Anda di halaman 1dari 36

1

KEKUASAAN ALLAH DALAM QS. AN-NABA/78:6-11

MAKALAH
Dibuat Menjadi Presentasi serta Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah: Tafsir Ilmi
Semester 5 Tahun Akademik 2023
Oleh: Kelompok 2

YUSRAN AHMADI
Nim: 30300121035

ANDI NURIMA
Nim: 30300121060
KASMIA
Nim: 30300121068

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Galib, M., M.A.

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
2

KATA PENGANTAR
‫بسم اهلل الرحمن الرحىم‬
‫ والصالة والسالم على رسول اهلل ﷺ وعلى اله وصحبه ومن تبعه‬,‫الحمد هلل رب العالمين‬
‫ومن وااله‬
Alh}amdulillahi rabbil ‘a>lamin. Puji syukur atas kehadirat Allah
subh}a>nahu> wa ta'a>la>. Yang senantiasa memberikan cahaya ilmu-Nya kepada
sekalian manusia, sehingga insan manusia mampu menyelesaikan segala
permasalahan dalam kehidupan. Tentunya tidak lepas juga kaitannya dengan penulis
berkat penerangan ilmu-Nya lah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini
sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ilmi pada jurusan Ilmu al-Qur’an dan
Tafsi>r Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar. Shalawat dan salam, tak terlupa pula penulis kirimkan kepada Nabi
Muhammad s}allalla>hu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan keluarganya, Nabi yang
menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Penulis menyadari akan kesempurnaan tulisan yang tergolong sangat jauh dari
kesempurnaan tersebut. Olehnya itu saran dan keritikan yang membangun tetap
penulis harapkan dari sekalian khalayak. Dan penulis tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada Prof. Dr. H. M. Galib, M., M.A. atas segala bimbingan, arahan dan
bantuan yang diberikan selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga segala sumbangsi yang telah diberikan
oleh beliau mendapat berkah disisi Allah Subh}a>nahu >wa ta’al>a>. Dan segala
aktivitas kita bernilai ibadah dihadapan-Nya. Aamiin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gowa, 17 September 2023

Penyusun,
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4

A. Latar Belakang...................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...............................................................................................4

C. Tujuan Penulisan................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6

A. Hakikat Kekuasaan Allah...................................................................................6

B. Fenomena Ilmiah dalam QS. an-Naba/78:6-11..................................................9

BAB III PENUTUP.....................................................................................................32

A. Kesimpulan.......................................................................................................32

B. Saran.................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................34
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an menarik pandangan manusia kepada ciptaan Allah swt. khususnya

dalam hal kekuasaan-Nya yang mampu menciptakan langit dan bumi dengan begitu

nyaman dihuni dan umumnya penciptaannya terhadap seluruh makhluk yang lain,

serta mengatur segalanya dengan serapi-rapinya tanpa adanya kesalahan sedikitpun.

Allah swt. mengajak manusia memikirkan ciptaan-ciptaan-Nya itu dan mengajarkan

kepada manusia tentang kesempurnaan penciptaan itu. Dalam hal ini Allah swt.

menantang manusia untuk mengamati dengan seksama langit yang begitu kokoh dan

meyakinkan kepada manusia bahwa mereka tidak akan menemukan kecacatan

sedikitpun dalam ciptaan Allah swt. semuanya teratur, seimbang, dan rapi.1

Ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh al-Qur’a>n tetapi tujuan

pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Allah dan

keesaan-Nya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan penelitian dan

observasi demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal

ini, Mah{mud Syal}tu>t mengatakan dalam tafsirnya sebagaimana dikutip oleh M

Quraish Shihab “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan al-Qur’an untuk menjadi

satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-

problem seni serta aneka warna pengetahuan.2

Misalnya pada suatu hari datang seseorang kepada Rasullullah saw. dan

bertanya: “Mengapa bulan kelihatan kecil bagai benang, kemudian membesar sampai

1
Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam dalam Al-Qur’an; Menguak Rahasia Ayat-
ayat Kauniyah, (Solo: Tinta Medina, 2012), h. 2
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), h.
5

menjadi bulan purnama?” lalu, Rasulullah saw. mengembalikan jawaban tersebut

kepada Allah swt. yang berfirman “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.

Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi

ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan

tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-

rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.3

Jawaban al-Qur’a>n bukan jawaban ilmiah, tetapi jawabannya sesuai dengan

tujuan-tujuan pokoknya. Tujuan tersebut adalah untuk memberikan petunjuk kepada

manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak, maka Syaikh

Mah{mud Syaltu>t setelah membawakan ayat tersebut, lalu menulis sebagaimana

yang dikutip oleh M Quraish Shihab “tidakkah terdapat dalam hal ini bukti nyata

yang menerangkan bahwa al-Qur’an bukan kitab yang dikehendaki Allah untuk

menerangkan kebenaran-kebenaran ilmiah dalam alam semesta, tetapi dia adalah

kitab petunjuk, ishlah dan tasyri.4

Ada beberapa ciptaan Allah swt. yang menunjukkan kekuasaan-Nya di

antaranya bumi yang terhampar, Allah swt. telah menyiapkan bumi ini sedemikian

rupa, menetapkan dan mengatur sistemnya serta menentukan kadar-kadar yang

berkaitan dengannya sehingga menjadi nyaman dihuni manusia. Di dalamnya

terdapat kawasan-kawasan yang rata sehingga orang mudah membangun rumah di

atasnya. Di permukaan bumi ini ada oksigen untuk bernafas, dan oksigen itu selalu

diproduksi oleh klorofil pada daun, yang bekerja sama dengan sinar matahari, selain

3
Lihat Q.S al-Baqarah/2:189.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), h. 51-52.
6

oksigen di bumi juga terdapat air dan di dalam tanah terdapat unsur-unsur hara yang

diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan.5

Ada pula gunung yang selama ini membuat kita takjub akan keindahan-Nya

bukan hanya diciptakan berdiri tegak dan kokoh melainkan lebih dari itu, dimana

fungsi utama dari gunung tersebut adalah untuk mengokohkan bumi sekaligus

mencegahnya agar tidak mengguncangkan manusia. Akar-akarnya yang tertanam

pada lava di perut bumi membuat keseimbangan bumi terpelihara serta membuatnya

stabil sehingga manusia dapat tinggal di atasnya, dapat melakukan berbagai aktivitas,

serta membuat rumah dan bangunan lainnya.6

Lelaki dan perempuan yang pertemuannya melahirkan generasi demi generasi.

Berpasang-pasangan terdiri dari jenis laki-laki dan jenis perempuan agar dengan

adanya kedua jenis itu kalian dapat mengembangbiakkan keturunan dan melestarikan

jenis keturunan manusia serta menyempurnakannya dengan pendidikan yang baik. 7

Proses pengembangan keturunan seperti itu sama dengan hewan dan sama pula

dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang berkembang biak secara generatif.

Keturunan terbentuk karena berlangsung pertemuan diikuti persenyawaan antara dua

unsur berbeda jenis yang berpasangan.8

Hal ini merupakan bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Allah

swt. yang mengatur kesemuanya dengan bijaksana. Para pakar sosiologi menarik

kesimpulan melalui kenyataan ini akan keberadaan Allah swt. mereka mengatakan:

5
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, (Bandung; Mizan, 2005), h. 21.
6
Muh{ammad Quth}b, Fenomena Kalam Ilahi Bukti Kemukjizatan AlQur’a>n, (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2005), h. 225.
7
Ah{mad Musta>fa al-Mara>gi>, Tafsi>r al-Mara>ghi >(Mesir: Musta>fa>al-Ba> al-
Halabi, 1974 M.), Juz XXVIII, h. 8.
8
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, (Bandung; Mizan, 2005), h. 22.
7

“Sesungguhnya kehidupan memaksa makhluk untuk berkembang biak agar

kelestarian jenisnya dapat dipertahankan.

