Anda di halaman 1dari 23

1

MAKALAH
PARTAI POLITIK DAN SISTEM
PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Dajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Politik

Dosen Pengampu :
Dr. Maswir, M.H

Kelompok 10 :
Muhammad Wahyudi Hasibuan ( 12120414400 )
Muhammad Umar ( 12120412577 )

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITS ISLAM NEGERISULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Partai politik dan sistem pemilu di indonesia” ini. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah “Partai politik dan sistem pemilu di indonesia” ini Penyusun akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang Penyusun miliki masih sangat kurang. Oleh
karena itu, Penyusun harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 20 September 2022


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 4
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan.............................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................... 5
A. Bagaimana pengertian partai politik......................................... 5
B. Bagaimana peran dan fungsi partai politik.................................. 6
C. Bagaimana sistem pemilihn umum................................................ 11
BAB 3 PENUTUPAN.............................................................................................. 20
A. Kesimpulan...................................................................................... 20
B. Saran................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 21
4

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Budiardjo partai politik adalah sekelompok orang yang
terorganisasir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk
melkasnakan programnya. Sedangkan menurut Giovani Sartori partai politik adalah
suatu kelompok poloitik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan
umum itu mampu menempatkan calon-calonya untuk menduduki jabatn-jabatan
politik.Salah satu wujud dari penyelenggaraan demokrasi adalah dengan pemilihan
umum.Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat
dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat
memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil
rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga
menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi
negara.Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah
partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan
calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik
dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar
pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan
memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy member constituenty
(satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional
representation atau sistem perwakilan berimbang)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian politik ?
2. Bagaimana peran dan fungsi politik ?
3. Bagaimana sistem pemilihan umum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui politik
2. Untuk mengetahui peran dan fungsi politik.
3. Untuk mengetahui sistem pemilihan umum.
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Partai Politik

Menurut Budiardjo partai politik adalah sekelompok orang yang


terorganisasir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk
melkasnakan programnya. Sedangkan menurut Giovani Sartori partai politik
adalah suatu kelompok poloitik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui
pemilihan umum itu mampu menempatkan calon-calonya untuk menduduki
jabatn-jabatan politik.

Menurut Edmund Burke (2005) partai politik adalah lembaga yang terdiri
dari atas orang-orang yang bersatu, untuk memperomosikan kepentingan nasional
secara bersama-sama, berdasarkan prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka
setujuai. Menurut Lapalombara dan Anderson (1992) partai politik adalah setiap
kelompok politik yang memiliki label dan organisasi resmi yang menghubungkan
antara pusat kekuasaan dengan lokalitas, yang hadir saat pemelihan umum, dan
memiliki kemmapuan untuk menmpatkan kandidat pejabat publik melalui
kegiatan pemilihan umum, baik bebas maupun tidak bebas.

Menurut Sigmund Neuman (1963) partai politik adalah organisasi dari


aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah
serta membuat dukungan rakyat atas dasar persaiangan dengan suatu golongan
atau golongan-goliongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Sedangkan menurut R.H. Soltau (1961:199) partai politik adalah sekelompok
warga negara yang terorganisasi yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik
yang dengan memnafaatkan kekuasaannya untuk memilih dan mengusai
pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
6

Menurut Carl J. Friedrich (1967:415) partai politik adalah sekelompok


mmanusia yang terorganisir secara stabil, dengan tujuan membuat atau
mempertahankan pengusaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
yang bersifat ideal ataupun matril.

Berdasarkan berbagai penegrtian tersebut dapat di simpulkan bahwa :

1. Beberapa perangkat yang melekat pada partai politik merupakan


sekumpulan orang yang terorganisasi.
2. Partai politik mempeunyai tujuan untuk memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan
3. Untuk merealisasikan tujuan dari partai politik, harus memperoleh
dukungan yang seluas-luasnya dari masyarakat mellaui pemiluhan umum
4. Partai politik memiliki prinsip-prinsip yang telah di setujui bersama oleh
antar anggota partai politik.

