Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Andreas Pranoto 2001606415
Pembimbing Skripsi:
Ir. Made Suangga, MT., D.Eng.
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Andreas Pranoto 2001606415
Pembimbing Skripsi:
Ir. Made Suangga, MT., D.Eng.
i
EVALUASI KINERJA SEISMIK DENGAN VARIASI DINDING
GESER DAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS
PADA BANGUNAN BERTINGKAT TIDAK BERATURAN
DENGAN METODE NONLINEAR STATIC PUSHOVER
ANALYSIS
Disusun oleh:
Andreas Pranoto
2001606415
Disetujui oleh:
Pembimbing Skripsi:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat, dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“EVALUASI KINERJA SEISMIK DENGAN VARIASI DINDING GESER DAN
SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA BANGUNAN
BERTINGKAT TIDAK BERATURAN DENGAN METODE NONLINEAR
STATIC PUSHOVER ANALYSIS”. Dengan adanya penulisan proposal skripsi ini
diharapkan dapat memperlancar proses penulisan skripsi.
Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat disetujui untuk
dijadikan skripsi, sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca,
karena banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Kritik dan saran akan
penulis terima untuk kesempurnaan tulisan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
2.1 Gerusan...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27
DAFTAR GAMBAR
2012 nilai PGA wilayah 3 sebesar 0,80 – 0,90 g. nilai ini bahkan lebih besar dari
PGA pada wilyah 6 peta Indonesia 2002 sebesar 0,30 g. maka, perencanaan struktur
bangunan baru ataupun pemeriksaan bangunan yang telah berdiri harus
memperhatikan faktor kekuatan gempa nominal dalam menilai kinerja struktur
tersebut.
Gambar 1.4 Peta Wilayah Gempa Indoneesia 2002 dengan Percepatan Gempa
Maksimum di Batuan Dasar (SB) Menggunakan Periode Ulang 500 Tahun
(Sumber: SNI 03-1726-2002)
Gambar 1.5 Peta Wilayah Gempa Indonesia 2012 dengan Percepatan Gempa
Maksimum di Batuan Dasar (SB) dalam 50 Tahun
(Sumber: Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2012)
4
Secara umum sistem struktur dalam suatu kontruksi terdiri dari sistem
struktur penahan beban gravitasi dan system penahan beban lateral. Sistem struktur
penahan beban gravitasi terdiri dari system moment resisting frame (portal penahan
momen dengan hubungan balok – kolom), sistem flat slab, dan lain-lain. Sistem
penahan beban lateral terdiri dari sistem moment resisting frame (portal penahan
momen dengan hubungan balok-kolom), sistem braced frame (pengaku diagonal),
shear wall (dinding geser) dan lain-lain. Sistem moment resisting frame merupakan
suatu sistem portal yang memiliki tingkat kekakuan yang tinggi, cocok untuk
menahan beban gravitasi maupun beban lateral. Sampai saat ini perencanaan gedung-
gedung bertingkat di Indonesia masih menggunakan sistem moment resisting frame,
sistem brace frame merupakan sistem pengaku diagonal dimana pengaku diagonal
tersebut berfungsi untuk menahan beban lateral.
Salah satu solusi yang digunakan untuk meningkatkan kinerja struktur
bangunan bertingkat tinggi dalam mengatasi simpangan horizontal adalah dengan
pemasangan dinding geser (Shearwall) yang dapat meningkatkan kekakuan
bangunan.
Dinding geser adalah slab beto bertulang yang dipasang dalam posisi vertical
pada sisi gedung tertentu yang berfungsi menambah kekakuan struktur dan menyerap
gaya geser yang besar seiring dengan semakin tingginya struktur. Fungsi dinding
geser dalam suatu struktur bertingkat juga digunakan untuk menopang lantai pada
struktur dan memastikan tidak runtuh ketika terjadi gaya lateral akibat gempa dan
angina. Ketika dinding geser ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu yang cocok dan
strategis. Dinding geser dapat digunakan secara ekonomis untuk menyediakan
tahanan beban horizontal yang diperlukan.