Allah swt. mengingatkan manusia akan kenyataan yang dialami setiap orang

dalam kehidupan sehari-hari, tetapi acap kali luput dari perhatian karena dianggap

sederhana. Kenyatan itu adalah bahwa Allah swt. menganugerahkan kesempatan

untuk tidur sebagai cara untuk beristirahat. Orang perlu bekerja, mengupayakan

banyak hal, baik untuk mencukupi berbagai kebutuhan lahiriahnya maupun untuk

memenuhi kecenderungan batiniahnya. Orang bekerja dengan anggota tubuhnya dan

bekerja keras pula dengan otaknya. Tentu saja kerja keras menyebabkan lelah

sehingga orang perlu istirahat. Maka sesuai dengan kebutuhan manusia tersebut,

Allah menakdirkan manusia bisa tidur dan hal itu jelas sekali merupakan karunia bagi

manusia.9

Allah telah menjadikan malam sebagai pakaian. Di sini disajikan sebuah

metafora lagi, yakni mengibaratkan kegelapan menutupi bumi di waktu malam

sebagaimana pakaian yang menutup tubuh, malam di sebut pakaian karena kegelapan

menjadi penutup tubuh sehingga aurat yang terbuka pun tidak akan tampak. Ada yang

mengatakan bahwa tidur di waktu malam memperbarui tenaga dan semangat, seperti

mengganti pakaian lusuh dengan pakaian baru. Pakaian itu sangat perlu, maka malam

juga sangat penting bagi manusia. Karena malam itu gelap, suasananya cocok untuk

beristirahat, karena waktu malam merupakan waktu ketika permukaan bumi

membelakangi matahari, udara dan tanah di tempat itu menjadi lebih dingin,

sedangkan di masa siang udara berpancar terik, dan suasana menjadi terang

9
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, h. 23
8

benderang. Keadaan demikian itu amat sesuai untuk mencari nafkah, untuk bekerja,

untuk melakukan aktivitas kehidupan.

Dan di samping itu juga Allah swt. menciptakan tujuh lapis langit yang kokoh

lagi mantap dan dapat bertahan selama mungkin sampai Allah menetapkan

kepunahan-Nya.10 Matahari seperti yang diungkapkan M Quraish Shihab dalam

bukunya, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Sadik Sabry, terbit tenggelam

setiap hari, adalah sebuah bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata

surya kita. Ia adalah gumpalan gas yang berpijar dengan garis tengah sekitar

1.392.429 km. Jarak rata-rata antara titik pusat bumi ke titik pusat matahari sekitar

149.572.640 km.11

Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat bernada sama yang membahas

tentang hujan sebagai fenomena kekusaan Allah. Bagi orang-orang Arab, khususnya

generasi yang hidup pada masa al-Qur’an diturunkan hujan merupakan dambaan yang

ditunggu dengan penuh harap. Jarang sekali hujan turun di sana, sehingga tanahnya

tidak subur, tetapi berupa padang-padang tandus atau pasir yang merata di berbagai

tempat. Maka Allah swt. mengingatkan bahwa dia telah mencurahkan air hujan pada

saat-saat tertentu, curahan air itu merupakan karunia yang amat besar dan patut

disyukuri. Terutama manfaat air hujan yang menumbuhkan tanaman dan biji-bijian.12

Itulah sebagian kecil tanda-tanda kekuasaan-Nya di atas kepada hambanya

agar mau merenungi ataupun memperhatikan bahwa zat yang mampu menciptakan

10
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2004), h. 11.
11
Muhammad Sadik Sabry, Menyelami Rahasia Langit Melalui Terma al-Sama> dalam al-
Qur’a>n, (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 23.
12
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, h. 28.
9

kesemuanya itu sesungguhnya amat mampu menghidupkan mereka kembali secara

utuh, kelak di hari kebangkitan.

Dengan demikian ayat-ayat tentang kekuasaan Allah tidak dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan akan informasi-informasi ilmiah. Allah swt. menginginkan agar

proses pencarian pengetahuan dilakukan melalui pengamatan, penelitian, dan

percobaan, yang bisa dilakukan sepanjang zaman. Meski begitu ayat- ayat al-Qur’an

tentunya mengandung berbagai fakta ilmiah tentang sebagian kecil kekuasaan Allah

swt. yang tidak bisa diperdebatkan karena merupakan wahyu dari sang pencipta,

pemilik kebenaran, penguasa yang mutlak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apa Hakikat Kekuasaan Allah dalam QS. al-Naba/78;6-16 ?

2. Apa Bentuk Kekuasaan Allah swt. dalam QS. al-Naba/78;6-16 ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan pada makalah

ini adalah sebagai berkut :

1. Untuk mengetahui Hakikat Kekuasaan Allah dalam QS. al-Naba/78;6-16.

2. Untuk mengetahui Bentuk Kekuasaan Allah swt. dalam QS. al-Naba/78;6-16.

BAB II

PEMBAHASAN
10

A. Hakikat Kekuasaan Allah

Kekuasaan yaitu untuk mengurus, memerintah dan lain-lain yang kata

dasarnya adalah kuasa yang berarti kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat

sesuatu).13 Dalam bahasa Arab term yang berarti kekuasaan adalah 14


‫ س))لطة‬adapun
arti kata ini adalah ‫ َس ْیَطَر ة‬atau ‫( َتَس ُّلط‬dominasi).15 Dalam bahasa Inggris kekuasaan di
sebut power.16 Sedangkan menurut al-Ra>ghi>b al-Asfa>ha>ni yaitu wewenang

untuk memerintah dan melarang dan begitu pula pada masalah politik. 17Adapun

kekuasaan yang dimaksud dalam kajian ini yaitu kemampuan Allah swt. untuk

bertindak atau melakukan sesuatu seperti kemampuan Allah swt. menciptakan alam

semesta yang sempurna dan seimbang, serta kemampuan Allah swt. menciptakan

bumi dan seisinya sebagai tempat makhluk berpijak.

Pada Hakikatnya Kekuasaan Allah dalam QS. Al-Naba’/78: 6-16 ini

mengandung uraian tentang hari kiamat dan bukti-bukti kuasa Allah untuk

mewujudkannya. Bukti-bukti utama yang dipaparkan di sini adalah penciptaan alam

raya yang demikian hebat serta sistem yang mengaturnya yang kesemuanya

menunjukkan adanya pembalasan pada hari tertentu yang telah ditetapkan-Nya.

tujuan surah ini menurut al-Biqa>’i adalah pembuktian tentang keniscayan hari

13
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Penerbit: Balai Pustaka edisi
III), h. 622.
14
Abd Bin Nuh, Oemar Bakry, Kamus Indonesia Arab Inggris, (Penerbit: PT. Mutiara
Sumber Widya 1996), h. 148.
15
Ali Atabik A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Penerbit : Multi Karya
Grafika), h. 148.
16
John. M. Echols, Kamus Indonesia-Inggris, (Cet. III; Jakarta :PT. Gramedia Pustaka1989),
h. 313.
17
Abu>al-Qa>sim Husain bin Muh{ammad al-Raghi>b al-Asfaha>ni>, Mufrada>t
F>i>Ghari>b al-Qur’a>n, (Beiru>t: Dar al- Ma’ri>fah, t.th), h. 472.
11

kiamat, yang merupakan suatu hal yang tidak dapat diragukan sedikit pun. Allah sang

pencipta, di samping Maha bijaksana dan Maha Kuasa, dia juga mengatur dan

mengendalikan manusia sesempurna mungkin. Dia menyediakan buat mereka tempat

tinggal (bumi) yang sesuai bagi kelangsungan hidup mereka dan keturunan mereka.