B. PERANAN DAN FUNGSI PARTAI POLITIK

Dalam perkembangan politik kontemporer terdapat sejumlah fungsi partai


politik diantaranya adalah :

1.Fungsi Komunikasi Politik

Partai politik bertindak sebagai penghubung antara pihak yang memrintah


dan yang di perintah yaitu menmapung informasi dari masyarakat untuk
disalurkan pada pihak penguasa dan sebaliknya dari pihak penguasa kepada
masyarakat. Informasi dari masyarakat berupa pendapat dan apsirasi diatur dan
dioleh sedemikian rupa sehingga dapat disalurkan peda pihak pengambil
kebijaksanaan. Sebaliknya, informasi dari pemerintah berupa rencana, program
atau kebijakan –kebijakan pemrintah disebarluaskan oleh partai politik kepada
masyarakat. Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik berbeda
dalam berbagai negara. Perbedaan itu terutama berkaitan dengan paham atau
7

idiologi yang dianutnya Misalnya negara yang mengunut paham demokrasi ,


komunikasi politik berlangung dua arah secara seimbnag, tetapi di negara yang
mengunut paham otokrasi pada umumnya komunikasi politik hanya berlangsung
satu arah, yaitu dari pihak pemguasa kepada masyarakat.

2. Sebagai Sarana Artikulasi dan Aghregasi kepentingan

Partai politik mempunyai fungsi menyalurkan berbagai macam pendapat,


aspirasi atau tuntutan masyarakat. Proses untuk mengolah merumuskan dan
menyalurkan pendapat , aspirasi atau tuntutan itu kepada pemerintah dalam
bentuk dukungan atau tuntutan tersebut disebut artikulasi kepentingan. Dalam
prakteknya artikulasi kepentingan itu tidak hanya dijalankan oleh partai politik,
tetapi dapat juga dijalankan oleh kelompok kepentingan. Adapun proses
penggabungan kepentingan dari berbagai kelompok masyarakat dinamakan
agregasi kepentingan yang tidak hanya dijalankan oleh partai politik, tetapi juga
oleh kelompok kepentingan.

3. Sarana Sosialisasi Politik

Disamping menanamkan idiologi partai kepada pendukungnya partai


politik harus juga menyanpaikan nilai-nilai dan keyakinan politik yang berlaku.
Partai politik narus mendidik masyarakatnya agar mempunyai kesadaran atas hak
dankewajiban sebagai warga negara proses ini disebut sosialisasi politik. Pada
umumnya kegiatan ini dislenggarakan dalam bentuk pemberian pemahaman
politik dengan cara pentaran atau ceramah tentang politik. Di negara-negara yang
edang berkembnag fungsi utama sosilaisi politik bisanya lebih bnyak di tujukan
pada usaha memupuk integrasi nasional yang pada umumnya kepada bnagsa yang
terdiri dari hetrogenitas.

4.Fungsi Rekruitmen Politik

Partai politik berusaha menarik warga negara menjadi anggota partai


politik yang berarti memperluas partisipasi warga negara dalam kehidupan
politik. Ekruitmen politik merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh partai
8

politik untuk mempersiapakn calon-calon pemimpin. Salah satu cara yang


dilakukan oleh partai politik adalah menarik golongan muda untuk dididik
menjadi kader partai untuk dipersiapakn menjadi pemimpin masa dating.
Rekruitmen politik juga dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup dari
partai politik yang bersangkutan. Dengan cara demikian proses regenerasi akan
berjalan dengan lancer, kelangsungan hidup partai serta kaderisasi kepemimpinan
partai akan lebih terjamin.

