MAKALAH
Dibuat Menjadi Presentasi serta Untuk Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah: Tafsir Ilmi
Semester 5 Tahun Akademik 2023
Oleh: Kelompok 2
YUSRAN AHMADI
Nim: 30300121035
ANDI NURIMA
Nim: 30300121060
KASMIA
Nim: 30300121068
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحىم
والصالة والسالم على رسول اهلل ﷺ وعلى اله وصحبه ومن تبعه,الحمد هلل رب العالمين
ومن وااله
Alh}amdulillahi rabbil ‘a>lamin. Puji syukur atas kehadirat Allah
subh}a>nahu> wa ta'a>la>. Yang senantiasa memberikan cahaya ilmu-Nya kepada
sekalian manusia, sehingga insan manusia mampu menyelesaikan segala
permasalahan dalam kehidupan. Tentunya tidak lepas juga kaitannya dengan penulis
berkat penerangan ilmu-Nya lah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini
sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ilmi pada jurusan Ilmu al-Qur’an dan
Tafsi>r Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar. Shalawat dan salam, tak terlupa pula penulis kirimkan kepada Nabi
Muhammad s}allalla>hu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan keluarganya, Nabi yang
menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Penulis menyadari akan kesempurnaan tulisan yang tergolong sangat jauh dari
kesempurnaan tersebut. Olehnya itu saran dan keritikan yang membangun tetap
penulis harapkan dari sekalian khalayak. Dan penulis tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada Prof. Dr. H. M. Galib, M., M.A. atas segala bimbingan, arahan dan
bantuan yang diberikan selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga segala sumbangsi yang telah diberikan
oleh beliau mendapat berkah disisi Allah Subh}a>nahu >wa ta’al>a>. Dan segala
aktivitas kita bernilai ibadah dihadapan-Nya. Aamiin.
Penyusun,
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
A. Kesimpulan.......................................................................................................32
B. Saran.................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................34
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dalam hal kekuasaan-Nya yang mampu menciptakan langit dan bumi dengan begitu
nyaman dihuni dan umumnya penciptaannya terhadap seluruh makhluk yang lain,
kepada manusia tentang kesempurnaan penciptaan itu. Dalam hal ini Allah swt.
menantang manusia untuk mengamati dengan seksama langit yang begitu kokoh dan
sedikitpun dalam ciptaan Allah swt. semuanya teratur, seimbang, dan rapi.1
Ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh al-Qur’a>n tetapi tujuan
observasi demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal
satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-
Misalnya pada suatu hari datang seseorang kepada Rasullullah saw. dan
bertanya: “Mengapa bulan kelihatan kecil bagai benang, kemudian membesar sampai
1
Ma’rufin Sudibyo, Ensiklopedia Fenomena Alam dalam Al-Qur’an; Menguak Rahasia Ayat-
ayat Kauniyah, (Solo: Tinta Medina, 2012), h. 2
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), h.
5
kepada Allah swt. yang berfirman “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-
rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.3
manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak, maka Syaikh
yang dikutip oleh M Quraish Shihab “tidakkah terdapat dalam hal ini bukti nyata
yang menerangkan bahwa al-Qur’an bukan kitab yang dikehendaki Allah untuk
antaranya bumi yang terhampar, Allah swt. telah menyiapkan bumi ini sedemikian
atasnya. Di permukaan bumi ini ada oksigen untuk bernafas, dan oksigen itu selalu
diproduksi oleh klorofil pada daun, yang bekerja sama dengan sinar matahari, selain
3
Lihat Q.S al-Baqarah/2:189.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), h. 51-52.
6
oksigen di bumi juga terdapat air dan di dalam tanah terdapat unsur-unsur hara yang
Ada pula gunung yang selama ini membuat kita takjub akan keindahan-Nya
bukan hanya diciptakan berdiri tegak dan kokoh melainkan lebih dari itu, dimana
fungsi utama dari gunung tersebut adalah untuk mengokohkan bumi sekaligus
pada lava di perut bumi membuat keseimbangan bumi terpelihara serta membuatnya
stabil sehingga manusia dapat tinggal di atasnya, dapat melakukan berbagai aktivitas,
Berpasang-pasangan terdiri dari jenis laki-laki dan jenis perempuan agar dengan
adanya kedua jenis itu kalian dapat mengembangbiakkan keturunan dan melestarikan
Proses pengembangan keturunan seperti itu sama dengan hewan dan sama pula
swt. yang mengatur kesemuanya dengan bijaksana. Para pakar sosiologi menarik
kesimpulan melalui kenyataan ini akan keberadaan Allah swt. mereka mengatakan:
5
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, (Bandung; Mizan, 2005), h. 21.