Apa yang Allah sediakan itu demikian sempurna sehingga manusia tidak

membutuhkan lagi sesuatu yang tidak tersedia. Itu pulalah yang menciptakan

hubungan harmonis antar sesama. Allah yang maha bijaksana lagi maha kuasa itu

tidak mungkin membiarkan hamba-hamba-Nya hidup saling menganiaya, menikmati

rezeki-Nya tetapi menyembah selain-Nya, tanpa melakukan hisa>b (perhitungan) atas

perbuatan-perbuatan mereka. Apalagi Dia adalah pemberi putusan bahkan sebaik-

baik pemberi putusan. Pengabaian mereka sama sekali tidak dapat diterima akal

bahkan terbetik dalam benak. Perhitungan atas manusia adalah sesuatu yang pasti.18

B. Fenomena Ilmiah dalam QS. al-Naba/78:6-16

1. Hamparan yang Diayun

٨ ‫ َّو َخ َلْقٰن ُك ْم َاْز َو اًج ۙا‬٧ ‫ َّواْلِج َباَل َاْو َتاًد ۖا‬٦ ‫َاَلْم َنْج َع ِل اَاْلْر َض ِم ٰهًد ۙا‬

Terjemahnya:

6. Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan,


7. dan gunung-gunung sebagai pasak?
8. Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan.

a. Telaah Kebahasaan

Ayat (6-8) Surah Al-Naba’ berbicara tentang penciptaan alam semesta: (6)

Alam Naj’al al-‘Arda Mihadan (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai

18
Abu>al-Qa>sim Husain bin Muh{ammad al-Raghi>b al-Asfaha>ni>, Mufrada>t
F>i>Ghari>b al-Qur’a>n, , h. 218.
12

hamparan?”) (7) Wa al-jiba>la autadan (“Dan gunung-gunung sebagai pasak?”) (8)

Wa Khalagnakum Azwajan (“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”).

Hamzah yang berharakat fathah pada ayat (6) berfungsi sebagai pertanyaan.

Dalam ilmu balaghah, pertanyaan dengan hamzah berfungsi menuntut tasdiq dan

tasawwur, atau menganalisis bukti dan memberi pengertian. Naj'al berasal dari ja'ala

yang artinya “menjadikan” Kata ini termasuk af’al al-tahwil (kata kerja yang

menjelaskan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain). Kata Ja’ala semakna

dengan kata khalaqa, Perbedaannya terletak pada penekanan maknanya, Kata ja'ala

menekankan segi manfaat ciptaan Allah, sedangkan khalaqa pada segi keagungan

Allah dan kehebatan ciptaan-Nya. Kata arda dalam kamus biasanya diartikan

“lantai”. Mungkin kata ini berasal dari kata kerja arada yang artinya “tumbuh rumput

atau pohon”. Planet yang kita diami disebut arda karena di planet ini tumbuh

pepohonan. Kata mihadan adalah masdar sulasi (masdar yang dibentuk dari tiga

huruf) dari kata mahada yang artinya “menghamparkan”. Dari sisi bentuk kata, istilah

mihadan mengandung dua kemungkinan, Pertama, dari kata mahada yumāhida-

mihdan yang artinya “saling berhamparan”. Kedua, kata ini merupakan bentuk jamak

dari mahdan yaitu mihadan yang artinya “hamparan-hamparan” Kata dasarnya adalah

mahd, yakni sesuatu yang disiapkan dan dihamparkan secara halus dan nyaman.

Quraish Shihab menjelaskan bahwa bangsa Arab menggunakan kata mahd untuk

ayunan atau hamparan tempat menidurkan anak kecil. Karena itu, beliau

menerjemahkan bumi sebagai ayunan.

Kemudian pada ayat (7), kata al-jibala adalah bentuk jama taksir kasroh

(menunjukkan banyak, lebih dari sepuluh), yang bentuk mufrad-nya (tunggal) berasal

dari kata jabal. Apabila ditelusuri lebih dalam, ada kemungkinan kata ini berasal dari
13

kata kerja jabila yang artinya “gemuk” Mungkin kata kerja itu kemudian digunakan

untuk menamai salah satu benda di bumi ini, yaitu gunung, Istilah berikutnya ialah

awtadan. Kata ini adalah bentuk jama" taksir qillah (menunjukkan banyak, kurang

dari sepuluh). Bentuk jamak ini berasal dari kata watadan yang artinya “sesuatu yang

dihunjamkan ke dalam bumi” atau “paku besar/pasak”. Di kalangan bangsa Arab,

kata ini digunakan untuk pasak pengikat tali kemah di padang pasir agar tidak terbang

terbawa angin. Dari sisi bahasa, hal yang perlu dikaji lebih lanjut ialah mengapa

gunung diungkapkan oleh Allah Swt. dalam bentuk jama' taksir kasrah, sedangkan

fungsi gunung sebagai awtadan diungkapkan dalam bentuk jama' taksir qillah?

Berlanjut pada ayat (8), kata azwajan adalah bentuk jamak dari kata zawj),

yang artinya “satu hal yang disertai hal lain yang sejenis”. Zawj berarti juga “perkara

yang ada bandingan atau lawannya” Arti lainnya ialah warna dari segala sesuatu.

Terdapat pemaknaan lain dari istilah “pasangan” atau azwajan ini. Istilah ini berakar

dari kata zaja yang berarti “menghasut” atau “adu domba”. Turunan katanya adalah

azwajan atau “berpasang-pasangan” dan zawjayni atau "dua pasangan". Namun, kata

ini bisa juga menjadi bentuk zawwaja yuzawwiju yang berarti "mencampurkan"

b. Tafsir Ilmiah terdahulu

Dalam tafsirnya, Syaikh Mahmud Al-Alusi Al-Baghdadi menjelaskan bahwa

ayat (6-7) ini berusaha menggiring pembacanya kepada pembenaran: terhadap berita

penting yang dipermasalahkan. Hal ini dilakukan dengan mengajak pembacanya

untuk menganalisis sebagian fenomena alam yang bisa mereka saksikan. Dengan

analisis tersebut, fenomena alam dalam ayat ini dapat menjadi peringatan.

Kemudian lanjut beliau, ayat ini juga bisa dinyatakan ulang menjadi

“Katakanlah, bagaimana mungkin kalian ingkar atau ragu-ragu tentang Hari


14

Kebangkitan itu?” Padahal kalian bisa membuktikan bahwa segala hal menunjukkan

kekuasaan (Allah Swt.) yang sempurna, ilmu-Nya yang meliputi segala hal, dan

hikmah-Nya yang menjelaskan bahwa semua makhluk diciptakan secara tidak sia-

sia."

Menurut Syaikh Al-Alusi, arti al-mihad atau mihadan ialah “hamparan yang

bisa diinjak, hamparan sebagai tempat yang disediakan untuk anak laki-lak”, Beliau

menerangkan bahwa yang dimaksud “bumi dihamparkan” bisa jadi menunjukkan

awal penciptaan bumi atau setelahnya. Beliau mengemukakan dua kelompok

pendapat mengenai pemaknaan tersebut, yaitu kelompok ahl al-hay'ah dan kelompok

ahl al-syar'i. Menurut ahl al-hay'ah, bumi ini diratakan dari kedua kutubnya karena

ketika itu bumi masih sangat lunak. Sedangkan ahl al-syar'i tidak berpendapat

mengenai hal itu karena tidak ada dalil yang dapat dijadikan argument.19

Pendapat lain dikemukakan Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Tafsir Al

Munir-nya. Beliau berkomentar dalam bentuk kalam musbat (kalimat positif) bahwa

makna yang terkandung dalam ayat ini ialah, “Telah kami hamparkan bumi itu

untukmu, supaya kamu bisa tenang menempatinya” Sementara Al-Qurtubi, terlepas

dari pemaknaan ayat ini, menjelaskan bahwa ayat ini menjadi dalil kekuasaan Allah

Swt. tentang Hari Kebangkitan. Khusus pada ayat (7), Kitab Rüh al Ma'ani

menyebutkan bahwa maksud ayat ini adalah "Kami telah mengikat bumi ini dengan

gunung gunung sebagaimana rumah diikat/dikuatkan dengan pasak." Fungsi dan

kehebatan gunung sebagai pasak bumi dikabarkan lewat hadis berikut:


