Anda di halaman 1dari 24

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

A. Arti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Perencanaan Pembelajaran adalah hal pertama yang harus Guru siapkan
sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Persiapan guru sebelum
mengajar salah satunya adalah membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan atau lebih.
Persiapan mengajar seperti membuat RPP sangat penting sebagai
panduan seorang guru melaksanakan pembelajaran di kelas. Dengan
demikian pembelajaran dapat berlangsung berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa. Berikut ini adalah alasan
pentingnya guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di
awal semester:
1) Pembelajaran berlangsung lebih sistematis,
Persiapan pembelajaran nomor 1 adalah RPP. Dengan adanya RPP,
Guru memiliki pedoman dalam merancang sebuah metode
pembelajaran yang disenangi siswa. Guru dapat mendesain metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga siswa
dapat belajar dengan bermakna. Misalnya permasalahan yang akan
disajikan dalam diskusi kelas disusun ke dalam bentuk yang siswa
sukai dengan demikian pembelajaran berlangsung menyenangkan dan
membelajarkan.
2) Mempermudah analisis keberhasilan belajar siswa,
Program pembelajaran yang tak kalah penting adalah mengukur
tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Keberhasilan belajar siswa
tidak harus selalu diukur menggunakan angka. Dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran yang guru pintar susun wajib memuat
bentuk penilaian yang akan dilakukan untuk melihat perkembangan
belajar siswa. Jika hal itu sudah dilakukan, Guru pintar dapat dengan
mudah melihat apakah tujuan belajar telah tercapai atau belum.
3) Memudahkan penyampaian materi,
Dengan RPP, Guru dapat mengatur dalam berapa kali pertemuan
sebuah materi pembelajaran dapat diselesaikan.selain itu, jika ada
ketidaksesuaian jumlah tatap muka dalam penyampaian materi di RPP
dengan yang ada di kelas, maka Guru dapat segera mencari tahu
sekiranya di poin mana penyampaian materi tersebut berjalan kurang
efektif sehingga Guru memiliki kesempatan untuk mencari strategi
penyampaian materi dengan lebih efektif.
4) Pengatur pola pembelajaran,
Kegiatan pembelajaran dalam RPP dapat didesain sedemikian rupa
untuk mengatur pola pembelajaran. Misalnya jika ada materi yang
tidak dapat dituntaskan dalam satu kali tatap muka di kelas,
sedangkan waktu pembelajarannya sangat terbatas. Maka Guru pintar
dapat merancang pola penyampaian materi, misal di tatap muka
pertama membahas tentang dasar-dasarnya, baru di tatap muka yang
kedua membahas hal yang lebih detail dari materi tersebut. Jika
dalam pembelajaran online, Guru pintar dapat menentukan mana
kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran sinkron, dan
mana kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan secara asinkron.
Semua itu diperbolehkan asalkan masih sesuai dengan kurikulum
pembelajaran yang berlaku.
5) Menghemat waktu dan tenaga,
Persiapan pembelajaran akan lebih matang dengan dibuatnya RPP.
Guru tidak perlu lagi bingung menentukan metode, bentuk penilaian,
materi, dan lain sebagainya saat mengajar karena semua sudah
tertuang dalam RPP. Dengan demikian tidak ada waktu dan tenaga
terbuang untuk memikirkan segala persiapan di saat mengajar karena
semua sudah disiapkan di awal semester.
6) Bahan evaluasi pembelajaran sekaligus refleksi
Salah besar jika RPP hanya digunakan sebagai pelengkap administrasi
yang kemudian disetorkan pada atasan tanpa dilihat-lihat lagi. Guru
pintar dapat menggunakan RPP yang telah dibuat sebagai bahan
acuan untuk melakukan evaluasi sekaligus refleksi apakah
pembelajaran di kelas sudah berjalan dengan baik, sudah mencapai
tujuan pembelajaran, atau apakah pembelajaran sudah mampu
membelajarkan siswa. Guru pintar juga dapat menuliskan kendala
yang terjadi selama pembelajaran sehingga di pembelajaran
berikutnya hal yang sama tidak akan terjadi lagi.

