DOSEN PENGAMPU :
Susmiati, M.Pd I
DISUSUN OLEH :
: ANGGA SAPUTRA
: OKSA ENJELI
FAKULTAS KOMPUTER
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah “ASPEK HUKUM
DALAM ISLAM” dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan membahas
sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat Islam. Dengan makalah ini
diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang lebih luas
mengenai sumber hukum Islam.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan kami sendiri khususnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Istilah “Hukum Islam” yang terdiri dari rangkaian kata “hukum” dan
“Islam”, secara tegas tidak terdapat dalam Alquran. Meskipun kata hukum,
baik dalam bentuk ma‟rifah maupun nakīrah, disebutkan pada 108 ayat dalam
kata “hukum Islam”. Pada literatur hukum dalam Islam juga tidak ditemukan
lafaz “hukum Islam”. Yang biasa digunakan adalah kata syarī‟at, fiqh, hukum
- Untuk memenuhi tugas Makalah Aspek Hukum Islam mata kuliah Pendidikan
Agama Islam.
- Untuk membahas Sumber Hukum Islam,sehingga pembaca pada umumnya dan
khususnya penulis bisa lebih memahami tentang sumber-sumber hukum yang
dijadikan landasan umat Islam.
PEMBAHASAN
2.1 SYARAH
2.1.1 PENGERTIAN SYARAH
Istilah syarah hadis berasal kata syarh ( ) شرحdan hadits ( ) حدثyang diserap menjadi
bahagian dari kosa kata bahasa Indonesia. Secara bahasa, kata syarh berarti al-kasyf, al-wadh,
al-bayan, al-tawsi„, al-hifz, al-fath, dan al-fahm, artinya menampakkan, menjelaskan,
menerangkan, memperluas, memelihara, membuka, dan memahami.
Secara istilah, syarah berarti menguraikan atau menjelaskan bahasan tertentu, dengan segala
aspek berhubugan pada objek yang dibahas secara lengkap. Syarah merupakan kitab yang
ditulis oleh ulama lain sebagai komentar atau penjelasan pada kitab tertentu.
Hadis merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulallah Saw. baik berupa
ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat dan akhlak (kepribadian), baik sebelum diutus menjadi
Rasul maupun sesudah diutus menjadi Rasul. Menurut Muhammad „Ajaj al-Khatib, Hadis
adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Saw., baik berupa sabda, perbuatan, ketetapan
atau sifat-sifatnya.
A. Pengertian Al-Qur‟an
Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur‟an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri
dengan salah satu dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur‟an dan hadits
merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat
memahami tentang syari‟at Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur‟an dan
Hadits. Banyak dari ayat Al-Qur‟an yang menerangkan bahwa hadits merupakan
sumber hukum Islam selain Al-Qur‟an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal
perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen.
Pertama, sunnah merupakan penjabaran dari Al-Qur‟an. Secara rasional,
sunnah sebagai penjabaran (bayan) harus menempati posisi lebih rendah dari yang
dijabarkan (mubayyan) yakni Al-Qur‟an. Apabila Al-Qur‟an sebagai mubayyan
tidak ada, maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada
bayyan, maka mubayyan tidak hilang.
Kedua, Al-Qur‟an bersifat qat‟iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy
al-subut.
Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan
kedudukan sunnah setelah Al-Qur‟an seprti hadits yang sangat populer mengenai
pengutusan Mu‟az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka
subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur‟an.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:
A. Dalil Al-Qur‟an
Dari banyaknya ayat Al-Qur‟an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada
perintah taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul. Demikian pula
mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dalam penetapan
untuk taat kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.
A. Dalil al-hadits
)تركت فيكم امريه نه تضهىا ما تمسكتم تهما كتاب هللا وسنة اننثيو ملسو هيلع هللا ىلص (روه مانك في مىطأ
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan tersesat selama berpegang teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah
(Alqur‟an) dan Sunnah Nabi SAW (Al-Hadist)
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang pedoman hidup maupun
penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita bahwa berpegang teguh
kepada hadits sebagai pedoman hidup iitu wajib, sebagaimana wajib pada Al-Qur‟an.
B. Kesepakatan ulama (ijma‟)
Hadits atau sunnah sebagai sumber hukum Islam tidak hanya untuk
kaitannya dalam hal ibadah, akan tetapi juga dalam masalah masyarakat sosial.
Eksistensi sunnah atau hadits dapat sumber hukum Islam dapat dilihat dari
beberapa argumen Al-Qur‟an, ijma‟ maupun argumen rasional.
Beberapa implikasi pada perkembangan hukum Islam. Kosep sunnah
ternyata mengalami proses yang cukup panjang sebelum di identikkan dengan
istilah hadits. Proses tersebut disimpulkan dengan baik oleh Fazlur Rahman
sebagai berikut:
“that the sunnah-content left bythe prophet was not very large in quantity
and that it was not something meant tobe absolutely specific; that the concept
sunnah after the time of the propher himself but also the interpretation of the
prophetic sunnah; that the “sunnah” in this last sense is co-extensive with the
ijma‟ of the community, which is essentially an ever-expanding process;and
finally; that after the mass-scale hadith movement the organic relationship
between the sunnah, ijtihad, and ijma‟ was destroyed”
Artinya:
Bahwa kandungan sunnah yang bersumber dari Nabi tidak bayak
jumlahnya dan tidak dimaksudkan bersifat spesifik secara mutlak, bahwa
konsep sunnah setelah Nabi wafat tidak hanya mencakup sunnah Nabi tetapi
juga penafsiran-penafsiran terhadap sunnah Nabi tersebut, bahwa sunnah
dalam pengertian terakhir ini sama luasnya dengan ijma‟ yang pada dasarnya
merupakan sebuah proses yang semakin meluas secara terus-menerus, dan
yang terkhir sekali bahwa setelah gerakan pemurnian hadits besar-besaran,
hubungan organis diantara sunnah, ijtihad dan ijma‟ menjadi rusak.