6
Muh{ammad Quth}b, Fenomena Kalam Ilahi Bukti Kemukjizatan AlQur’a>n, (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2005), h. 225.
7
Ah{mad Musta>fa al-Mara>gi>, Tafsi>r al-Mara>ghi >(Mesir: Musta>fa>al-Ba> al-
Halabi, 1974 M.), Juz XXVIII, h. 8.
8
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, (Bandung; Mizan, 2005), h. 22.
7
Allah swt. mengingatkan manusia akan kenyataan yang dialami setiap orang
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi acap kali luput dari perhatian karena dianggap
untuk tidur sebagai cara untuk beristirahat. Orang perlu bekerja, mengupayakan
banyak hal, baik untuk mencukupi berbagai kebutuhan lahiriahnya maupun untuk
bekerja keras pula dengan otaknya. Tentu saja kerja keras menyebabkan lelah
sehingga orang perlu istirahat. Maka sesuai dengan kebutuhan manusia tersebut,
Allah menakdirkan manusia bisa tidur dan hal itu jelas sekali merupakan karunia bagi
manusia.9
sebagaimana pakaian yang menutup tubuh, malam di sebut pakaian karena kegelapan
menjadi penutup tubuh sehingga aurat yang terbuka pun tidak akan tampak. Ada yang
mengatakan bahwa tidur di waktu malam memperbarui tenaga dan semangat, seperti
mengganti pakaian lusuh dengan pakaian baru. Pakaian itu sangat perlu, maka malam
juga sangat penting bagi manusia. Karena malam itu gelap, suasananya cocok untuk
membelakangi matahari, udara dan tanah di tempat itu menjadi lebih dingin,
sedangkan di masa siang udara berpancar terik, dan suasana menjadi terang
9
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, h. 23
8
benderang. Keadaan demikian itu amat sesuai untuk mencari nafkah, untuk bekerja,
Dan di samping itu juga Allah swt. menciptakan tujuh lapis langit yang kokoh
lagi mantap dan dapat bertahan selama mungkin sampai Allah menetapkan
bukunya, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Sadik Sabry, terbit tenggelam
setiap hari, adalah sebuah bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata
surya kita. Ia adalah gumpalan gas yang berpijar dengan garis tengah sekitar
1.392.429 km. Jarak rata-rata antara titik pusat bumi ke titik pusat matahari sekitar
149.572.640 km.11
tentang hujan sebagai fenomena kekusaan Allah. Bagi orang-orang Arab, khususnya
generasi yang hidup pada masa al-Qur’an diturunkan hujan merupakan dambaan yang
ditunggu dengan penuh harap. Jarang sekali hujan turun di sana, sehingga tanahnya
tidak subur, tetapi berupa padang-padang tandus atau pasir yang merata di berbagai
tempat. Maka Allah swt. mengingatkan bahwa dia telah mencurahkan air hujan pada
saat-saat tertentu, curahan air itu merupakan karunia yang amat besar dan patut
disyukuri. Terutama manfaat air hujan yang menumbuhkan tanaman dan biji-bijian.12
agar mau merenungi ataupun memperhatikan bahwa zat yang mampu menciptakan
10
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2004), h. 11.
11
Muhammad Sadik Sabry, Menyelami Rahasia Langit Melalui Terma al-Sama> dalam al-
Qur’a>n, (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 23.
12
Sakib Machmud, Mutiara Juz Amma, h. 28.
9
percobaan, yang bisa dilakukan sepanjang zaman. Meski begitu ayat- ayat al-Qur’an
tentunya mengandung berbagai fakta ilmiah tentang sebagian kecil kekuasaan Allah
swt. yang tidak bisa diperdebatkan karena merupakan wahyu dari sang pencipta,
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
10
dasarnya adalah kuasa yang berarti kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat
untuk memerintah dan melarang dan begitu pula pada masalah politik. 17Adapun
kekuasaan yang dimaksud dalam kajian ini yaitu kemampuan Allah swt. untuk
bertindak atau melakukan sesuatu seperti kemampuan Allah swt. menciptakan alam
semesta yang sempurna dan seimbang, serta kemampuan Allah swt. menciptakan
mengandung uraian tentang hari kiamat dan bukti-bukti kuasa Allah untuk
raya yang demikian hebat serta sistem yang mengaturnya yang kesemuanya
tujuan surah ini menurut al-Biqa>’i adalah pembuktian tentang keniscayan hari
13
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Penerbit: Balai Pustaka edisi
III), h. 622.