Ketika) Allah Swt. selesai menciptakan bumi, kemudian bumi ini bergetar.
Maka, Allah Swt. meletakkan gunung di atasnya. Setelah. itu, bumi tidak
bergetar lagi. Para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan, kami, adakah makhluk

19
Abul Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhu al-Ma’ani, Juz 15
(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009 M), h. 205.
15

Mu yang lebih dahsyat daripada gunung?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu
besi." Tanya malaikat lagi, "Adakah yang lebih dahsyat daripada besi?" Allah
Swt menjawab, "Ada, yaitu api." Malaikat kembali bertanya, "Adakah yang
lebih dahsyat daripada api?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu air." Malaikat
bertanya lagi, "Adakah yang lebih dahsyat daripada air?" Allah Swt.
menjawab "Ada, yaitu udara." Tanya malaikat lagi, "Adakah yang lebih
dahsyat daripada udara?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu anak Adam yang
bersedekah dengan tangan kanan yang tidak diketahui oleh tangan kirinya.20
Dalam hadis sahih yang diriwayatkan Imam Hakim dari Imam Ibnu Abbas

dalam Kitab Rüh al-Ma'ani dijelaskan bahwa gunung yang pertama diciptakan ialah

Gunung Abu Qubais. Adapun mengenai proses kejadiannya, ada banyak pendapat.

Kemudian mengenai ayat (8), ada dua pendapat ulama tentang makna kata

azwajan. Pendapat pertama, azwajan ini ialah “laki-laki dan perempuan”. Pendapat

kedua, azwajan ini ialah “segala hal yang berlawanan baik vs buruk, panjang vs

pendek, dan sebagainya.” Pendapat pertama berdalil pada QS. al-Najm (15): 45,

sedangkan pendapat kedua berdasarkan QS. al-Zariyat (51): 49. Ihwal pendapat

kedua, Tafsir Mafatih al-Gaib menjelaskan: “Ini segala sesuatu diciptakan

berlawanan meniadi dalil tentang kekuasaan dan kesempurnaan Allah Swt. yang

suatu ketika bisa menguji (manusia), Maka, manusia yang berkelebihan bisa

bersyukur, dan yang berkekurangan bisa bersabar. Manusia bisa menyadari

kemudahannya tatkala sudah tua, menyadari nikmatnya rasa aman tatkala dihinggapi

ketakutan. Maka, hal ini penting sekali untuk menyadarkan manusia atas segala

nikmat (yang Allah Swt. berikan)”.

Dalam Tafsir Al-Jawahir, dijelaskan sebagai berikut.

1) Allah Swt. menjadikan bumi dalam keadaan mihadan yaitu firásy (dihampar-

hamparkan). Maksudnya, Allah Swt. menjadikan bumi di hamparkan supaya

manusia tenang dalam menempatinya. Menurut ilmu qira at, makna mihadan

20
Abul Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhu al-Ma’ani, Juz 15
(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009 M), h. 205.
16

adalah mahdan (satu hamparan) seperti ayunan untuk mainan anak. Bumi

disebut mahdan karena manusia merasakan hidup di bumi itu laksana di atas

ayunan. Sebagian ahli ilmu menilai bahwa mihadan adalah jamak dari

mahdan.

2) Jibal dijadikan oleh Allah sebagai pasak yang menguatkan bumi; gunung

bagaikan tulang. Fungsi lain gunung ialah memelihara air. Gunung juga bisa

menarik angin yang mengandung awan kemudian menurunkan hujan di depan

gunung itu.

3) Allah Swt. menjadikan manusia terdiri atas laki-laki dan wanita supaya

tercipta kasih sayang yang sempurna, dan manusia berkembang biak.

Orangtua diganti oleh anak-anaknya sehingga keturunan umat manusia lestari.

4) Kemudian Allah menidurkan manusia dalam hamparan di malam hari.

5) Allah membangunkan manusia pada siang hari utuk mencari penghidupan.

6) Allah menjadikan tidur sebagai istirahat bagi badan manusia.

7) Malam dijadikan sebagai selimut yang kegelapannya menutupi manusia.

8) Sebagaimana rumah memerlukan atap, Allah menjadikan 7 lapis langit

sebagai atap bagi bumi.

9) Dalam atap itu, Allah ciptakan lampu (matahari) yang menjadi sumber panas

dan cahaya.

10) Panas itu bisa menguapkan air yang kemudian diperas (turun sebagai hujan).

11) Dengan hujan itu, tumbuhlah habb (biji), nabat (tetumbuhan), alfaf (rindang).

Masih menurut Syaikh Thantawi Jauhari, dalam Al-Jawahir, runtutan ayat ini

bisa disusun dengan makna sedemikian:


Tidakkah Kami jadikan bumi sebagai hamparan, yang dipelihara dengan
gunung. Kami berikan waktu istirahat untuk badanmu. Kami gerakkan kamu
17

supaya bisa mencari kehidupan di siang hari. Kami naungi kalian dengan
langit sebagai atap yang penuh cahaya. Kalian memakan roti dan buah-buahan
yang semuanya bersumber dari bumi
Karena hal-hal tersebut di atas, kita tidak heran ketika membaca Al-Quran dan

mendapatkan pemikiran tentang gunung seperti berikut:

Dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh. (QS Al-Nazi'at 179):32)


Ayat tersebut menerangkan bahwa cara gunung-gunung itu diletakkan sangat

menjamin stabilitasnya, dan hal ini sangat sesuai dengan penemuan-penemuan

geologi.21

Agus Haryo Sudarmojo dalam bukunya, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam

Al-Quran, menyebutkan bahwa Allah Swt. menyebut secara berulang-ulang kata

“hampar” untuk konteks bumi. Setidaknya al-Quran menyebutnya 10 kali, yaitu

dalam QS. al-Baqarah (2): 22, al-Hijr (59): 19, al-Naba’ (78): 6, al-Nazi'at (79): 30,

al-Gasyiyah (88): 20, dan al- Syams (91): 6. Ayat-ayat tersebut menggambarkan

seolah-olah ada lembaran permadani di atas bumi yang bulat ini.

Al-Qur’an menegaskan bahwa fungsi gunung adalah sebagai pasak bumi

dengan menancapkan tubuhnya ke dalam perut bumi secara kukuh. Itulah konsep

tentang gunung yang sangat mutakhir dan baru dikenal. Ahli geofisika baru sekitar 25

tahun lalu menemukan bukti bahwa kerak bumi berubah terus. Saat itu Teori

Tektonik Lempeng yang baru muncul berasumsi bahwa gunung mempunyai akar

dalam yang berperan memperkukuh keberadaan lempeng-lempeng litosfer bumi.

Lempeng litosfer adalah lapisan terluar bumi yang terdiri dari kerak bumi dan mantel

bumi Rasulullah Saw bersabda:


"Tatkala Allah menciptakan bumi, bumi berguncang dan menyentak Lalu
Allah menenangkannya dengan gunung,"

21
M. Bucaile, Bibel, Quran dan Sains Modern. Diterjemahkan dari Bahasa Prancis oleh M.
Rasjidi, (Bandung: Bulan Bintang, 1979 M), h. 1979-270.
18

Bagaimana seorang Muhammad yang hidup di abad ke-7, tanpa bekal ilmu

geologi, dapat mengetahui bahwa memang gunung bertugas sebagai pengukuh

gerakan horizontal litosfer bumi? Informasi mendetail ini hanya mungkin berasal dari

Allah Yang Maha Mengetahui.22

Gunung-gunung tersebut seolah-olah memaku lempengan kerak bumi dan

secara serentak meluaskan di atas dan di bawah permukaan bumi pada titik temu

lempengan ini. Dengan cara ini, gunung memakukan kerak bumi dan mencegahnya

dari bergerak di atas lapisan magma, atau di antara lempeng-lempeng itu.

