id
Pada bab ini akan dibahas pengujian pull out pada benda uji HVFA-SCC. Pengujian
dilakukan dengan menarik baja tulangan yang tertanam pada kubus beton dengan
panjang sisi 20 cm. Pembuatan benda uji mengacu standar RILEM 1994. Hasil
pengujian pull out akan didapatkan kuat lekat antara baja tulangan dan HVFA-SCC.
Nilai kuat lekat hasil pengujian akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan
panjang sambungan lewatan pada benda uji balok dengan sambungan lewatan.
Pembahasan dimulai dengan pengujian karakteristik material, rancang campur (mix
design) HVFA-SCC, pengujian beton segar, uji tekan beton, dan uji tarik baja
tulangan. Selanjutnya dibahas setup pengujian pull out, kurva hubungan beban
dengan slip, kuat lekat, moda keruntuhan benda uji, dan penentuan panjang lewatan
untuk benda uji balok dengan sambungan lewatan (splice beam). Pada akhir bab ini
disajikan hasil simulasi numerik dengan software ATENA Engineering untuk
validasi hasil pengujian pull out yang telah dilakukan.
4.1.1. Agregat
4.1.1. Pasir
Pengujian pasir yang dilakukan diantaranya adalah pengujian kadar lumpur,
kandungan zat organik, bulk specific gravity, bulk specific gravity SSD, apparent
specific gravity, dan absorbsi. Hasil pengujian pasir disajikan pada Tabel 4.1.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar lumpur pasir sebesar 4,80% sehingga
memenuhi standar ASTM C-117 dimana persyaratan maksimumnya sebesar 5,0%.
52
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
Tabel 4.2 menunjukkan material batu pecah yang digunakan dalam penelitian ini
telah memenuhi standar ASTM C-127. Nilai keausan batu pecah hasil pengujian
sebesar 22% (kurang dari syarat keausan maksimum 40%) sehingga dapat
digunakan dalam pembuatan benda uji beton.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
4.1.2. Semen
Pengujian semen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan senyawa
dan unsur yang terkandung di dalam semen. Pengujian dilakukan di Laboratorium
Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Berat
jenis semen hasil pengujian sebesar 3,09 gram/cm3. Hasil pengujian kandungan
senyawa di dalam semen ditampilkan pada Tabel 4.3.
55
56
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Slump flow test dan T50 test
Tabel 4.6 menunjukkan nilai hasil slump flow test dan pengujian T50 test. Pengujian
dilakukan dengan alat slump cone yang diisi beton segar sampai penuh. Alat slump
cone diangkat, dan beton akan menyebar membentuk lingkaran. Diameter lingkaran
rata-rata dari pengujian slump flow didapat sebesar 770 mm sehingga memenuhi
persyaratan EFNARC 2002. Nilai T50 adalah waktu adukan segar mencapai
diameter 50 cm. Nilai T50 terbesar dari hasil pengujian 4,73 detik sehingga juga
memenuhi persyaratan EFNARC 2002, yaitu antara 2 sampai 5 detik.
Untuk memastikan bahwa campuran beton memenuhi syarat SCC juga dilakukan
pengujian L-Box test. Hasil pengujian L-Box test dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tujuan pengujian L-Box test adalah mengukur serta mengetahui kinerja beton segar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
HVFA-SCC dalam melewati tulangan yang telah terpasang (passing ability). Hal
ini dapat diketahui dengan membandingkan antara ketinggian beton segar pada box
vertikal dan ketinggian beton segar pada box horizontal. Dari tiga adukan yang telah
dilaksanakan pengujian L-Box, nilai minimum h2/h1 sama dengan 0,86 dan nilai
maksimumnya 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa beton memenuhi syarat
kemampuan melewati tulangan (passing ability).