14
Abd Bin Nuh, Oemar Bakry, Kamus Indonesia Arab Inggris, (Penerbit: PT. Mutiara
Sumber Widya 1996), h. 148.
15
Ali Atabik A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Penerbit : Multi Karya
Grafika), h. 148.
16
John. M. Echols, Kamus Indonesia-Inggris, (Cet. III; Jakarta :PT. Gramedia Pustaka1989),
h. 313.
17
Abu>al-Qa>sim Husain bin Muh{ammad al-Raghi>b al-Asfaha>ni>, Mufrada>t
F>i>Ghari>b al-Qur’a>n, (Beiru>t: Dar al- Ma’ri>fah, t.th), h. 472.
11
kiamat, yang merupakan suatu hal yang tidak dapat diragukan sedikit pun. Allah sang
pencipta, di samping Maha bijaksana dan Maha Kuasa, dia juga mengatur dan
tinggal (bumi) yang sesuai bagi kelangsungan hidup mereka dan keturunan mereka.
Apa yang Allah sediakan itu demikian sempurna sehingga manusia tidak
membutuhkan lagi sesuatu yang tidak tersedia. Itu pulalah yang menciptakan
hubungan harmonis antar sesama. Allah yang maha bijaksana lagi maha kuasa itu
baik pemberi putusan. Pengabaian mereka sama sekali tidak dapat diterima akal
bahkan terbetik dalam benak. Perhitungan atas manusia adalah sesuatu yang pasti.18
٨ َّو َخ َلْقٰن ُك ْم َاْز َو اًج ۙا٧ َّواْلِج َباَل َاْو َتاًد ۖا٦ َاَلْم َنْج َع ِل اَاْلْر َض ِم ٰهًد ۙا
Terjemahnya:
a. Telaah Kebahasaan
Ayat (6-8) Surah Al-Naba’ berbicara tentang penciptaan alam semesta: (6)
Alam Naj’al al-‘Arda Mihadan (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai
18
Abu>al-Qa>sim Husain bin Muh{ammad al-Raghi>b al-Asfaha>ni>, Mufrada>t
F>i>Ghari>b al-Qur’a>n, , h. 218.
12
Hamzah yang berharakat fathah pada ayat (6) berfungsi sebagai pertanyaan.
Dalam ilmu balaghah, pertanyaan dengan hamzah berfungsi menuntut tasdiq dan
tasawwur, atau menganalisis bukti dan memberi pengertian. Naj'al berasal dari ja'ala
yang artinya “menjadikan” Kata ini termasuk af’al al-tahwil (kata kerja yang
menjelaskan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain). Kata Ja’ala semakna
dengan kata khalaqa, Perbedaannya terletak pada penekanan maknanya, Kata ja'ala
menekankan segi manfaat ciptaan Allah, sedangkan khalaqa pada segi keagungan
Allah dan kehebatan ciptaan-Nya. Kata arda dalam kamus biasanya diartikan
“lantai”. Mungkin kata ini berasal dari kata kerja arada yang artinya “tumbuh rumput
atau pohon”. Planet yang kita diami disebut arda karena di planet ini tumbuh
pepohonan. Kata mihadan adalah masdar sulasi (masdar yang dibentuk dari tiga
huruf) dari kata mahada yang artinya “menghamparkan”. Dari sisi bentuk kata, istilah
mihdan yang artinya “saling berhamparan”. Kedua, kata ini merupakan bentuk jamak
dari mahdan yaitu mihadan yang artinya “hamparan-hamparan” Kata dasarnya adalah
mahd, yakni sesuatu yang disiapkan dan dihamparkan secara halus dan nyaman.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa bangsa Arab menggunakan kata mahd untuk
ayunan atau hamparan tempat menidurkan anak kecil. Karena itu, beliau
Kemudian pada ayat (7), kata al-jibala adalah bentuk jama taksir kasroh
(menunjukkan banyak, lebih dari sepuluh), yang bentuk mufrad-nya (tunggal) berasal
dari kata jabal. Apabila ditelusuri lebih dalam, ada kemungkinan kata ini berasal dari
13
kata kerja jabila yang artinya “gemuk” Mungkin kata kerja itu kemudian digunakan
untuk menamai salah satu benda di bumi ini, yaitu gunung, Istilah berikutnya ialah
awtadan. Kata ini adalah bentuk jama" taksir qillah (menunjukkan banyak, kurang
dari sepuluh). Bentuk jamak ini berasal dari kata watadan yang artinya “sesuatu yang
kata ini digunakan untuk pasak pengikat tali kemah di padang pasir agar tidak terbang
terbawa angin. Dari sisi bahasa, hal yang perlu dikaji lebih lanjut ialah mengapa
gunung diungkapkan oleh Allah Swt. dalam bentuk jama' taksir kasrah, sedangkan
fungsi gunung sebagai awtadan diungkapkan dalam bentuk jama' taksir qillah?
