Anda di halaman 1dari 47

KAJIAN TERJEMAHAN KESANTUNAN BERBAHASA ARAB PADA KITAB RATIB AL-

HADDAD KARYA ABDULLAH BIN ALAWI AL-HADDAD

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Melengkapi Gelar Sarjana Program Studi Sastra Arab

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

Vina Febrianti

B0520054

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 8
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................. 8
D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................. 9
1. Manfaat Teoritis ......................................................................................... 9
2. Manfaat Praktis .......................................................................................... 9
E. PEMBATASAN MASALAH ........................................................................ 10
F. LANDASAN TEORI...................................................................................... 10
1. KESANTUNAN BERBAHASA .............................................................. 11
2. TEKNIK PENERJEMAHAN ................................................................. 20
3. METODE PENERJEMAHAN................................................................ 27
4. IDEOLOGI PENERJEMAHAN ............................................................. 30
G. DATA DAN SUMBER DATA ...................................................................... 33
H. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ................................................... 33
1. Metode Penelitian ..................................................................................... 33
2. Teknik Penelitian ...................................................................................... 34
I. SISTEMATIKA PENYAJIAN ..................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40

i
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kitab Ratib Al-Haddad merupakan bacaan wirid dan zikir yang


mengandung ayat-ayat suci Al-Qur‟an dan doa-doa yang dipercaya pernah
dibaca oleh para Nabi dan Rasul. Beberapa doa tersebut berhasil dirangkai
menjadi suatu bacaan yang dinamakan “Ratib” dan disusun oleh seorang
Ulama‟ besar Islam yaitu Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Hadad.
Oleh sebab itu kitab ini dinamakan “Ratib Al-Haddad”. Ratib al-Haddad ini
mulai disusun pada malam Jum'at di bulan ramadhan pada tahun 1071 H.
Menurut sebuah riwayat konteks yang melatari penyusunan ratib ini berawal
dari kedatangan beberapa tokoh Hadhramaut kepada Sayyid Abdullah al-
Haddad untuk meminta beliau mencegah masuk-nya pengaruh faham baru ke
wilayah Hadhramaut. Oleh karena itu, Sayyid Abdullah al-Haddad
selanjutnya menyusun ratib yang sederhana dan mudah dihafal oleh kalangan
umum akan tetapi dengan syarat muatan yang berisikan kemurnian aqidah ke-
Islaman.
Di antara semua susunan zikirnya, kitab Ratib Al-Haddad yang paling
terkenal di kalangan umat islam, sehingga banyak para pembaca majlis zikir
dan kelompok-kelompok keagamaan yang menggunakan dan mengamalkan
Ratib Al-Haddad sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
memperkuat iman. Selain itu kitab ini juga sudah banyak diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dan dijadikan amalan umum dalam kegiatan majelis
zikir. Kitab ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Habib Nuh Al-Haddad,
Solo dengan total 188 halaman yang berisi doa, zikir dan syarah serta
terjemahannya.
Ratib Al-Haddad sudah sangat populer dikarenakan menjadi salah satu
dari kitab yang sering dibaca pada pembacaan zikir yang rutin dilakukan baik
di pondok-pondok pesantren, maupun acara-acara rutin bersama Habib.
Penulis memilih kitab Ratib Al-Haddad sebagai penelitian bertujuan untuk

1
memperdalam khazanah terhadap kitab yang seringkali digunakan masyarakat
Indonesia. Kitab ini khususnya menonjolkan unsur-unsur zikir serta doa, dan
yang tidak kalah penting adalah kesantunan spiritual yang melimpah yang
terkandung didalamnya. Maka dari itu dalam kitab ini terdapat banyak tuturan
kesantunan pada Ratib Al-Haddad yang sangat menarik untuk dikaji lebih
dalam.
Teori kesantunan linguistik bermula dari pandangan Brown dan
Levinson (1978) yang menyatakan bahwa kesantunan pada hakikatnya
berkaitan dengan “wajah” atau wajah baik pembicara maupun lawan bicara
dengan saya. Dari sudut pandang ini, wajah tidak mengacu pada
“penampilan” atau “ekspresi wajah”, melainkan “citra publik” atau “harga
diri” dari sudut pandang Perusahaan. Brown dan Levinson (1978)
membedakan antara wajah positif dan negatif. Wajah negatif mengacu pada
gambaran atau keinginan seseorang untuk dihormati dengan bebas melakukan
tindakan atau tindakan, misalnya perilaku verbal direktif. Muka positif
mengacu pada citra diri atau keinginan bahwa apa yang dilakukan harus
sesuai dengan keyakinan dan diakui sebagai sesuatu yang baik, sehingga
menyenangkan dan patut diapresiasi, bukan seperti pujian.
Struktur tuturan juga menentukan kesantunan berbahasa, dalam hal ini
juga berlaku dalam konteks kitab ratib Al-Haddad. Kitab ini memiliki pola
dan struktur tuturan yang mengikuti norma-norma bahasa Arab dan
mencerminkan etika dan kedalaman makna yang dihormati dalam budaya
keislaman. dan terdapat permasalahan pada penerjemahan kesantunan
berbahasa pada Versi Arab dan Indonesia. Hal tersebut dapat menjadi peluang
bagi penulis untuk menganalisisnya.
Penerjemahan dalam kitab Ratib Al-Haddad harus diteliti secara
cermat untuk memastikan kesantunan bahasa yang diungkapkan sesuai
dengan isi dan nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam kitab tersebut.
Kehati-hatian dalam memilih kata, struktur kalimat, dan ekspresi bahasa
adalah kunci dalam mempertahankan kesantunan yang diinginkan, sehingga

2
pesan spiritual dan kebijaksanaan yang ingin disampaikan oleh kitab ini tetap
terjaga dengan baik dalam bahasa yang dituju. Dengan demikian, penerjemah
perlu memahami baik konteks budaya, adat istiadat, dan nilai-nilai Islam yang
terkandung dalam kitab Ratib Al-Haddad untuk menghasilkan terjemahan
yang menghormati kesantunan dan keberkahan kitab suci tersebut. Oleh
karena itu, penerjemah hendaknya memperhatikan penggunaan teknik dan
metode penerjemahan. Hal ini sangat bermanfaat agar hasil alih bahasa dapat
sampai kepada pembaca dan tidak terjadi kesalahan dalam memahami
informasi yang berupa kesantunan. Pada Kitab Ratib al Haddad ditemukan
salah satu contoh strategi kesantunan positif:

Nomor Data
BSu ‫وم‬ ‫اللَّوُ اَل إِلا او إََِّل ُى او ح‬
ُ ُّ‫اْلا ُّي الح اقي‬

BSa Yang berarti Allah, tiada ada tuhan melainkan dia, yang hidup kekal lagi
terus mengurus (makhluk-Nya).

Dalam Kitab Ratib Al-Haddad terdapat data yang menunjukkan penerapan strategi
kesantunan positif:

1. Kata "‫ "هللا‬adalah nama khusus untuk Tuhan dalam agama Islam. Dalam
pemahaman Islam, Allah adalah pencipta, pemelihara, dan penguasa semesta.
Kalimat ini dimulai dengan menyebutkan nama Allah, yang menandakan
bahwa pernyataan ini adalah penghormatan dan pengakuan terhadap Tuhan
yang Maha Esa.
2. Frasa‫ لا اِلها َال هُو‬: Frasa ini adalah inti dari tauhid, yaitu keesaan Tuhan dalam
Islam. Frasa ini diterjemahkan sebagai "tidak ada Tuhan selain Dia." Ini
adalah pernyataan tegas bahwa tidak ada dewa, entitas, atau kekuatan lain

3
yang pantas disembah atau diakui selain Allah. Ini adalah dasar keyakinan
monotheistik dalam Islam.
ْ berarti "Yang Maha Hidup." Allah adalah Maha Hidup dalam arti
3. Kata "‫"ال احي‬
yang paling sempurna. Kehidupan-Nya tidak terbatas oleh waktu atau ruang,
dan itu adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk. Ini menegaskan bahwa
Allah adalah sumber kehidupan sejati.
4. Kata "‫ " ْالقايُّوْ م‬berarti "Yang Maha Kekal" atau "Yang Mahakuasa." Allah
adalah Maha Kekal dalam arti bahwa Dia ada sejak selamanya, tidak memiliki
awal atau akhir. Dia juga Mahakuasa, yang berarti Dia adalah pemelihara,
pengatur, dan pemegang kendali atas seluruh ciptaan-Nya. Ini menekankan
sifat kekuasaan dan pemeliharaan Allah.

Kalimat ini secara keseluruhan adalah pernyataan tauhid yang sangat kuat dalam
Islam, yang mengakui keesaan Tuhan. Ini menyatakan bahwa hanya Allah yang
pantas disembah dan bahwa Dia adalah Yang Maha Hidup dan Mahakuasa. Kalimat
ini mencerminkan strategi kesantunan positif dengan mengagungkan Allah dan
menegaskan keyakinan mendasar dalam agama Islam. Penerjemah menggunakan
teknik Adisi karena penerjemah menambahkan frasa "yang berarti", digunakan
sebagai kata tambahan untuk menjelaskan makna kalimat Arab asli dan
mengindikasikan bahwa apa yang mengikuti adalah terjemahan dari kalimat tersebut.
Teknik ini membantu pembaca yang mungkin tidak memahami bahasa Arab untuk
memahami bahwa kalimat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa mereka.

