Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Pergerakan
Nasional Indonesia Program Studi Sejarah Peradaban Islam Program
Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar
Oleh:
PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, terkhusus kepada dosen
pengajar kami yang telah membagi ilmunya mengenai Sejarah Pergerakan Nasional
Indonesia.
ii
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1
Publik .......................................................................................13
A. Kesimpulan ..............................................................................19
B. Saran .........................................................................................20
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan
berasosiasi untuk mendirikan dan atau membentuk partai politik (parpol). Tidak
seperti era sebelumnya, pada masa pasca Orde Baru ini yang disebut sebagai era
reformasi, setiap kelompok atau golongan bebas membentuk dan mendirikan parpol
Pada awal reformasi jumlah parpol yang didirikan mencapai 184 partai, dan
tersebut, yang memenuhi syarat untuk ikut Pemilu 1999 hanya 48 parpol.
Menghadapi Pemilu 2004, jumlah parpol yang dibentuk semakin banyak. Ada
sekitar lebih dari 200 parpol yang berdiri. Dari jumlah parpol sebanyak itu hanya
50 parpol yang memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan hanya 24 parpol
Pada Pemilu 2009, jumlah parpol yang dibentuk sekitar 132 partai, dan
sekitar 22 partai politik lolos verifikasi sehingga dapat ikut pemilu ditambah dengan
16 partai poitik, yang terdiri atas 7 partai politik yang lolos ET 3% dan 9 partai
politik yang mendapat kursi di DPR. Jumlah partai politik peserta Pemilu 2009
semuanya menjadi 38 partai di tingkat nasional dan 6 partai lokal di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD).1
1
Lili Romli, “Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia” Politica, Vol.
2, No. 2, November 2011, h. 199.
1
2
Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar,
besar itu, seharusnnya tugas parpol yang utama adalah mencari putra-putri terbaik
prakteknya, kondisi ideal itu belum dilaksanakan dengan baik oleh partai politik.
Kredibilitas partai politik yang sangat berkuasa itu juga terus merosot, disebabakan
oleh maraknya money politics dalam banyak proses politik di lembaga politik dan
memuaskan rakyat.
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Pada era modern partai politik
sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik partai bukan sesuatu
yang dengan sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah yang cukup panjang,
meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakan organisasi
yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan
organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern. Partai politik merupakan salah
B. Rumusan Masalah
ini, yaitu:
C. Tujuan Penulisan
4. Untuk mengetahui Kondisi Partai Politik dan Lembaga DPR Tidak Dipercaya
Publik.
PEMBAHASAN
sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai politik bukan
panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakan
organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan
dengan organisasi negara. Dan tentu saja partai politik baru ada di negara modern.2
suatu keharusan. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan
damai.3 Lebih lanjut, fungsi partai politik juga dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie,
bahwa fungsi partai politik juga sangat penting dalam kegiatan bernegara, yang
politik; kedua, sarana sosialisasi atau pendidikan politik; ketiga, sarana rekrutmen
politik; dan keempat, sarana pengatur atau peredam konflik dalam masyarakat.
Konstitusi Partai yang biasa disebut Anggaran Dasar dan dijabaran dalam bentuk
2
Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik (Bandung: Alfabeta,2011), h.171-
174.
3
Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Edisi Revisi) (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1996), h. 105.
4
5
anggota yang tidak terbatas dengan struktur kepengurusan yang bersifat periodik;
bawah, mulai dari tingkat nasional atau dari tingkat provinsi istimewa sampai ke
anggota partai politik sesuai yang dicita-citakan; dan keenam, terutama dengan cara
menjadi peserta pemilihan umum atau pengusung calon dan pemilihan umum yang
demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, partai politik merupakan pilar atau
tiang yang perlu dan bahkan sangat penting untuk diperkuat derajat
tepatnya, secara tidak langsung juga turut menyatakan bahwa tak ada demokrasi
oleh para akademisi. Ini didasari oleh fakta bahwa institusi partai politik adalah
salah satu pilar penting bangunan sistem demokrasi selain institusi pemilihan umum,
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga pers yang bebas. 6 Meski begitu
4
Jimly Asshiddiqie, “Penguatan dan Penataan Partai Politik di Masa Depan”, Jurnal
Ketatanegaraan, Vol. 5, November 2017, h. 35.