Berlanjut pada ayat (8), kata azwajan adalah bentuk jamak dari kata zawj),
yang artinya “satu hal yang disertai hal lain yang sejenis”. Zawj berarti juga “perkara
yang ada bandingan atau lawannya” Arti lainnya ialah warna dari segala sesuatu.
Terdapat pemaknaan lain dari istilah “pasangan” atau azwajan ini. Istilah ini berakar
dari kata zaja yang berarti “menghasut” atau “adu domba”. Turunan katanya adalah
azwajan atau “berpasang-pasangan” dan zawjayni atau "dua pasangan". Namun, kata
ini bisa juga menjadi bentuk zawwaja yuzawwiju yang berarti "mencampurkan"
ayat (6-7) ini berusaha menggiring pembacanya kepada pembenaran: terhadap berita
untuk menganalisis sebagian fenomena alam yang bisa mereka saksikan. Dengan
analisis tersebut, fenomena alam dalam ayat ini dapat menjadi peringatan.
Kemudian lanjut beliau, ayat ini juga bisa dinyatakan ulang menjadi
Kebangkitan itu?” Padahal kalian bisa membuktikan bahwa segala hal menunjukkan
kekuasaan (Allah Swt.) yang sempurna, ilmu-Nya yang meliputi segala hal, dan
hikmah-Nya yang menjelaskan bahwa semua makhluk diciptakan secara tidak sia-
sia."
Menurut Syaikh Al-Alusi, arti al-mihad atau mihadan ialah “hamparan yang
bisa diinjak, hamparan sebagai tempat yang disediakan untuk anak laki-lak”, Beliau
pendapat mengenai pemaknaan tersebut, yaitu kelompok ahl al-hay'ah dan kelompok
ahl al-syar'i. Menurut ahl al-hay'ah, bumi ini diratakan dari kedua kutubnya karena
ketika itu bumi masih sangat lunak. Sedangkan ahl al-syar'i tidak berpendapat
mengenai hal itu karena tidak ada dalil yang dapat dijadikan argument.19
Munir-nya. Beliau berkomentar dalam bentuk kalam musbat (kalimat positif) bahwa
makna yang terkandung dalam ayat ini ialah, “Telah kami hamparkan bumi itu
dari pemaknaan ayat ini, menjelaskan bahwa ayat ini menjadi dalil kekuasaan Allah
Swt. tentang Hari Kebangkitan. Khusus pada ayat (7), Kitab Rüh al Ma'ani
menyebutkan bahwa maksud ayat ini adalah "Kami telah mengikat bumi ini dengan
19
Abul Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhu al-Ma’ani, Juz 15
(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009 M), h. 205.
15
Mu yang lebih dahsyat daripada gunung?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu
besi." Tanya malaikat lagi, "Adakah yang lebih dahsyat daripada besi?" Allah
Swt menjawab, "Ada, yaitu api." Malaikat kembali bertanya, "Adakah yang
lebih dahsyat daripada api?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu air." Malaikat
bertanya lagi, "Adakah yang lebih dahsyat daripada air?" Allah Swt.
menjawab "Ada, yaitu udara." Tanya malaikat lagi, "Adakah yang lebih
dahsyat daripada udara?" Allah Swt. menjawab, "Ada, yaitu anak Adam yang
bersedekah dengan tangan kanan yang tidak diketahui oleh tangan kirinya.20
Dalam hadis sahih yang diriwayatkan Imam Hakim dari Imam Ibnu Abbas
dalam Kitab Rüh al-Ma'ani dijelaskan bahwa gunung yang pertama diciptakan ialah
Gunung Abu Qubais. Adapun mengenai proses kejadiannya, ada banyak pendapat.