Struktur beton bertulang tahan gempa pada umumnya direncanakan dengan
mengaplikasikan konsep daktilitas dengan konsep ini struktur tidak lagi perlu
direncanakan agar tetap dalam batas elastis saat memikul beban gempa terbesar yang
diperkirakan mungkin terjadi. Suatu taraf pembebanan dengan faktor reduksi
terhadap beban gempa maksumum dapat dipakai sebagai beban gempa rencana,
sehingga struktur dapat didesain secara lebih ekonomis.
Metode analisa pushover merupakan analisa static nonlinear untuk
mengetahui perilaku keruntuhan suatu bangunan atau struktur. Abalisa dilakukan
dengan memberikan suatu pola beban lateral static pada struktur, yang kemudian
secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan
5
tercapai. Secara sederhana suatu bangunan diberi gaya horizontal pada atapnya
kemudian bebannya ditingkatkan tahap demi tahap sampai bangunan itu runtuh atau
sesuai target perpindahan yang ditentukan, pada analisa ini menghasilkan kurva
kapasitas yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dan perpindahan. Dari
kurva ini dapat diperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi pada
struktur.
Berdasarkan uraian diatas kita dapat mengetahui dimana letak terbaik
penggunaan dinding geser (Shear wall) yang akan digunakan untuk menahan beban
angina dan gempa yang akan kita rencanakan selain itu, kita juga akan mengetahui
kinerja optimal dari struktur yang dapat dicapai dan untuk mengetahui pengaruh dari
perpindahan dinding geser tersebut.
Indonsesia sebagai negara yang dilalui oleh jalur utama gempa bumi, sangat sering
mengalami peristiwa gempa bumi. Menurut teori tektonik lempeng, busur kepulauan
Indonesia adalah daerah yang sering dipengaruhhi oleh tiga lempeng kerak bumi yang besar
(Katili, 1972) seperti pada gambar 2.1 yaitu:
a. Lempeng Australia;
b. Lempeng Eurasia;
c. Lempeng Pasifik
Ketiga lempeng tersebut merupakan lempeng utama dunia. Lempeng Eurasia dan
Australia bertumbukan di lepas pantai barat pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa,
lepas pantai selatan kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok kearah utara ke perairan Maluku
sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar pulau
Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempengan itu terjadi disekitar Sulawesi. Itulah
sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempa bumi.
Jalur ini dimulai dari Cardilleras de Los Andes (Chili, Equador dan Caribia), Amerika
tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska, Alaution Island, Kamchatka,
Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia, Polynesia dan berakhir di New Zealand.
kanan dan kekiri. Sehingga patahan ini tidak menyebabkan perubahan tinggi dari
sesar.
Patahan inin biasanya hanya berbentuk garis-garis retakan-retakan besar yang ada di
dalam tanah. Garis-garis yang terjadi akibat patahan disebut kelurusan. Kelurusan
akan terlihat seperti garis lurus panjang melalui citra satelit. Patahan horizontal
biasanya dapat ditemukan pada daerah-daerah yang mengalami kelipatan. Patahan
horizontal dipisahkan menjadi dua yaitu Dekstral dan Sinsitral.
b. Patahan Vertikal
Patahan vertikal adalah patahan yang terjadi akibat tenaga endorgen. Patahan ini
menyebabkan sesar bergerak ke atas dan ke bawah. Sesar sendiri dibagi menjadi dua
yaitu sesar naik dan sesar turun. Sesar naik adalah patahan yang bergerak ke atas.
Sedangkan sesar turun adalah patahan yang bergerak ke bawah.
Patahan vertikal adalah salah satu penyebab relief di muka bumi memiliki tinggi yang
berbeda-beda. Patahan vertikal yang dikenal di Indonesia adalah patahan semangko.