5
Rohaniah, Yoyoh dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik: Kajian Mendasar Ilmu Politik
(Malang: Intrans Publishing, 2015), h.225.
6
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014), h.45.
6
pentingnya kedudukan partai politik dalam sistem demokrasi, tetapi tanpa partai
politik yang kuat maka tak akan ada demokrasi yang kuat.7
menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang memunyai visi dan misi yang
sama, sehingga pikiran dan orientasi mereka dapat dikonsolidasikan. Berangkat dari
hal tersebut, dapat diuraikan bahwa partai politik merupakan kelompok terorganisir,
yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut dalam bentuk program yang
diabaikan, sebab partai politik mesti memiliki ideologi yang berfungsi tak hanya
sebagai identitas pemersatu,9 tetapi juga memberikan karakter tersendiri yang dapat
menjelaskan mengapa suatu partai harus ada, dan karakter perbedaan antar partai-
partai, di samping itu ideologi juga sebagai tujuan perjuangan partai. Di banyak
program partai yang tentu juga berbeda dengan partai lainnya. Perbedaan program
kerja mana yang sesuai dengan keadaan hidup masyarakat itu sendiri, dan program
kerja partai tentunya akan menjadi sikap dasar partai dalam proses pengelolaan
kebijakan negara.10
7
Sebastian Salang, Potret Partai Politik di Indonesia: Asesmen terhadap Kelembagaan,
Kiprah, dan Sistem Kepartaian (Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung, 2007), h. 5.
8
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). (Jakarta: Gramedia, 2004), h.
404.
9
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1999), h.115.
10
Pramono Anung Wibowo, Mahalnya Demokrasi Memudarnya Ideologi: Potret
Komunikasi Politik Legislator-Konstituen (Jakarta: Kompas, 2013), h.272-273.
7
sebagai suatu sarana untuk manusia atau warga negara untuk membentuk suatu
fungsi-fungsi politik itu sendiri. Secara umum fungsi partai politik dapat
dikelompokkan menjadi lima fungsi utama. Kelima fungsi utama tersebut yakni:
penyelesai konflik. Antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya memiliki
keterkaitan, dan memiliki pengaruh besar terhadap ekspektasi dan animo anggota
pemerintahan Orde Baru, pendirian partai politik masih tumbuh subur bak jamur di
musim hujan. Meski terjadi fluktuasi partai-partai sebagai partai peserta pemilu,
seperti, pada Pemilu 1999, jumlah partai yang didirikan sebanyak 148 partai dengan
93 partai politik yang disahkan, tetapi 48 partai yang menjadi peserta Pemilu 1999.
Pemilu 2004 terjadi lonjakan cukup drastis jumlah pendirian partai politik, jumlah
partai politik hingga 237 partai politik. Dari jumlah sebanyak itu hanya 50 partai
yang memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan hanya 24 partai yang bisa
Namun terjadi penurunan pada Pemilu 2009, jumlah partai yang dibentuk
sekitar 132 partai: 22 partai lolos verifikasi ditambah dengan 16 partai politik, yang
terdiri atas 7 (tujuh) partai yang lolos electoral threshold sebesar 3 persen dan 9
(sembilan) partai politik yang mendapat kursi di DPR. Dari jumlah tersebut, partai
yang lolos menjadi peserta Pemilu 2009 sebanyak 38 partai di tingkat nasional dan
11
Sebastian Salang, Potret Partai Politik di Indonesia: Asesmen terhadap Kelembagaan,
Kiprah, dan Sistem Kepartaian, h. 8.
8
Dalam Pemilu 2014 juga terjadi penurunan bahwa, ada 14 partai yang
didirikan dan mendaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM, namun hanya satu
yang lolos verifikasi dan mendapatkan status badan hukum yakni Partai Nasdem.
yang lolos menjadi peserta Pemilu sebanyak 12 partai dan tiga partai lokal di Aceh.