B. Surat Edaran nomor 14 Tahun 2019


Surat edaran bernomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran itu memuat empat poin yang terdiri atas:
1. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan dengan
prinsip efisiensi, efektif, dan berorientasi pada murid.
2. Bahwa dari 13 (tiga belas) komponen RPP yang telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menjadi
komponen inti adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah (kegiatan)
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assessment) yang wajib
dilaksanakan oleh guru, sedangkankomponen lainnya bersifat pelengkap.
3. Sekolah, kelompok guru mata pelajaran sejenis dalam sekolah, Kelompok
Kerja Guru (KKG)/ Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan
individu guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format RPP secara mandiri untuk sebesar-besarnya bagi
keberhasilan belajar murid.
4. Adapun RPP yang telah dibuat guru dapat digunakan dan dapat pula
disesuaikan sesuai poin 1, 2, dan 3.
Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi salah
satu inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem
Makarim dalam mengeluarkan kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Menurut Mendikbud, inisiatif penyederhanaan RPP ini didedikasikan untuk
para guru agar meringankan beban administrasi guru. RPP yang sebelumnya
terdiri dari belasan komponen, kini disederhanakan menjadi tiga komponen:
A. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Sistem pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, maka
segala sesuatu yangdilakukan pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Tujuan merupakan pengikat segala aktivitas pendidik dan
peserta didik.
Rumusan tujuan pembelajaran dibuat guru untuk siswa karena
guru diasumsikan tahu benar topik atau hal-hal apakah yang harus
dikuasai siswa dalam mempelajari topik tersebut. Oleh sebab itu guru
harus memperhatikan hal-hal yang menjadi ketentuan dalam
merumuskan tujuan pembelajaran.
Hamzah B. Uno menekankan pentingnya penguasaan guru
tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah
dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan
dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran. Kemudian
mengemukakan tentang tujuan pembelajaran harus mengandung unsur-
unsur yang disebut sebagai ABCD.
a) Rumusan A (Audience) artinya siapa yang menjadi sasaran dari
pembelajaran kita. Audience bisa siapa saja peserta pembelajaran,
misalnya peserta pelatihan, santri, mahasiswa, peserta didik. Dalam
hal ini, audience kita adalah peserta didik atau murid.
b) Rumusan B (Behavior) adalah perilaku apa yang kita harapkan dapat
ditunjukkan oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.
Perilaku ini dirumuskan dengan kata kerja operasional yang kita
tuliskan setelah frase pendahuluan (peserta didik dapat…). Perilaku
menggambarkan ranah dari pembelajaran. Oleh sebab itu posisinya
penting dalam merumuskan tujuan pembelajaran Contoh perilaku ini
adalah: menampilkan hasil (psikomotor), mengidentisifikasikan
peraturan (kognitif), menunjukkan dukungan (afektif).
c) Rumusan C (Condition) merupakan kondisi atau keadaan perilaku
(behavior) tersebut ditunjukkan oleh peserta didik. Misalnya, melalui
diskusi kelompok, setelah bertanya jawab, setelah mendengarkan
penjelasan guru, melalui percobaan, secara berpasangan dengan
temannya, menghindari rintangan kayu, dll.
d) Rumusan D (Degree) adalah derajat, kreteria atau tingkat penampilan
seperti apa yang kita harapkan dari peserta didik. Contohnya: 90%
akurat, sebanyak 3 kali, 8 kali berhasil dari 10 kesempatan melakukan,
melakukan tanpa kesalahan, memberikan contoh dalam jumlah
tertentu, memeberikan jawaban pada tingkat tertentu, tingkatan-
tingkatan ukuran keberhasilan, dll.
B. Kata-Kata Operasional (Kata kerja yang dapat diukur/dinilai). Rumusan
tujuan pembelajaran mengandung unsur kognitif, afektif, dan psikomotor.
1) Unsur Kognitif

Jenis Perilaku Kata Kerja Operasional


Mendefenisikan, menyatakan, mendeskripsikan,
Pengetahuan mengidentifikasikan, mendaftarkan,
menjodohkan, menyebutkan, memproduksi.
Mempertahankan, membedakan, menduga,
Pemahaman meluas, menerangkan, menyimpulkan,
menggeneralisasikan, memberi contoh,
menuliskan kembali, memperkirakan
Mengubah, menentukan, menghitung,
menyiapkan, mendemontrasikan, menemukan,
Aplikasi memanipulasi, memodifikasikan, mengoperasikan,
meramalkan, menghasilkan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
Sintesis Merinci, menyusun diagram, memilih,
membedakan, mengidentifikasikan, memisahkan,
mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukan,
menghubungkan, membagi.
Mengkategorikan, mengkombinasikan,
mengarang, menciptakan, membuat desain,
Analisis merevisi, menjelaskan, mengorganisasikan,
menyusun, membuat rencana, mengatur kembali,
merekonstruksikan,menuliskan, dan menceritakan
Menilai, membandingkan, mengkritik,
menyimpulkan, mempertentangkan,
Evaluasi mendeskripsikan, membedakan, menerangkan,
memutuskan, membantu, menafsirkan, dan
menghubungkan.

2) Unsur Afektif

Jenis Perilaku Kata Kerja Operasional


Menanyakan, memilih, mendeskripsikan,
Memperhatikan mengikuti, memberikan,
mengidentifikasikan, menyebutkan,
menunjukkan, dan menjawab.
Menjawab, membantu, mendiskusikan,
Merespon melakukan, membaca, memberi, menghafal,
melaporkan, menceritakan, menulis, dan
mempelajari.
Melengkapi, menggambarkan,
Menghayati nilai membedakan, menerangkan, mengusulkan,
melaporkan, dan memilih.
Mengubah, mengatur, menggabung,
membandingkan, melengkapi,
Mengorganisasikan mempertahankan, menerangkan,
generalisasi, memodifikasikan, menyiapkan,
mengorganisir, menghubungkan, dan
mensintesakan.
Membedakan, menerapkan, mengusulkan,
memperagakan,
Characterization mempengaruhi,mendengarkan,
memodifikasikan, mempertunjukkan,
menanyakan, merevisi, melayani,
memecahkan, dan menggunakan
3) Unsur Psikomotor

Jenis Perilaku Kata Kerja Operasional


Muscular or Mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
Motor Skill melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
Manipulations of Mereparasi, menyusun, membersihkan,
Material or menggeser atau memindahkan, dan
Objects membentuk.
Neorommuscular Mengamati, menerapkan, menghubungkan,
Coordination menggandeng, memadukan, memasang,
memotong, menarik dan menggunakan.