Patahan semangko berada di Sumatera. Patahan ini membagi sumatera menjadi bagian
barat dan timur. Bentuk patahan vertikal dibagi menjadi empat, yaitu Horst, Graben,
Fault Scrap dan pegunungan Patahan.
c. Oblique
Oblique adalah sesar yang mengalami patahan vertikal bersamaan dengan patahan
horizontal. Gerakan ini juga disebut sebagai gerak miring. Gerakan miring terjadi
akibat adanya dua tekanan yang berbeda, terjadi dalam satu waktu dan di satu titik
yang sama.
Dikarenakan gerakannya miring, hal ini menyebabkan sesar berbentuk miring dan
memanjangn. Berbeda dengan Fault Scrap yang membentuk tebing, bentuk oblique
lebih dalam dan panjang. Selain itu perbedaaan tekanan yangdi dapat membuat
oblique lebih curam dari Fault scrap. Oblique adalah penyebab terjadinya palung di
dasar laud an ngarai di daratan.
d. Block Mountain
Block Mountain adalah kumpulan patahan-patahan yang tidak beraturan. Patahan
tersebut membentuk daratan yang memiliki bentuk yang macam-macam. Hal ini
terjadi dari akibat adanya beberapa tekanan yang terjadi di satu daerah yang besar.
13
Tekanan tersebut membuat traikan dan dorongan, uang menghasilkan bentuk relief
yang tidak beraturan. Kuumpulan patahan ini biasanya terdiri dari balok-balok
lithosfer
suatu tungkat adalah gaya geser yang bila bekerja ditingkat itu menyebabkan satu
sataun simpangan antar-tingkat;
g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap
lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat
diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi
ketentuan ini;
h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari system penahan beban
lateral yang menerus tanpa perpindahan titik beratnya. Ekcuali bila perpindahan
tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut;
i. System struktur gedung memiliki tingkat yang menerus tanpa lubang atau bukaan
yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat
dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari
jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa statik ekuivalen sehingga analisanya dapat dilakukan berdasarkan
analisa static ekuivalen.
Struktur gedung yang tidak memenuhi standar menurut struktur gedung beraturan
diatas maka ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak
beraturan maka pengaruh gempa rencana harus ditinjau dari pengaruh pembebanan gempa
dinamik sehingga analisisnya berdasarkan analisa respon dinamik.
Dalam RSNI 03-1726-2012 pasal 7.3.2 struktur bangunan gedung diklasifikasikan
sebagai berikut ini:
a. Ketidakberaturan horizontal pada struktur antara lain:
Ketidakberauran torsi
Yaitu jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk
tak terdduga disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbuh lebih dari 1,2
kali simpangan antara laintai tingkat rata-rata di kedua struktur. Dan hanya
berlaku untuk struktur dimana diaframanya kaku atau setengah kaku.
1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur dan hanya
berlaku untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku
Yaitu jika terdapat suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 60%
kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang 70% kekakuan rata-rata tingkat d
atasnya.
Sebaliknya jika suatu bangunan tidak termasuk dalam syarat yang berlaku dalam
RSNI 03-1726-2012 pasal 7.3.2 dianggap gedung beraturan. Mengacu pada peraturan FEMA
(Federal Emergency Management Agency) 451B, ketidakberaturan massa didefinisikan ad
ajika massa efektid sebrang tingkat lebih dari 150% massa efektif tingkat yang berdekatan.
17
Pengecualian ketidakberaturan tidak ada bila satuan drift tingkat lebih besar dari 1,3 kali rasio
drift tingkat di atasnya.
Sesuai dengan konsep desain bangunan tahan gempa, struktur dirancang untuk beban
geser dasar yang lebih kecil dari yang diperlukan agar struktur berperilaku elastis selama
terjadinya gempa. Hubungan antara faktor modifikasi respon (R), faktor kuat lebih struktur
(), dan faktor reduksi daktilitas (R) dapat dilihat gambar 2.4
Gambar 2.9 Hubungan Antara Faktor Modifikasi Respon (R), Faktor Kuat Lebih Struktur (),
dan faktor reduksi daktilitas (R)
(Sumber: Sultan, F.I 2015)
reduksi yang besar ini terutama disebabkan oleh dua faktor (Gambar 2.4) yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor reduksi daktilitas (R), mengurangi kekuaatan elastis yang dibutuhkan ke
tingkat kuat leleh maksimum struktur;
b. Faktor Kuat Lebih Struktur (), yang dimasukan kedalam perhitungan sebagai
kekuatan lebih seperti yang dimuat di dalam peraturan.