Penelitian yang membahas mengenai kajian terjemahan, kesantunan, dan kitab


ratib Al-haddad telah banyak dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan memiliki
perbedaan dalam penentuan objek materialnya. Pada penelitian ini, penulis
mengambil dua tinjauan pustaka dalam bidang Kesantunan yaitu:

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2023) yang berjudul


“Implementasi Tindak Tutur dan Strategi Kesantunan Berperspektif Gender dalam
Merepresentasikan Karakter Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi”.

4
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tindak tutur
dan strategi kesantunan yang merepresentasikan karakter dalam kepemimpinan
berperspektif gender. Hasil penelitian menemukan bahwa, pertama, calon pimpinan
perempuan dan calon pimpinan laki-laki sama-sama menggunakan empat jenis tindak
tutur yaitu tindak tutur asertif, komisif, direktif dan ekspresif. Kedua, peneliti
menemukan 3 strategi kesantunan yang digunakan calon pimpinan KPK yaitu strategi
kesantunan positif, strategi kesantunan negatif dan strategi kesantunan tidak
langsung. Ketiga, peneliti menemukan representasi 10 dimensi karakter dan 29
elemen terkait pada calon pimpinan KPK melalui penggunaan tindak tutur dan
strategi kesantunan yaitu (1) dorongan, (2) kolaborasi, (3) kesederhanaan, (4)
integritas, (5) pengendalian diri, (6) keadilan, (7) akuntabilitas, (8) keberanian, (9)
transenden, dan (10) pertimbangan. Meskipun kedua gender memiliki dimensi
karakter pemimpin yang baik, tetapi ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa
calon pimpinan perempuan lebih sering merepresentasikan dimensi karakter
kolaborasi, kesederhanaan dan transenden. Sementara itu, calon pimpinan laki-laki
lebih sering merepresentasikan dimensi karakter integritas dan pertimbangan.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti (2023) yang berjudul


“Kesantunan Berbahasa dan Nilai Pendidikan Budi Pekerti dalam Novel Ibu Karya
Poerwadhie Atmodihardjo serta Relevansinya sebagai Materi Ajar Bahasa Jawa di
SMA”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1)
kesantunan berbahasa dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo; (2) nilai
pendidikan budi pekerti dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo dan (3)
relevansi kesantunan berbahasa dan nilai pendidikan budi pekerti dalam novel Ibu
karya Poerwadhie Atmodihardjo sebagai materi ajar bahasa Jawa di SMA. Hasil
penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) prinsip kesantunan berbahasa yang
ditemukan sebanyak 116 data dengan 6 prinsip maksim kesantunan berbahasa; (2)
nilai pendidikan budi pekerti yang ditemukan sebanyak 42 data dengan 10 nilai
pendidikan budi pekerti; (3) novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo relevan
dijadikan sebagai materi ajar bahasa Jawa di SMA, khususnya dalam kompetensi

5
dasar menelaah isi petikan novel. Novel ini sesuai dengan kemampuan siswa serta
dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran, khususnya dalam memahami isi
teks novel berbahasa Jawa siswa SMA kelas XI.

Pada penelitian selanjutnya, penulis mengambil dua tinjauan pustaka dalam


bidang Kajian Terjemahan yaitu:

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Irianti (2023) yang berjudul “Kajian
Terjemahan Tindak Tutur Direktif Pada Subtitle Film „Alephia 2053‟ Arab-Inggris
Dan Arab-Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) jenis-jenis
tindak tutur direktif yang muncul pada Subtitle film „Alephia 2053‟ Arab-Inggris dan
Arab-Indonesia, (2) teknik terjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan tindak
tutur direktif pada Subtitle film „Alephia 2053‟ Arab-Inggris dan Arab-Indonesia (3)
Metode dan ideologi terjemahan tindak tutur direktif pada Subtitle film „Alephia
2053‟ Arab-Inggris dan Arab-Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut adalah
terjemahan Arab–Inggris dominan menerapkan teknik padanan lazim dan amplifikasi.
Sedangkan hasil terjemahan Arab–Indonesia dominan menerapkan teknik padanan
lazim dan kompresi linguistik. Adapun metode terjemahan pada terjemahan Arab–
Inggris maupun Arab–Indonesia keduanya memiliki kesamaan yaitu orientasinya
pada bahasa sasaran. Hal ini berpengaruh pada orientasi ideologi domestikasi yang
dianut oleh dua penerjemah.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Usroh (2023) yang berjudul “Kajian
Terjemahan Syibhul-Jumlah Pada Kitab Washiyyatul-Musthafaa Dan Kitab
Washaayaa Al-Abaa'i Lil-Abnaa'i:Analisis Kesepadanan Sintaksis”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: (1) jenis dan bentuk syibhuljumlah yang ada pada kitab
Washiyyatul-Mushthafa dan kitab Washaya Al-Aba`i Lil Abna`i, (2) teknik
penerjemahan syibhul-jumlah dalam kitab WashiyyatulMushthafa dan Washaya Al-
Aba`i Lil-Abna`i, (3) metode dan ideologi penerjemahan syibhul-jumlah dalam kitab
Washiyyatul-Mushthafa dan kitab Washaya Al-Aba`i Lil-Abna`i, dan (4) kualitas
penerjemahan syibhul-jumlah dalam kitab Washiyyatul-Mushthafa dan kitab

6
Washaya Al-Aba`i Lil-Abna`i. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kitab
WashiyyatulMushthafa dan kitab Washaya Al-Aba`i Lil Abna`i, syibhul-jumlah yang
paling banyak ditemukan adalah jar wa majrur. Teknik yang paling banyak
diterapkan pada terjemahan syibhul-jumlah pada kedua kitab adalah teknik padanan
lazim

Pada penelitian selanjutnya, penulis mengambil dua tinjauan pustaka dalam


bidang Ratib Al-Haddad yaitu:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Vera (2018), yang berjudul “Dzikir
Ratib Al-Haddad Dalam Meningkatkan Ketenangan Jiwa Jama‟ah Warga Emas di
Yayasan Al-Jenderami Dengkil Selangor Malaysia”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dzikir Ratib Al- Haddad dalam meningkatkan ketenangan jiwa jama'ah warga
emas di yayasan Al-Jenderami Dengkil Selangor Malaysia, dapat diperoleh apabila
telah istiqomah di amalkan oleh warga emas dengan beberapa tahapan sebagai
berikut: 1. Tahap persiapan yakni dengan mencari tempat dan waktu yang baik, dzikir
dalam keadaan suci, menghadap kiblat, duduk dengan posisi sopan dan nyaman serta
menundukkan kepala. 2. Tahap pelaksanaan yakni dengan niat ikhlas dalam berdzikir,
diam, tenang dan menghadirkan hati dalam berdzikir, dengan suara halus dan
memahami makna dzikir. 3. Tahap pengakhiran yakni bertafakkur.

Selanjutnya, penelitian dengan objek material yang sama yang diteliti oleh
Yamani (2022), yaitu Kitab Rattibul Haddad dengan judul “Ratibul Hadad Tradition
at Majlis Alkhairaat (Study of Living Qur'an Against QS Al-Baqarah Verses 285-
286)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar para pembaca
Ratibul Haddad tidak mengetahui pemahaman ayat-ayat yang dikandung dalam
dzikir-dzikir tersebut, sehingga mereka hanya sekedar baca sesuai dari arahan guru
mereka masing-masing, meskipun demikian bacaan tersebut mampu memberikan
ketenangan jiwa kepada mereka.

Berdasarkan pada penelitian-penelitian di atas, dapat dilihat bahwa kajian


terjemahan kesantunan pada kitab Ratib Al-Haddad belum pernah dilakukan. Dapat

7
dilihat pula bahwa kajian Ratib Al-Haddad sebagian besar berkaitan dengan lingkup
luar atau eksternalnya, seperti fungsi, manfaat, isi kandungan, dan penggunaan. Oleh
sebab itu, maka penelitian ini merupakan karya asli penulis. Penulis ingin melakukan
kajian langsung pada zikir dan doa di dalamnya dengan cara melihat terjemahannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan celah penelitian (research gap) adalah sebagai
berikut: 1) Kajian terjemahan kesantunan pada kitab Ratib Al-Haddad belum pernah
dilakukan. 2) Kajian terkait relasi penerapan teknik, metode dan ideologi dalam
terjemahan kitab Ratib al-Haddad belum pernah dilakukan. Adapun unsur kebaruan
(novelty) Penelitian ini akan membahas tentang hal yang terkait dengan teknik
terjemahan kesantunan Berbahasa Arab, lantas menganalisis penggunaan metode dan
ideologi terjemahan kesantunan dalam kitab Ratib Al-Haddad Karya Abdullah bin
Alawi Al-Haddad.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan


rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kesantunan dalam kitab Ratib Al-Haddad karya Abdullah


bin Alawi al-Haddad?
2. Bagaimana teknik terjemahan tuturan yang mengandung kesantunan dalam
kitab Ratib al- Haddad karya Abdullah bin Alawi al-Haddad (versi Penerbit
Habib Nuh Alhaddad Solo)?
3. Bagaimana metode dan ideologi terjemahan tuturan yang mengandung
kesantunan dalam kitab Ratib al- Haddad karya Abdullah bin Alawi al-
Haddad (versi Penerbit Habib Nuh Alhaddad Solo)?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