C. Istilah-istilah di bawah ini adalah kata kerja yang kurang operasional:


Mengetahui - Memahami - Menghargai - Menikmati - Meyakini -
Mempercayai - Mengerti - Mengerti sekali - Sangat menghargai -
Memperdalam - Memerangi - dan lain-lain.
D. Cara Mengaplikasikan dalam Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1) Hal pertama yang dilakukan dalam menyusun tujuan pembelajaran
adalah memperhatikan bunyi Kompetensi Dasar (KD). Merumuskan
tujuan pembelajatan tidak boleh keluar dari KD, bunyi KD sebagai
berikut:
“Menjelaskan Pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber
daya alam di lingkungan”
2) KD tersebut mengandung kata kerja “menjelaskan”, . Kata kerja
tersebut merupakan kata kerja operasional yang dapat diukur. Maka
merumuskan tujuan pembelajarannya dengan kata kerja yang sama.
Lantas objek materi dalam KD ada dua, 1) memelihara keseimbangan
sumber daya alam di lingkungan, dan 2) pelestarian sumber daya
alam di lingkungan, maka kita ambil salah satu rumusan B ( Behavior)-
nya, menjadi “Menjelaskan upaya pelestarian sumber daya alam di
lingkungan”.
3) Bagaimana dengan metode, model, atau strategi pembelajaran yang
hendak dipakai mencapai KD tersebut? Contoh metode diskusi, maka
rumusan C (Condition)-nya berbunyi “ Melalui diskusi kelompok”
4) Bagaimana tingkatan hasil belajar yang diinginkan dari proses belajar
tersebut?, contoh peserta didik mampu memberikan jawaban yang
benar maka rumusan D (Degree)-nya adalah “dengan benar” atau
“tanpa salah”.
Pada akhirnya rumusan tujuan pembelajaran, ABDC-nya yang lengkap
adalah: “Melalui diskusi kelompok, peserta didik dapat menjelaskan
upaya pelestarian sumber daya alam dengan benar”.

B. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran yang sistematis diperlukan untuk


menjelaskan suatu konsep materi kepada siswa. Guru perlu menerapkan
konsep pembelajaran yang baik dalam setiap kegiatan belajar-mengajar.
Dengan adanya perancanaan yang sistematis pembelajaran diharapkan
akan mencapai tujuan yang dikehendaki kurikulum.
Secara umum langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pembukaan
 Guru memberikan salam pembuka kepada siswa, demikian pula
siswa kepada guru.
 Guru memberikan apersepsi, mengaitkan keadaan sekitar, keadaan
siswa, atau pengetahuan awal siswa dengan ilmu yang akan
dipelajari.
 Guru memberikan pengantar materi berupa materi dasar yang
akan membantu siswa untuk menemukan konsep dalam kegiatan
inti.
 Guru memberi motivasi belajar kepada siswa.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti berdasarkan aktivitas interpersonal dan
intrapersonal menjadikan siswa dapat mencipta pemahaman
berdasarkan pengalaman langsung, membangun kerjasama dengan
siswa lain, berkomunikasi aktif, dan dapat mengimplementasikan
pemahaman yang mereka peroleh melalui pembelajaran abad 21.
Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang dirancang
untuk generasi abad 21 agar mampu mengikuti arus perkembangan
zaman. Pengembangan desain pembelajaran abad 21 membantu
pendidik merancang ulang kegiatan pembelajaran, agar pembelajaran
dapat menjawab dan menghasilkan peserta didik-peserta didik yang
siap menjawab tantangan zaman. Pada saat itu kemungkinan besar
kita harus mendapatkan solusi atas banyak permasalahan yang saat
ini belum muncul sehingga akan tercipta pula teknologi-teknologi baru
yang sekarang belum terpikirkan dan belum dibutuhkan.
Terdapat empat prinsip pokok Pembelajaran Abad 21, yaitu:
(1). Instruction should be student-centered; (2). Education should be
collaborative; (3). Learning should have context; dan (4). Schools
should be integrated with society. Dari keempat prinsip pokok
pembelajaran abad 21 yang digagas Jennifer Nichols pada tahun 2013
tersebut dapat menjelaskan bahwa :
1) Instruction should be student-centered
Desain pembelajaran seharusnya menggunakan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik
adalah subyek pembelajaran yang secara aktif dapat
mengembangkan minat dan potensinya serta tidak selalu dituntut
untuk mendengarkan dan menghafalkan materi pelajaran saja.
Peserta didik harus diupayakan agar dapat mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan
tingkat perkembangannya serta diarahkan untuk berkontribusi
memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di
lingkungannya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, guru mempunyai
peranan penting yaitu sebagai fasilitator yang berupaya membantu
peserta didik untuk dapat mengaitkan pengetahuan awal ( prior
knowledge) yang telah dimiliki dengan informasi baru yang akan
dipelajarinya. Guru juga dapat mengarahkan peserta didik agar
dapat belajar sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-
masing serta mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab
atas proses belajar yang dilakukannya. Guru juga dapat berperan
sebagai pembimbing yang dapat membantu peserta didik ketika
menemukan kesulitan dalam proses pembelajarannya.
2) Education should be collaborative
Peserta didik harus mendapat pembelajaran agar bisa berkolaborasi
dengan orang lain. Sangat disarankan agar peserta didik belajar
mengerjakan sebuah proyek sehingga dapat diarahkan bagaimana
menghargai kelebihan dan kekuatan orang lain serta belajar
bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri pada
lingkungannya.
Dalam hal ini diperlukan guru guru yang juga dapat dapat bekerja
sama dengan teman sejawat atau lembaga pendidikan alainnya di
berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan
penglaman tentang metode pembelajaran yang telah
dikembangkan. Kemudian, guru diharapkan bersedia melakukan
perubahan dalam pengembangan metode pembelajarannya agar
menjadi lebih baik.
3) Learning should have context
Pembelajaran akan lebih berarti bila memberi dampak terhadap
kehidupan peserta didik di luar sekolah. Oleh karena itu, materi
pelajaran perlu dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari peserta
didik. Guru dituntut dapat mengembangkan metode pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik terhubung dengan dunia nyata .
Guru sangat berperan agar peserta didik dapat menemukan makna
dan keyakinan atas apa yang dipelajarinya serta dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru juga harus
terampil melakukan penilaian pada proyek peserta didik yang
dikaitkan dengan dunia nyata.
4) Schools should be integrated with society
Mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab dan dapat terlibat langsung dalam lingkungan
sosialnya. Hal ini dapat terlaksana misalnya dengan mengadakan
kegiatan sosial, program kesehatan masyarakat atau terlibat
langsung dalam kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan
lingkungan hidup. Peserta didik dapat belajar mengambil peran dan
melakukan aktivitas dalam lingkungan sosialnya dan melatih empati
dan kepedulian sosial.
Dengan menggunakan teknologi dan internet, peserta didik saat
ini dapat melakukan hal yang lebih luas. Ruang gerak sosial menjadi
terbuka lebar dan mudah diakses serta dapat menjangkau beragam
lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia. Peran guru dalam hal ini
adalah membantu peserta didik menjadi warga dunia (termasuk dunia
digital) yang bertanggung jawab.
Pada gilirannya, pembelajaran abad 21 yang berhasil akan
melahirkan peserta didik yang menguasai keterampilan yang dikenal
dengan 4C, yaitu keterampilan berpikir kreatif ( creative thinking), berpikir
kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration).
Pembelajaran abad 21 yang berhasil adalah juga keberhasilan guru yang
tidak pernah takut dengan perubahan, mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman, yg menguasai pemebalajaran berdampak dan
terhubung dengan dunia nyata dan terus menerus mengembangkan
kompetensinya sepajang hayat.
Peran guru dalam pembelajaran abad 21 sangat krusial untuk
bisa menjalankan pendekatan STEM pada pembelajaran. Maka dari itu,
guru abad 21 harus bisa lebih kreatif dan juga inovatif dalam
mengembangkan suatu metode belajar. Model-model pembelajaran abad
21, antara lain: Problem-based learning (PBL); Project-based learning