Ringkasnya, kita bisa menganalogikan gunung sebagai paku yang mematok untuk

menyatukan kayu-kayu.

Fungsi mematok dari gunung ini digambarkan dalam literatur ilmiah dengan

istilah “Isostasi”, Isostasi adalah keseimbangan umum pada kerak bumi yang

dipertahankan oleh aliran bahan-bahan batuan di bawah permukaan dalam tekanan

gravitasi.

Peranan vital gunung ini, yang diungkapkan oleh geologi modem dari riset

seismik, diwahyukan dalam Al-Quran berabad-abad yang lalu sebagai contoh dari

kebijaksanaan pada penciptaan Allah yang luar biasa.23


"Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan terbentang. Dan
gunung-gunung sebagai pasaknya (QS Al-Naba' [78]:6-7)
"Allah yang menciptakan langit tanpa tiang yang engkau dapat melihatnya.
Dan Dia meletakkan gunung-gunung di bumi agar bum) itu tidak
mengguncang kamu." (QS Lukman [31]: 10)

22
A. H. Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam al-Qur’an, (Bandung: Penerbit
Mizania, 2008 M).
23
H. Yahya, Pesona al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2002 M).
19

Berdasarkan ayat di atas, dalam buku Tuhan dan Sains, Ahmad Mahmud

Sulaiman berpendapat bahwa tempat-tempat yang tinggi ini menjamin kestabilan

struktur bumi, terutama pada titik-titik terlemah dari kerak bumi, yaitu di dekat

perbatasan benua.24

2. Tafsir Ilmiah Salman

a. Diayun dengan Lembut

Dari perspektif geologi dan geofisika, ayat (6) Surah Al-Naba' dapat

dipandang sebagai kisah penghamparan geosfer atau litosfer. Litosfer adalah

lapisan paling atas yang masih berbentuk padat dari planet bumi. Di atas

litosfer, terdapat hidrosfer (samudra, danau, sungai, dll.) yang berbentuk cair,

dan atmosfer yang berbentuk gas. Ketebalan litosfer rata-rata 50-100 km,

yang terdiri atas kerak dan mantel bagian atas.

Benua benua dan samudra-samudra yang memisahkannya berada di

atas litosfer. Bumi zaman purba awalnya terdiri dari benua-benua raksasa

yang kemudian memisah. India misalnya, merupakan anak benua yang

menempel di Afrika Selatan, Australia, dan Amerika Latin, India menabrak

Eurasia hingga terbentuk Gunung Himalaya. Salah satu bukti pemisahan ini

adalah adanya kesamaan jenis hewan di benua-benua tersebut. Salah satu jenis

hewan yang muncul di ketiga benua tersebut adalah hewan marsupial yang

memiliki kantung.

Teori modern dalam memahami kejadian bumi ini yaitu Teori

Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory). Teori ini menjelaskan bahwa

24
A. M. Sulaiman, Tuhan dan Sains: Mengungkap Berita-Berita Ilmiah al-Qur’an,
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh S. Wahono, (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2001 M), h. 50-
51.
20

litosfer bergerak dengan sangat perlahan, sekitar 1-12 cm/tahun. Gerakan ini

begitu perlahan sehingga tidak terasa oleh makhluk hidup yang tinggal di

kerak bumi, bagian atas lapisan tersebut. Dengan demikian, manusia, binatang

dan tumbuh-tumbuhan dapat hidup dan berkembang dengan tenang di

permukaan bumi.

Litosfer berjalan amat perlahan sehingga manusia tidak menyadari

bahwa bumi yang dipijaknya sedang bergerak untuk memperbaiki

ekosistemnya. Bumi ini dalam orde jutaan tahun selalu "berganti kulit" agar

harmonisasi kehidupan ini berjalan dengan baik. Kerak tua dilumatkan dalam

jalur subduksi (subduction zone) dan kemudian dileburkan kembali ke dalam

mantel bumi. Kerak baru dihasilkan di punggung tengah samudra (mid

oceanic ridge) yang tumbuh dengan sangat perlahan.

Kerak baru yang dihasilkan di punggung tengah samudra bergerak ke

kiri dan ke kanan secara sangat perlahan (1-12 cm/tahun), Gerakan itu

membuat bumi seolah-olah mekar Maka, tepatlah terjemahan Al-Quran versi

bahasa Inggris yang menerjemahkan ayat (6) sebagai: "Have We not made the

Earth as a wide expanse".

Proses penumbuhan selama ribuan dan jutaan tahun ini menghasilkan

mineral-mineral baru untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Penafsiran penghamparan yang terus-menerus ini sesuai dengan bentuk kata

Alam naj'al yang merupakan fi'll mudari. F'il tersebut bermakna "sedang" dan

"akan" dengan kata lain, menyatakan proses.

Pergerakan litosfer bukan pergerakan horizontal yang kaku, melain-

kan pergerakan yang berayun-ayun atau mahd. Gerakan berayun-ayun ini


21

membentuk struktur antiklinal dan sinklinal yang di permukaan bumi tampak

sebagai gunung dan lembah. Kejadian gunung dan lembah itu sangat perlahan

berdasarkan "juklak" (petunjuk pelaksanaan) Allah agar manusia tidak

merasakannya.

Hal ini membuat banyak orang bahkan tidak percaya bahwa gunung

dan pulau sesungguhnya bergerak sebagaimana awan. Hal ini diisyaratkan

dalam QS Al-Naml (27): 88 "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu

sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan seperti jalannya awan.

(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kukuh tiap-tiap se suatu.

Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Bumi sebagai makhluk Allah yang ditugaskan untuk bergerak per-

lahan, terkadang "lupa". Akibatnya, gerakannya tiba-tiba tersentak dan di-

percepat sehingga terjadilah gempa bumi yang merusak tatanan harmonisasi

normal. Manusia pun turut "terusik", sehingga timbul kecelakaan bahkan

kematian. Namun, hal tersebut sesungguhnya merupakan kehendak Allah

juga.

Gempa sebenarnya juga merupakan kebutuhan bumi dan manusia.

Lewat gempa, bumi melepaskan energinya secara teratur setiap saat. Gempa

yang terjadi setiap saat berskala relatif kecil, sekitar 4-5 skala richter.

Bayangkan jika gempa tidak "dicicil" namun terjadi secara sekaligus. Bisa

dibayangkan bagaimana penghuni bumi akan musnah. Jadi, gempa sebagai

bagian proses penghamparan bumi secara umum sebenarnya juga terjadi

dengan "lembut".
22

Selanjutnya pada ayat (7) Surah Al-Naba', gunung-gunung disebut

sebagai "pasak". Penyebutan tersebut bisa dijelaskan dengan sains modern.

Dalam Teori Tektonik Lempeng, gunung api yang terbentuk sepanjang

punggung jalur subduksi berfungsi sebagai pasak/paku raksasa. Paku ini

mengerem laju litosfer agar tidak terlalu cepat berjalan sehingga berpotensi

menimbulkan guncangan yang sangat kuat. Pasak gunung tersebut berupa

jalur magma sepanjang cekungan busur belakang (back arc basin). Cekungan

di sepanjang perbatasan lempeng benua dan samudra ini menonjol jauh di atas

permukaan membentuk jalur pegunungan dan gunung api.

Gunung sebagai pasak kadang kala tidak mampu menahan tekanan

litosfer yang superbesar. Dalam kondisi tersebut, material di dalam gunung

tersebut akan dimuntahkan sebagai aliran lava ke permukaan bumi. Muntahan

ini hanya dikeluarkan gunung api aktif sebagai harmonisasi agar terbentuk

keseimbangan material yang baru. Jadi, meletusnya gunung pun merupakan

kebutuhan. Jika tidak meletus, gunung akan menciptakan gempa-gempa baru.