8
1. Mengetahui bentuk kesantunan yang terdapat dalam Kitab Ratib Al-Haddad
karya Abdullah bin Alawi al-Haddad (versi Penerbit Habib Nuh Alhaddad
Solo)
2. Mendeskripsikan penerapan teknik terjemahan tuturan yang mengandung
kesantunan dalam kitab Ratib al- Haddad karya Abdullah bin Alawi al-
Haddad (versi Penerbit Habib Nuh Alhaddad Solo)
3. Mendeskripsikan kecendurungan metode dan ideologi terjemahan tuturan
yang mengandung kesantunan dalam kitab Rattib al- Haddad karya Abdullah
bin Alawi al- Haddad (versi Penerbit Habib Nuh Alhaddad Solo)

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan Penelitian tentang kitab Ratib al-Haddad dapat


memberikan kontribusi teori terjemahan dalam pemahaman mendalam
terkait ajaran-ajaran Islam, tasfiyah (penyucian diri), dan tarbiyah
(pembinaan spiritual). Hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi
aspek-aspek teologis, filosofis, dan etika yang terkandung dalam kitab
ini. Selain itu, penelitian ini juga dapat memperkaya wawasan
akademik tentang tradisi keagamaan, spiritualitas Islam, dan peran
kitab-kitab klasik dalam membentuk kehidupan spiritual umat Islam
serta penelitian ini juga diharapkan sebagai landasan kebenaran dalam
mengembangkan teori teknik, metode, dan ideologi penerjemahan.

2. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, penelitian mengenai kitab Ratib al-Haddad


dapat memberikan panduan dan arahan bagi praktisi agama, pemuka
agama, atau masyarakat umum dalam mengamalkan ajaran-ajaran

9
kitab ini dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membantu dalam
memperkuat iman, meningkatkan kualitas ibadah, dan memperbaiki
karakter serta moral individu. Selain itu, penelitian ini juga dapat
memicu pengembangan metode pengajaran dan pembelajaran kitab-
kitab spiritual dalam pendidikan agama Islam dan diharapkan dapat
memberikan hasil terapan teknik, metode, ideologi pada kitab
berbahasa Arab.

E. PEMBATASAN MASALAH

Peneliti perlu membatasi ruang lingkup masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini. Pembatasan masalah diperlukan agar pembahasan dapat terfokus dan
lebih terarah. Adapun fokus kajian dalam penilitian ini adalah Kajian Kesantunan
(Brown & Levinson) yang terdapat pada bagian doa dan zikir dalam buku "Ratib al-
Haddad Karya Abdullah Bin Alawi al- Haddad" versi Penerbit Habib Nuh Alhaddad
Solo. Peneliti akan mengkaji terkait teknik, metode, dan ideologi terjemahan hanya
pada bagian kesantunan (menurut brown & levinson) tersebut yang terdapat dalam
tuturan doa dan zikir saja.

F. LANDASAN TEORI

Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis dengan menentukan
hubungan antar variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Dalam
bidang kebahasaan, teori adalah seperangkat hipotesis yang digunakan untuk
menjelaskan data bahasa, baik bersifat lahiriah seperti bunyi bahasa maupun yang
bersifat batiniah seperti makna (Kridalaksana, 2008:240). Penelitian yang berkualitas
harus menggunakan teori-teori yang dapat menjadi dasar penelitian serta dapat diuji
kebenarannya. Sugiyono (2010:81) menjelaskan bahwa teori adalah konseptualisasi
umum yang diperoleh melalui jalan sistematis dan harus dapat diuji kebenarannya.

10
Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan menggunakan empat teori yang sesuai
dengan penelitian ini. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi: teori kesantunan, teknik terjemahan, metode terjemahan, dan ideologi
terjemahan.

1. KESANTUNAN BERBAHASA

Kesantunan berbahasa merupakan hal yang relatif baru dalam kajian


linguistik, khususnya bidang pragmatik. Meskipun demikian, etika berbahasa
sudah dikenal oleh masyarakat dalam penggunaan bahasa sejak zaman dahulu.
Kesantunan berbahasa merupakan hal yang perlu dipahami oleh para
pengguna bahasa. Dengan memahami kesantunan berbahasa, para pengguna
bahasa dapat menggunakan bahasa sesuai dengan lawan bicara. Bahasa yang
terdengar terasa indah dan enak didengar "tidak memerahkan telinga".
A. Pengertian Kesantunan Berbahasa
Menurut Brown dan Levinson (1987), kesantunan berbahasa
merupakan upaya penutur untuk menyelamatkan muka" (face-saving) lawan
tutur. Artinya, bahwa kesantunan berbahasa harus tidak boleh membuat lawan
tutur (petutur) menjadi malu. Goffman (1978), menjelaskan bahwa
kesantunan merupakan manifestasi penghargaan terhadap individu sebagai
anggota masyarakat. Di sisi lain, Suwadji (1995: 12) berpendapat bahwa
kesantunan berbahasa adalah seperangkat prinsip yang disepakati oleh
masyarakat bahasa (speech community) untuk menciptakan hubungan yang
saling menghargai antaa anggota masyarakat pengguna bahasa.
Pembahasan mengenai kesantunan berbahasa dapat difokuskan pada
tataran teoretis dan praktis. Pada tataran teoretis, kesantunan berbahasa dapat
dikaitkan dengan prinsip, kaidah, skala, dan strategi kesantunan. Prinsip
tersebut dibangun berdasarkan penggunaan bahasa tertentu. Kesantunan
berbahasa pada tataran praktis berkaitan dengan wujud secara nyata
kesantunan berbahasa di dalam tindak tutur tertentu dan bahasa yang tertentu
pula (Baryadi, 2003).

11
B. Faktor Penentu Kesantunan Berbahasa
Menurut Pranowo (2009:76) dalam tulisannya Berbahasa secara
Santun, faktor yang menentukan kesantunan adalah segala sesuatu yang dapat
berpengaruh terhadap kesantunan berbahasa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
faktor yang menentukan kesantunan berbahasa adalah (1) intonasi, (2) nada
bicara, (3) diksi, dan (4) struktur ujaran (tuturan).
Intonasi di dalam percakapan sangat menentukan kesantunan
berbahasa. Yang dimaksud intonasi adalah keras-lembutnya suara di dalam
percakapan. Intoniasi sering kali dipengaruhi oleh latar belakang budaya
masyarakat.
Nada bicara merupakan hal yang berkaitan dengan suasana emosi
penutur dan nada (bercanda, bergurau, mengejek, atau menyindir). Secara
umum nada bicara adalah naik turunnya ujaran atau tuturan yang
mencerminkan suasana hati penutur. Nada bicara ini tidak bisa disembunyikan
dari tuturan. Oleh sebab itu, di dalam percakapan, kita perlu mengendalikan
diri agar suasana hati (marah, sedih) tidak terbawa di dalam percakapan.
Diksi atau pilihan kata merupakan kemahiran penutur di dalam
memilih dan mendayagunakan kata di dalam percakapan. Pilihan kata dapat
mengakibatkan tuturan menjadi santun atau tidak. Oleh sebab itu, di dalam
menjaga kesantunan berbahasa perlu pemilihan kata (diksi) secara tepat.
Ketepatan di dalam pemilihan diksi akan berakibat pada kesantunan
berbahasa.
C. Pendukung Kesantunan Berbahasa
Di dalam penggunaan bahasa, faktor verbal dan nonverbal harus
berjalan beriringan. Dalam arti bahwa penggunaan bahasa akan lebih jelas
apabila didukun pula oleh aspek nonverbal. Kesantunan berbahasa pun perlu
adanya "dukungan dari aspek nonverbal. Aspek yang mendukung kesantunan
berbahasa menurut Pranowo (2009: 111-121) adalah (1) sikap rendah hati, (2)
sikap empan-papan, (3) sikap menjaga perasaan, (4) sikap mau berkorban, dan
(5) sikap mawas diri.

12
1. Sikap Rendah Hati
Dalam budaya Jawa, sikap rendah hati merupakan salah satu nilai- nilai
yang sangat dijunjung tinggi. Bahkan sikap tersebut merupakan sikap yang
universal bagi manusia. Dalam arti bahwa sikap rendah hati dapat
dimanifestasikan ke dalam percakapan atau komunikasi oleh siapa saja yang
terlibat di dalam percakapan (komunikasi). Sikap rendah hati sering
dipandang sebagai sikap asli masyarakat Jawa yang sering berlaku "andhap
aur sau "lembah manah".
Sikap rendah hati biasanya muncul akibat adanya kesadaran manusia akan
segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Menyadari akan adanya
kekurangan bisa menimbulkan perilaku "isin" atau "lingsem" (malu).
Terkadang, seseorang kurang yakin dengan kelebihan yang ada pada dirinya,
sehingga menimbulkan sikap "sungkan" atau "ewuh-pekewuh" (enggan)
terhadap orang lain (Kioentjaraningrat, 1994).