b.
c. Gambar 2.10 Statik Ekivalen
d. (Sumber: Widodo, 2001)
21
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.3.2 struktur bangunan gedung tidak beraturan
dikatagorikan dalam beberapa hal. Untuk struktur bangunan gedung tidak beraturan pengaruh
gempa rencana harus ditinjau sebagai pembebanan gempa yang berperilaku dinamik dan
analisisnya dilakukan berdasarkan respon dinamik, yaitu suatu analisis dinami yang
memperhatikan ragam getar kemungkin akan terjadi pada struktur bangunan. Gedung
beraturan umumnya dianggap mempunyai distribusi inelastik yang seragam pada keseluruhan
elemen sistem penahan gaya lateral.
2.6.1 Gaya Geser Dasar Seismik (V)
Gaya geser dasar seismic (V) dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut ini:
V = Cs x W …………………………………………..………………….(2.1)
Dimana:
Cs = Koefisien respon seismik;
W = berat seismic efektif.
Dimana:
SDS = parameter percepatan spectrum respon desain dalam rentang perioda pendek;
R = faktor modifikasi respons;
Ie = faktor keutamaan gempa.
Untuk nilai Cs yang dihitung sesuai persamaan (2.2) tidak boleh melebihi nilai berikut
ini:
SD1
C s=
T
( IR )
e
……………………………………………………………………...(2.3)
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah dimana S 1 sama dengan
atau lebih besar dari 0,6 g maka Cs harus tidak kurang dari:
22
0 , 5 SD1
C s=
( RI )
e
……………………………………………………………………...(2.4)
Dimana:
SD1 = parameter percepatan spectrum respons desain pada periode sebesar 1,0
detik;
T = periode fundamental struktur (detik)
S1 = parameter percepatan spectrum respons maksimum yang di petakan;
R = faktor modifikasi respons;
Ie = faktor keutamaan gempa.
Dari persamaan diatas terlihat Cs dipengaruhi oleh spektra percepatan periode pendek
0,2 detik SDS, spektra percepatan periode 1,0 detik SD1, koefisien modifikasi respon ®,
importance factor (I), dan periode waktu getar (T).
importance factor (I), merupakan suatu faktor yang bertujuan untuk mereduksi
kebutuhan daktilitas dan menghasilkan kerusakan yang lebih kecil, akan tetapi sebelum proses
perhitungan base shear dilakukan, perlu dilakukan beberapa langkah perencanaan yang lain,
yaitu mengklasifikasikan struktur.
Untuk berbagai katagori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai pada
tabel … pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan faktor keutamaan I menurut tabel
…. . berikut katagori resiko bangunan gedung berdasarkan SNI 03-1726-2012 disajikan
dalam bentuk tabel. Dalam perencanaan hatus diketahui katagori resiko struktur yang mana
berdasarkan tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Katagori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur untuk Beban Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori Faktor
23
Keutamaan
Risiko
Gempa
Gedung dan Non Gedung yang memiliki risiko
rendah terhadap Jiwa manusia pada saat terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk,
antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan I 1,00
perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Tabel 2.2 Katagori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur untuk Beban Gempa
(Lanjutan)
Faktor
Kategori
Jenis Pemanfaatan Keutamaan
Risiko
Gempa
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk
kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar II 1,00
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan Non Gedung yang memiliki risiko tinggi III 1,25
terhadap Jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
24
- Fasilitas kesehatan
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan Non Gedung, tidak termasuk kategori IV,
yang berpotensi untuk menyebabkan dampak ekonomi
yang besar dan/ gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air.