Di sisi lain, ketika gunung meletus, seluruh vegetasi di sekitarnya

menjadi subur. Berbagai jenis material berharga juga keluar dan diham-

parkan untuk digunakan. Muntahan lava dan aktivitas gunung api tersebut

benar-benar memberikan berkah dalam bentuk aneka mineral. Besi, tem-

baga, emas, perak, perunggu dan sebagainya dimuntahkan gunung api untuk

kese jahteraan manusia.

Jadi, sesungguhnya aktivitas gunung api tersebut semata-mata agar

manusia dapat memetik berkah Allah Swt. Akan tetapi, untuk mendapatkan

berkah Allah harus dilakukan dengan ilmu pengetahuan. Dengan


23

pengetahuanlah manusia mampu menggali berkah tersebut. Karena itu,

manusia harus mengetahui zonasi aktivitas gunung api agar tidak seperti

"semut mati di lumbung gula" atau "tikus mati di lumbung padi". Dengan

kecerdasannya, manusia dapat menggunakan moto "ada gula, ada semut".

Manusia dapat memanfaatkan mineral-mineral gunung api sebagai berkah

besar dari Allah, dengan tetap menjaga keselamatannya.

Beranjak ke ayat (8): dalam sudut pandang ilmu kebumian, azwajan

dapat ditafsirkan sebagai gerakan divergen (berpisah) dan convergen

(bertemu) yang terjadi pada lempeng tektonik. Pertemuan ini menghasilkan

gunung-gunung. Proses berpisah karena peristiwa magmatik menghasilkan

punggung tengah samudra (mid oceanic ridge) dan pemekaran lantai samudra.

Sedangkan proses bertemunya bisa berupa subduksi seperti pertemuan

Lempeng Indo Australia (Australian-Indian Plate) dengan Lempeng Eurasia,

dan bisa juga berupa collision (tumbukan), seperti yang membentuk

Himalaya. Terbentuknya gunung menghasilkan pasangannya yaitu lembah.

Dari sudut pandang ilmu kebumian, ketiga ayat ini memuat isu-isu

besar yang terus diperbincangkan para ilmuwan dari berbagai disiplin:

geologi, geofisika, biologi, paleontologi, vulkanologi, dan sebagainya. Sampai

saat ini dan kemungkinan hingga masa mendatang, pergerakan bumi akan

terus diperdebatkan.

b. Saling berlawanan, Saling Melengkapi

Hampir semua sistem di alam ini muncul berpasangan, dari wujud

yang terkecil hingga terbesar. Fenomena berpasangan pada makhluk hidup

dan sistem kehidupan secara luas umumnya telah banyak dikenal orang ka-
24

rena dengan mudah dapat disaksikan dengan mata telanjang. Akan tetapi,

dalam dunia atom, apalagi subatomik, fenomena berpasangan ternyata muncul

dalam wujud yang lebih beraneka ragam. Dengan demikian, ayat (8)

mengenai azwajan atau "pasangan" dapat pula ditafsirkan dari perspektif ilmu

fisika partikel.

Dalam level subatomik, sistem fisika yang muncul berpasangan adalah

anihilasi (peniadaan) dan pair production (pembentukan pasangan) dari inti

atom. Pair production terjadi ketika inti atom ditabrak oleh partikel foton

(satuan terkecil cahaya) dengan energi yang cukup. Tabrakan tersebut

menghasilkan partikel elementer dan sekaligus antipartikelnya. Baik partikel

elementer maupun antipartikel tersebut bermassa sama besar, namun

berlawanan muatan dan sifatnya. Contohnya adalah elektron (e-) dan positron

(e+).

Sebaliknya, anihilasi terjadi ketika pasangan partikel dan antipartikel

ini bertabrakan dan bergabung menjadi partikel baru. Dalam partikel baru

tersebut, muatan dan sifat pasangan partikel-antipartikel yang berlawanan

tersebut menjadi hilang atau saling meniadakan. Jika pair production

membutuhkan energi dan tumbukan foton, sedangkan anihilasi justru

menghasilkan energi dan partikel foton.

Energi yang diperlukan dalam proses pair production dan anihilasi ini

jauh lebih besar daripada reaksi kimia. Reaksi kimia, yang pada hakikat- nya

adalah perpindahan tingkat energi elektron, hanya membutuhkan energi dalam

orde eV (elektron Volt). Sementara pair production dan anihilasi

membutuhkan dan melepaskan energi dalam orde MeV (mega electron Volt).
25

Pasangan berikutnya dalam sistem fisika yanng masih terkait dengan

partikel- partikel subatomik adalah pasangan elektron dan hole. Hole adalah

kekosongan elektron pada salah satu kulit sebuah atom. Kekosongan ini

membuat atom yang bersangkutan menjadi bermuatan positif (kelebihan

proton). Tanpa adanya hole, aliran muatan listrik atau biasa disebut arus listrik

tidak akan terjadi.

Peran hole dalam mengantarkan muatan dapat digambarkan sebagai

berikut. Bayangkan bahwa elektron-elektron yang berada pada masing masing

kulit (orbital) di dalam atom adalah deretan peserta seminar di sebuah aula.

Para peserta tersebut duduk membentuk deretan dari depan ke belakang.

Deretan kursi paling depan dapat dianalogikan sebagai kulit atom terdalam,

sementara deretan kursi paling belakang menjadi kulit terluar yang kosong.

Sekarang, misalkan salah seorang peserta di deretan tengah ingin ke-

luar sehingga dia mundur ke deretan belakang yang kosong. Peserta yang

keluar tadi dapat dianalogikan sebagai elektron yang meninggalkan kulitnya

(tereksitasi). Tempat peserta di deretan tengah yang kini menjadi kosong itu

dapat dianalogikan sebagai hole.

Kemudian, datanglah seorang peserta lain yang terlambat. Tentunya

dia akan sungkan mengisi tempat duduk yang kosong di tengah tadi. Duduk

sendirian di deretan paling belakang yang kosong pun tentu tidak nyaman.

Yang kemudian terjadi adalah peserta lain di sebelah kursi kosong tadi akan

menduduki tempat kosong tersebut. Timbul kekosongan (hole) berikutnya

yang diisi oleh peserta di sebelahnya. Demikianlah seterusnya, kekosongan ini


26

terus "bergerak" mendekati peserta yang baru saja datang. Akhirnya, akan ada

tempat kosong bagi peserta baru ini untuk duduk di sebelah peserta lain.

Dalam kenyataannya, yang bergerak dalam peristiwa di atas adalah

para peserta seminar, bukan tempat yang kosong. Demikian pula dalam

fenomena arus listrik: yang bergerak adalah elektron (muatan negatif) dan

bukan hole-nya. Namun, secara praktis, sejak pertama kali ditemukan, arus

listrik didefinisikan sebagai aliran muatan positif atau aliran hole- nya. Dapat

kita bayangkan, tanpa adanya sistem elektron dan hole yang mengantarkan

muatan listrik, kita tidak akan mampu merancang berbagai peralatan

elektronika.

Elektron di dalam kulit-kulit atom pun berpasangan. Dalam pemba-

hasan tentang atom, dikenal konsep Pauli Exclusion (Larangan Pauli), Setiap

kulit atau orbital atom hanya dapat ditempati oleh dua elektron dengan spin

(putaran) yang berlawanan: satu spin ke atas dan spin lain ke bawah. Sifat

elektron ini menimbulkan konfigurasi atom dan selanjutnya sifat material

yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan suatu material bersifat konduktor,

isolator, dan semikonduktor Sifat-sifat tersebut turut dimanfaatkan dalam

dunia elektronika dan instrumentasi.

Pasangan elektron dan hole turut membentuk pasangan sistem fisika

yang lebih besar, yaitu pasangan kutub dipol listrik. Dipol listrik adalah

pemisahan antara muatan listrik positif dan negatif yang terjadi pada setiap

molekul di alam semesta. Untuk mengukur besarnya polaritas atau pemisahan

muatan tersebut digunakan besaran momen dipol.