Menurut Pranowo (2009: 113), sikap rendah hati mencerminkan


kehalusan sifat atau watak seseorang, karena tidak memuji diri sendiri di
hadapan mitra tutur. Keengganan seseorang untuk memuji diri sendiri lebih
bersumber pada kesadaran akan kelemahan dan kekurangsempurnaan
manusia. Dalam masyarakat Jawa, manusia hanya bisa bersandar kepada
"dzat" yang maha sempurna yaitu Tuhan. Oleh sebab itu, kesombongan
hanyalah milik Tuhan. Manusia tidak berhak untuk menyombongkan diri baik
di hadapan manusia, maupun di hadapan Tuhan.
Manifestasi sikap rendah hati di dalam berbahasa dapat dilihat melalui
diksi (pilihan kata) dan gaya bahasa yang digunakan di dalam percakapan.
Kecermatan di dalam pemilihan kata atau gaya bahasa juga mencerminkan
sikap seseorang di dalam percakapan (komunikasi).
2. Sikap Empan-papan

13
Sikap empan-papan adalah kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan
diri dengan tempat dan waktu dalam bertindak terhadap mitra tutur. Sikap ini
berkaitan dengan kemampuan seseorang di dalam mengendalikan diri untuk
tidak berbuat yang kurang menyenangkan terhadap orang lain. Penutur yang
baik pada dasamya harus mampu menempatkan diri "di mana berada"
(konteks) percakapan. Dengan demikian, sikap empan papan berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk selalu menggunakan bahasa yang sesuai
konteks. Penggunaan bahasa yang sesuai konteks dapat menjaga kesantunan
berbahasa.

3. Sikap Menjaga Perasaan

Sikap untuk menjaga perasaan, khususnya perasaan mitra tutur dapat


menjaga keserasian percakapan. Kesantunan komunikasi akan terjaga apabila
penutur mampu menjaga perasaan (suasana hati) mitra tutur. Bagaimanakah
suasana hari atau perasaan batin mitra tutur perlu dipahami oleh penutur
dalam percakapan. Jika perasaan mitra tutur telah diketahui, selanjutnya perlu
di adanya penjajagan terhadap "kesiapan hati" mitra tutur (Pranowo, 2009:
117). Oleh sebab itu, penyampaian maksud penutur, dilakukan jika mitra rutur
telah memiliki "kesiapan hati".

Jika penutur menyampaikan sesuatu kepada mitra tutur dengan melihat


"kesiapan hati", akan terjadi "adu rasa" dan "angon rasa". Adanya "adu rasa"
dan "angon rasa" di dalam percakapan bisa menjaga kesantunan berbahasa.
"Angon rasa adalah kesanggupan penutur untuk mengendalikan diri agar
maksud yang disampaikan sesuai dengan suasana hati atau perasaan batin
mitra tutur. Adapun "adu rasa" adalah pertemuan perasaan penutur dan mitra
tutur, sehingga menimbulkan perasaan "tepa lira".

Sikap "tepa slira" adalah sikap yang diperlihatkan oleh penutur kepada
mitra tutur bahwa sesuatu yang tidak dapat diterapkan pada diri sendiri tidak
boleh diterapkan pada orang lain. Oleh karena itu, kesantunan berbahasa akan

14
terjaga secara baik, jika penutur dan mitra tutur saling menjaga perasaan
masing-masing

4. Sikap Mau Berkorban

Sikap mau berkorban adalah kesanggupan seseorang untuk berkorban


untuk orang lain dengan mengabaikan kepentingan diri sendiri. Dalam
masyarakat Jawa dikenal dengan sikap "sepi ing pamrih rameinggawe" (tidak
ada niat atau maksud tertentu dengan mengerjakan sesuatu untuk orang lain/
mau bekerja keras tanpa maksud tertentu). Sikap mau berkorban ini mampu
menjaga kesantunan berbahasa, karena penutur rela mengorbankan perasaan
demi menyenangkan mitra tutur.

Kesantunan berbahasa dapat terjaga apabila penutur mamiliki sikap mau


berkorban. Artinya, penutur tidak hanya menuntut kepentingan unnuk dirinya
sendiri, tetapi lebih mementingkan kepentingan atau kebutuhan mitra tutur.
Sikap mau berkorban ini, bukan berarti "menggadaikan harga diri untuk
mencapai tujuan. Dengan demikian, sikap mau berkorban berarti
mengorbankan kepentingan atau perasaan diri sendiri untuk mengharga
menghormati orang lain.

5. Sikap Mawas Diri

Sikap mawas diri diungkapkan dengan istilah "ulat salir hangrasa ani"
harus "bisa rumangsa" (bisa merasakan) jangan "rumangsa bisa" (merasa
bisa). Artinya, ada keberanian untuk "mawas diri" (tahu diri) atau introspeksi
(mengoreksi diri sendiri). Bisa rumangsa adalah cermin dari kerendahan hati
seseorang, sedangkan rumangsa bisa merupakan cermin dari kesombongan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kesantunan berbahasa akan terjaga
apabila penutur selalu introspeksi (tahu diri) atau bisa menempatkan diri di
hadapan mitra tutur.

15
Untuk menjaga kesantunan berbahasa, penutur perlu mawas diri
(mengoreksi diri sendiri) sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.
Penutur jangan pemah menyalahkan mitra tutur tanpa alasan atau
pertimbangan yang jelas. Salahkan diri sendiri sebelum menyalahkan
orang lain.
D. Teori Kesantunan Berbahasa
Teori Brown dan Levinson (1978)
Teori kesantunan berbahasa bermula dari pendapat Brown dan
Levinson (1978) yang berpendapat bahwa bersikap santun pada dasarnya
adalah bersikap peduli pada "wajah" atau muka, baik kepada penutur maupun
lawan tutur. Wajah dalam pandangan tersebut buka merujuk pada "rupa fisik
atau "raut muka", melainkan merujuk pada "public image" atau "harga diri"
dalam pandangan masyarakat.
Brown dan Levinson (1978), membedakan muka (face) atas muka
positif dan negatif. Muka negatif merujuk pada citra diri atau keinginan
seseorang untuk dihargai secara bebas melakukan perbuatan atau tindakan,
misalnya tindak tutur perintah (direktif). Adapun muka positif merujuk pada
citra diri atau keinginan agar yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan
diakui sebagai sesuatu yang baik, sehingga menyenangkan dan layak untuk
dihargai, misalnya tindak tutur memuji.
Teori kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Brown dan
Levinson (1987) meliputi konsep dan skala kesantunan. Dalam konsep
kesantunan dijelaskan bahwa penyelamatan muka merupakan perwujudan
penghargaan seseorang kepada orang lain sebagai anggota masyarakat. Yang
dimaksud muka adalah citra diri yang harus diperhatikan partisipan (peserta
tindak tutur) di dalam kegiatan komunikasi.
Menurut teori ini, skala kesantunan mencakup tiga hal, yaitu (1) skala
jarak sosial (social distener), yaitu skala yang dilihat berdasarkan hubungan
penutur dan mitra tutur, (2) skala besar kecilnya tingkat kekuasaan (pr nating),
yaitu skala kesantunan yang dilihat berdasarkan kekuasaan atau jabatan dan

16
(3) skala kedudukan tuturan (speech position scale), yaitu skala yang dilihat
berdasarkan tingkatan tuturan dalam bahasa.
E. Kaidah Kesantunan Berbahasa
Penggunaan teori kesantunan berbahasa mendasarkan pada
pemahaman penulis terhadap sumber atau refernsi yang dijadikan rujukan.
Fasold (1984) menjelaskan kesantunan berbahasa berdasarkan kaidah
kesantunan. Menurutnya, kaidah kesantunan dapat dibedakan atas:
a. Kaidah keformalan (formality), yaitu kaidah yang mengatur bahwa di dalam
berbahasa penutur tidak boleh memaksa dan bersikap sombong Jadi dalam
kaidah ini diajarkan agar "Jangan memaksa atau bersikap angkuh terhadap
lawan tutur."
b. Ketidaktegasan (hesitency), yaitu kaidah yang mengatur bahwa didalam
berbahasa penutur harus memberikan keleluasaan kepada lawan bicara untuk
menentukan pilihan. Dengan kata lain" Buatlah agar lawan tutter dapat
menentukan pilihan."
c. Kesekawanan atau persamaan (equality or camaraderie), yaitu kaidah yang
mengatur bahwa dalam berbahasa anggaplah lawan tutur sebagai teman yang
sederajat dan buatlah lawan tutur menjadi tersanjung atau senang. Dengan
kata lain "Buatlah seolah-olah lawan tutur Anda sedenajať" atau "buatlah
lawan tutur menjadi senang."

Kaidah merupakan aturan yang sebenarnya bersifat mengikat. Artinya,


bahwa di dalam penggunaan bahasa, seseorang terikat oleh kaidah. Oleh
sebab itu, kaidah lebih bersifat normatif. Di dalam kesantunan berbahasa pun
kaidah harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat normatif dan mengikat
Dengan demikian, kaidah kesantunan berbahasa pada dasarnya merupakan
aturan tentang cara berbahasa secara santun.