5.Sarana Pembuatan Kebijakan

Partai politik disebut sebagai sarana pembuat kebijakan apabila partai yag
bersangkutan merupakan mayoritas dalam badan perwakilan atau memegang
tampuk pemerintahan.Akan tetapi jika sebuah partai politik hanya berkedudukan
sebagai partai oposisi, ia tidak dapat dikatakan sebagai sarama pembuatan
kebijakan sebab fungsinya hanya mengkritik kebijkasanaan-kebijaksanaan yang
di buat oleh pemerintah.

6.Fungsi Pengatur Konflik

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, masalah perbedaan


pendapat dan persaiangan merupakan suatu hal yang wajar. Dengan adanya
perbedaan pendapat dan persaiangan itu sering timbul konflik-konflik atau
pertentangan antara mereka. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai
sarana pengatur konflik atau mencari consensus.

7.Fungsi Merumuskan Program politik dan Opini Publik

Menurut Firmansyah program politik dan opini publik. Partai politik


memiliki peran sebagai organisasi yang terus menerus melahirkan program
politik . Program politik dalam hal ini didefenisikan sebagai semua program
yang terkait dengan semua agenda kerja partai, terkait dengan isu-isu nasional
9

baik lansgung maupun tidak lansgung dengan konstalasi persaingan dalam


memperebutkan pengaruh dan perhatian publik. Program politik tidak hanya di
produksi dan dikomunikasikan menjleang pemilu sebagai layaknya organisasi
politik, partai politik juga secara terus menerus mengawal setiap perubahan dan
perkembngan yang terdapat dalam masyarakat.

Program politik ini perlu di komunikasikan kepada publik . yang


membedakannya antara satu partai politik dengan yang lainnya adalah idiologi
yang digunakannya untuk menganlssi dan mnyusun program politik. Masing-
masing partai politik memiliki system idiologi yang berbeda satu dengan yang
lain. Sehingga program politik yang dihasilkan akan berbeda satu dengan yang
lain.

8.Integrasi Sosial Dalam Partai Politik

Sebagai suatu organisasi partai politik memfasilitasi integrasi kolektif


social. Partai politik tersusun dari individu dan grup social . masing-masing
mmiliki karakteristik, kepentingan dan tujuan yang bereda dengan yang lain.
Proses integrasi ini dapat menggunakan dua mekanisme pertama dengan
menggunakan mekansime control internal, ini digunakan dengan membuat
peraturan dan ketentuan yang berlaku bagi semua anggota partai politik Misalnya
dengan merumuskana AD&ART bagi setiap partai politik. Hal ini bertujuan agar
terbentuk prilaku yang sesuai dengan apa yag di ingnkan organisasi partai politik.
Kedua adalah fungsi koordinasi, yaityu menghubungkan satu individu degan
individu yyang lainnya. Mislanya membangun komunikasi dan saling melakukan
sering informasi anatar satu dengan yang lainnya. Tujuan utmanya adalah adanya
keterkaiatan antara satu individu dengan individu dan kelompok dengan yang
lainnya. Sehingga gerak dan aktifitas organisasi partai politik dapat dilakukan
secara simultan dan mendapatkan dukungan dari semua pihak.
10

9.Profesionalisme Partai Politik

Sistem paersaiangan politik dan control media masa membuat partai poltik
perlu melakukan tranformasi diri. Berbagai cara lama yang sering berkembnag di
seperti manipulasi, tekanan,eksploitasi tidak relevan lagi untuk digunakan .
Sehingga perlu di pikirkan cara-cara baru untuk memenangkan persaiangan
politik. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa untuk memenangkan persaiangan
politik tidak dapat dicapai dalam waktu yang cepat dan instan. Apalagi untuk
emmbangun kepercayan publik .atau dukungan publik, dan komitmen publik
untuk mendukung suatu partai politik. Oleh karena itu bagaimana membuat partai
politik dapat berlangsung lama(sustanaible). Hal ini harus dilakuakn dengan
menciptakan profesionalisme politik pada organisasi dan para politisinya.