(PjBL), Discovery Learning; Inquiry Learning; Teacher Factory; dan


Scientific Approach.

1) Problem-based learning (PBL)


a. Pembelajaran Problem Based Learning menjadi sebuah pendekatan
pembelajaran yang berusaha menerapkan masalah yang terjadi
dalam dunia nyata sebagai sebuah konteks bagi para siswa dalam
berlatih bagaimana cara berfikir kritis dan mendapatkan
keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak terlupakan untuk
mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari
materi ajar yang dibicarakan.
b. Sintaksis pembelajaran Problem-based learning yang disesuaikan
dengan kompetensi keahlian:
1. Penyajian Masalah. Pertama-tama Peserta didik disajikan suatu
masalah. Selain itu dalam kegiatan ini guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi Peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat
masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan peta
yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
2. Diskusi Masalah. Peserta didik mendiskusikan masalah dalam
tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil. Mereka
mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan
sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan-
gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya.
Kemudian, mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan
untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak
ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga
mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah.
Guru dalam hal ini hanya memfasilitasi kegiatan tersebut,
sehingga berjalan dengan lancar.
3. Penyajian Solusi dari Masalah. Membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan penyajian solusi dari masalah,
dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
4. Mereview. Peserta didik bersama-sama dengan guru melakukan
mereview terhadap penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan.

2) Project-based learning (PjBL)


a. Project Based Learning adalah model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola
pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja
proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas
kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang
sangat menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan
investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk
bekerja secara mandiri.
b. Sintaksis pembelajaran Project Based Learning yang disesuaikan
dengan kompetensi keahlian:
1. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start
with the big question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah
pertanyaan driving question yang dapat memberi penugasan
pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas. Topik yang
diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia nyata dan
dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Merencanakan proyek (design a plan for the project).
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pendidik
dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik
diharapakan akan merasa memiliki atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas
yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial
dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung,
serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek.
3. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan
peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian proyek harus
jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola waktu
yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu
yang baru, akan tetapi pendidik juga harus tetap mengingatkan
apabila aktivitas peserta didik melenceng dari tujuan proyek.
Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang
membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya,
sehingga pendidik meminta peserta didik untuk menyelesaikan
proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika
pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal
mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
4. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the
progress of the project). Pendidik bertanggungjawab untuk
melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata
lain, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta
didik. Pendidik mengajarkan kepada peserta didik bagaimana
bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik dapat
memilih perannya masing masing dengan tidak
mengesampingkan kepentingan kelompok.
5. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan ( assess the
outcome). Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam
mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi
kemajuan masing masing peserta didik, memberi umpan balik
tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta
didik, serta membantu pendidik dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat
masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di
depan kelompok lain secara bergantian.
6. Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses
pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan.
Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek
3) Discovery Learning
a. Pembelajaran penemuan (discovery learning) diartikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan
informasi secara langsung tetapi siswa dituntut untuk
mengorganisasikan pemahaman mengenai informasi tersebut
secara mandiri. Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang yang
saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya sebagai konsumen, tetapi
diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari
pencipta ilmu pengetahuan.
b. Sintaksis Pembelajaran penemuan (discovery learning) yang
disesuaikan dengan kompetensi keahlian:
1. Orientation, (Guru memberikan fenomena yang terkait dengan
materi yang diajarkan untuk memfokuskan siswa pada
permasalahan yang dipelajari. Fenomena yang ditampilkan oleh
guru membuat guru mengetahui kemampuan awal siswa.
Tahap orientation melibatkan siswa untuk membaca pengantar
dan atau informasi latar belakang, mengidentifikasi masalah
dalam fenomena, menghubungkan fenomena dengan
pengetahuan yang didapat sebelumnya. Sintaks orientation
melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan evaluasi pada
aspek kemampuan berpikir kritis. Produk dari tahapan
orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainya
terutama tahapan hypothesis generation dan conclusion)
2. Hypothesis Generation, (Informasi mengenai fenomena yang
didapatkan pada tahapan orientation digunakan pada tahapan
hypothesis generation. Tahapan hypothesis generation
membuat siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan.
Siswa merumuskan masalah dan mencari tujuan dari proses
pembelajaran. Sintaks hypothesis generation melatihkan
kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi.
Masalah yang telah dirumuskan diuji pada tahapan hypothesis
testing).
3. Hypothesis Testing, (Hipothesis yang dihasilkan pada tahapan
hypothesis generation tidak dijamin kebenaranya. Pembuktian
terhadap hipotesis yang dibuat oleh siswa dibuktikan pada
tahapan hypothesis testing. Tahapan pengujian hipotesis siswa
harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan
data dan mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks
hypothesis testing melatihkan kemampuan regulasi diri,
evaluasi, analisis, interpretasi dan penjelasan).