Meski begitu, memasuki Pemilu 2019 nanti, setidaknya terjadi kenaikan drastis
Kembali yakni terdapat 73 partai politik yang berbadan hukum dan terdaftar di
partai-partai baru akan terus berdatangan dan dapat memasuki arena pemilu, ini tak
lepas dari belum terlembaganya proses penyelesaian konflik internal di dalam partai.
Dalam banyak kasus, partai-partai baru itu tidak didirikan oleh para elite politik
baru, melainkan oleh para elite politik lama, Partai-partai politik yang mengalami
perpecahan yang kemudian melahirkan partai-partai baru, antara lain, Partai Golkar.
Sebut saja, kehadiran Partai MKGR, PKPI, PKPB, Partai Gerindra, Partai Hanura,
Partai Nasdem dan Partai Berkarya (memasuki Pemilu 2019), misalnya, adalah
partai politik seperti Partai Indonesia Tanah Airku (PITA), Partai Nasional Benteng
kalangan partai berbasis massa Islam terjadi pada PPP, PKB dan PAN juga
Reformasi (PBR). PKB juga mengalami perpecahan dengan munculnya antara lain:
12
Lili Romli, Problematik Institusionalisasi Partai Politik di Era Reformasi (Jakarta: LIPI,
2017), h. 2.
9
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Begitu juga dengan PAN yang
Hingga sekarang ini memasuki Pemilu 2019 mendatang, sebut saja Partai
Berkarya yang merupakan fusi dua partai Beringin Karya dan Partai Nasional
Republik, kehadirannya tak bisa lepas dari sosok Tommy Soeharto yang pernah
(Munas) 2009 dan gagal. Lalu, ada juga Partai Garuda adalah pecahan dari Partai
Hanura dan Partai Gerindra. Dan yang lebih fenomenal adalah lahirnya, Partai
Persatuan Indonesia (Perindo) juga produk dari perpecahan dalam tubuh Partai
Nasdem dan Partai Hanura. Ini menunjukkan bahwa ketika mereka kecewa dan
Melihat realitas di atas, dan ditambah fakta setelah Pemilu 2004 lalu, yang
perlahan tetapi pasti secara drastis partai-partai mulai mengurangi muatan ideologis
mereka dalam rangka untuk meraih sebanyak mungkin jumlah pemilih, seperti PKS
agenda kerja partai. Begitu pula dalam menjalankan fungsi partai, tampak sebagian
baru akan terlihat gregetnya saat tibanya pemilu. Merawat konstituen dengan
berbasis program jangka panjang tidak menjadi prioritas. Karena kebutuhan politik
13
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru
(Kencana. Jakarta, 2010), h. 66.
14
Saifullah Ma’shum, DPR Terhormat DPR Dihujat: Refleksi Lima Tahun di DPR Periode
2004-2009 (Catatan Sejarah Sang Wakil Rakyat) (Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka, 2012), h. 3.
10
lebih menempuh langkah-langkah instan, tak terkecuali sikap tak acuh untuk
membuat pola rekrutmen internal partai yang bagus, malah perilaku partai-partai
itu sendiri yang lebih memilih menempuh jalan pintas dengan melakukan
rekrutmen anggota yang dilakukan secara transaksional dan tertutup. Akibat dari
perilaku politisi dan partai politik dalam rangkaian pemilihan umum legislatif
(pileg), pemilihan umum presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada)
party), perwujudan parpol tumbuh dengan kaki lemah atau malah tak berkaki di
masyarakat.
mengambang” (floating mass), masyarakat pemilih yang berkaki lemah atau malah
tidak berkaki. Karena gerak partai politik dibatasi hingga tak bisa menjangkau basis
dipaksa untuk tidak beraktivitas di dalam dan berasosiasi dengan partai politik.
Lalu, Golkar-lah yang merengguk keuntungan karena tak menyebut dirinya partai
politik sehingga memiliki ruang gerak leluasa untuk menggalang calon pemilih.