Tabel 2.3 Katagori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur untuk Beban Gempa
(Lanjutan)
Faktor
Kategori
Jenis Pemanfaatan Keutamaan
Risiko
Gempa
Gedung dan Non Gedung yang ditunjukkan
sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi
tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan Fasilitas kesehatan lainnya
yang memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat IV 1,5
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan
kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi,
angin, badai, dan tempat perlindungan darurat
lainnya
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik
lainnya yang dibutuhkan pada saat darurat.
25
2.6.3 Xa
2.6.4
Gambar 2.12 Contoh Jembatan Suramadu, Penghubung Pulau Jawa dan Madura
(Sumber: Dokumentasi Direktorat Jenderal Bina Marga, PUPR)
penggunaan jembatan baja banyak digunakan dan bentuknya lebih bervariasi, karena
dengan jembatan baja bentang yang panjang biayanya lebih ekonomis.
butiran material sedimen (Sanidhya, 2014) Pada proses gerusan lokal, proses awal gerak
butiran ini menunjukkan saat terjadinya awal gerakan sedimen yang meninggalkan abutmen
jembatan atau bangunan air lainnya. Beberapa ahli mengatakan bahwa awal gerak sedimen
sangat dipengaruhi oleh tegangan gesek kritiknya (τc). Tegangan gesek kritik ini seringkali
didefinisikan abstrak (tidak dapat diukur) yang menunjukkan mulainya gerakan sedimen
(Wilcock, 1988). Pada saat terdapat aliran yang melewati saluran alluvial, apabila tegangan
gesek sedimen lebih besar dari pada tegangan gesek kritiknya (τ > τc), maka tidak akan ada
proses angkutan sedimen. Namun jika tegangan gesek sedimen lebih kecil dari pada tegangan
gesek kritiknya (τ < τc), maka akan terjadi proses angkutan sedimen. Penentuan tegangan
gesek kritik ini diperkirakan dengan berdasarkan data dari aliran yang memiliki gerakan
butiran (Wilcock, 1988). Analisa awal gerak sedimen untuk butiran seragam telah dilakukan
oleh Shield sehingga menghasilkan grafik parameter Shields seperti yang tampak pada
Gambar 1.
Besarnya nilai τ* yang terletak diatas Grafik Shields pada Gambar 2.9 menunjukkan
bahwa tegangan gesek sedimen lebih besar dari pada tegangan gesek kritiknya.
Grafik “surface” pada Gambar 2.9 merupakan pengembangan dari Grafik Shields,
namun dikalikan 0,5 oleh Parker yang diusulkan untuk mencocokkan penelitian Neill, bahwa
τc= 0,03 pada S yang besar. Grafik “surface” dinilai lebih sesuai untuk memperkirakan τc
ketika jumlah kerikil digunakan untuk mengukur ukuran butiran dari dasar saluran, dan
persamaan untuk grafik “surface” ditunjukkan pada Persamaan 2.2 (Parker (2008), Neill
(1968), dalam Wilcock (2009)).
τc = 0,5 [0,22(S)-0,6 + 0,0610 exp [-7,7(S)-0,59]................. (2.2)
Diferensial settlement.
Penurunan kondisi secara kimiawi antara lain:
Terjadi korosi pada baja yakni logam tak sejenis, celah, erosi dan tegangan ;
Terjadi korosi pada beton yakni serangan sulphat, reaksi alkali dengan
agregat, shrinkage dan creep dan serangan garam (salt attack) ;
Terjadi korosi pada kayu yakni serangan jamur, karang dan cacing kayu.
Penurunan kondisi jembatan sebagai fungsi dari waktu.
PEMILIHARAAN BERKALA RUSAK RINGAN RUSAK BERAT
4,5 < IRI < 8 8 < IRI < 12 12 < IRI
PENINGKATAN
Po
BATAS
KONTRUKSI
JALAN
Pt
LINTASAN
IDEAL
BATAS
KRITIS
Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5 JIKA TANPA PROGRAM
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin PENINGKATAN JALAN
2.1 Gerusan
Menurut Laursen (1952) dan Sucipto (2004), gerusan didefinisikan sebagai
pembesaran dari suatu aliran yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida.