4. Conclusion, (Kegiatan siswa pada tahapan conclusion adalah


meninjau hipotesis yang telah dirumuskan dengan fakta-fakta
yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis. Siswa
memutuskan fakta-fakta hasil pengujian hipotesis apakah sesuai
dengan hipotesis yang telah dirumuskan atau siswa
mengidentifikasi ketidaksesuaian antara hipotesis dengan fakta
yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Tahapan conclusion
membuat siswa merevisi hipotesis atau mengganti hipotesis
dengan hipotesis yang baru. Sintaks conclusion melatihkan
kemampuan menyimpulkan, analisis, interpretasi, evaluasi dan
penjelasan).
5. Regulation, (Tahapan regulation berkaitan dengan proses
perencanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan melibatkan
proses menentukan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Monitoring merupakan sebuah proses untuk
mengetahui kebenaran langkah-langkah dan tindakan yang
diambil oleh siswa terkait waktu pelaksanaan dan hasil
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Guru
mengkonfirmasi kesimpulan dan mengklarifikasi hasil-hasil yang
tidak sesuai untuk menemukan konsep sebagai produk dari
proses pembelajaran. Sintaks regulation melatihkan
kemampuan evaluasi, regulasi diri, analisis, penjelasan,
interpretasi dan menyimpulkan).
4) Inquiry Learning
a. Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa)
secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
b. Sintaksis pembelajaran inkuiri, yang disesuaikan dengan
kompetensi keahlian:
1. Orientasi, (Pada tahap ini adalah tahapan yang sangat penting
dimana pada tahap ini guru dituntut untuk menciptakan
suasana kondusif dan menyenangkan untuk belajar. Pada tahap
ini guru dapat memberitahukan siswa mengenai: a. Materi apa
yang akan dipelajari; b. Apa tujuan yang akan dicapai; serta c.
Mempersiapkan siswa untuk mulai menggunakan model
pembelajaran inkuiri).
2. Merumuskan masalah, (Pada tahap ini siswa diarahkan pada
suatu masalah yang memerlukan pemecahan. Masalah dapat
disajikan dengan cara yang menarik seperti demonstrasi unik
ataupun dalam bentuk teka-teki sehingga siswa tertantang
untuk mencari tahu apa yang terjadi dan merumuskannya
dalam suatu pertanyaan ataupun pernyataan yang kelak harus
dijawab nya sendiri).
3. Merumuskan hipotesis, (Pada tahapan ini siswa dilatih untuk
membuat suatu hipotesis atau jawaban sementara dari masalah
yang telah disaksikannya. Hipotesis belum tentu benar sehingga
doronglah anak-anak untuk tidak takut dalam mengemukakan
hipotesisnya. Guru juga dapat membantu siswa membuat
hipotesis dengan memberikan beberapa pertanyaan yang
jawabannya mengarah pada hipotesis siswa).
4. Mengumpulkan data, (Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis yang telah dibuatnya. Dalam pembelajaran inquiry
tahapan ini merupakan suatu proses yang sangat penting untuk
mengembangkan kemampuan intelektual siswa karena pada
tahap ini siswa dilatih untuk menggunakan seluruh potensi
berfikir yang dimilikinya).
5. Menguji hipotesis, (Langkah ini merupakan langkah yang latih
kemampuan rasional siswa, dimana hipotesis yang telah dibuat
kemudian diuji dengan cara dibandingkan dengan data yang
ada lalu kemudian ditunjukkan. Pada tahap ini juga dilatih sikap
jujur dan percaya diri pada siswa sehingga siswa dapat menguji
hipotesis nya berdasarkan data dan fakta).
6. Merumuskan kesimpulan, Pada langkah ini siswa dituntut untuk
mendeskripsikan temuan yang telah diperoleh berdasarkan hasil
pengujian hipotesis, sehingga dapat mencapai kesimpulan yang
akurat).
5) Teaching Factory
a. Pembelajaran Teaching Factory adalah model pembelajaran di SMK
berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur
yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti
yang terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut
keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan
menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan Teaching
Factory (TEFA) juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah
daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan,
implementasi maupun evaluasinya.
b. Sintaksis pembelajaran teaching factory dapat menggunakan
sintaksis Dadang Hidayat (2011), dengan langkah-langkah yang
disesuaikan dengan kompetensi keahlian:
1. Menerima order (Pada langkah belajar ini peserta didik
berperan sebagai penerima order dan berkomunikasi dengan
pemberi order berkaitan dengan pesanan/layanan jasa yang
diinginkan. Terjadi komunikasi efektif dan santun serta
mencatat keinginan/keluhan pemberi order seperti contoh: pada
gerai perbaikan Smart Phone atau reservasi kamar hotel).
2. Menganalisis order, (Peserta didik berperan sebagai teknisi
untuk melakukan analisis terhadap pesanan pemberi order baik
berkaitan dengan benda produk/layanan jasa sehubungan
dengan gambar detail, spesifikasi, bahan, waktu pengerjaan
dan harga di bawah supervisi guru yang berperan sebagai
supervisor)
3. Menyatakan Kesiapan mengerjakan order, (Peserta didik
menyatakan kesiapan untuk melakukan pekerjaan berdasarkan
hasil analisis dan kompetensi yang dimilikinya sehingga
menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab).
4. Mengerjakan order, (Melaksanakan pekerjaan sesuai tuntutan
spesifikasi kerja yang sudah dihasilkan dari proses analisis
order. Siswa sebagai pekerja harus menaati prosedur kerja
yang sudah ditentukan. Dia harus menaati keselamatan kerja
dan langkah kerja dengan sungguh-sunguh untuk menghasilkan
benda kerja yang sesuai spesifikasi yang ditentukan pemesan)
5. Mengevaluasi produk, (Melakukan penilaian terhadap benda
kerja/layanan jasa dengan cara membandingkan parameter
benda kerja/ layanan jasa yang dihasilkan dengan data
parameter pada spesifikasi order pesanan atau spesifikasi pada
service manual).
6. Menyerahkan order, (Peserta didik menyerahkan order baik
benda kerja/layanan jasa setelah yakin semua persyratan
spesifikasi order telah terpenuhi, sehingga terjadi komunikasi
produktif dengan pelanggan)
6) Scientific Approach.
a. Pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan model
pembelajaran yang menggunakan kaidah-kaidah keilmuan yang
memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi,
menanya, eksperimen, mengolah informasi atau data, kemudian
mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2014).
b. Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran
meliputi mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba
(experimenting), mengolah data atau informasi dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar (associating), dan menyimpulkan,
menyajikan data atau informasi (mengomunikasikan), dan
menciptakan serta membentuk jaringan (networking). Menurut
Daryanto (2014), langkah-langkah pendekatan saintifik dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Siswa mengamati segala sumber belajar yang akan
mengantarkan siswa menemukan konsep (mengamati
tumbuhan, gerak hewan, sinar matahari dsb).
2. Setelah mengamati akan muncul pertanyaan dalam benak
siswa sehingga akan timbul tanya jawab antar siswa untuk
memecahkan permasalahan, guru dapat memberikan
pertanyaan awal agar siswa terpacu untuk berpikir dan
berdiskusi dengan siswa lain.
3. Siswa akan menalar kejadian yang terjadi berdasarkan
pemahaman yang mereka ketahui dan menemukan konsep
awal. Guru dapat membantu siswa yang kesulitan dalam
memahami konsep awal dengan memberikan penjelasan-
penjelasan singkat.
4. Siswa akan mencoba mempraktikkan pengetahuan untuk
menemukan konsep pengetahuan (melalui praktikum,
mengerjakan soal-soal aplikasi dsb).
3) Penutup
 Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan inti dari proses
pembelajaran yang telah berlangsung, merupakakan tahapan
untuk menyamakan konsep yang diperoleh semua siswa.
 Guru memberikan motivasi dan ucapan penghargaan karena
kinerja siswa.
 Guru dapat memberikan pengayaan.
 Guru dan siswa saling mengucapkan salam penutup.
Kegiatan pembelajaran tersebut bertumpu pada aktifitas siswa.
Guru diharapkan mampu kreatif dalam merencanakan pembelajaran
sehingga kegiatan belajar dapat terlaksana dengan baik. Pembiasaan
penerapan penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yaitu
tercipta lulusan yang berkualitas dalam era globalisasi.