Tetapi, masa itu telah lama berlalu dan menjadi sejarah hitam politik semata.
kompetisi antarpartai di atas lahan baru yang serba terbuka, tetapi celakanya, yang
ini. Harus diakui pada era reformasi, memang tidak terjadi polarisasi ideologi antara
satu partai politik yang satu dengan yang lainnya. Ini terlihat bukan saja tidak
adanya pertentangan ideologis, meski muncul pada awal reformasi saat amandemen
11
konstitusi hal mana beberapa partai Islam ingin menghidupkan kembali Piagam
Jakarta pada Sidang Tahunan MPR 2000, tetapi juga terlihat partai-partai politik
saling berkoalisi di antara mereka, bahkan menciptakan koalisi partai yang gemuk,
kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Kondisi ini menunjukkan ideologi partai-
intensitas dan polarisasi yang tajam di antara partai-partai, dan ini dapat dianggap
bekerjasama antara partai politik yang satu dengan yang lainnya, saling bahu
problem yang muncul terkait dengan Kerjasama antarpartai atau koalisi partai
jabatan semata. Ideologi partai dan platform partai tidak menjadi basis perjuangan
dan landasan dalam membangun koalisi. Inilah yang kemudian muncul apa yang
berbagai kalangan. Kecenderungan ini oleh Otto Kircheimer disebut sebagai catch
all party, yaitu partai yang menghimpun sebanyak mungkin dukungan dari berbagai
antara satu partai dengan partai lainnya. Padahal, semestinya, ideologi partai
menjadi identitas dan ciri khas dari masing-masing partai. Jika pun ada partai politik
15
M. Prakoso Aji, “Perkembangan dan Dinamika Partai Politik di Era Reformasi”
PARAPOLITIKA (Journal of Politics and Democracy Studies), Vol. 1, No.1, Februari 2020, h. 9.
16
Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Edisi Revisi), h. 107.
12
kepentingan elit untuk memperoleh kekuasaan. Inilah yang dikatakan oleh Yasraf
Amir Piliang sebagai Nomadisme Partai, hal mana politik dua kaki, berpolitik
minus etika, dan sebagainya. Sehingga, perjalanan (politik) dari sepak terjang partai
politik (atau politisi) selalu berada di antara dua titik atau dua teritorial, ia selalu
berada di daerah antara (in between), tidak pernah menetapkan di sebuah titik atau
antara itu, selalu berpindah, dan bergerak, bukan berada di sebuah titik ketetapan
(sendentarity).17
Dengan kata lain, ideologi partai mengalami distorsi. Ini terlihat dari
ketidakjelasan kaitan ideologi partai dengan sistem filosofi utama masyarakat dan
negara, tidak kokohnya ideologi sebagai landasan program partai, dan lemahnya
partai. Ketika kekuatan partai tidak lagi terletak pada ideologi dan program yang
figur pimpinan partai, patron partai atau bahkan kekuatan uang yang mendominasi.
dianggap sama saja, tidak ada bedanya. Untuk membuktikan hal tersebut dapat kita
lihat pada saat pemilu, perbedaan antarpartai begitu kabur sehingga publik/pemilih
memilih partai bukan atas dasar ideologi atau program, tetapi karena
partai merupakan kedekatan psikologis seseorang dengan suatu partai atau loyalitas
terhadap suatu partai dan kesetiaan seorang pemilih terhadap partai tertentu.
17
Yasraf Amir Piliang, Transpolitika: Dinamika Politik di Dalam Era Virtualitas
(Yogyakarta: Jalasutra, 2005), h. 155-173.
13
Hubungan psikologis antara pemilih dan partai inilah yang menjadi salah satu
tidak memunyai hubungan emosional yang kuat dengan partai-partai yang ada.
Survey Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan bahwa
partai.18
beda, misalnya, pada Pemilu 1999 pemenangnya PDI Perjuangan, Pemilu 2004
dimenangkan oleh Partai Golkar, Pemilu 2009 yang menang adalah Partai
kemungkinan juga terjadi di Pemilu 2019 nanti. Serta, mudahnya partai-partai baru
Partai Gerindra, dan Partai Nasdem, tidak menutup kemungkinan partai baru di
tetapi tidak menunjukkan bahwa adanya korelasi kebebasan berpolitik ini dengan
Malah kita terjebak pada kebangkitan partycracy, yang diibaratkan seperti buah
busuk yang dipetik dari tanah kering dan hama, akibat syahwat kekuasaan dan
18
Dwi Reinjani, “SMRC: Loyalitas Masyarakat Indonesia Terhadap Partai Terendah Di
Dunia” dalam https://kbr.id/nasional/01-2018/smrc__loyalitas_ masyarakat_ indonesia_terhadap_p
artai_terendah_di_dunia/94269.html, diakses 6 Juni 2023.