Kemudian mengenai ayat (8), ada dua pendapat ulama tentang makna kata
azwajan. Pendapat pertama, azwajan ini ialah “laki-laki dan perempuan”. Pendapat
kedua, azwajan ini ialah “segala hal yang berlawanan baik vs buruk, panjang vs
pendek, dan sebagainya.” Pendapat pertama berdalil pada QS. al-Najm (15): 45,
sedangkan pendapat kedua berdasarkan QS. al-Zariyat (51): 49. Ihwal pendapat
berlawanan meniadi dalil tentang kekuasaan dan kesempurnaan Allah Swt. yang
suatu ketika bisa menguji (manusia), Maka, manusia yang berkelebihan bisa
kemudahannya tatkala sudah tua, menyadari nikmatnya rasa aman tatkala dihinggapi
ketakutan. Maka, hal ini penting sekali untuk menyadarkan manusia atas segala
1) Allah Swt. menjadikan bumi dalam keadaan mihadan yaitu firásy (dihampar-
manusia tenang dalam menempatinya. Menurut ilmu qira at, makna mihadan
20
Abul Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhu al-Ma’ani, Juz 15
(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2009 M), h. 205.
16
adalah mahdan (satu hamparan) seperti ayunan untuk mainan anak. Bumi
disebut mahdan karena manusia merasakan hidup di bumi itu laksana di atas
ayunan. Sebagian ahli ilmu menilai bahwa mihadan adalah jamak dari
mahdan.
2) Jibal dijadikan oleh Allah sebagai pasak yang menguatkan bumi; gunung
bagaikan tulang. Fungsi lain gunung ialah memelihara air. Gunung juga bisa
gunung itu.
3) Allah Swt. menjadikan manusia terdiri atas laki-laki dan wanita supaya
9) Dalam atap itu, Allah ciptakan lampu (matahari) yang menjadi sumber panas
dan cahaya.
10) Panas itu bisa menguapkan air yang kemudian diperas (turun sebagai hujan).
11) Dengan hujan itu, tumbuhlah habb (biji), nabat (tetumbuhan), alfaf (rindang).
Masih menurut Syaikh Thantawi Jauhari, dalam Al-Jawahir, runtutan ayat ini
supaya bisa mencari kehidupan di siang hari. Kami naungi kalian dengan
langit sebagai atap yang penuh cahaya. Kalian memakan roti dan buah-buahan
yang semuanya bersumber dari bumi
Karena hal-hal tersebut di atas, kita tidak heran ketika membaca Al-Quran dan
geologi.21
Agus Haryo Sudarmojo dalam bukunya, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam
dalam QS. al-Baqarah (2): 22, al-Hijr (59): 19, al-Naba’ (78): 6, al-Nazi'at (79): 30,
al-Gasyiyah (88): 20, dan al- Syams (91): 6. Ayat-ayat tersebut menggambarkan
dengan menancapkan tubuhnya ke dalam perut bumi secara kukuh. Itulah konsep
tentang gunung yang sangat mutakhir dan baru dikenal. Ahli geofisika baru sekitar 25
tahun lalu menemukan bukti bahwa kerak bumi berubah terus. Saat itu Teori
Tektonik Lempeng yang baru muncul berasumsi bahwa gunung mempunyai akar
Lempeng litosfer adalah lapisan terluar bumi yang terdiri dari kerak bumi dan mantel
21
M. Bucaile, Bibel, Quran dan Sains Modern. Diterjemahkan dari Bahasa Prancis oleh M.
Rasjidi, (Bandung: Bulan Bintang, 1979 M), h. 1979-270.
18
Bagaimana seorang Muhammad yang hidup di abad ke-7, tanpa bekal ilmu
gerakan horizontal litosfer bumi? Informasi mendetail ini hanya mungkin berasal dari
secara serentak meluaskan di atas dan di bawah permukaan bumi pada titik temu
lempengan ini. Dengan cara ini, gunung memakukan kerak bumi dan mencegahnya
Ringkasnya, kita bisa menganalogikan gunung sebagai paku yang mematok untuk
menyatukan kayu-kayu.