F. Strategi Kesantunan Berbahasa

17
Brown and Levinson (1987), membedakan strategi kesantunan atas
strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan negatif. Kesantunan negatif
merujuk pada citra diri (secara rasional) yang berkeinginan untuk dihargai
melakukan tindakan secara bebas. Adapun kesantunan positif merujuk pada
citra diri (secara rasional) yang berkeinginan agar apa yang dilakukan dapat
diakui sebagai hal yang baik, sehingga patut untuk dihargai.
Pembagian kesantunan tersebut disebabkan oleh adanya ujaran atau
tuturan yang dapat mengancam muka lawan tutur yang disebut sebagai face
threatening adalah act (FTA). Teori dasar yang diusulkan Brown dan
Levinson (1978) penutur "menghitung" derajat keterancaman tindak tutur
dengan pertimbangan faktor-faktor berikut.
a. Jarak sosial antara penutur dan lawan tutur atau pendengar,
b. Besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi antara penutur
dan lawan citur;
c. Kerelatifan status atau jenis tindak tutur dalam kebudayaan.

Berkaitan dengan pembagian kesantunan tersebut, untuk menggunakan


strategi kesantunan positif

a. Perhatikan minat, keinginan, sifat, dan barang lawan tutur, misalnya "Kamu
kelihatan letih...........”
b. Berilah perhatian khusus kepada lawan tutur, misalnya "Wah baru saja dapat
rejeki ya...”
c. Melebih-lebihkan rasa ketertarikan, persetujuan, simpati terhadap lawan tutur,
misalnya "Anda betul-betul memiliki kepedulian sosial yang tinggi”
d. Tingkatkan rasa tertarik pada lawan tutur, misalnya "Kamu tahu khan....!
Tahu maksud saya khan.....!"
e. Gunakan penanda yang menunjukkan kesamaan jati diri atau kelompok,
misalnya "Bantu saya membawa tas ini, dik."
f. Usahakan setuju dengan ucapan lawan tutur, misalnya: "Dalam perjalanan
ban motor saya gembe"-"Marya Allah, bannya gembes”

18
g. Hindari pertentangan dengan lawan tutur, misalnya "Dia itu kecil" Ya, dia
memang kecil, tetapi saya rasa tidak terlalu kecil”
h. Usahakan persepsi yang sama dengan lawan tutur, misalnya "Luka ini sakit
sekali!" "Ya, memang sakit sekali, karena luka itu terlalu dalam”
i. Usahakan lawan tutur memiliki persepsi bahwa penutur memahami maksud
lawan tutur, misalnya "Ya saya tahu kamu tidak suka jajan, tetapi…..”
j. Buatlah penawaran atau janji, misalnya "Insya Allah besok kalau lewat Tegal,
saya akan mampir”
k. Tunjukkan rasa optimis pada lawan tutur, misalnya "Anda pasti bisa
mengerjakan soal itu”
l. Usahakan berada dalam satu kegiatan dengan lawan tutur, misalnya “kalau
begitu mari kita makan bersama”
m. Beri dan mintalah alas an, misalnya "Bagaimana kalau kisa pergi ke pantai
saja, lebih menyenangkan"
n. Balik menawarkan tindakan kepada lawan tutur, misalnya "Saya akan
meminjami buku, kalau kamu mengantarkan saya pulang”
o. Beri rasa simpati kepada lawan tutur, misalnya "Kalau ada yang bisa saya
hantu, tolong saya diberitahu”

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menggunakan strategi


kesantunan negatif:
a. Gunakan tindak tutur taklangsung, misalnya "Tolong jendelanya”
b. Gunakan bentuk pertanyaan dengan partikel tertentu, misalnya "Sar minta
tolong, bisa kan?”
c. Hati-hati dan jangan terlalu optimis, misalnya "Mungkin Anda dapat
membantu saya!”
d. Kurangi daya ancaman terhadap muka lawan tutur, misalnya "Saya hanya
ingin bertemu kamu saja”
e. Berilah penghormatan, misalnya "Bapak memang sangat dermawan yang
suka berbagai rizki pada orang miskin “

19
f. Gunakan permohonan maaf "Sebelumnya kami mohon maaf, apakah
kedatangan saya tidak mengganggu “
g. Jangan menyebutkan penutur dan lawan tutur, misalnya "Mahon dikerjakan
secara baik"
h. Nyatakan tindakan yang mengancam muka sebagai hal yang umum, misalnya
"Para pemimpang dimohon tidak meludah dalam kereta”
i. Nominalkan pernyataan, misalnya "Prestasisi Anda sangat membanggakan”
j. Jelaskan bahwa penutur telah berlaku baik, misalnya "Saya akan merasa
berterima kasih, jika Saudara mau menjadi menikah dengan adik saya".

G. Skala Kesantunan Berbahasa


Brown and Levinson (1987). menjelaskan kesantunan berbahasa
berdasarkan skala kesantunan. Skala kesantunan dalam berbahasa merupakan
barometer kesantunan yang melihat jarak atau hubungan antara penutur dan
lawan tutur:
a. Social distance beetwen speaker and hearer "perbedaan sosial antara
penutur dan lawan tutur" (Skala konteks)
b. The speaker and hearer relative power "besarnya perbedaan
kekuasaan atau dominasi di antara keduanya" (skala sosial)
c. The degree of imposition associated with required expenditure of
goods or services "Status relatif jenis tindak tutur dalam suatu
kebudayaan tidak terlalu mengancam muka" (skala kebudayaan)

2. TEKNIK PENERJEMAHAN

Di dalam Collins English Dictionary disebutkan a technique is a


practical method, skill, or art applied to particular task. Teknik merupakan
suatu metode, keahlian atau seni praktis yang diterapkan pada suatu tugas
tertentu (Machali. 200: 77). Dari pengertian di atas dapat ditarik dua hal,
yaitu: (1) teknik merupakan hal yang bersifat praktis dan (2) teknik
diberlakukan terhadap tugas tertentu (dalam hal ini tugas penerjemahan). Dua

20
poin di atas yang menurut Machali membedakan teknik dan metode yang
sifatnya normatif. Sedangkan teknik. Sesuai dengan sifatnya yang praktis
secara langsung berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan dan
pemecahannya.

Menurut Molina dan Hurtado Albir (2002: 209), teknik


menggambarkan hasil yang didapat dan bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan bermacam- macam tipe solusi penerjemahan. Mereka
memberikan definisi tentang teknik penerjemahan yang merupakan prosedur
untuk menganalisis dan mengelompokkan bagaimana padanan penerjemahan
bekerja. Teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik dasar yaitu:
1. Berdampak pada hasil terjemahan
2. Diklasifikasikan oleh perbandingan dengan teks aslinya
3. Berdampak pada unit mikro dari teks
4. Bersifat discursive dan kontekstual
5. Bersifat fungsional

Klasifikasi Molina dan Hurtado Albir (2002) berkenaan dengan teknik


penerjemahan adalah sebagai berikut:

1. Memisahkan konsep teknik penerjemahan dari nosi lain yang


berkaitan (strategi, metode dan kesalahan penerjemahan).
2. Hanya memasukkan prosedur yang merupakan karakteristik
penerjemahan dan bukan yang berkaitan dengan perbandingan
bahasa.
3. Untuk mempertahankan nosi bahwa teknik penerjemahan bersifat
fungsional. Definisi mereka tidak menilai apakah sebuah teknik tepat
atau benar, karena selalu tergantung pada situasi di dalam teks dan
konteksnya dan metode penerjemahan yang dipilih.

21
4. Dalam hubungannya dengan terminologi, untuk mempertahankan
istilah- istilah yang biasa digunakan.
5. Untuk memformulasikan teknik baru dalam rangka menjelaskan
mekanisme yang belum digambarkan.

Adapun teknik terjemahan yang digunakan oleh penulis dalam


penelitian ini adalah teknik penerjemahan menurut Molina dan Albir yang
merupakan salah satu ahli dalam bidang penerjemahan. Molina dan Albir
(2002:510-511) mengklasifikasikan teknik terjemahan menjadi 18 teknik,
yaitu:
1. Adaptasi (adaptation)

Suatu teknik yang menggantikan unsur-unsur budaya yang khas dalam


BSu dengan unsur budaya yang ada dalam BSa. Teknik ini dapat digunakan
apabila unsur atau elemen budaya tersebut memiliki padanan dalam BSa.
Contoh
Bsu: as white as snow
Bsa: seputih kapas

2. Penambahan (amplifikasi)

Suatu teknik penerjemahan yang menambah detail informasi yang


tidak terdapat dalam teks bahasa sumber. Penambahan ini dilakukan untuk
membantu penyampaian pesan atau pemahaman pembaca.
Contoh :
Bsu: Ramadhan
Bsa: Bulan puasa kaum muslim

3. Peminjaman (borrowing)

22
Suatu teknik penerjemahan yang menggunakan kata atau ungkapan
dari bahasa sumber di dalam bahasa sasaran. Peminjaman dibagi menjadi dua:
peminjaman murni (pure borrowing), yaitu peminjaman tanpa melakukan
perubahan apa pun dan peminjaman alamiah (naturalized borrowing), yaitu
kata dari BSu disesuaikan dengan ejaan yang terdapat pada BSa.
Contoh :
Bsu : Mixer
Bsa : Mikser

4. Kalke (calque)

Suatu teknik penerjemahan dengan penerjemahan harfiah dari sebuah


kata atau frasa dalam BSu ke BSa.
Contoh :
Bsu : Directorate General
Bsa: Direktorat Jederal