19
14
itu, demokrasi yang semestinya bertumpu pada apa maunya rakyat bergeser
ditentukan oleh apa maunya partai melalui fraksi-fraksi di DPR, sebut saja misal,
(KPK), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penentu akhirnya adalah apa maunya
DPR – dalam hal ini partai politik yang ada di dalamnya. Kedaulatan rakyat pun
Situasi sekarang ini kita bisa mengatakan bahwa negara sedang berada
dalam masa demokrasi yang defisit (deficit democracy). Defisit demokrasi ini
partai politik yang ada mampu membebaskan diri dari kebiri Orde Baru dan
dilakukan oleh Skala Survei Indonesia (SSI) pada 2012 lalu. Survei menunjukkan
bahwa ketidakpuasan masyarakat lebih besar 52,6 persen terhadap kinerja partai
politik selama ini dibandingkan dengan tingkat kepuasan yang lebih sedikit sebesar
30,0 persen. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja partai tentu linear dengan
M. Prakoso Aji, “Perkembangan dan Dinamika Partai Politik di Era Reformasi”, h. 12.
20
15
rakyat yaitu 51,4 persen, sedangkan yang mempercayai jumlahnya lebih sedikit
masyarakat kepada lembaga DPR. Hasil Survei SSI menjelaskan realitas bahwa
tugasnya, yaitu sebesar 45,3 persen sedangkan yang menyatakan mampu sebesar
Merosotnya citra partai politik itu, tentu akan berakibat buruk terhadap opini
publik yang merupakan kekuatan politik penting dalam demokrasi. Opini publik
yang buruk niscaya akan membuat citra demokrasi juga merosot, bahkan terjun
bebas. Namun kepercayaan publik yang menurun itu, bukan pada demokrasi dalam
tataran konsep, melainkan kepercayaan itu merosot terhadap aktor politik atau
politisi. Aktor politik atau politisi itu, tentu tidak dapat dipisahkan dengan parpol
yang mengusungnya.21
kajian Lili Romli, menunjukkan bahwa institusional parpol masih lemah di pasca
politik.22 Memang berbagai hasil survei telah berkali-kali dirilis dan hasilnya tetap
sama, dan hasil ini semestinya dijadikan tantangan bagi DPR dan partai untuk
memperbaiki citra diri bahwa Lembaga politik dipersepsi publik sebagai hulu
21
Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik (Strategi Pemenangan Pemilu dalam Perspektif
Komunikasi Politik) (Bandung: Pustaka Indonesia, 2006), h.202-203.
22
Lili Romli, Problematik Institusionalisasi Partai Politik di Era Reformasi, h. 21.
16
semua permasalahan bangsa. Meski demikian, menurut Inggrid van Biezen bahwa,
merosotnya citra partai politik itu, tidak berarti bahwa partai politik itu tidak lagi
juga tidak berbeda jauh. Tapi ada beberapa hal yang sangat menonjol perbedaannya.
sengit dalam pemilihan presiden. Partai itu adalah partai republic dan democrat, ada
ciri khas tertentu di masing – masing partai itu. Ciri khas partai republic adalah
partai democrat ciri khasnya menaikkan pajak dan mengurangi operasi militer
diluar negeri.
Indonesia juga memiliki beberapa partai unggulan yang juga sering menjadi
partai pengusung presiden yang terpilih. Tapi mereka tidak memiliki ciri khas
seperti partai – partai di amerika. Sebagai contoh mereka seringkali bertindak untuk
parlemen terkadang mereka justru menelan ludah sendiri dengan kebijakan yang
yudhoyono menaikan harga BBM, ada beberapa partai yang memprotes keras
kebijakan tersebut, salah satunya adalah partai PDIP. Namun ketika kini partai
PDIP menang dalam pemilu dengan mengusung joko widodo, mereka justru
menelan ludah sendiri ketika presiden joko widodo menaikkan harga BBM sesuai
23
Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik (Strategi Pemenangan Pemilu dalam Perspektif
Komunikasi Politik), h. 203.