Fungsi mematok dari gunung ini digambarkan dalam literatur ilmiah dengan
istilah “Isostasi”, Isostasi adalah keseimbangan umum pada kerak bumi yang
gravitasi.
Peranan vital gunung ini, yang diungkapkan oleh geologi modem dari riset
seismik, diwahyukan dalam Al-Quran berabad-abad yang lalu sebagai contoh dari
22
A. H. Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam al-Qur’an, (Bandung: Penerbit
Mizania, 2008 M).
23
H. Yahya, Pesona al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2002 M).
19
Berdasarkan ayat di atas, dalam buku Tuhan dan Sains, Ahmad Mahmud
struktur bumi, terutama pada titik-titik terlemah dari kerak bumi, yaitu di dekat
perbatasan benua.24
Dari perspektif geologi dan geofisika, ayat (6) Surah Al-Naba' dapat
lapisan paling atas yang masih berbentuk padat dari planet bumi. Di atas
litosfer, terdapat hidrosfer (samudra, danau, sungai, dll.) yang berbentuk cair,
dan atmosfer yang berbentuk gas. Ketebalan litosfer rata-rata 50-100 km,
atas litosfer. Bumi zaman purba awalnya terdiri dari benua-benua raksasa
Eurasia hingga terbentuk Gunung Himalaya. Salah satu bukti pemisahan ini
adalah adanya kesamaan jenis hewan di benua-benua tersebut. Salah satu jenis
hewan yang muncul di ketiga benua tersebut adalah hewan marsupial yang
memiliki kantung.
24
A. M. Sulaiman, Tuhan dan Sains: Mengungkap Berita-Berita Ilmiah al-Qur’an,
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh S. Wahono, (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2001 M), h. 50-
51.
20
litosfer bergerak dengan sangat perlahan, sekitar 1-12 cm/tahun. Gerakan ini
begitu perlahan sehingga tidak terasa oleh makhluk hidup yang tinggal di
kerak bumi, bagian atas lapisan tersebut. Dengan demikian, manusia, binatang
permukaan bumi.
ekosistemnya. Bumi ini dalam orde jutaan tahun selalu "berganti kulit" agar
harmonisasi kehidupan ini berjalan dengan baik. Kerak tua dilumatkan dalam
kiri dan ke kanan secara sangat perlahan (1-12 cm/tahun), Gerakan itu
bahasa Inggris yang menerjemahkan ayat (6) sebagai: "Have We not made the
Alam naj'al yang merupakan fi'll mudari. F'il tersebut bermakna "sedang" dan
sebagai gunung dan lembah. Kejadian gunung dan lembah itu sangat perlahan
merasakannya.
Hal ini membuat banyak orang bahkan tidak percaya bahwa gunung
juga.
Lewat gempa, bumi melepaskan energinya secara teratur setiap saat. Gempa
yang terjadi setiap saat berskala relatif kecil, sekitar 4-5 skala richter.
Bayangkan jika gempa tidak "dicicil" namun terjadi secara sekaligus. Bisa
dengan "lembut".
22
mengerem laju litosfer agar tidak terlalu cepat berjalan sehingga berpotensi
jalur magma sepanjang cekungan busur belakang (back arc basin). Cekungan
di sepanjang perbatasan lempeng benua dan samudra ini menonjol jauh di atas
ini hanya dikeluarkan gunung api aktif sebagai harmonisasi agar terbentuk
menjadi subur. Berbagai jenis material berharga juga keluar dan diham-
parkan untuk digunakan. Muntahan lava dan aktivitas gunung api tersebut
baga, emas, perak, perunggu dan sebagainya dimuntahkan gunung api untuk
manusia dapat memetik berkah Allah Swt. Akan tetapi, untuk mendapatkan
manusia harus mengetahui zonasi aktivitas gunung api agar tidak seperti
"semut mati di lumbung gula" atau "tikus mati di lumbung padi". Dengan
punggung tengah samudra (mid oceanic ridge) dan pemekaran lantai samudra.