C. Penilaian Pembelajaran
Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 menyatakan bahwa
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Oleh
karena itu setiap pendidik wajib melakukan penilaian hasil belajar para
peserta didiknya.
Penilaian yang dilaksanakan oleh pendidik sangat bervariasi
pelaksanaannya. Ada pendidik yang sengaja mempersiapkannya dengan
baik ada pula yang melaksanakan penilaian itu sekedar memenuhi
kelengkapan mengajarnya. Bagi pendidik yang profesional yang
memandang tugasnya sebagai keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh
profesi lain, hasil penilaian yang dilaksanakan justru menjadi batu uji bagi
keberhasilan dirinya sebagai pengajar dan pendidik sehingga senantiasa
dimanfaatkan untuk perbaikan dan penyempuranaan tugas-tugas
profesinya. Ia selalu berusaha mempersiapkan, melaksanakan, dan
mengkaji hasil penilaian dengan sebaik-baiknya. Kondisi inilah yang
diduga masih belum sepenuhnya dihayati oleh para pendidik di sekolah
sehingga tidak mengherankan tugas mengajar cenderung bersifat rutin.
Acuan penilaian pada penilaian pembelajaran kurikulum
berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Dalam penilaian
kriteria digunakan asumsi bahwa hampir semua orang memiliki
kemampuan belajar, hanya kecepatan dan waktu yang berbeda. Asumsi
tersebut mengindikasikan perlunya program perbaikan atau remedial.
Prinsip mastery learning atau belajar tuntas diartikan bahwa siswa tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya sebelum mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil baik.
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara
komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang
dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain:
1. Penilaian Lisan
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap
peserta didik untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif.
Pertanyaan lisan yang diajukan kepada peserta didik di kelas harus
jelas, dan semua peserta didik harus diberi kesempatan yang sama.
Dalam melakukan pertanyaan di kelas prinsipnya adalah: mengajukan
pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk
peserta untuk menjawab pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban
peserta didik, jawaban tersebut ditawarkan lagi kepada peserta didik
lain untuk mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan
di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan dan pemahaman.
2. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang terbatas dan
dalam kondisi tertentu. Dari berbagai alat penilaian tertulis, alat
penilaian jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan
merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah,
yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Alat pilihan ganda dapat
digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami.
Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak
mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya
menerka jawaban yang benar. Hal ini menimbulkan kecenderungan
peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi
menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang
dianjurkan pemakaiannya karena tidak menggambarkan kemampuan
peserta didik yang sesungguhnya.
Esai adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk
mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-
hal yang sudah dipelajari, 130 dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai
berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat,
berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain
cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam melakukan pemeriksaan soal esai perlu diperhatikan hal-hal
berikut:
a) Siapkan pedoman penilaian atau penskoran segera setelah menulis
soal untuk memeriksa jawaban peserta didik kelak.
b) Bacalah jawaban peserta didik lalu bandingkan dengan jawaban
yang ada pada pedoman.
c) Berikan skor sesuai dengan tingkat kelengkapan dan
kesempurnaan jawaban peserta didik. Semakin lengkap
jawabannya semakin tinggi skornya dan sebaliknya semakin
kurang lengkap jawabannya semakin kecil skornya.
d) Periksalah seluruh lembar jawaban peserta didik pada nomor yang
sama, baru kemudian dilanjutkan memeriksa jawaban nomor
berikutnya. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga konsistensi dan
objektivitas pemberian skor.
e) Hindarkan faktor-faktor yang tidak relevan dalam pemberian skor,
seperti bagus tidaknya tulisan, kedekatan hubungan pendidik
dengan peserta didik, dan perilaku peserta didik yang
menyenangkan atau menjengkelkan.
3. Penilaian Unjuk Kerja
Pada dokumen kurikulum tercantum banyak hasil belajar yang
menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. Untuk menilai
hasil belajar tersebut dibutuhkan pengamatan terhadap peserta didik
ketika melakukannya. Penilaian unjuk kerja adalah penilaian
berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas peserta didik
sebagaimana yang terjadi. Penilaian dilakukan terhadap unjuk kerja,
tingkah laku, atau interaksi peserta didik. Cara penilaian ini lebih
otentik dari pada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih
mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Semakin sering pendidik mengamati unjuk kerja peserta didik,
semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan peserta didik.
Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai
kemampuan peserta didik dalam berpidato, pembacaan puisi, dan
diskusi, pemecahan masalah dalam suatu kelompok, partisipasi
peserta didik dalam diskusi kelompok kecil, menari, memainkan alat
musik, dan melakukan aktivitas berbagai cabang olahraga,
menggunakan peralatan laboratorium, dan mengoperasikan suatu
alat.
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks
sebelum menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu.
Contoh; untuk menilai kemampuan berbicara peserta didik, perlu
dilakukan pengamatan berbicara yang beragam, seperti: tanya jawab,
diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita, dan melakukan
wawancara. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik
akan lebih utuh.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membuat penilaian
unjuk kerja adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi semua langkah penting atau aspek yang diperlukan
atau yang akan mempengaruhi hasil akhir.
2) Tuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
3) Usahakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua dapat diamati.
4) Urutkan kemampuan yang akan dinilai berdasarkan urutan yang
akan diamati Bila menggunakan skala rentang, perlu disediakan
kriteria untuk setiap pilihan ( kompeten bila peserta didik ……..,
agak kompeten bila peserta didik …….. dst. ).
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah cara mengamati dan
memberi skor terhadap unjuk kerja peserta didik. Penilaian sebaiknya
dilakukan oleh lebih dari satu orang agar faktor subjektivitas dapat
diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat. Penilaian unjuk kerja dapat
dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya - tidak) atau skala
rentang (sangat kompeten - kompeten - cukup kompeten - tidak
kompeten).
Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta
didik mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu
dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak
memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya
mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-
tidak dapat diamati. Dengan demikian nilai tengah tidak ada. Penilaian
unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai
memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu.
4. Penilaian Produk
Penilaian hasil kerja meliputi pula penilaian terhadap kemampuan
peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti:
makanan, pakaian, hasil karya seni (patung), barang barang terbuat
dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Penilaian produk ini tidak hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga
proses pembuatannya. Contoh, kemampuan peserta didik
menggunakan berbagai teknik menggambar, menggunakan peralatan
dengan aman, membakar kue dengan hasil baik, bercita rasa enak,
dan berpenampilan menarik.
Pengembangan produk meliputi tiga tahap.
1) Tahap persiapan, meliputi: menilai kemampuan peserta didik
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
2) Tahap pembuatan (produk), meliputi: menilai kemampuan peserta
didik menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian (appraisal), meliputi: menilai kemampuan peserta
didik membuat produk sesuai kegunaannya dan memenuhi kriteria
keindahan.
Untuk produk penilaian biasanya menggunakan cara holistik atau
analitik. Cara holistik yang berdasarkan kesan keseluruhan dari
produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal. Cara analitik
terhadap aspek-aspek produk yang berbeda, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan. Contoh penilaian untuk produk teknologi pada tahap
perencanaan termasuk kriteria yang berkaitan dengan desain dan
pemilihan bahan pada tahap produksi termasuk kriteria yang
berkaitan dengan aplikasi proses dan kemampuan menggunakan alat
dan pada tahap appraisal termasuk kriteria berkaitan dengan
pencapaian tujuan yang diinginkan.
5. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan karya (hasil kerja) seorang peserta
didik dalam satu periode. Kumpulan karya ini menggambarkan taraf
kemampuan/kompetensi yang telah dicapai seorang peserta didik.
Hal penting yang menjadi ciri portofolio adalah karya tersebut dapat
diperbaiki jika peserta didik menghendakinya. Dengan demikian,
portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar
peserta didik. Perkembangan tersebut tidak dapat terlihat dari hasil
pengujian. Kumpulan karya peserta didik itu merupakan refleksi
perkembangan berbagai kompetensi. Di samping itu, kumpulan karya
yang berkelanjutan lebih memperkuat hubungan pembelajaran dan
penilaian.
Pengumpulan dan penilaian karya peserta didik yang terus-menerus
sebaiknya dijadikan titik sentral program pengajaran, karena penilaian
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Karya tersebut harus
selalu diberi tanggal sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari
waktu ke waktu. Yang menjadi pertimbangan utama adalah pendidik
seyogianya menggunakan penilaian portofolio sebagai bagian integral
dari proses pembelajaran karena nilai diagnostik portofolio sangat
berarti bagi pendidik.
Berikut ini dikemukakan hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
membuat portofolio di dalam kelas.
1) Pastikan bahwa tiap peserta didik merasa memiliki portofolio.
Dalam hal ini peserta didik perlu diberi penjelasan maksud
penggunaan portofolio, yaitu tidak semata-mata merupakan
kumpulan hasil kerja sementara peserta didik yang digunakan
hanya oleh pendidik untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh
peserta didik itu sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta
didik dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya.
Proses ini tidak akan terjadi secara spontan, tetapi membutuhkan
waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini hasil penilaian
mereka sendiri.
2) Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel karya apa saja
yang akan dikumpulkan. Kemungkinan karya yang dikumpulkan
tidak sama antara peserta didik yang satu dan yang lain. Misalnya,
untuk kemampuan menulis karangan karya yang dikumpulkan
adalah karangan-karangan peserta didik . Untuk kemampuan
menggambar, karya yang dikumpulkan adalah gambar- gambar
buatan peserta didik..
3) Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam
satu map atau folder.
4) Tentukan kriteria penilaian sampel-sampel karya peserta didik
beserta pembobotannya bersama para peserta didik agar dicapai
kesepakatan. Diskusikan dengan para peserta didik bagaimana
menilai kualitas karya mereka. Contoh; untuk kemampuan menulis
karangan, kriteria penilaiannya misalnya: penggunaan tata bahasa,
pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika
penulisan. Sebaiknya kriteria penilaian suatu karya dibahas dan
disepakati bersama peserta didik sebelum peserta didik membuat
karya tersebut. Dengan demikian, peserta didik mengetahui
harapan (standar) pendidik dan berusaha mencapai harapan atau
standar itu.
5) Mintalah peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan.
Pendidik dapat membimbing peserta didik tentang bagaimana cara
menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan atau
kekurangan karya tersebut dan bagaimana cara memperbaikinya.
Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.
6) Setelah suatu karya dinilai dan ternyata nilainya jelek atau belum
memuaskan peserta didik , kepada peserta didik dapat diberi
kesempatan untuk memperbaiki lagi. Namun, antara peserta didik
dan pendidik perlu dibuat "kontrak" atau perjanjian mengenai
jangka waktu perbaikan, misalnya setelah 2 minggu karya yang
telah diperbaiki harus diserahkan kepada pendidik.
7) Bila perlu, jadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio. Jika
dianggap perlu, undanglah orang tua peserta didik . Orang tua
perlu diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan portofolio
sehingga mereka dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Perlu dicatat bahwa tidak ada satu pun alat penilaian yang dapat
mengumpulkan informasi prestasi dan kemajuan belajar peserta didik
secara lengkap. Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberikan
gambaran/informasi tentang kemampuan, keterampilan, pengetahuan
dan sikap seseorang. Lagi pula, interpretasi hasil tes tidak mutlak dan
abadi karena anak terus berkembang sesuai dengan pengalaman
belajar yang dialaminya.
Alat penilaian tertulis seperti pilihan ganda yang mengarah kepada
hanya satu jawaban yang benar (convergent thinking), tidak mampu
menilai keterampilan/kemampuan lain yang dimiliki peserta didik. Hal
ini amat menghambat penguasaan beragam kompetensi yang
tercantum pada kurikulum secara utuh. Alat penilaian pilihan ganda
kurang mampu memberikan informasi 137 yang cukup untuk
dijadikan umpan-balik guna mendiagnosis atau memodifikasi
pengalaman belajar.
Karena itu, pendidik hendaknya mengembangkan alat-alat penilaian
yang membedakan antara jenis-jenis kompetensi yang berbeda dari
tiap tingkat pencapaian. Hasil penilaian dapat menjadi rujukan
terhadap pencapaian peserta didik dalam domain kognitif, afektif, dan
psikomotor, sehingga hasil tersebut dapat menggambarkan profil
peserta didik secara lengkap.
D. Desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019 Tentang
Penyederhanaan RPP, komponen inti RPP adalah tujuan pembelajaran,
langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran ( assesment)
yang wajib dilaksanakan oleh guru.

