Anda di halaman 1dari 12

KUNJUNGAN BIB, BALITSA, DAN TANGKUBAN PARAHU

(untuk melengkapi laporan kblk)

Disusun Oleh:

Kelompok

Kelas XI MIPA 1

Nama Anggota No Absen


Erin Karina Pajrin 07
Fauzan Septiana H 08
Muhamad Wilda 14
Shafa Alifa Wahab 23
Yuli Latifah 26

SMA NEGERI 2 KERTASARI


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1......................................................................................... Latar Belakang
................................................................................................................1
1.2......................................................................................Rumusan masalah
................................................................................................................2
1.3.......................................................................................................Tujuan
................................................................................................................2
1.4....................................................................................................Manfaat
................................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI.................................................................................3
2.1 Balai Inseminasi Buatan (BIB)...............................................................3
2.2 Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)....................................4
2.3 Gunung Tangkuban Parahu....................................................................4
BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................................5
BAB 4 PEMBAHASAN.........................................................................................6
4.1 Proses Inseminasi Buatan (IB) ..............................................................6
4.2 Proses Penanaman Cabai........................................................................7
4.3 Proses Terjadinya Kawah Tangkuban Parahu........................................8
BAB 5.....................................................................................................................10
5.1 Kesimpulan...........................................................................................10
5.2 Saran.....................................................................................................10

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan Lembang merupakan salah satu lokasi wisata di Bandung
yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Lembang terletak di
Kabupaten Bandung Barat yang terkenal sebagai salah satu kawasan dataran
tinggi di Indonesia. Kabupaten Bandung Barat merupakan hasil pemekaran
dari wilayah Kabupaten Bandung yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang di sebelah utara, sedangkan di
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Cianjur, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Letak
Geografis yang terletak pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di
atas permukaan laut membuat Lembang memiliki suhu rata-rata berkisar
antara 17 °−27 ° C .
Kekayaan alam yang subur membuat Lembang memiliki
pemandangan alam yang sangat indah. Suasana yang asri menjadikan wilayah
Lembang sebagai tempat yang cocok dan dicari oleh orang-orang yang ingin
berlibur. Udara yang dingin menjadikan kawasan Lembang sebagai lokasi
wisata favorit terutama bagi para wisatawan yang berasal dari kota-kota besar
sekitar Bandung. Salah satu lokasi wisata favorit di kawasan Lembang yaitu
Gunung Tangkuban Parahu. Gunung Tangkuban Parahu terkenal dengan
legenda rakyat setempat dimana asal usulnya dikaitkan dengan legenda
Sangkuriang yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya Dayang
Sumbi/Rarasati. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang
Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan
sebuah perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah
dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu

1
inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu . Selain cocok
dijadikan tempat wisata, dikawasan Lembang juga terdapat banyak tempat-
tempat edukasi ilmu pengetahuan alam seperti Balai Inseminasi Buatan (BIB)
dan Badan Penelitian Sayuran (BALITSA).
Untuk itu perlu kiranya peserta didik dibawa kelingkungan alami
diluar sekolah untuk membandingkan antara teori yang telah diterima dikelas
dengan kenyataan dilapangan. Adanya Study ini peserta didik juga
dapat membandingkan proses belajar di lapangan dengan ilmu yang diperoleh
di sekolah. Program Study Lapangan ini tak hanya memberikan kita sebuah
materi namun lebih kepada bermain sambil belajar.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana proses inseminasi buatan ?
2) Bagaimana proses penanaman cabai ?
3) Bagaimana proses alam terjadinya kawah tangkuban parahu ?
1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui proses inseminasi buatan.
2) Untuk mengetahui proses penanaman cabai.
3) Untuk mengetahui proses alam terjadinya kawah tangkuban parahu.
1.4. Manfaat
1) Menambah pengetahuan tentang proses inseminasi buatan pada hewan
2) Menambah pengetahuan mengenai pembenihan tanaman cabai
3) Menambah pengetahuan tentang proses alam terjadinya kawah tangkuban
parahu

2
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Balai Inseminasi Buatan (BIB)