5. Kompensasi (compensation)

Suatu teknik penerjemahan yang menggantikan posisi unsur informasi


atau efek stilistika dalam BSu pada bagian lain dalam BSa karena tidak dapat
direalisasikan pada bagian yang sama dalam BSa
Contoh :
Bsu : A pair of scissors
Bsa : Sebuah Gunting

6. Deskripsi (description)

23
Suatu teknik penerjemahan yang menggnati istilah dalam BSu dengan
deskrisipnya dalam BSa. Teknik ini dilakukan ketika suatu istilah dalam BSu
tidak memiliki istilah yang sepadan dalam BSa.
Contoh :
Bsu : Panettone
Bsa : Kue Tradisional italia yang dimakan pada saat tahun baru

7. Kreasi Diskursif (discursive creation)

Suatu teknik penerjemahan yang menggunakan padanan sementara


yang jauh dari konteks aslinya. Biasanya teknik ini muncul dalam
penerjemahan judul film, buku, dan novel.
Contoh :
Bsu : The godfather
Bsa: Sang godfather

8. Kesepadanan Lazim (established equivalence)

Suatu teknik penerjemahan yang menerjemahkan istilah dalam BSu


dengan istilah yang sudah lazim dalam BSa
Contoh :
Bsu : Ambiguity
Bsa : Ambigu

9. Genaralisasi (generalization)

Suatu teknik penerjemahan yang menerjemahkan suatu istilah yang


sudah umum dan dikenal masyarakat luas. Teknik ini dilakukan apabila suatu
istilah dalam BSu merujuk pada bagian spesifik, yang padanannya dalam
bahasa sasaran tidak ada yang merujuk pada bagian yang sama.

24
Contoh :
Bsu : Penthouse, mansion
Bsa : Tempat Tinggal

10. Amplifikasi Linguistik (linguistics amplification)

Suatu teknik penerjemahan yang menambahkan unsurunsur linguistik


TSu dalam TSa. Teknik ini banyak dilakukan dalam interpreting atau dubing.
Contoh :
Bsu : No way
Bsa : De ninguna de las maneras ( Spain )

11. Kompresi Linguistik (linguistics compression)

Suatu teknik penerjemahan yang menyatukan atau mengumpulkan


unsur-unsur linguistik yang ada dalam TSu. Teknik ini banyak digunakan
dalam interpreting atau dubbing.
Contoh :
Bsu : Yes so what ?
Bsa : Y? Spain

12. Penerjemah Harfiah (literal translation)

Suatu teknik penerjemahan yang mengalihkan suatu ungkapan dalam


BSu secara kata per kata dalam BSa.
Contoh :
Bsu : Killing two birds with one stone
Bsa : membunuh dua burung dengan satu batu

13. Modulasi (modulation)

25
Suatu teknik penerjemahan yang mengganti fokus, sudut pandang,
atau aspek kognitif yang ada dalam BSu, baik secara leksikal ataupun
struktural.
Contoh :
Bsu : nobody doesn‟t like it
Bsa : semua orang menyukainnya

14. Partikularisasi (particularization)

Suatu teknik penerjemahan yang menggunakan istilah yang lebih


konkret dan khusus. Teknik ini berkebalikan dengan teknik generalisasi.
Bsu : air transportation
Bsa : pesawat

15. Reduksi (reduction)

Suatu teknik penerjemahan yang memadatkan informasi yang terdapat


dalam BSa ke dalam BSa, tetapi tidak boleh mengubah pesan dalam BSu.
Contoh :
Bsu : SBY the president of republic of indonesia
Bsa : SBY

16. Subtitusi (subtitution)

Suatu teknik penerjemahan yang mengganti,


Contoh : Bahasa isyarat dalam bahasa arab yaitu dengan menaruh tangan di
dada diterjemahkan menjadi Terima Kasih.

17. Transposisi (transposition)

26
Suatu teknik penerjemahan yang mengganti kategori gramtikal BSu
dalam BSa, misalnya mengganti kata atau frasa.
Contoh :
Bsu : adept
Bsa : sangat terampil

18. Variasi (variation)

Suatu teknik penerjemahan yang mengganti unsur-unsur linguistik


atau paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik.
Contoh :
BSu : welcome back
BSa : selamat datang kembali

3. METODE PENERJEMAHAN

Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa “translation method


refers to the way a particular translation process is carried out in terms of the
translator‟s objective, i.e., a global option that affects the whole text” (metode
penerjemahan merujuk pada cara proses penerjemahan tertentu yang
dilakukan sesuai dengan tujuan penerjemah, yaitu opsi global yang
mempengaruhi teks. Berdasarkan bahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
metode penerjemahan adalah cara yang digunakan penerjemah dalam
menerjemahkan teks sumber ke dalam teks sasaran sesuai dengan tujuan
penerjemah yang mempengaruhi keseluruhan teks (makro).
Banyak metode penerjemahan yang dikembangkan oleh para ahli.
Namun metode yang ditawarkan Newmark dinilai sebagai yang paling
lengkap dan memadai (Al Farisi 2014:53; Syihabuddin 2016:62; Hidayatullah
2017:36). Newmark (2001:45) menyebut metode penerjemahan dalam bentuk

27
diagram V berdasarkan penekanannya pada bahasa sumber dan bahasa
sasaran, seperti yang digambarkan table berikut.
Diagram “V” Newmark
SL Emphasis TL Emphasis
Word for word translation Adaptation
Literal translation Free translation
Faithful translation Idiomatic translation
Semantic translation Communicative translation

1) Penekanan Pada Bahasa Sumber (SL Emphasis)

a) Terjemahan Kata Demi Kata ( Word-for-word translation )

Metode ini sering didemonstrasikan sebagai terjemahan interlinier


dengan teks sasaran tepat di bawah teks sumber. Urutan kata bahasa sumber
dipertahankan dan diterjemahkan satu demi satu dengan makna yang paling
umum tanpa mempertimbangkan konteks. Kata-kata budaya diterjemahkan
secara harfiah. Penggunaan utama terjemahan kata demi kata adalah untuk
memahami mekanisme dan struktur bahasa sumber atau untuk menganalisis
teks yang sulit sebagai suatu proses awal terjemahan.

b) Terjemahan Harfiah ( literal translation )

Metode ini mengonversi konstruksi gramatikal bahasa sumber ke


dalam bahasa sasaran dengan padanan yang paling dekat, tetapi kata-kata
leksikal masih diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan
konteks. Metode ini juga digunakan sebagai proses pra-penerjemahan untuk
memecahkan masalah.

c) Terjemahan Setia ( faithful translation )

28
Metode ini berupaya mereproduksi makna kontekstual secara tepat
bahasa sumber tetapi masih dalam batasan struktur tata bahasa teks sasaran.
Kata-kata budaya diterjemahkan dan mempertahankan tingkat keabnormalan
gramatikal dan leksikal (penyimpangan dari kaidah-kaidah bahasa sumber)
dalam terjemahan. Terjemahan metode ini sepenuhnya setia pada tujuan dan
realisasi penulis teks sumber.

d) Terjemahan Semantis ( semantic translation )

Metode ini merupakan upaya menerjemahkan kata-kata budaya


dengan istilah-istilah budaya netral tetapi tidak menggunakan padanan
budayanya. Terjemahan semantis sangat memperhatikan nilai estetika teks
sumber, berkompromi pada makna agar selaras dengan asonansi,
permainan dan pengulangan kata.

2) Penekanan Pada Bahasa Sasaran (TL Emphasis)

a. Terjemahan Adaptasi (adaptation translation)

Metode ini merupakan bentuk terjemahan paling bebas,


utamanya digunakan untuk menerjemahkan drama dan puisi. Dengan
metode ini tema, karakter, dan alur cerita pada umumnya
dipertahankan, sedangkan budaya bahasa sumber diubah ke dalam
budaya bahasa sasaran dan teks ditulis ulang.

b. Terjemahan Bebas (free translation)

Metode ini berupaya mereproduksi isi pesan tanpa


mempedulikan cara penyampaian isi pesan atau tanpa mempedulikan
bentuk bahasa sumbernya. Penerjemahan ini biasanya adalah parafrasa

29
yang jauh lebih banyak daripada bahasa sumbernya. Metode ini
disebut juga dengan penerjemahan intralingual.

c. Terjemahan Idiomatik (idiomatic translation)

Metode ini berupaya mereproduksi pesan bahasa sumber tetapi


cenderung mendistorsi nuansa makna dengan memilih penggunaan
bahasa sehari-hari dan idiom bahasa sasaran yang tidak ada di dalam
bahasa sumbernya.

d. Terjemahan Komunikatif (communicative translation)

Metode ini berupaya memberikan makna kontekstual yang


tepat dari bahasa sumber sehingga isi maupun bahasanya dapat
diterima dan dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.