Profesionalisme ini dilihat dari sebagai sikap yang berusaha mendekati


ukuran standard an ketentuan sebagaimana mestinya. Profesionalisme organisasi
dapat dilakukan denagn menerapkan semua ketentuan dan peraturan, baik yang
ditetapkan ditingkat nasional maupun didalam struktur organisasi partai politik itu
sendiri. Ketentuan tentanf system rekruitmen, seleksi, kaderisasi, pemuluhan
ketua partpol, dan pemeilihan calon partai harus sesuai dengan prinisp dan kaidah
yang telah disepakati bersama.

Sementara profesionalisme politisi ditujunkan denagn sikap dan usaha


untuk berlaku dan bertindak tepat sebagai politisi. Hal ini tentunya sulit
diwujudkan apabila tidak tertata system dan prosudur yang ada dalam tubuh
organisasi partai politik. Sehingga profesionalisme partai politik perlu dilakukan
denagn pembenahan struktur internal partai politik. Memanag secara umum
profesionalisme partai politik sangat terkait dengan insentif ekonomi. Hal ini
disebabkan karena masih sangat sukit untuk mengharapkan elit pratai untuk focus
pada peran dan fungsinya sebagai politisi kalau tidak dibaringi dengan imblan
ekonomi. Sehingga perlu ada desaian system renumerasi bagi mereka yang
menduduki jabatan-jabatan struktur dalam infrastruktur partai politik, sehingga
dapat membantu merek adalam berkonsentrasi dan focus pada tugas dan
11

tanggungjawab sebagai elit partai atau politisi. Tentunya hal ini diharapkan dapat
membnatu partai politik dan politisi dalam berinteraksi dengan masyarakat.

B.Pengertian Pemilihan Umum

Menurut Indria Samego pemeilihan umum adalah pasar politik tempat


individu atau masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial antara
peserta pemilihan umum (partai poltik), dan calon kepala daerah dengan pemilih
(rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian
aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui
media massa cetak,audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media
lainnya seperti, spanduk, selebaran, bahkan komunikasi antar pribadi yang
berbetuk face to face (tatap muka) atau loby yang berisi penyampaian pesan
menegnai program, platfrorm, asas, idiologi, serta janji –janji politik lainnya guna
meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya
terhadap saah satu partai poltik yang menjadi pserta pemilihan umum untuk
mewakilinya dalam badan legeslatif maupun eksekutif.

Menurut Huntington (1991:9) dalam (Arifin,2014:85) pemelihan umum


yang bebas merupakan definisi minimal dmokrasi, yang mengharapkan lahirnya
tindakan politik atau prilaku politik pemilih sebagai bagian dari partisipasi politik
warga negara. Keikutsertaan warga negara memberian suaranya dalam pemilu
merupakan salah satu bentuk partisipasi minimal. Namun selalu saja ada orang-
orang yang tidak menggunakan hak politiknya dengan tidak memberikan suaranya
dalam pemilu.
12

Menurut Betham (1994) dalam Anwar Arifin1Pemilihan umum merupakan


persyaratan minimum negara demokrasi. Suatu sitem demokrasi dapat dikatakan
sudah berjalan ketika sudah terpenuhi beberapa karakteristik, seperti pemilihan
umum yang fair dan priodik, adanya akuntabilitas publik (pertanggungjawaban)
negara di depan rakyat, dan adanya jaminan kebebasan berekspresi dan
berorganiassi. Diamond (2003) dalam Anwar Arifin, (2014:78-79), menulis
bahwa demokrasi semakin terkait denagn kebebasan individu dan kelompok untuk
bersikap dan mengekspresikan diri.

