemakaiannya, ungkapan

larangan dibedakan menjadi ungkapan larangan yang digunakan pada

lingkup keluarga dan lingkup luar keluarga (masyarakat). Keempat,

berdasarkan topik dibedakan menjadi ungkapan larangan bertopik pertanian

dan umum.

2. Ungkapan larangan termasuk modus imperatif yang pemarkahnya berupa

verba bantu modal (modalitas). Pemarkah modalitas ada yang berupa kata

imperatif negatif da ’jangan’ dan frasa ingkar sing dadi ’tidak boleh’ beserta

variannya.
167

3. Bentuk ungkapan larangan ditemukan berupa kalimat. Berdasarkan jumlah

klausanya, ungkapan larangan ditemukan berupa kalimat tunggal dan

kalimat majemuk; berdasarkan bentuk, ungkapan larangan ditemukan

berbentuk kalimat deklaratif dan imperatif; dan berdasarkan susunan subjek

dan predikatnya, ungkapan larangan ditemukan berupa kalimat berpola

biasa, yaitu subjek mendahului predikat (S + P).

4. Secara umum ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan berfungsi

sebagai alat kontrol. Di samping itu, berdasarkan fungsi komunikatif bahasa.

ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan ditemukan menyatakan

fungsi informasional dan fungsi direktif. Fungsi informasional maksudnya

ungkapan larangan berfungsi sebagai informasi yang disampaikan oleh

penutur kepada petutur, sedangkan fungsi direktif adalah fungsi ungkapan

larangan untuk memengaruhi perilaku dan sikap petutur.

5. Ungkapan larangan mempunyai makna tersurat dan tersirat. Makna

tersuratnya adalah seperti makna kata-kata yang membentuknya yang dapat

dilihat dalam kamus. Makna tersiratnya ditemukan berdasarkan konteks

pemakaiannya. Berdasarkan klasifikasi ungkapan larangan pada masyarakat

petani Tabanan ditemukan makna tersirat (a) pendidikan dan etika sopan

santun, (b) keharmonisan dalam keluarga, (c) mistis, (d) menyayangi

sesama makhluk hidup, (e) pelestarian dan kebersihan lingkungan, (f) leteh

atau kotor secara spiritual, (g) ketertiban dan keteraturan, (h) menolak

rezeki, (i) keseimbangan, dan (j) kebersamaan.


168

6. Dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan

berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa pada masyarakat petani yang

termasuk generasi muda (25 -50 tahun), ungkapan larangan yang dianggap

tidak logis dan efeknya tidak nyata dirasakan kalau dilanggar, saat ini sudah

sangat jarang dipakai. Sebaliknya, ungkapan larangan yang dianggap logis

dan sanksinya nyata, seperti ungkapan larangan berupa peraturan/hukum

saat ini masih digunakan dan ditaati.

7.2 Saran

Seperti pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, yang berarti tidak

ada sesuatu yang sempurna. Demikian juga penelitian tentang ungkapan larangan

pada masyarakat petani Tabanan ini masih banyak kekurangannya. Hal ini

disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis baik dalam hal

penguasaan teori dan penerapannya maupun dalam penganalisisan data.

Penelitian ini dilakukan hanya di dua daerah kecamatan di Kabupaten

Tabanan dan merupakan penelitian awal sehingga belum mampu mewakili

keseluruhan ungkapan larangan yang ada pada masyarakat petani Tabanan. Oleh

karena itu, peneliti mengharapkan ada penelitian lanjutan mengenai ungkapan

larangan pada masyarakat petani Tabanan ini. Tentunya dengan daerah penelitian

yang lebih luas, pengkajian yang lebih mendalam, dan penerapan teori yang lebih

mutakhir sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih lengkap dan mampu

mewakili ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan khususnya dan Bali

umumnya.
169

Ungkapan larangan yang ada pada masyarakat petani Tabanan memang

ada yang tidak logis dan dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan

zaman. Akan tetapi, sebagai wacana kebudayaan, ungkapan larangan memiliki

nilai-nilai filosofi kehidupan yang sangat luhur. Oleh karena itu, ungkapan

larangan sangat perlu dilestarikan dari generasi ke generasi dengan cara

memberikan pemaknaan yang bisa dimengerti, terutama oleh kalangan generasi

muda. Apalagi ungkapan larangan itu menggunakan bahasa Bali sebagai

wahananya sehingga melestarikan ungkapan larangan sekaligus juga melestarikan

bahasa Bali.

Anda mungkin juga menyukai