Dari pengujian terhadap beton segar HVFA-SCC di atas dapat diketahui bahwa
beton segar HVFA-SCC memenuhi standar EFNARC 2002, baik dari pengujian
slump flow, T50, dan L-Box test. Secara umum dapat disimpulkan bahwa beton
segar HVFA-SCC yang telah dibuat berdasar rancang campur di atas memenuhi
persyaratan sebagai beton memadat sendiri.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan benda uji silinder beton
dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sesuai ASTM C39 [97]. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan beton (Compression Testing
Machine) dengan kapasitas 1000 kN. Umur benda uji pada saat pengujian adalah
28 hari. Kuat tekan beton didapat dengan membagi gaya tekan maksimum hasil
pembacaan manometer alat uji tekan dengan luas permukaan silinder benda uji
beton. Hasil pengujian menunjukkan kuat tekan beton rata-rata sebesar 38,82 MPa.
Hasil uji tekan disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hasil pengujian kuat tekan beton
Berat Berat volume Kuat tekan Kuat tekan
Sampel (kg) (kg/m3) (MPa) rata-rata
(MPa)
1 12,135 2289 39,61
2 12,225 2306 43,00
3 12,325 2325 39,61 38,82
4 12,020 2267 35,08
5 12,130 2288 36,78
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
Di samping uji tekan beton juga dilakukan pengujian berat volume beton. Pengujian
dilakukan dengan cara membagi berat beton dengan volume silinder beton. Berat
volume beton rata-rata diperoleh sebesar 2295 kg/m3.
Berdasarkan Tabel 4.8 tersebut terlihat nilai berat volume kelima benda uji silinder
beton hampir sama. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan dimensi benda uji
yang sama akan menghasilkan berat beton yang relatif sama antara sampel satu
dengan yang lainnya. Hal yang serupa terjadi pada hasil kuat tekan beton yang
menunjukkan nilai kuat tekan beton yang relatif sama dengan kuat tekan rata-rata
sebesar 38,82 MPa.
59
Kuat leleh baja ulir untuk diameter 12 mm sebesar 405 MPa, untuk besi diameter
16 mm sebesar 415 MPa, dan untuk besi diameter 19 mm sebesar 390 MPa. Kuat
leleh (fy) dari hasil uji tarik baja tulangan akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan panjang lewatan pada benda uji balok. Semakin besar nilai fy maka
panjang lewatan yang dibutuhkan akan semakin panjang.
Pipa PVC
120
200
80
50
a b
Gambar 4.1. Pengujian pull out: (a) skema benda uji (b) foto pengujian
Pada pengujian pull-out baja tulangan ditarik dengan menggunakan alat UTM.
Selama pengujian dicatat besarnya gaya yang bekerja serta besarnya slip antara
beton dan tulangan. Gaya yang bekerja didapat dari pembacaan manometer pada
alat UTM, sedangkan slip didapat dari hasil pembacaan Linear Variable
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60
Differential Transformer (LVDT). Usia benda uji pada saat pengujian pull out
adalah 35 hari.
D16 02
4.000
D16 03
3.000
D16 04
2.000
D16 05
1.000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Slip (mm)
(a)
2.000
1.800
1.600 P16 01
1.400
Beban (kg)
1.200 P16 02
1.000
800 P 16 03
600
P16 04
400
200 P16 05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Slip (mm)
(b)
Gambar 4.2. Beban vs slip: (a) tulangan ulir (b) tulangan polos
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
Pada tulangan ulir, adhesi dan mechanical interlock bekerja dengan baik sehingga
beban terus meningkat. Pembacaan manometer UTM tidak naik lagi setelah
mencapai beban puncak menunjukkan bahwa adhesi antara beton dan baja tulangan
sudah tidak mampu menahan gaya tarik. Setelah tercapainya beban puncak, beban
tidak langsung turun. Beban yang terjadi masih sama dengan dengan beban puncak,
namun slip yang terjadi semakin besar (pada kisaran 4 sampai 8 mm). Penurunan
nilai beban yang tidak langsung terjadi menunjukkan friksi dan mechanical
interlock yang terjadi antara beton dan permukaan baja tulangan dapat bekerja
dengan baik. Beban akan turun secara drastis dan diikuti slip yang besar setelah
friksi dan mechanical interlock yang terjadi tidak mampu menahan gaya dan
tulangan baja terlepas dari beton yang menyelimutinya.
