Irmayalangimentodo@gmail.com
Abstrak: Budaya hadir untuk memberi warna bagi kehidupan masyarakat. sehingga, manusia
disebut sebagai manusia yang berbudaya, sebab budaya itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat.Toraja merupakan salah satu daerah yang masih kental akan kebudayaan.
Masyarakat Torajaterus memelihara adat kebudayaannya yang selalu mewarnai kehidupan
masyarakatnya, dan menarik perhatian banyak orang. Orang Toraja terdiri dari penganut agama
berbeda-beda misalnya Islam, Kristen Protestan, dan Khatolik. Namun meski demikian
masyarakat Toraja tetap memelihara harmonissasi antara anggota masyarakat. Dalam
pembahasan ini, akan memperlihatkan bagaimana masyarakat Toraja yang terdiri dari penganut
agama yang berbeda-beda mampu mengatasi konflik yang berbasis agama, sebagai bentuk
perwujudan dari nilai-nilai agama yang dianut. Secara khusus dari sudut pandang kekristenan
tindakan ini merupakan sebuah refleksi dari penghayatan nilai-nilai ajaran kekristenan dari
mengasihi sesama.
I. PENDAHULUAN
Penulis melakukan pelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peran
budaya lokal dalam sikap toleransi antar umat beragama sebagai bentuk aksi atas refleksi
iman. Adapun mamfaat daripada penelitian ini adalah untuk menjadi sumbangsih
pemikiran sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan perilaku toleransi
beragama.
III. PEMBAHASAN
Radikalisme Agama
Ragam agama tentu memiliki potensi akan terjadinya konflik, dimana terjadi
benturan antara satu agama dengan agama lainnya. 1 Memiliki keyakinan kokoh pada
ajaran agama yang dianut bukanlah sesutu yang salah dimana setiap penganut agama
tentu harus memiliki keyakinan yang teguh kepercaannya. Namun ketika radikalisme
kemudian melumpuhkan sisi kemanusiaan setiap orang sebagai pemeluk agama maka
pada akhirnya paham radikalisme ini akan menjadi sekat bagi perdamaian diantara
kelompok masyarakat.2 Radikalisme agama dapat terjadi pada agama manapun termasuk
dalam memahami ajaran kekristenan. Sikap ketaatan yang dikukung oleh ketakutan yang
mendalam akan melahirkan paham yang salah terhadap agama itu sendiri sehingga
lahirlah sikap radikalisme agama akan membuat ”sekat” dan bahkan merusak nilai-nilai
utama dalam agama itu sendiri, yakni sisi kemanusiaan dan cinta yang berimplikasi di
tengah kehidupan masyarakat.
Toleransi Kehidupan Beragama melalui Budaya Kearifan Lokal Toraja
Masyarakat Toraja merupakan penduduk yang majemuk agama. daerah Toraja
memiliki penduduk yang mayoritas Kristen. Akan tetapi meski demikian, penganut
agama kristen di daerah Toraja hidup berdampingan dengan masyarakat yang menganut
agama lain seperti agama Islam. hal ini memperlihatkan keindahan dalam perdamaian
dengan sikap toleransi agama dikalangan masyarakat Toraja. Nilai-nilai keindahan ini
1
Oloria Malau et al., “Kearifal Lokal Sebagai Wahana Dalam Membangun Toleransi Umat Beraga Di Tanapuli
Utara,” Immanuel: jurnal teologi dan pendidikan kristen 2, no. 1 (2021): 1–10.
2
Jonathan Binsar Pakphan et al., Teologi Kontekstual Dan Kearifan Lokal Toraja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020).
lahir dari budaya lokal Toraja yang dikuatkan oleh nilai-nilai keagamaan.Sebagaimana
manusia Toraja hidup dalam komunitas yang secara sosial telah dikukuhkan dalam
budaya lokal yang memiliki keunikan dan tertata dengan baik. Sampai pada saat sekarang
ini budaya itu masih terus berpengaruh kuat dalam kehidupan orang-orang Kristen di
Toraja. 3 Kearifan lokal memperlihatkan bagaimana peranan budaya dalam upaya
menciptakan perdamaian dan mengatasi konflik ditengah-tengah masyarakat. Fenomena
ini menunjukkan bagaimana budaya lokal membentuk karakter masyarakat Toraja dalam
memelihara persatuan.