17
harga minyak dunia. Partai PDIP yang awalnya memprotes keras kebijakan
menaikkan harga BBM di era susilo bambang yudhoyono, kini hanya menerima
Selain itu partai politik di amerika lebih sering menggunakan isu – isu yang
sedang beredar atau dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan isu dari gerakan social
dengan mengangkat isu itu untuk pemilihan presiden selanjutnya. Contoh ketika
seorang anak 14 tahun yang bernama ahmed yang membuat jam modifikasi
ditangkap oleh kepolisian amerika. Banyak LSM dan pihak – pihak lainnya yang
oleh partai politik democrat dengan tindakan presiden Obama yang langsung
Cara ini cukup jelas berbeda jika dibandingkan dengan partai politik di
terhadap masyarakat untuk memilih mereka kembali. Partai politik Indonesia lebih
bersifat egois terhadap masyarakatnya. Mereka dating pada masyarakat jika ada
inginnya saja. Misalnya pada saat pemilihan presiden, pemilihan legislative dan
yang lainnya. Masyarakat baru bisa merasakan manfaat partai politik untuk mereka.
Namun mereka akan pergi meninggalkan masyarakatnya ketika sudah terpilih dan
terpenuhi kepentingannya.
isu permasalahan yang ada di masyarakat. Tetapi kebanyakan dari mereka tidak
permasalahan yang ada. Seperti amerika contohnya yang memiliki partai republic
dan partai democrat dengan focus isu masing – masing. Kebanyakan dari partai
politik Indonesia tidak menawarkan solusi atas isu permasalahan yang ada. Tapi
justru mencari dengan segala cara agar bisa berkuasa tanpa menyelesaikan tugasnya
PENUTUP
A. Kesimpulan
mengarah pada defisit demokrasi yang disumbang oleh partai politik yang juga
Indonesia perlahan tetapi pasti secara drastis mengurangi muatan ideologis mereka
pembentukan dan pemeliharaan konstituen tak lagi menjadi agenda kerja partai.
Sehingga, tak ayal menyebabkan dua hal yakni: pertama, dari sisi para
partai yang sama selama dalam suatu siklus pemilihan, dan terdapat kecenderungan
diberlakukan aturan ambang batas parlemen, maka hal ini menunjukkan lemahnya
ikatan antara partai dan pengikut. Kedua, celakanya, yang kemudian tumbuh di era
pasca reformasi ini adalah “partai mengambang,” bahkan efektivitas partai politik
Atas fakta di atas, sehingga yang muncul seperti sekarang ini adalah upaya-
upaya pragmatisme partai politik saja dalam mendulang suara dalam pemilihan
19
20
umum, akibatnya adalah defisit demokrasi terjadi. Defisit demokrasi ini tumbuh
kehilangan hubungan dengan yang diwakili (represent). Oleh karena itu, maka
partai pada era reformasi dewasa ini untuk membenahi diri, melakukan reformasi
kepartaian dari dalam dirinya sendiri. Para politisi dan elite partai tidak boleh malah
B. Saran
Penyusun sadar bahwa dalam makalah ini kami masih terdapat banyak
Era Reformasi agar para pembaca lebih bisa memahami lagi seluk-beluk tentang
hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Penguatan dan Penataan Partai Politik di Masa Depan. Jurnal
Ketatanegaraan, Vol. 5, November 2017.
Haris, Syamsuddin. Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014.
Ma’shum, Saifullah, DPR Terhormat DPR Dihujat: Refleksi Lima Tahun di DPR
Periode 2004-2009 (Catatan Sejarah Sang Wakil Rakyat). Jakarta: Kreasi
Cendekia Pustaka, 2012.
Rohaniah, Yoyoh dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik: Kajian Mendasar Ilmu
Politik. Malang: Intrans Publishing, 2015.
Romli, Lili. Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia. Politica,
Vol. 2, No. 2, November 2011.
21
22