Inseminasi Buatan (IB) diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada
permulaan tahun 1950-an oleh Profesor B Seit dari Denmark di Fakultas
Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam
rangka Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) pada tahun-tahun
berikutnya didirikanlah stasiun inseminasi buatan di daerah-daerah
terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan dapat
dikatakan berfungsi sebagai pusat IB yang melayani peternak di daerah
Bogor dan sekitarnya. aktivitas dan pelayanan IB oleh stasiun-stasiun
inseminasi tersebut bersifat hilang timbul dan mengurangi, kalau tidak
menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap keuntungan-keuntungan IB.
Selanjutnya pada tahun 1969, IB mulai diperkenalkan ke daerah-
daerah lain di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui
Departemen Fisiopatologi reproduksi telah mengintrodusir IB di daerah
Pengalengan Bandung Selatan dengan “calf show” yang pertama kali
dalam sejarah perkembangan IB di Indonesia.
Gairah masyarakat akan IB telah berkembang pesat, untuk itu dalam
memenuhi permintaan terutama penyediaan semen beku maka pemerintah
mendirikan satu pusat IB di lembang Jawa Barat dan Balai Inseminasi
Buatan (BIB) di Wonocolo Surabaya sebagai sentra pengembangan
bioteknologi IB di Jawa Timur dengan salah satu kegiatannya adalah
memproduksi semen cair untuk melayani Inseminasi di Surabaya, Malang,
Pasuruan dan Sidoarjo. Tahun 1975 kegiatan produksi semen beku, dan
tahun 1982 produksi semen beku dipindahkan ke Singosari dan

3
selanjutnya berkembang menjadi BIB Singosari dan sentra IB Jawa Timur
hanya sebagai regulator pelaksanaan IB di Jawa Timur.
Perkembangan IB saat sekarang tersebar di seluruh Indonesia, hal ini
dikarenakan masyarakat telah menyadari arti dan manfaat IB untuk
meningkatkan produktivitas ternaknya. Menyadari arti penting IB tersebut
maka hampir setiap daerah propinsi di Indonesia melalui Dinas
Peternakan/Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mendirikan Balai
Inseminasi Buatan atau UPT Inseminasi Buatan.
2.2. Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
yang berada di bawah koordinasi langsung Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Balitsa terletak di bawah kaki Gunung
Tangkuban Parahu, Desa Cikole, kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada ketinggian tempat ± 1.250 mdpl.
Lembaga ini berdiri pada tahun 1940 dan sampai dengan tahun 1962
lembaga ini bertempat di Bogor, Jawa Barat dengan status sebagai kebun
percobaan yang bernama Balai Penyelidikan Pertanian Kebun Percobaan
Margahayu di bawah Balai Penyelidikan Teknik Pertanian (BPTP).
2.3. Gunung Tangkuban Parahu
Gunung Tangkuban Parahu adalah salah satu gunung yang terletak
di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota
Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di
sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi
2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi
yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui
letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan
adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif
adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Parahu dikelola oleh

4
Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17oC pada siang hari
dan 2 °C pada malam hari.

BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Dalam


penelitian dengan metode deskriptif, peneliti akan mendeskripsikan suatu
fenomena dengan berdasarkan pada pengalaman partisipan riset serta hasil
observasi yang telah dilakukan.

5
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Proses Inseminasi Buatan (IB)


Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan
dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel
telur agar dapat terjadi proses pembuahan (fertilisasi). Teknologi IB
dilakukan dengan maksud agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam
penggunaan pejantan terpilih, menghindari terjadinya penyebaran penyakit
melalui sarana reproduksi, atau untuk mengatasi bila terjadi kendala dalam
proses perkawinan alam antara jantan dan betina. Inseminasi atau deposisi
semen ke dalam saluran reproduksi ternak betina merupakan salah satu
langkah akhir dalam kegiatan inseminasi buatan. Pencurahan semen ke
dalam saluan reproduksi ternak betina mamalia dilakukan dengan maksud
agar sel telur yang diovulasikan ternak betina tersebut dapat dibuahi oleh
sperma sehingga ternak betina menjadi bunting dan melahirkan anak.
Inseminasi/deposisi semen harus dilaksanakan pada saat yang tepat, yaitu
pada saat terak betina itu sedang dalam puncak birahi karena pada saat itu
liang leher Rahim (servix) pada posisi yang terbuka.
Inseminasi/deposisi semen pada ternak mamalia besar (sapi) dilakukan
dengan metode rectovaginal. Semen yang diinseminasikan dapat dalam
bentuk semen cair atau semen beku. Aplikator (alat untuk menyampaikan
semen) atau insemination gun untuk semen cair berbeda dengan untuk
semen beku. Penampungan semen dapat dilakukan 1-3 kali dalam
seminggu. Dalam pengambilan semen sapi harus ada sapi yang menjadi
betina pemancing. Pejantan harus dipancing supaya libido mencapai pik-
nya. Semen sapi ditampung dengan alat penampung (vagina buatan).
Sebelum melaksanakan prosedur inseminasi buatan (IB) maka semen

6
harus dicarikan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen
beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau
meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik
adalah 37 ° C . Jadi semen /straw tersebut dimasukkan dalam air dengan
suhu badan 37 ° C selama 7-18 detik. Setelah di thawing, straw
dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue. Kemudian straw
dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan
menggunakan gunting bersih. Setelah itu plastic sheath dimasukkan pada
gun yang sudah berisi semen beku/straw. Sapi dipersiapkan (dimasukkan)
dalam kendang jepit dengan ekor yang diikat. Petugas inseminasi buatan
(IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan
ke dalam rektum. Tangan petugas inseminasi buatan dimasukkan ke
rektum hingga dapat menjangkau dan memegang leher Rahim (servix).
Apabila di dalam rectum banyak kotoran maka harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada
daerah yang disebut dengan ‘posisi ke empat’. Setelah semua prosedur
tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix
dengan perlahan-lahan.
4.2 Proses Penanaman Cabai
Keberhasilan usaha tani cabai salah satunya ditentukan oleh kualitas
benih. Dalam menanam cabai terdapat beberapa alat dan bahan yang
diperlukan yaitu: benih, tanah, pupuk kendang masak, polybag/baki
persemaian, bambu, plastik transparan/screen, pestisida, pupuk daun,
pisau/gunting/ gembor, dan handsprayer.
Terdapat beberapa prosedur pelaksanaan penanaman cabai, yang
pertama yaitu pemilihan benih. Dalam pemilihan benih gunakan varietas
yang dianjurkan. Pilih benih yang bermutu tinggi (berdaya kecambah
diatas 80%, mempunyai vigor yang baik, murni, bersih dan sehat). Pilih
benih yang sesuai dengan iklim, musim tanam dan permintaan pasar.
Prosedur yang kedua yaitu persemaian. Dalam penyemaian gunakan

7
media tanam dari campuran tanah dan pupuk kendang dengan
perbandingan 1:1 dan steril. Masukkan media ke dalam polybag/baki
persemaian. Untuk penyemaian benih di bedeng persemaian langkah yang
harus dilakukan yaitu rendam benih cabai merah dalam air hangat ( 50 ° C )
selama 1 jam. Campur media tanam terlebih dahulu dengan diberi pupuk
kandang atau kompos satu minggu sebelum penyemaian. Buat bedengan
persemaian dengan lebar 1-1,2 meter dan Panjang disesuaikan dengan
kondisi lahan. Buat naungan atau atap plastik transparan di bedengan yang
menghadap timur. Sebar benih cabai merah merata pada bedengan, lalu
ditutup dengan lapisan tanah halus, kemudian ditutup lagi dengan daun
pisang. Lakukan penyiraman, penyiangan serta pengendalian OPT selama
persemaian. Pindahkan benih ke dalam bumbunan daun pisang atau
polybag setelah membentuk 2 helai daun ±12 -14 hari sejak semai.
Lakukan penguatan benih (hardening) 7-10 hari sebelum benih
dipindahkan ke lapangan. Pindahkan benih ke lapangan setelah berumur
3-4 minggu sejak dibumbun atau sudah mempunyai 4-5 helai daun dengan
tinggi antara 5-10 cm. tanam benih di lahan/lapangan pada pagi atau sore
hari pada bedengan yang sehari sebelumnya telah disiram.
4.3 Proses Terjadinya Kawah Tangkuban Parahu
Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 90.000 tahun lalu
di Kaldera Sunda. Gunung ini, menurut T. Bachtiar dan Dewi Syafriani
dalam buku Bandung Purba, lebih muda dari Gunung Burangrang.
Gunung Burangrang yang terletak di sisi barat Gunung Tangkuban Parahu
terbentuk sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu. Menurut T. Bachtiar,
Gunung Tangkuban Parahu lahirnya setelah terbentuknya Sesar Lembang.
Ketika Gunung Tangkuban Parahu meletus, sebagian material alirannya
yang mengalir ke selatan tertahan di kaki patahan.
Sepanjang sejarahnya, aktivitas yang terjadi di gunung Tangkuban
Parahu telah membentuk 13 kawah. Tiga kawah diantaranya populer
dijadikan destinasi wisata, yakni Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah

8
Domas. Sementara perincian 13 kawah lengkapnya sebagai berikut:
Kawah Upas terdiri dari Kawah Upas (termuda), Kawah Upas (muda),
dan Kawah Upas (tua). Kawah Ratu juga terdiri dari Kawah Ratu
(1920), Kawah Ratu (muda), dan Kawah Ratu (tua). Kemudian ada kawah
baru, Kawah Pangguyanganbadak, Kawah Badak, Kawah Ecoma, Kawah
Jurig, Kawah Siluman, dan Kawah Domas.
Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus beberapa kali. Orang yang
sempat mencatat letusan pertamanya adalah botanis sekaligus geologis
bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Berdasarkan catatan yang dibuat
Junghuhn tahun 1853, catatan pertama tentang letusan Gunung Tangkuban
Parahu adalah tahun 1829. Tak ada data tentang letusan sebelumnya.
Setelah itu letusan beristirahat selama 17 tahun, letusan berikutnya terjadi
pada tahun 1846. Setelah itu gunung tercatat aktif berturut-turut tahun
1867 dan 1887. Letusan besar berikutnya terjadi tahun 1896 setelah
gunung mengalami masa istirahat 50 tahun. Aktivitas atau letusan
kemudian terjadi tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1950, 1952, 1957,
1961, 1965, 1967, 1969, 1971, 1983, 1992, 1994, 2004 dan 2019. Menurut
T. Bachtiar, masa istirahat antar letusan Gunung Tangkuban Parahu
berlangsung antara 30 - 70 tahun.
Pada tahun 2005, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Daerah sudah membuat peta Kawasan Rawan Bencana Gunung
Tangkuban Parahu. Daerah-daerah yang rawan bencana dibagi dalam tiga
kategori. Masing-masing Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III. Ada yang
berada dalam radius 1 km, 5 km dari letusan, dan yang berpotensi terkena
terjangan lahar dan hujan abu atau lontaran batu pijar. Dalam
buku Bandung Purba disebutkan, lembah yang berpotensi dilanda lahar
meliputi Ciasem,
Cimuji, Cikole, Cibogo, Cikapundung, Cihideung, Cibeureum dan Cimahi
.

9
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dengan pelaksanaan study lapangan di luar sekolah ini sengatlah
bermanfaat dalam menunjang pembelajaran kurikulum 2013 saat ini,
karena selain untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik
dapat mengetahui ilmu yang didalaminya secara langsung saat dilapangan,
juga dapat membandingkan pembelajaran di sekolah dan dilapangan.
5.2 SARAN
Untuk kegiatan kblk berikutnya diharapkan untuk kenyamanan peserta
study lapangan dimohon untuk lebih mempersiapkan diri terhadap waktu.
Seperti mengatur waktu perjalanan dengan kondusif sehingga tidak terasa
seperti terburu-buru. Yang mengakibatkan kegiatan study lapangan kurang
memuaskan.

10

Anda mungkin juga menyukai