4. IDEOLOGI PENERJEMAHAN

Ideologi dalam penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang betul-salah


dan baik-buruk dalam penerjemahan, yakni terjemahan seperti apa yang terbaik bagi
masyarakat pembaca TSa atau terjemahan seperti apa yang cocok dan disukai
masyarakat tersebut. Dengan demikian, keberhasilan mengalihkan pesan, dengan
demikian menjadi relatif pula. Tidak ada terjemahan yang benar atau salah secara
mutlak. “Benar-salah” dalam penerjemahan juga tergantung pada “untuk siapa dan
untuk tujuan apa penerjemahan itu dilakukan” (Hoed. 2003). Ideologi yang
digunakan penerjemah merupakan tarik-menarik antara dua kutub yang berlawanan,
antara yang berorientasi pada BSu dan yang berorientasi pada BSa (Venuti dalam
Hoed, 2006: 84), yang oleh Venuti dikemukakan dengan istilah foreignizing
translation dan domestication translation. Berikut adalah uraian mengenai kedua hal
tersebut dengan berlandaskan pada paparan Hoed (2006: 83-90).

30
A. Foreignisasi

Ideologi foreignisasi merupakan ideologi yang mengacu kepada BSu. Ideologi


ini didefinisikan sebagai bentuk pemaksaan untuk menggunakan istilah-istilah
linguistik dalam BSu ke dalam BSa, hal ini dimaksudkan agar pembaca menikmati
suasana BSu (Venuti, 1995:20). Kata foreign (asing) dalam ideologi penerjemahan
foreignisasi mengacu pada konstruksi strategis yang esensinya bergantung dengan
situasi BSa. Istilah asing yang dipakai hanya berupa kode budaya yang berlaku di
BSa.

Dalam prakteknya, penerjemah yang menggunakan ideologi foreignisasi akan


menerapkan metode penerjemahan yang mengacu pada SL Emphasis dalam digram V
miliki Newmark yang terdiri dari kata demi kata (word for word), penerjemahan
harfiah (literal translation), penerjemahan setia (faithful translation), penerjemahan
semantik (semantic translation).

B. Domestikasi

Ideologi domestifikasi merupakan ideologi yang mengacu kepada BSa. Ideologi


ini didefinisikan sebagai bentuk penghilangan istilah budaya asing (dalam BSu) ke
dalam BSa, oleh karena itu penulis terbawa seperti di kampung halamannya (Venuti,
1995:20).

Bila dihubungkan dengan metode penerjemahan yang dikemukakan dalam


diagram V Newmark, dalam prosesnya, penerjemah yang menggunakan ideologi
penerjemahan domestikasi, metode yang dipilih adalah metode yang juga berorientasi
pada bahasa sasaran seperti penerjemahan adaptasi (adaptation), penerjemahan bebas
(free), penerjemahan idiomatik (idiomatic), dan penerjemahan komunikatif
(communicative).

31
Kerangka
Berpikir

Bentuk Kesantunan
Proses Teks
pada kitab ratib al-
Penerjemahan Penerjemahan
haddad

Bentuk Kesantunan
pada kitab ratib al-
haddad

Teknik Penerjemahan
(Molina dan Albir,
2002)

Metode
Penerjemahan
(Newmark, 1988)

Ideologi
Penerjemahan
(Venuti, 1955)

32
G. DATA DAN SUMBER DATA

Data dan sumber data adalah pokok dalam sebuah penelitian karena memiliki
pengaruh pada ketepatan data yang diperoleh untuk menghasilkan kualitas penelitian
yang baik. Berdasarkan sumbernya, data penelitian terbagi menjadi dua jenis, yakni
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya. Sedangkan data sekunder adalah data yang tersusun dalam
bentuk dokumen sebagai penunjang keabsahan data primer (Suryabrata, 1997: 85).

Sumber data primer pada penelitian ini adalah satuan lingual berupa tuturan yang
mengandung kesantunan terjemahan pada Kitab ratib Al-Haddad Karya Abdullah
Bin Alawi Al-Haddad, terbitan Habib Nuh Al-Haddad Solo. Sedangkan sumber data
sekunder pada penelitian ini berasal dari kamus, buku, jurnal, skripsi yang linear
dengan penelitian ini.

H. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Untuk menjawab rumusan masalah serta mencapai tujuan yang telah


dideskripsikan penulis, maka diperlukan metode dan teknik penelitian. Adapun
metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis ialah sebagai berikut.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang hasil


datanya berupa deskriptf dengan kata-kata tertulis maupun lisan dari manusia-
manusia dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007). Adapun Metode yang
digunakan adalah metode deskriptif, studi dokumen. Metode deskriptif
merupakan prosedur pemecahan masalah penelitian dengan cara memaparkan
keadaan objek yang diteliti (Nawawi dan Hadari, 2006:67). Tujuan dari
penerapan metode deskriptif yakni untuk memberikan gambaran tentang suatu
gejala tertentu (Sukandarrumidi, 2012:104). Penelitian ini dapat digunakan
untuk menggali pemikiran seseorang atau menafsirkan materi yang
terkandung dalam suatu buku terbitan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

33
bertujuan untuk mendeskripsikan terjemahan kesantunan dalam kitab Ratib
al-Haddad karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad.

2. Teknik Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Teknik simak dan catat, dan focus group discussion (FGD). Teknik
simak dan catat merupakan cara mengumpulkan data dengan
menggunakan menyimak penggunaan bahasa berbentuk tulisan,
kemudian dicatat hasilnya pada kartu data (Kesuma, 2007:44-45).
Dalam penelitian ini, teknik simak dan catat digunakan penulis untuk
mencatat dan mengklasifikasi dalam kitab ratib al-Haddad. Data
dicatat secara keseluruhan kemudian diklasifikasikan berdasarkan
kalimat pada bahasa sumber disertai dengan kalimat bahasa sasaran
sebagai hasil terjemahannya. Kemudian, setiap data diklasifikasikan
berdasarkan jenis teknik terjemahan yang diterapkan oleh penerjemah
dalam bentuk kesantunan. Pada hasil akhir, akan diperoleh
kecenderungan metode terjemahan berdasarkan penerapan teknik
terjemahan, baik cenderung pada bahasa sumber ataupun bahasa
sasaran dan melakukan teknik focus group discussion (FGD).

b. Teknik Analisis Data

Analisis Data Model Spradley

a. Domain Analysis (Analisis Domain)

Analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dari objek


penelitian atau situasi sosial yang diteliti. Analisis domain biasanya dilakukan untuk
memperoleh gambaran/pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh
tentang apa yang tercakup di suatu fokus atau pokok permasalahan yang tengah

34
diteliti (Prabowo, 2010 :15). Pada tahap analisis domain, peneliti melakukan
penjaringan pada data dengan meneliti mana yang termasuk data dan mana yang
bukan data. Tahapan ini dilakukan agar penelitian menjadi lebih fokus dan
menghindar dari data yang tidak jelas. Analisis domain dilakukan pada data mikro,
yaitu dalam penelitian ini adalah pronomina, tanskulturasi, dan teknik penerjemahan
yang diterapkan. Analisis domain ditunjukkan pada tabel berikut :

Domain Ratib Al- Bentuk Dan Teknik


Haddad Jenis Terjemahan
Kesantunan
1. Zikir 1. Kesantunan 1. Adaptasi
2. Doa Positif 2. Amplifikasi
2. Kesantunan 3. Peminjaman
Negatif 4. Kalke
5. Kompenasasi
6. Deskripsi
7. Kreasi Diskursif
8. Padanan Lazim
9. Generalisasi
10. Amplifikasi
Linguistik
11. Kompresi
Linguistik
12. Literal
13. Modulasi
14. Partikulari sasi
15. Reduksi
16. Substitusi
17. Transposisi

35
b. Taxonomic Analysis (Analisis Taksonomi)

Pada tahap ini, data yang telah didapatkan kemudian diklasifikasikan


dalam tataran makro, yaitu berdasarkan pada metode penerjemahan yang
terdapat enam macam metode dan ideologi penerjemahan yang condong
kepada bahasa sumber (foreignisasi) dan condong ke dalam bahasa sasaran
(domestikasi). Berikut adalah tabel yang menampilkan contoh data yang
telah diklasifikasikan berdasarkan analisis taksonomi.

Domain Metode Ideologi


SL Emphasis TL Emphasis Foreignisasi Domestikasi
BSu
BSa

c. Componential Analysis (Analisis Komponensial)

Dalam analisis komponensial yang dicari adalah perbedaan domain atau


kesenjangan yang kontras dalam domain. (Sugiyono, 2012:264). Analisis
komponensial merupakan analisis yang menghubungan antara komponen domain dan
komponen taksonomi dengan penandaan domain dalam kategori vertikal sebagai
sumbu x dan taksonomi dalam kategori horizontal sebagai sumbu y (Santosa, 2017).