Persekutuan dengan orang lain menjadi letak harga diri bagi masyarakat Toraja. Itulah
sebabnya didalam pelaksanaan upacara-upacara adat secara khusus upacara rambu solo’,
masyarakat Toraja melibatkan semua rumpun keluarga untuk ikut berpatisipasi
dialamnya baik secara tenaga, maupun materi. Hal ini juga didasari dari sebuah nilai yang
senantiasa menjadi motivasi bagi masyarakat Toraja untuk berperilaku yaitu adanya Siri’
atau longko’secara sederhana dapat diartikan adanya rasa malu jika tidak telibat dalam
sebuah persekutuan.4
Sistem kekerabatan atau pertalian darah merupakan sebuah hal yang mengikat
masyarakat Toraja yang berpusat pada sebuah rumah sebagai pengikat yang disebut
Tongkonan. Tongkonan merupakan satu rumah tua yang dimiliki oleh satu rumpun
keluarga besar.5 Dari dalamnya ada ikatan setiap rumpun keluarga untuk saling
memperhatikan, saling mendukung entah itu berasal dari penganut agama yang
berbeda.Tongkonan bagi masyarakat Toraja merupakan lambang dari pada apa yang
disebut pa’rapuan atau rumpun keluarga. Karampasan atau harmoni merupakan syarat
dari dalam tongkonan untuk memelihara persekutuan atau kasiturusan.6
Ada dua belas macam prinsip falsafah hidup orang Toraja yakni : kebahagiaan,
kedamaian, kejujuran atau ketulusan, pergaulan, rasa hormat terhadap sesama, ramah
tama, kesetiaan, harga diri, pernikahan kesopanan, bekerja, tidak menononjolkan diri dan
disukai orang banyak. Penelitian sebuah lembaga teologi, dalam bukunya menuliskan
bahwa Toraja people belong to a peaceful Siciety (masyarakat damai). orang Toraja
selalu memiliki upaya untuk memelihara kerukunan dan kedamaian serta memelihara
kehidupan bermasyarakat untuk menciptakan suasana yang rukun terhadap tetangga atau
orang disekitarnya. 7
Masyarakat Toraja sebelumnya (Nenek moyang ) menganut kepercayaan aluk
todolo, dengan mempercayai dengan apa yang dimaksud To Sangrerekan yakni
3
Rannu Sanderan, “STRATIFIKASI SOSIAL Kepemimpinan Tradisional Dalam Dinamika Demokrasi Modern” (2015),
https://osf.io/63yaj/.
4
Rannu Sanderan, “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional,” Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristen Kontekstual 3, no. 2 (2020).
5
Pakphan et al., Teologi Kontekstual Dan Kearifan Lokal Toraja.
6
Sanderan, “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional.”
7
Rannu Sanderan et al., “Unnalli Melo’s Theology and Peace Study on the Concept and Reality of Peace in Toraja
Culture,” jurnal jafray 20, no. 1 (2022): 38–57.
keyakinan bahwa nenek moyang semua mahluk dan keturunannya adalah kerabat atau
satu keluarga. Jadi menurut mitos Toraja seluruh materi di dunia ini awalnya dimulai dari
langit, termasuk semua nenek moyang mahluk. 8 oleh karennya pada saat sekarang hal
inipun juga merupakan rujukan bagi orang Toraja untuk tetap memelihara perdamaian
antara sesama mahluk ciptaan yang diterangi dalam refleksi iman.
8
Rannu Sanderan, “TOSANGSEREKAN, A Theological Reflection on the Integrity of Creation in the Toraja Context”
(2021).
9
Rannu Sanderan, “EXEMPLARY Menemukenali Kunci Pendidikan Iman Bagi Anak Dalam Keluarga Dan
Pembelajaran Agama Di Sekolah” (2021), https://osf.io/bmtrk/.
Saran : Sikap toleransi bukanlah suatu sikap yang melanggar nilai agama melainkan
sebaliknya, nilai-nilai agama dapat dinampakkan melalui tidakan toleransi.
Daftar Pustaka
Malau, Oloria, Ratnah Sarangih, Rencam C. M, Robinson S, and Melinda Siahaan. “Kearifal
Lokal Sebagai Wahana Dalam Membangun Toleransi Umat Beraga Di Tanapuli Utara.”
Immanuel: jurnal teologi dan pendidikan kristen 2, no. 1 (2021): 1–10.
Pakphan, Jonathan Binsar, Darius, Daniel Fajar Panuntun, Frans Paillin Rumbi, Ivan Sampe
Buntu, Naomi Sampe, Sumiaty, Yanni Paembonan, Yekhonya F.T. Timbang, and Yohanes
Krismantyo Susanta. Teologi Kontekstual Dan Kearifan Lokal Toraja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2020.
Sanderan, Rannu. “EXEMPLARY Menemukenali Kunci Pendidikan Iman Bagi Anak Dalam
Keluarga Dan Pembelajaran Agama Di Sekolah” (2021). https://osf.io/bmtrk/.
———. “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional.” Jurnal Teologi
dan Pendidikan Kristen Kontekstual 3, no. 2 (2020).
———. “STRATIFIKASI SOSIAL Kepemimpinan Tradisional Dalam Dinamika Demokrasi
Modern” (2015). https://osf.io/63yaj/.
———. “TOSANGSEREKAN, A Theological Reflection on the Integrity of Creation in the
Toraja Context” (2021).
Sanderan, Rannu, Daniel Ronda, Robi Panggarra, and Andrew Buchanan. “Unnalli Melo’s
Theology and Peace Study on the Concept and Reality of Peace in Toraja Culture.” jurnal
jafray 20, no. 1 (2022): 38–57.