27

Dipol listrik berpengaruh pada bentuk dan sifat molekul. Molekul air

(H,O) misalnya, tidak berbentuk lurus namun membentuk sudut sekitar 105

karena molekul oksigen lebih negatif (elektronegatif) dibandingkan molekul

hidrogen. Karena sifat ini pula, atom hidrogen pada satu molekul air saling

tarik-menarik dengan atom oksigen pada molekul air yang lain. Tarik menarik

ini dikenal sebagai ikatan hidrogen yang mengikat molekul-molekul air

dengan kuat satu sama lain. Ikatan ini membuat titik didih dan kapasitas air

dalam menampung panas menjadi sangat besar. Air di permukaan bumi saat

ini mampu menyerap 80-90% panas yang ditimbulkan oleh pemanasan global

(Global Warming).

Sifat kelistrikan baik pasangan elektron-hole dan dipol listrik juga

memiliki pasangan yaitu sifat kemagnetan, Pasangan ini dapat dikatakan

saling memengaruhi, Arus listrik atau pergerakan muatan menimbulkan

medan magnet. Sebaliknya, medan magnet yang diubah-ubah intensitasnya

mampu membangkitkan arus listrik. Saling pengaruh antara dua fenomena ini

kemudian dipahami sebagai fenomena elektromagnetik dan telah

dimanfaatkan manusia untuk membuat berbagai peralatan telekomunikasi.

Selain telekomunikasi, fenomena elektromagnetik juga memiliki

sejumlah manfaat lain. Energi matahari sampai ke bumi karena merambat

dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Medan magnet yang ditimbulkan

oleh arus muatan dalam inti bumi mengilhami manusia untuk menciptakan

kompas magnetik sebagai penunjuk arah. Bahkan, kini sejumlah ilmuwan di

Amerika tengah membuat "matahari buatan" berupa reaktor fusi dengan

memanfaatkan medan magnet yang sangat kuat sebagai wadah.


28

Di luar sistem-sistem yang berhubungan dengan fenomena atom dan

elektromagnet, secara kasat mata kita dapat menyaksikan pasangan sistem

berupa gaya aksi-reaksi. Sebuah gaya aksi pada sebuah benda senantiasa

menimbulkan reaksi gaya lain dari benda tersebut dengan besar yang sama

dan arah berlawanan, Pasangan kedua gaya tersebut menghasilkan aneka

manfaat. Manusia dan kendaraan dapat bergerak karenanya. Berbagai jenis

bangunan dapat didirikan. Aneka benda yang kita letakkan dapat berada tetap

di tempatnya karena keseimbangan yang dibangun pasangan kedua gaya

tersebut. Masih banyak bentuk sistem pasangan lain yang dapat ditemui di

sekitar kita, baik di dalam maupun di luar tinjauan ilmu fisika. Yang menarik,

sifat pasangan di alam sendiri dapat dimaknai bermacam-macam.

Fenomena pasangan sekurang-kurangnya dapat dimaknai sebagai

empat hal. Sistem pasangan dapat dimaknai sebagai dua hal yang berla-

wanan, seperti tampak jelas pada sistem dipol listrik dan gaya aksi-reaksi.

Sistem pasangan juga dapat dimaknal sebagai dua hal yang saling me lengkapi

seperti halnya sistem elektron dan hole, serta sistem listrik dan magnet.

Makna lain dari sistem pasangan adalah simetri atau kesetang- kupan

sebagaimana nampak dalam sistem tubuh manusia dan sistem pair production-

anihilasi.

3. Siklus Siang dan Malam

١١ ‫ َّوَجَع ْلَنا الَّنَهاَر َم َع اًش ۚا‬١٠ ‫ َّوَجَع ْلَنا اَّلْيَل ِلَباًس ۙا‬٩ ‫َّوَجَع ْلَنا َنْو َم ُك ْم ُس َباًتۙا‬

Terjemahnya :
9. Kami menjadikan tidurmu untuk beristirahat.
10. Kami menjadikan malam sebagai pakaian.
29

11. Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.

a. Telaah Kebahasan

Tiga ayat berikutnya pada Surah Al-Naba’ berbicara mengenai aktivitas

manusia. Ayat (9) berbunyi Wa ja’alna nawmakum subatan (“dan Kami jadikan

tidurmu untuk istirahat”). Nawm secara harfiah berasal dari kata nama-yanumu

yang artinya berbaring, mengantuk, diam tak bergerak, terputus suaranya, tenang,

merendah dan melupakan. Kata subatan berasal dari kata sabata yang berarti

tidur, istirahat dan tenang.

Ayat (10) berbunyi Wa ja‘alna al layla libasan (dan Kami jadikan

malammu sebagai pakaian). Kata libasan berasal dari kata labisa yang berarti

menutupi dengan sesuatu. Setelah dibentuk menjadi kata libasan, artinya menjadi

sesuatu yang bisa menutupi badan.

Ayat (11) berbunyi: Wa ja‘alna al-naharo ma'asyan (dan Kami jadi kan

siang untuk mencari penghidupan). Kata ma‘asyan berasal dari kata asya yang

berarti hidup atau tahan lama. Ditinjau dari ilmu şharaf (morfologi kata), kata

yang disebut terakhir ini mengandung dua kemungkinan: (1) berbentuk masdar

(menunjukkan aktivitas yang tidak disertai keterangan waktu); (2) bentuk isim

zaman (menerangkan waktu beraktivitas).

b. Tafsi Ilmiah Terdahulu

Dalam Tafsir Al-Kabir, tafsir para ulama atas ayat (9) terbagi menjadi

tiga. Pertama, pendapat Zajjaj yang mengatakan bahwa subat di sini berarti mati,

sebab orang yang di-masbut (diistirahatkan) adalah orang mati. Tambahnya lagi,

subat itu bermakna “putus” karena objeknya diputuskan/ diberhentikan dari


30

segala aktivitas. Dalil yang digunakan untuk memper kuat pendapatnya ialah

Surah al-An'am (6): 60 dan Surah al-Naba' (78); 11. Kedua, pendapat Lais yang

mengatakan bahwa yang dimaksud subat dalam ayat ini adalah tidur": secara

agak berbeda, Abu Ubaidah memaknainya sebagai "pingsan", Ketiga, pendapat

yang mengatakan bahwa kata subat ini berasal dari kata sabt yang artinya "putus"

atau "memutuskan".

Menurut Ibnu Al-Arabi, apabila subat dimaknai "putus", maka ada dua

kemungkinan pemaknaan atas ayat (9) ini: (1) "Kami menjadikan tidurmu

terputus (tidak selamanya, hanya sementara)" atau (2) Apabila manusia telah

lelah, "Kami berikan nikmat tidur".

Berlanjut ke ayat (10). Menurut Qaffal dalam Tafsir Nawawi, asal kata

libas ialah "sesuatu yang dijadikan pakaian oleh manusia yang berfungsi untuk

menutupi tubuh". Ketika malam, kegelapan menutupi manusia, maka Allah Swt.

menamai malam dengan libas (pakaian).

Menurut Tafsir Al-Kabir, malam sebagai pakaian disebut "kenikmatan"

karena malam membuat manusia tidak kelihatan sehingga dapat menghindari diri

dari bahaya/musuh. Malam juga membuat manusia mampu merasakan nikmatnya

beristirahat dan menyamarkan hal-hal yang ingin kita ekspresikan namun tidak

ingin diketahui orang lain. Tafsir Qurtubi menerangkan bahwa malam bisa

memberikan ketenangan. Sementara Imam Nawawi Al-Bantani mengatakan

bahwa orang sakit apabila tidur di waktu malam akan merasa diringankan dari

penyakitnya.