2.3 PERKEMBANGAN ILMU FIQIH
ini Zaman berlangsung selama 20 tahun beberapa bulan yang di bagi menjadi dua
masa yakni,masa makkah dan masa madinah.masa ini juga di sebut sebagai periode
pertumbuhan,masa ini di mulai sejak kebangkitan(bi‟tsah) nabi muhammad saw hingga
beliau wafat(12 rabi‟ul awwal 11hijriyah /8 juni 632 masehi)
pada masa mekkah yaitu ketika nabi masih melakukan dakwah perorangan secara
sembunyi-sembunyi dengan memberikan penekanan kepada aspek tauhid.kemudian diikuti
dengan dakwa terbuka.masa itu berlangsung kurang lebih 13 tahun dan hanya sedikit ayat
hukum yg di turunkan.hal ini memang wajar bagaikan mendirikan sebuah
bangunan,fondasilah yg di buat terlebih dahulu.setelah itu di bangunlah bagian lainnya di
atas fondasi itu.begitu pula membangun manusi beragama,keimanan dan tauhidlah yang perlu
di tanamkanterlebih dahulu karena memang itulah dasar dari pada agama itu sendiri.1[1]
pada masa ini risalah kenabian beridsi tentang ajaran-ajaran akidah dan
ahlaq.kesemua ini di masa rosulullah di terangkan dalam al-qur‟an sendiri dan kemudian di
perjelas lagi oleh rosulullah dalam sunahnya.hukum yang di tetapkan dalam al-qu‟an atau
sunnah kadana-kadang dalam bentuk jawaban dari sebuah pertanyaan atau di sebabkan
terjadinya sesuatu kasus atau merupakan keputusan yg di keluarkan rosulullah ketika
memutuskan sesuatu perkara.
pada masa itu hanya ada dua sumber fikih yaitu al-qur‟an dan sunnah.pada masa ini
dalam mengambil keputusan amaliyah para sahabat tidak perlu melakukan ijtihad sendiri
karena,mereka dapat bertanya langsung pada rosulullah jika mendapati suatu masalah yang
belum mereka ketahui.demikian pula untuk memahami kedua sumber hukum syari‟ah ini
para sahabat tidak membutuhkan metodologi khusus,karena mereka mendengarkannya
langsung dari rosulullah saw.
Pada masa selanjutnya ialah masa madinah yakni sejak rosulullah hijrah ke
madinah.pada masa rosulullah ini terbentuklah negara islam di madinah.pada masa ini islam
dengan sendirinya memerlukan seperangkat aturan hukum yang dapat mengatur sistem
kehidupan masyarakat islam di madinah itu.olehkarena itu,secara berangsur-angsur wahyu
allah swt mulai berisi hukum-hukum,baik karena suatu peristiwa kemasyarakatan yang
memang memerlukan penanganan yuridis dari rosulullah saw,ataupun karena adanya
pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh masyarakat,atau juga wahyu yang di turunkan
allah swt tanpa suatu sebab.2[2]
Pada masa ini ilmu fikih lebih bersifat praktis dan realis dalam arti hal ini kaum
muslim mencari hukum dari suatu peristiwa tersebut betul-betul terjadi.misal pada masa itu
ada seorang muslim/muslimin yang mengalami suatu kasus atau peristiwa yang memerlukan
pemecahan masalah atau bisa di sebut di perlukan solusi,jadi pada masa ini para kaum islam
itu langsung mencari hukum-hukumnya langsung dengan menanyakan kepada rosulullah saw
untuk menemukan suatu solusi dari peristiwa/kasus itu.
kebanyakan pada masanya rosulullah ini adalah ayat turun setelah terjadinya suatu
peristiwa jadi,ada peristiwa dahulu dan setelah itu baru turun ayat dari allah swt.sumber
hukum pada masa rosulullah ini adalah wahyu yang di turunkan kepada nabi muhammad saw
baik yang kata-kata dan maknanya langsung dari allah swt (al-qur‟an) maupun hanya
maknanya dari allah swt,sedang kata-katanya dari rosulullah saw(hadis).masa ini berlangsung
sekitar pada 622 masehi hingga rosulullah wafat 11 hijriyah.perjalanan fikih tidak berhenti
pada masa rosulullah saw ini namun di lanjutukan/di teruskan oleh para sahabat nabi.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi dapat kita simpulkan hukum islam mempunyai pengertian sebagai ilmu yang
menjelaskan kepada mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil
hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri
seperti Al-qur‟an, As-sunnah, Ijma‟, Qiyas, dan lain-lain.
Objek kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara‟, tentang sumber-sumber dalil
hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan
tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara‟ secara tepat dan lain-lain.
Ruang lingkup ushul fiqh yang dibahas secara global adalah sebagai sumber dan dalil hukum
dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum
tersebut dan lain-lain.
Perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul fiqh adalah kalau ilmu fiqh berbicara tentang
hukum dari suatu perbuatan, sedangkan ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum itu sendiri.
3.2 SARAN
Alqur‟an, Alhadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan ijtihad, Oleh
karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam menjadikan ketiganya sebagai
pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Afrozi,Agus Salim.2015. Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam. Tangerang: Prodi Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Pamulang
docs.google.com/document/d/15g-
FHTwQi9AVl13Inmn04z12vZYSyoruskn8mxrbh2o/preview?pli=1 [14 Desember 2015]