Pada tulangan polos tidak terdapat mechanical interlock sehingga gaya maksimum
yang bekerja lebih kecil. Adhesi antara beton dan baja tulangan bekerja menahan
gaya tarik yang bekerja sampai terjadinya beban puncak. Penurunan beban yang
agak lambat menunjukkan friksi antara beton dan baja tulangan polos juga bekerja
dengan baik. Kegagalan ditandai dengan turunnya beban secara drastis hingga
mencapai pembacaan manometer UTM 0 kg. Untuk melihat perbandingan hasil
pengujian pull out pada tulangan ulir dan tulangan polos dapat dilihat pada Gambar
4.3.
6.000
5.000
4.000
Beban (kg)
ULIR
3.000
2.000 POLOS
1.000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Slip (mm)
Gambar 4.3. Beban vs slip pada tulangan ulir dan tulangan polos
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa beban maksimum hasil pengujian pull-out untuk
tulangan ulir lebih besar dari pada tulangan polos. Besarnya selisih antara beban
maksimum yang mampu dipikul antara sampel dengan tulangan ulir dan sampel
dengan tulangan polos menunjukan bahwa rib pada tulangan ulir sangat berperan
meningkatkan beban yang mampu diterima. Dengan adanya rib pada tulangan ulir
menyebabkan terjadinya mechanical interlock.
Kuat lekat kritis (ucr) didasarkan pada beban kritis (Pcr), sedangkan kuat lekat
maksimum (umaks) didasarkan pada beban maksimum (P maks). Beban kritis adalah
beban yang menghasilkan slip sebesar 0,25 mm, sedang beban maksimum adalah
beban terbesar yang terjadi pada saat pengujian. Kuat lekat kritis diperoleh dari
hasil pembacaan Pcr dibagi luas bidang kontak antara beton dan baja tulangan,
sedangkan kuat lekat nominal beton diperoleh dari hasil pembacaan Pmaks dibagi
luas bidang kontak antara beton dan tulangan. Perhitungan kuat lekat kritis dan
kuat lekat maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.10 untuk tulangan ulir, dan
Tabel 4.11 untuk tulangan polos.
Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa kuat lekat beton rata-rata pada kondisi
kritis sebesar 4,55 MPa, sedang kuat lekat kritis minimum dari kelima pengujian
sebesar 3,05 MPa. Kuat lekat nominal rata-rata hasil pengujian sebesar 12,93 MPa,
sedangkan kuat lekat nominal minimum dari kelima hasil pengujian sebesar 12,09
MPa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa kuat lekat maksimum rata-rata pada tulangan polos
sebesar 3,89 MPa, dan kuat lekat kritisnya 2,58 MPa. Apabila dibandingkan hasil
pengujian kuat lekat pada tulangan ulir, dapat disimpulkan bahwa kuat lekat pada
tulangan ulir lebih besar 3,33 kali dari pada kuat lekat pada tulangan polos.
Besarnya kuat lekat pada tulangan ulir lebih besar dari pada tulangan polos
disebabkan oleh kontribusi mechanical interlock antara rib baja tulangan dan
beton. Mechanikal interlock tersebut tidak terjadi pada tulangan polos.
64
ditambah mechanical interlock pada tulangan ulir. Setelah slip yang terjadi
melebihi 8 mm, kuat lekat mengalami penurunan secara drastis dan diikuti
peningkatan slip yang besar. Apabila slip 0,25 mm dianggap sebagai awalnya
hilangnya adhesi, dan kuat lekat akibat friksi diperkirakan dari kuat lekat
maksimum dikurangi kuat lekat kritis maka friksi antara HVFA-SCC dan baja
tulangan polos berkontribusi sekitar 34% dari total kuat lekat. Sedangkan pada
tulangan ulir selisih antara kuat lekat maksimum dan kuat lekat kritis dihitung
sebesar 65% dari total kuat lekat, dan sebagian besar disebabkan oleh mechanical
interlock.