Domai Ratib Bentuk dan Teknik Metode Ideologi


n Al- Jenis Terjemaha SL TL Foreignisa Domestika
Hadda Kesantunan n Emphas Emphas si si
d is is
Zikir 1.Kesantun
dan an Positif
Doa 2.Kesantun
an Negatif

36
d. Theme Analysis (Analisis Tema Budaya)

Analisis tema budaya dapat diperoleh setelah peneliti menganalisis


domain, taksonomi, dan komponensial. Di dalam kitab Ratib al-Haddad
karya Abdullah bin alawi al-Haddad ditemukan adanya Kesantunan dan
diterjemahkan dengan teknik-teknik penerjemahan tertentu, yang
menghasilkan serangkaian metode dan ideologi penerjemahan.

c. Teknik Penyajian Laporan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini, penyajian laporan hasil penelitian disajikan


dalam bentuk laporan formal dan informal. Laporan formal merupakan
penyajian hasil penelitian dalam bentuk rumus, bagan/diagram, garis bawah,
tabel, dan gambar. Pada penelitian ini, laporan formal digunakan dalam
bentuk tabel dan diagram untuk menyajikan hasil temuan data berupa jenis
dan bentuk kesantunan, teknik, metode dan ideologi terjemahan pada
terjemahan kitab Ratib Al-Haddad Karya Abdullah bin alawi al-Haddad.
Sedangkan garis bawah digunakan untuk menunjukkan keberadaan unsur
kesantunan yang ada pada data penelitian.

Adapun yang dimaksud dengan penyajian data dalam bentuk informal


yaitu penyajian yang dipaparkan dengan menggunakan kata-kata biasa,
yakni kata-kata yang apabila dibaca dengan serta-merta dapat langsung

37
dipahami (Kesuma, 2007:71). Pada penelitian ini, laporan formal digunakan
dalam bentuk narasi untuk mendeskripsikan hasil analisis data berupa jenis
dan bentuk kesantunan, teknik, metode dan ideologi terjemahan pada Kitab
Ratib Al-Haddad karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad.

I. I. SISTEMATIKA PENYAJIAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai
berikut.

BAB I yaitu Pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah,


rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, sumber data,
metode penelitian, dan sistematika penyajian.

BAB II, yaitu Bentuk dan Jenis Kesantunan Pada Kitab Ratib al-Haddad Karya
Abdullah Bin Alawi Al-Haddad. Pada bab ini akan dibahas mengenai rumusan
masalah pertama dengan menjelaskan berbagai jenis dan bentuk Kesantunan Pada
Kitab Ratib al-Haddad Karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad.

BAB III, yaitu Teknik Terjemahan Tuturan Yang Mengandung Kesantunan Pada
Kitab Ratib al-Haddad Karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad. Pada bab ini akan
dibahas mengenai rumusan masalah kedua dengan mendeskripsikan berbagai jenis
teknik yang telah diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kesantunan pada
Pada Kitab Ratib al-Haddad Karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad.

BAB IV, yaitu Metode dan Ideologi Tuturan Yang Mengandung Kesantunan
Pada Kitab Ratib al-Haddad Karya Abdullah Bin Alawi Al-Haddad. Pada bab ini
akan dijelaskan terkait rumusan masalah ketiga dengan memaparkan orientasi metode
dan ideologi terjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan.

BAB V, yaitu Penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan terkait penelitian yang
telah dilakukan oleh penulis. Kemudian, akan diberikan saran yang membangun bagi

38
peneliti-peneliti selanjutnya mengenai bidang penerjemahan dan objek kajian pada
penelitian ini.

Daftar Pustaka, berisi pencantuman pustaka-pustaka yang digunakan oleh penulis


selama melakukan kegiatan penelitian serta dilengkapi dengan lampiran data-data
pendukung penelitian.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. (2018). Kajian Pragmatik Kesantuan Berbahasa Arab Pada Novel Kaukab
Amun Karya Sally Magdi. Arabi : Journal of Arabic Studies, 2(2), 141.
https://doi.org/10.24865/ajas.v2i2.61

Asysyifa, F., & Syukri, H. (2018). BERBAHASA ARAB FAWWAZ WA NUROH (


PENDEKATAN PRAGMATIK ). 75–82.

Febryansyah.M.f. (2018). UPAYA PENINGKATAN KECERDASAN SPIRITUAL


SANTRI MELALUIRATIB AL-HADDAD Studi Kasus di Pondok Pesantren
Hudatul Muna, Kegiatan Brotonegaran Ponorogo, Jenes. Skripsi IAIN Ponorogo,
November.

Q, Y. (2022). Tradisi Ratibul Hadad di Majlis Alkhairaat (Studi Living Qur‟an


Terhadap QS Al-Baqarah Ayat 285-286. Jurnal Multidisiplin Madani, Vol.
2(No. 5), 2461–2478.

Sri Utami. (2010). Pengaruh Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap Kesehatan Mental
Masyarakat Korban Gempa ( Studi Kasus Majlis Dzikir Al-Ghifary Bengkulu ).
Universitas Stuttgart.

Wahidah, Y. L., & Wijaya, H. (2017). ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA


MENURUT LEECH PADA TUTURAN BERBAHASA ARAB GURU
PONDOK PESANTREN IBNUL QOYYIM PUTRA YOGYAKARTA TAHUN
AJARAN 2016/2017 (KAJIAN PRAGMATIK). Jurnal Al Baya, 9(1), 1–16.

Wigraha, D. A. (2008). Strategi Kesantunan Dalam Kartun Jangan Tanya Mengapa :


Perusahaan Rokok Untung Besar.

Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada (GP Press)

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas


Maret Press.

40
Siregar, R. (2017). Strategi Penerjemahan Dokumen Kontrak. Medan: Pustaka
Bangsa Press.

yihabuddin. (2016). PENERJEMAHAN ARAB-INDONESIA: Teori dan Praktik.

Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. (2021). TEORI PRAGMATIK EDISI REVISI.


Magnum Pustaka Umum.

41
LAMPIRAN DATA

No Data Bsu Data Bsa Bentuk Teknik Metode Ideologi


Data Kesantunan Penerjemahan Penerjemahan Penerjemahan
1. ‫اللَّوُ اَل إِلا او إََِّل ُى او ح‬
‫اْلا ُّي‬ Allah, tiada
ada tuhan
‫وم‬
ُ ُّ‫الح اقي‬ melainkan
dia, yang
hidup kekal
lagi terus
mengurus (
makhluk-
Nya)
2. ِ‫سبحا ان اهللِ وِِبم ِده‬ Maha suci
‫ا اح‬ ‫ُح ا‬
Allah
‫ُسحب احا ان اهللِ الح اع ِظي ِم‬ dengan
segala puji
kepada-Nya
dan maha
suci Allah
yang maha
Agung

‫ب اعلاحي ناا‬ ِ
‫اربَّناا ا حغف حر لاناا اوتُ ح‬
3. Ya Allah
ampunilah
‫اب‬
ُ ‫أنت الت ََّّو‬ ‫إِن ا‬
‫َّك ا‬ dosa kami
dan berikan
‫يم‬ ِ َّ
ُ ‫الرح‬ pada kami
tobat,
sesungguhn
ya engkau

42
maha
pengampun
lagi maha
penyayang
4. ‫ص ِّل اعلاى ُُمامد‬
‫الله َّم ا‬
ُ
Wahai
tuhan kami,
‫ص ِل اعلاحي ِو او اسلِّ حم‬
‫الله َّم ا‬
ُ berilah
shalawat /
rahmat-Mu
kepada
Nabi
Muhammad
5. ِ ‫أعوذ بِ اكلِم‬
ِ‫ات اهلل‬ Aku
‫ا‬
berlindung
ِ ‫َّام‬
‫ات ِم حن اش ِر اما‬ َّ ‫الت‬ dengan
kalimat
‫اخلا اق‬ Allah yang
sempurna,
dan
kejahatan
apa-apa
yang
diciptakan-
Nya
6. ‫ار ِضحي ناا بِاللَّ ِو ارنَّا‬ Kami rela
Allah
‫اْل حس اَلِم ِدينًا اوِِبُ اح َّم ٍد‬
ِ‫اوبِ ح‬ sebagai
Tuhan
ِّ ِ‫نا‬
‫ب‬ kami, Islam

43
sebagai
agama kami
dan Nabi
Muhammad
sebagai
Nabi kami
7. ‫اَح ُد لِلَّ ِو‬
‫بِ حس ِم اهللِ اوأ ا‬
Dengan
nama Allah
‫اْلاحي ُر اوالش َُّر ِبشيئة اهلل‬
‫او ح‬ dan segala
puji hanya
tertentu
bagi Allah
dan segala
kabajikan
dan
kejahatan,
ketentuan
Allah.
8. ‫اآمنَّا بِاللَّ ِو اوالحيا حوِم حاْل ِخ ِر‬ Kami
(menyataka
ِ ‫تُب ناا إِ اَل اهللِ ب‬
‫اطنَّا‬‫ا‬ ‫ح‬ n) beriman
kepada
ِ ‫وظا‬
‫اىًرا‬ ‫ا‬ Allah dan
Hari Akhir,
dan kami
bertaubat
kepada
Allah lahir
maupun

44
bathin.
9. ‫ف اعناا او حام ُح‬
ُ ‫ياا اربَّناا او حاع‬
Ya tuhan
yang maha
‫الَّ ِذي اكا ان ِمنَّا‬ kuat lagi
maha gagah
10 ‫اْلا اَل ِل‬
‫ياا اذا ح‬ Wahai
Tuhan yang
‫اْل حكارِام ِآمحت ناا‬
ِ‫او ح‬ Mempunyai
sifat
‫اعلاى دي ِن‬ Keagungan

‫اْل حس اَلِم‬
ِ‫ح‬ dan sifat
Pemurah,
matikanlah
kami dalam
lingkungan
agama
Islam.

45

Anda mungkin juga menyukai