Pemilihan umum menurut Cole adalah sarana kompetisi untuk meraih


tampik kekuasaan di pemerintahan. Pemilihan umum kepala daerah adalah sebuah
konrak sosial antara masyarakat dan negara atau pemerintah. Dalam teorinya
Thomas Hobes tentang kontrak sosial, bahwa proses pembentukan negara di
dasarkan pada kontrak sosial antara masaakat dan negara. Karena manusia adalah
makluk sosial secara alamiah cendrung menciptakan kekacauan sehingga perlu
adanya negara atau pemerintah untuk mengatur kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial. Dalam pandangan Hobes bahwa masarakat dalam konteks ini
individu-individu, dan kelompok memberikan kekuasaan poltik kepada negara
atau pemerintah untuk mengatur hidup masyarakatnya agar tercipta keadilan,
ketenraman, dan kesejahteraan.

Bagi Hobes , hanya terdapat satu macam kotrak politik yaitu pemerintahan
dengan jalan mana segenap individu menyerahkan semua hak-hak kodrat mereka
yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah, kepada seorang atau
sekelompok orang yang di tunjuk untuk mengatur kehidupan mereka. Negara atau
pemerintah harus di berikan kekuasaan yang mutlak sehingga kekuasaan negara
tidak dapat ditandingi atau di saingi oleh kekuatan apapun.
13

Dari pemikiran tentang konrak poltik yang di kemukakan oleh Thomas Hobe,
tentang teori konrak politik, dapat di pahami bahwa kontrak politik antara masyarakat
dengan negara atau pemerintah, dalam rangka pemebntukan negara dan pelaksanaan
kekuasaan politik, berdasarkan pada suara mayoritas dalam proses yang demokrasi. Bentuk
kontrak politik terlihat pada penyelenggaraan pemilihan umum scara deomkrasi. Yaitu
setiap invidu memiliki kebebasan dan keseteraan untuk memberikan kedaulatannya para
kandidat yang mencalonkan diri baik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, Anggota
Parlemen maupun sebagi kepala daerah dan wakil Kepala daerah.

A. Pengertian Pemilihan Umum

Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu
adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. prosedur utama
demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal
mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara
subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah
yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah
yang memegang kekuasaan tertinggi.

Berdasarkan uraian di atas, Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah
pemerintahan perwakilan (representative government). Secara sederhana, Pemilihan
Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang
yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.

B. Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam system Pemilihan Umum dengan


berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

o Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu


wakil, biasanya disebut system Distrik)

o Multy-member Constituency (satu daerah memilih beberapa wakil, biasanya


dinamakan system perwakilan berimbang atau system proporsional).

1. Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena
kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat.
Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil
rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di
14

dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-
suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan
lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
a. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1) Keuntungan Sistem Distrik
• Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena
kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini
akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan
yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang
pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord.
15

• Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat


dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan
partai secara alami dan tanpa paksaan.
• Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh
komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan
demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan
kepentingan distriknya.
• Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion
effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh
kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang
dapat mengendalikan parlemen.
• Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas
dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain.
hal ini mendukung stabilitas nasional.
• Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan Sistem Distrik
System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan
minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah
dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti
bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang
sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang
dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap
partai dan golongan yang dirugikan.
Sistem distrik dan dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena
terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan
anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis
mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan
distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.
2. Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang
didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari
masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah
memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan
jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara
secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah
diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang
bersagkutan.

Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih
masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk
menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna
mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara
secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka
nada satu calon yang terpilih).
16

a. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional


1) Keuntungan sistem proporsional
• Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap
partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada
distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.
• Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan
minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen.
Karena itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada
system ini
2) Kelemahan
• Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah
sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara
mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi
diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini
mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
• Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih
erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai
lebih menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya,
system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk
menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
• Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai
mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini
mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus
mendasarkan diri pada koalisi.
C. Pemilihan Umum di Indonesia
1. Asas-asas Pemilihan Umum
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari
Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak
bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia
dapat digambarkan sebagai berikut.
a) Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan
suaranya secara langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa
perantara.
b) Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu.
Pemilihan yang bersifat umum menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status
sosial.
c) Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam
melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga
dapat memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.
d) Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan
17

apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara tanpa dapat


diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
e) Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu,
pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait
harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
f) Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang
sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
2. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum
a. Pemilu 1995
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di
Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yang paling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang
kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam
keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.
Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan.
Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.
b. Pemilu Orde Baru
1) Pemilu 1971
Pemilihan Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak
Indonesia merdeka, yakni Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi
Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai politik dan satu Golongan Karya.
Undang-undang yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15
tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969
tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.