14
12
Kuat Lekat (MPa)
10
8 D 16 01
6 D 16 02
D 16 03
4 D 16 04
2 D 16 05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Slip (mm)
(a)
14
12
Kuat lekat (MPa)
10
8
P16 01
6 P16 02
4 P16 03
P16 04
2 P16 05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Slip (mm)
(b)
Gambar 4.4. Kuat lekat vs slip: (a) tulangan ulir (b) tulangan polos
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
Hasil pengujian ini selaras dengan penelitian Zheng dkk (2019) yang menunjukkan
bahwa kuat lekat hasil pengujian setelah mencapai beban puncak tidak langsung
turun, namun mampu bertahan terlebih dahulu dengan nilai slip semakin
meningkat. Hasil penelitian Zheng dkk (2019) tersebut juga menunjukkan bahwa
nilai friksi semakin besar pada beton dengan kuat tekan yang lebih besar [47].
Penggunaan tulangan ulir lebih efektif dalam meningkatkan kuat lekat. Oleh
karena itu, beberapa peraturan beton bertulang termasuk ACI 318-19 dan SNI
2847:2019 tidak mengijinkan penggunaan tulangan polos pada penulangan
komponen struktur beton. Tulangan polos boleh digunakan pada tulangan
sengkang, tulangan transversal spiral dan tulangan tie beam dengan diameter
kurang dari 10 mm [69].
a b
Gambar 4.5. Foto benda uji setelah pengujian: (a) ulir (b) polos
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
Dari pengujian yang dilakukan, baik pada tulangan ulir maupun tulangan polos,
dapat diketahui bahwa pada saat terjadi slip 0,25 mm, pada sampel benda uji tidak
ada kerusakan baik pada beton maupun pada baja tulangan. Tidak terlihat adanya
retak yang besar pada beton. Pada tulangan juga tidak terlihat lelehnya baja
tulangan. Tegangan tarik baja maksimum pada saat slip 0,25 mm sebesar 272,7
MPa (pada tulangan ulir) dan 78,6 MPa (pada tulangan polos). Pada saat beban
maksimum tercapai, juga tidak terlihat kerusakan serius pada benda uji. Tidak
terlihat adanya selimut beton yang ikut terlepas bersama tulangan. Lepasnya
tulangan saat pengujian pull-out menunjukkan adhesi pada beton sudah tidak
mampu untuk menahan gaya tarik yang terjadi pada benda uji saat beban puncak.
Secara visual benda uji pasca pengujian masih terlihat baik dan tidak terlihat adanya
kerusakan yang serius, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.5. Hal tersebut
menunjukkan kegagalan yang terjadi bukan splitting failure, namun kerusakan
terjadi adalah pull-out failure.
67
pengaruh variasi panjang lewatan yang lebih pendek terhadap kuat lekat. Variasi
panjang lewatan lainnya direncanakan sebesar 50% dan 25% dari kebutuhan
panjang lewatan. Untuk memudahkan pembuatan benda uji, dilakukan pembulatan
panjang sambungan lewatan sebagaimana tersaji pada Tabel 4.13.
Simulasi numerik mengacu pada data spesifikasi material, konfigurasi dan dimensi
benda uji pull out. Benda uji berupa kubus beton dengan sisi 20 cm. Tulangan
menggunakan besi diameter 16 mm dan ditanam di dalam benda uji beton sebesar
8 cm. Material model yang digunakan mengacu pada hasil pengujian material yang
telah dilakukan sebelumnya. Model pengujain dapat dilihat pada Gambar 4.6,
sedang material model yang digunakan disajikan pada Tabel 4.14.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
Perbandingan hasil simulasi numerik dan hasil eksperimen untuk nilai beban vs
perpindahan dapat dilihat pada Gambar 4.7.
55
50
45
40
Beban (kN)
35
30
25 Eksperimen D16
20
15
Numerik D16
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perpindahan (mm)
69
Dari hasil simulasi numerik terlihat bahwa beban maksimum yang bekerja sebesar
51 kN. Dari Gambar 4.7 tersebut dapat dilihat beban maksimum hasil pengujian
pull-out sebesar 51,98 kN. Selisih antara hasil pengujian dan hasil simulasi numerik
sebesar 7,4% sehingga dapat dikatakan terdapat kesesuaian antara hasil simulasi
numerik dan hasil eksperimen.