36
Gerusan merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang mengikis dasar dan
tebing saluran. Gerusan lokal (local scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran di mana
sedimen ditranspor lebih besar dari sedimen yang disuplai.
Transpor sedimen bertambah dengan meningkatnya tegangan geser sedimen, gerusan
terjadi ketika perubahan kondisi aliran menyebabkan peningkatan tegangan geser dasar.
Perbedaan tipe gerusan yang diberikan oleh Raudkivi dan Ettema (1982) dalam Sucipto
(2004) adalah sebagai berikut:
a. Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada atau tidak
adanya bangunan sungai. Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang
terjadi pada saluran terbuka. Gerusan ini disebabkan oleh energi dari aliran air pada
saluran atau sungai tersebut.
b. Gerusan dilokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan aliran sungai menjadi
terpusat.
c. Gerusan lokal di sekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal di sekitar bangunan
sungai. Gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air,
misalnya tiang, pilar atau abutment jembatan.
Gerusan dari jenis (b) dan (c) selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan dengan air
bersih (clear-water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen (live-bed scour).
Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan suatu keadaan di mana dasar saluran di
sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang terangkut) atau secara
teoritik τo<τc. Sedangkan gerusan dengan air bersedimen terjadi ketika kondisi aliran dalam
saluran menyebabkan material dasar bergerak. Peristiwa ini menunjukan bahwa tegangan
geser pada saluran lebih besar dari nilai kritiknya atau secara teoritik τo>τc. Menurut Laursen
(1952) dalam Sucipto (2004), sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut:
a. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang ditranspor keluar
daerah gerusan dengan jumlah material yang ditranspor masuk ke dalam daerah
gerusan;
b. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah
(misal karena erosi);
c. Untuk kondisi aliran akan terjadi suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan batas,
besarnya akan asimtotik terhadap waktu.
Gerusan Lokal (local scouring) dipengaruhi langsung oleh bentuk/pola aliran.
Penggerusan lokal (Garde dan Raju, 1977) terjadi akibat adanya turbulensi air yang
disebabkan oleh terganggunya aliran, baik besar maupun arahnya, sehingga menyebabkan
37
Di mana:
Yse = kedalaman gerusan seimbang (m);
Kσ = fungsi dari standar deviasi geometrik distribusi ukuran partikel;
Ks = faktor bentuk pilar;
Kα = faktor posisi pilar;
Kd = faktor ketinggian aliran;
Kdt = faktor ukuran pilar;
α = sudut datang alir.
Dalam Melville dan Satherland (1988) dalam Pamularso (2006:36) telah dijelaskan,
bahwa kedalaman gerusan dari gerusan lokal, Yse, dapat ditulis:
38
evaluasi pola aliran untuk memperhitungkan kemampuan tinggi timbunan. Parameter yang
ditinjau pada penelitian diatas adalah perubahan tata guna lahan dan pola aliran sungai yang
berdampat pada penurunan kuat geser penahan abtmen jembatan. Sedangkan penlitian yang
akan dilakukan tidak menyangkut pada perubahan tata guna lahan melainkan pemeriksaan
kondisi sungai pada jembatan, yang akan dilakukan penilaian terhadap 5 (lima) kelompok
elemen kondisi sungai pada jembatan yaitu kelompok elemen aliran sungai, kelompok elemen
Bangunan Pengaman, kelompok elemen timbunan, kelompok elemen pondasi, dan kelompok
elemen kepala jembatan/pilar.
1. Preposessor
2. Processor
3. Post processor
Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta
pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu juga sebuah benda atau
ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering disebut juga
dengan meshing. Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses
penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya
penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang
konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan
proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan tahap postprocessor dimana hasil
perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola
warna tertentu.
Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD (software CFD) banyak sekali
digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu
sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam
melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design engineering tahap yang harus
dilakukan menjadi lebih pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah
pemahaman lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini
pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa
grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi.
Mulai
Analisis Penelitian
Pemodelan Fisik Aliran dan menggunakan software CFD
Abutment skala laboratorium
aman
Selesai