Anda di halaman 1dari 5

TRAGEDI TRISAKTI

SEJARAH KEJADIAN TRAGEDI TRISAKTI


Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa
pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat
mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas
adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 –
1998), dan Hendriawan Sie (1975 – 1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru
tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Latar Belakang Kejadian


Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia
sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung
Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari kampus
Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade
dari Polri dan militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak
Polri.

Akhirnya, pada pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat
keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa
panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas Trisakti. Namun aparat keamanan
terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras. Satuan
pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon
Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara
Kodam serta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Steyr, dan SS-1.

Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam
keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil
otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut
hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.

HAK YANG DILANGGAR:


a. HAK UNTUK HIDUP
Deklerasi unuversal hak-hak asasi manusia disahkan dandiproklamirkan oleh resolusi majelis
umum 217 A(111) 10 desember 1948 pasal 3 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas
penghidupan,kemerdekaan dan keselamatan seseorang”

Undang –Undang Republik Indonesia nomor39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 9 ayat 1
“setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28A

“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidupnya”

b. Hak untuk menyampaikan pendapat


Undang –undang Republik indonesia nomor 39tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal
25,setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat sesuai dimuka umum,termasuk hak untuk
mogok sesuai deangan ketentuan peraturan perundang-undangan

Hal ini sejalan dengan pasal 19 deklarasi universal hak-hak asasi manusia:
“setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat,dalam hal ini
kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan mencari,menerima,dan
menyapaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dengan tidak memandang batas-
batas”
c. Hak untuk tidk disiksa atau dianiaya
Deklerasi universal hak hak asasi manusia disahkan dan diproklamirkan oleh resolusi majelis
umum217 A(111) 10 desember 1948 pasal 5,”tidak seorangpun boleh di aniaya atau diperlakukan
secara kejam dengan tidak mengingat kemanusiaan ataupun jalan perlakuan atau hukum yang
menghirukan.”
d. Hak atas rasa aman
Undang-undang Reepublik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal
30,”setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”

Undang-undang Dasar 1945 pasal 28G ayat 1”setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi,keluarga,kehormatan,martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi”
e. Hak perlindungan(kewajiban dan tanggung jawab pemerintah)
Undang- undang no.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia bab V kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah pasal 71:
“pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,menengakkan,dan
memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini,peraturan perundang-
undangan lain,dan hukum internasional tentng hak asasi manusia yang di terima oleh negara
Republik Indonesia”
Penyebab terjadinya tragedi trisakti
a. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak
dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan
munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang
didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden,
reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum
secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang,
termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan
Reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang
politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya:
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
 UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
 UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
 UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
 UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997,
situasi politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung
oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu
sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru di masyarakat
semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus.
Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan
(PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianggap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor penyebab
terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang
menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan di Indonesia.
Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan social,
ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum ditegakkan
dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak asasi manusia. Di dalam kehidupan politik,
masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap oposisi sangat besar, terutama
terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
b. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun,
pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,
pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani
kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan
kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu
menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para pejabat Negara. Sejak gerakan reformasi
muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya
reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan
atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum harus secepatnya dilakukan karena merupakan
tuntunan agar siap menyongsong era keterbukaan ekonomi dan globalisasi.
c. Krisis Ekonomi
krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah
semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim
bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu
dengan likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya,
nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per dollar AS. Kondisi ini semakin
diperparah oleh para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun luar negeri yang
memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin bartambah buruk.
Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh
tempo. Bahkan, banyak perusahan yang mengurangi atau menghentikan sama sekali
kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup masyarakat
pun semakin bertambah rendah. Kondisi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir
tahun 1997 persediaan sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan
dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat, seperti di Irian Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan termasuk di beberapa daerah di Pulau Jawa. Faktor lain yang menyebabkan krisis
ekonomi Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap Pasal
33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.
d. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para
mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin
bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan
pada tanggl 4 Mei 1998.
Tuntutan akan reformasi semakin meningkat seiring semakin memburuknya krisis ekonomi yang
meluas menjadi krisis multidimensional dan semakin jelas bahwa Rezim (Orde Baru) tidak
mampu mereformasikan diri. Amien Rais dan Muhammadiyah merupakan salah satu pengecam
paling menonjol pada tahap ini. Demonstrasi mahasiswa semakin marak. ABRI membiarkan
selama demonstrasi dilakukan di dalam kampus (Ricklefs, 2008: 689).

Anda mungkin juga menyukai