2) Pemilu 1977
Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-
Undang No. 4 tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No.
15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun
1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain
kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun
1975 tentangv Partai Politik dan Golongan karya. Berdasarkan ketiga
UU itulah diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3 Mei 1977
dengan diikuti oleh 3 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua
Partai Politik dan satu Golongan Karya.
18

3) Pemilu 1982
Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang
Pemilihan Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan
Umumnya yang keempat pada tanggal 4 Mei 1982.
4) Pemilu 1987
Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980,
Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun
1987. Pemungutan suara Pemilu 1987 secara serentak dilaksanakan
pada tanggal 23 April 1987.
5) Pemilu 1992
Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan
perkebangan politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu
keenam di Indonesia berdasarkan paying hokum yang sama dengan
paying hokum Pemilu sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992
6) Pemilu 1997
Dengan paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan
Pemilun sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu
yang ketujuh.
c. Pemilu Era Reformasi
Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun, 21 Mei 1998, rakyat
Indonesia telah menyelenggarkan tiga kali Pemilu, yakni Pemilu 1999,
Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
1) Pemilu 1999
Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan
DPRD. Pemungutan suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999.
Pemilu ini diikuti oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun
1999 tentang Partai Politik dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999
tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini disebut oleh banyak
kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu 1955. Cara
pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system
proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini,
sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang
diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi
berdasarkan the largest remainder.

2) Pemilu 2004
Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu
1999. Hal ini dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih
anggota DPR dan DORD, Pemilu 2004 juga memilih Dewan
Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil Presiden
tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih adalah
pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden). Bukan
calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.
Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahapan:
19

a) Tahap pertama atau Pemilu Legislatif, Pemilu 2004 diikuti


oleh 24 Partai politik dan dilaksanakan pada tanggal 5 April
2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih Partai Politik
(sebagai persyaratan Pemilu Presiden) dan anggotanya untuk
dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.
b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran
pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan
pada tanggal 5 Juli 2004.
c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap
puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya
apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang
mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian,
dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan
diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan
tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada
pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,
pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan
pada taggal 20 September 2004.
3) Pemilu 2009
Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009
juga dibagi menjadi tiga tahapan.
a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan
untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa
disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38
partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam
Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara
serentak di hamper seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9
April 2009, yang seharusnya dijadwalkan berlangsung tanggal
5 April 2009.
b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran
pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan
pada tanggal 8 Juli 2009.
c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap
puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya
apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang
mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian,
dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan
diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan
tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada
pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,
pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan
pada taggal 8 September 2009.
20

3. Tujuan Pemilihan Umum


Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat
dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan
memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Dalam ilmu politik sendiri dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan
berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut
Sistem Distrik) Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).Dan Indonesia
sendiri menganut sistem pemilihan umum multy member constituency. Dalam kurun waktu
67 tahun setelah kemerdekaan Indonesia. Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum
sebanyak sepuluh kali, dimulai dengan Pemilihan Umum tahun 1955 hingga yang paling baru
adalah Pemilihan Umum yang dilaksanakan Tahun 2009.

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis masih banyak kekurangan, utuk itu kami dari
kelompok 2 meminta saran dan kritik nya jika terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini, terimakasih.
21

DAFTAR PUSTAKA

https://adm.fisip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/2019/10/BAHAN-AJAR-PARPOL-
DAN-PEMILU-dikonversi.pdf.
Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi Hak
Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.

Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,
Deepublish, Yogyakarta, 2015.

Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari Tindakan Human Trafficking Di


Daerah Perbatasan Indonesia, Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan Perlindungan Hak Anak Sebagai
Tersangka Tindak Pidana Di Satlantas Polresta Pariaman, Justicia Islamica, Volume 13, Nomor
2, 2016.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang Tereksploitasi Secara Ekonomi


Oleh Pemerintah Kota Padang, Veritas et Justitia, Volume 2, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan Perundang-


Undangan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 13, Nomor 3, 2016.

Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies Dalam Penegakan
Ham Perempuan Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Berkelanjutan Di


Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Untuk Mewujudkan


Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting Child


Rights In The Area Of Social Conflict, The 1st Ushuluddin and Islamic Thought International
Conference (Usicon), Volume 1, 2017.

Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan PerundangUndangan


Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik Pemerintahan Dharma
Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017, https://doi.org/10.33701/jppdp.v10i1.379.

Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan


Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume 17, Nomor 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang Milik Orang Lain
Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan Hukum, Volume 1, Nomor 1,
2019.
22

Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,


Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Laurensius Arliman S, Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti, Ade Sakurawati, Yasri,


Pengaruh Karakteristik Individu, Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Kualitas
Pelayanan Komnas Perempuan Dengan Kompetensi Sumber Daya Manusia Sebagai
Variabel Mediasi, Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian dan Kajian Ilmiah Bidang
Ekonomi, Volume 6, Nomor 2, 2020.

Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish, Yogyakarta, 2020.

Laurensius Arliman S, Makna Keuangan Negara Dalam Pasal Pasal 23 E


Undang-Undang Dasar 1945, Jurnal Lex Librum, Volume 6, Nomor 2 Juni 2020,
http://dx.doi.org/10.46839/lljih.v6i2.151.

Laurensius Arliman S, Kedudukan Lembaga Negara Independen Di Indonesia Untuk


Mencapai Tujuan Negara Hukum, Kertha Semaya Journal Ilmu Hukum, Volume 8,
Nomor 7, 2020.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Assesment Oleh Polres Kepulauan Mentawai


Sebagai Bentuk Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Jurnal Muhakkamah, Volume 5, Nomor 1, 2020.

Laurensius Arliman S, Aswandi Aswandi, Firgi Nurdiansyah, Laxmy Defilah, Nova


Sari Yudistia, Ni Putu Eka, Viona Putri, Zakia Zakia, Ernita Arief, Prinsip,
Mekanisme Dan Bentuk Pelayanan Informasi Kepada Publik Oleh Direktorat
Jenderal Pajak, Volume 17, No Nomor, 2020.

Larensius Arliman S, Koordinasi PT. Pegadaian (Persero) Dengan Direktorat


Reserse Narkoba Polda Sumbar Dalam Penimbangan Barang Bukti Penyalahgunaan
Narkotika, UIR Law Review, Volume 4, Nomor 2, 2020,
https://doi.org/10.25299/uirlrev.2020.vol4(1).3779.

Laurensius Arliman S, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada


Revolusi 4.0, Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3, 2020.

Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's Rights Of The


Islamic And Constitutional Law Perspective Of The Republic Of Indonesia, Proceeding:
Internasional Conference On Humanity, Law And Sharia (Ichlash), Volume 1, Nomor 2,
2020.

Otong Rosadi danLaurensius Arliman S, Urgensi Pengaturan Badan Pembinaan


Idelogi Pancasila Berdasarkan Undang-Undang Sebagai State Auxiliary Bodies
yang Merawat Pancasila dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Prosiding
Konferensi Nasional Hak Asasi Manusia, Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19: Tantangan untuk Keilmuan
Hukum dan Sosial Volume 1, Universitas Pancasila, Jakarta, 2020.
23

Anda mungkin juga menyukai