Berbicara mengenai ayat (11), Tafsir Al-Kabir menerangkan bahwa

hampir semua makhluk hidup bergiat memenuhi kebutuhan hidupnya di waktu


31

siang, bukan malam hari. Dalam menafsirkan ayat (11) ini, lima tafsir klasik

semuanya hanya membahas dari sisi bentuk kata serta ada/ tidaknya kata "waktu

yang dibuang sebelum kata ma'äsyan. Sehingga ayat tersebut dapat kita

terjemahkan menjadi: "Dan kami jadikan siang (sebagai waktu) untuk

kehidupan".

c. Tafsir Ilmiah Salman

Dalam perspektif biologi, khususnya ekologi-siang dan malam mem-

bentuk pola kehidupan di bumi. Dengan adanya siang, kita tidak lagi

membutuhkan cahaya tambahan. Ditambah melimpahnya oksigen, pada siang

hari kita dapat bekerja secara efisien. Oksigen diproduksi oleh tumbuhan lewat

fotosintesis dengan bahan baku karbondioksida. Pada malam hari, yang terjadi

justru sebaliknya. Tumbuhan menyerap oksigen dan menghasilkan

karbondioksida. Malam sebagai pakaian dapat juga bermakna malam sebagai

penutup. Ketika malam, bumi tertutup dari cahaya matahari.

Rotasi bumi yang mengakibatkan siang dan malam menimbulkan per-

bedaan temperatur di permukaan bumi. Di daerah bertemperatur tinggi

(mengalami siang hari) air menguap ke angkasa. Uap air inilah yang antara lain

menjadi awan. Perbedaan temperatur menyebabkan bertiupnya angin yang

membawa awan ke berbagai tempat, yang selanjutnya turun menjadi hujan yang

membawa air kembali ke permukaan bumi. Air dapat bergerak ke seluruh tempat

dengan mekanisme tersebut. Pada gilirannya, tanaman dapat tumbuh berkembang

dengan adanya siklus air yang rapi ini.

Ayat (10) terkait pula dengan ayat (11) Wa ja‘alna al nahora ma asyan

("dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan"). Keterkaitan dua ayat ini
32

akan disinggung lebih jauh dalam pembahasan berikutnya mengenai Surah al-

Syams. Dalam pembahasan tersebut nantinya akan dijelaskan bagaimana

pancaran cahaya matahari juga membina siklus bioritmik manusia. Aktivitas

manusia dari pagi hingga malam, sampai kembali pagi lagi, diatur oleh matahari.

Sebagian besar manusia sejak dulu mulai berak tivitas ketika matahari terbit, dan

beristirahat ketika matahari terbenam.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ayat (6) Surah Al-Naba' secara umum berbicara soal penghamparan atau

pengayunan bumi. Jika istilah "penghamparan" yang dikedepankan, terdapat dua


33

sudut pandang untuk menafsirkannya. Pertama, secara geologis hal ini dapat

ditafsirkan sebagai kemunculan dan pertumbuhan geosfer, yaitu litosfer berikut

bentang alam (lembah, sungai, laut, benua, dan lain-lain.) di atasnya. Kedua, secara

biologis hal ini dapat ditafsirkan sebagai kemunculan dan perkembangan kehidupan

di muka bumi.

Dalam kedua sudut pandang tersebut, penghamparan adalah proses yang

terus-menerus terjadi sampai sekarang. Dengan ilmu geologi dan geofisika, kita dapat

memaknai bahwa selama proses penghamparan litosfer, bumi memang bergerak

seperti "diayun" perlahan. Walaupun perlahan, bergeraknya litosfer menghasilkan

energi yang tidak sedikit. Energi ini kadang muncul dalam bentuk gempa bumi.

Terkait dengan ayat (7), gunung sebagai bagian geosfer berfungsi menahan sebagian

energi pergerakan tersebut sehingga peradaban manusia tidak hancur berantakan. Di

sisi lain, gunung juga memberikan kesuburan kepada tanah dan melimpahkan aneka

mineral/barang tambang.

Kejadian penghamparan bumi dalam kedua sudut pandang tersebut, dikaitkan

dengan ayat (8), senantiasa menghadirkan sistem yang berpasangan, Pasangan-

pasangan ini bermacam-macam, mulai dari wujud makroskopik seperti gunung dan

lembah, jantan dan betina, hingga wujud mikroskopik bahkan subatomik yang tak

tampak oleh mata telanjang,

Sistem yang bekerja pada tingkatan mikroskopik ataupun subatomik tersebut

dapat dilihat sebagai fenomena-fenomena yang saling berlawanan. Namun, dan sisi

lain, mereka dapat dipandang saling melengkapi Tanpa keberadaan elektron dan hole,

pair production dan anihilasi, dipole magnet, dan sebagainya. sistem-sistem

makroskopik yang lebih besar tidak akan mungkin bekerja.


34

Rangkaian aktivitas manusia telah diatur oleh Allah Swt. dengan cermat

melalui proses pergantian siang dan malam. Proses pergantian tersebut menghasilkan

kondisi lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia. Lingkungan

yang berlimpah cahaya dan oksigen pada siang hari sangat cocok untuk bekerja,

belajar, dan aneka aktivitas lainnya. Sementara lingkungan yang minim cahaya dan

minim oksigen pada malam hari lebih cocok untuk beristirahat. Wallahu a'lam bil -

sowab.

B. Saran

Perlu diingat bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam, dan tafsir serta

pemahaman ayat-ayat tersebut bisa beragam. Oleh karena itu, penting untuk mencari

pemahaman yang lebih mendalam dengan referensi dan nasihat dari ulama dan

sarjana Islam.

DAFTAR PUSTAKA

-----------, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-anakku, (Jakarta:

Lentera Hati, 2013)


35

-----------.Ensiklopedia al-Qur’a>n, Kajian Kosakata, Jilid I. Jakarta Lentera Hati,

2007

Abd Bin Nuh, Oemar Bakry, Kamus Indonesia Arab Inggris. Penerbit : PT. Mutiara

Sumber Widya 1996\

Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qur’tubi, Abu., 2009. Tafsir al-

Qur’tubi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.

Abu>al-Qa>sim H{usain bin Muh{amma>d al-Raghi>b al-Asfa>ha>ni, Mufra>dat

Fi>Gha>ri>b al- Qur’a>n. Beirut: Dar al- Ma’rifah, t.th

Al-Qur’a>n al-Kari>m

Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Abul., 2009, Ruhu al-

Ma’ani. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.

Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan Ibnu Ali At-Tamimi al-

Bakri ar-Razi Asy-Syafi’I, imam., 2009 Al-Kabir Tafsir Ilm Fakhru-Roji.

Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.

Jauhari, Syaikh Thantawi, 2004. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir al-

Jawahir). Beirut, Libanon: Dar al-Kutub Ilmiyah.

Jilid X Tafsir Al-‘Usyr al-akhir dari al-Qur’an al-karim juz (28, 29, 30)

Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam Dalam Al-Qur’an: Menguak

Rahasia Ayat-ayat Kauniyah. Solo:Tinta Medina, 2012

Machmud. Sakib, Mutiara Juz Amma. Bandung; Mizan,2005

Shihab, M. (2004). Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.

Soekardi, Susilo, Tauhid Nur Azhar, Mengenal Allah; Air dan Samudra, Mengurai

tanda- tanda kebesaran Allah di lautan, (Cet; I, Solo:Tinta Medina 2012)


36

Sudarmojo, A. H., 2008. Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam al-Qur’an. Bandung:

Penerbit Mizania.

Syaikh Manna>’al-Qatta>n, Maba>hits fi>‘Ulut; Muassasah al- Risasyi, Ahma>d

Study Tentang Sejarah Perkembangan Tafsi>r Al-Qur’a>n, (Cet: I Jakarta:

Kalam Mulia, 1999 )

Thalbah, Hisham, Ensiklopedia: Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Cet. III; Jakarta:

Sapta Sentosa, 2009).

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit: Balai Pustaka

edisi II

Anda mungkin juga menyukai