Kop Sekolah
Identitas RPP
Tujuan Pembelajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran
1. Pembukaan
2. Kegiatan Inti
3. Penutup
Penilaian
Catatan Kepala Sekolah
Mengetahui
Kepala SMK Negeri Sumberrejo, Guru Produktif
Bojonegoro

……………………………
Drs. MOHAMAD AKHIYAR, M.M.Pd NIP …………………………
NIP 19620509 199512 1 001
E. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Kop Sekolah

a. b. Identitas Sekolah :
c. Mata Pelajaran :

d. Kelas/Semester :

Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi kelompok, peserta didik dapat menjelaskan upaya
pelestarian sumber daya alam dengan benar.

Langkah-Langkah Pembelajaran
1. Pembukaan

• Guru memberikan salam pembuka kepada siswa, demikian pula


siswa kepada guru.

• Guru memberikan apersepsi, mengaitkan keadaan sekitar, keadaan


siswa, atau pengetahuan awal siswa dengan ilmu yang akan
dipelajari.

• Guru memberikan pengantar materi berupa materi dasar yang akan


membantu siswa untuk menemukan konsep dalam kegiatan inti.

• Guru memberi motivasi belajar kepada siswa

2. Kegiatan Inti

Diisi Model-model Pembelajaran abad 21

3. Penutup

• Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan inti dari proses


pembelajaran yang telah berlangsung, merupakakan tahapan untuk
menyamakan konsep yang diperoleh semua siswa.

• Guru memberikan motivasi dan ucapan penghargaan karena kinerja


siswa.

• Guru dapat memberikan pengayaan.

• Guru dan siswa saling mengucapkan salam penutup

Penilaian
Teknik dan Instrumen penilaian

Anda mungkin juga menyukai