Dari sudut pandang ilmu kebumian, ketiga ayat ini memuat isu-isu
saat ini dan kemungkinan hingga masa mendatang, pergerakan bumi akan
terus diperdebatkan.
dan sistem kehidupan secara luas umumnya telah banyak dikenal orang ka-
24
rena dengan mudah dapat disaksikan dengan mata telanjang. Akan tetapi,
dalam wujud yang lebih beraneka ragam. Dengan demikian, ayat (8)
mengenai azwajan atau "pasangan" dapat pula ditafsirkan dari perspektif ilmu
fisika partikel.
atom. Pair production terjadi ketika inti atom ditabrak oleh partikel foton
berlawanan muatan dan sifatnya. Contohnya adalah elektron (e-) dan positron
(e+).
ini bertabrakan dan bergabung menjadi partikel baru. Dalam partikel baru
Energi yang diperlukan dalam proses pair production dan anihilasi ini
jauh lebih besar daripada reaksi kimia. Reaksi kimia, yang pada hakikat- nya
membutuhkan dan melepaskan energi dalam orde MeV (mega electron Volt).
25
partikel- partikel subatomik adalah pasangan elektron dan hole. Hole adalah
kekosongan elektron pada salah satu kulit sebuah atom. Kekosongan ini
proton). Tanpa adanya hole, aliran muatan listrik atau biasa disebut arus listrik
kulit (orbital) di dalam atom adalah deretan peserta seminar di sebuah aula.
Deretan kursi paling depan dapat dianalogikan sebagai kulit atom terdalam,
sementara deretan kursi paling belakang menjadi kulit terluar yang kosong.
luar sehingga dia mundur ke deretan belakang yang kosong. Peserta yang
(tereksitasi). Tempat peserta di deretan tengah yang kini menjadi kosong itu
dia akan sungkan mengisi tempat duduk yang kosong di tengah tadi. Duduk
sendirian di deretan paling belakang yang kosong pun tentu tidak nyaman.
Yang kemudian terjadi adalah peserta lain di sebelah kursi kosong tadi akan
terus "bergerak" mendekati peserta yang baru saja datang. Akhirnya, akan ada
tempat kosong bagi peserta baru ini untuk duduk di sebelah peserta lain.
para peserta seminar, bukan tempat yang kosong. Demikian pula dalam
fenomena arus listrik: yang bergerak adalah elektron (muatan negatif) dan
bukan hole-nya. Namun, secara praktis, sejak pertama kali ditemukan, arus
listrik didefinisikan sebagai aliran muatan positif atau aliran hole- nya. Dapat
kita bayangkan, tanpa adanya sistem elektron dan hole yang mengantarkan
elektronika.
hasan tentang atom, dikenal konsep Pauli Exclusion (Larangan Pauli), Setiap
kulit atau orbital atom hanya dapat ditempati oleh dua elektron dengan spin
(putaran) yang berlawanan: satu spin ke atas dan spin lain ke bawah. Sifat
yang lebih besar, yaitu pasangan kutub dipol listrik. Dipol listrik adalah
pemisahan antara muatan listrik positif dan negatif yang terjadi pada setiap
Dipol listrik berpengaruh pada bentuk dan sifat molekul. Molekul air
(H,O) misalnya, tidak berbentuk lurus namun membentuk sudut sekitar 105
hidrogen. Karena sifat ini pula, atom hidrogen pada satu molekul air saling
tarik-menarik dengan atom oksigen pada molekul air yang lain. Tarik menarik
dengan kuat satu sama lain. Ikatan ini membuat titik didih dan kapasitas air
dalam menampung panas menjadi sangat besar. Air di permukaan bumi saat
ini mampu menyerap 80-90% panas yang ditimbulkan oleh pemanasan global
(Global Warming).
mampu membangkitkan arus listrik. Saling pengaruh antara dua fenomena ini
oleh arus muatan dalam inti bumi mengilhami manusia untuk menciptakan
berupa gaya aksi-reaksi. Sebuah gaya aksi pada sebuah benda senantiasa
menimbulkan reaksi gaya lain dari benda tersebut dengan besar yang sama
bangunan dapat didirikan. Aneka benda yang kita letakkan dapat berada tetap
tersebut. Masih banyak bentuk sistem pasangan lain yang dapat ditemui di
sekitar kita, baik di dalam maupun di luar tinjauan ilmu fisika. Yang menarik,
empat hal. Sistem pasangan dapat dimaknai sebagai dua hal yang berla-
wanan, seperti tampak jelas pada sistem dipol listrik dan gaya aksi-reaksi.
Sistem pasangan juga dapat dimaknal sebagai dua hal yang saling me lengkapi
seperti halnya sistem elektron dan hole, serta sistem listrik dan magnet.
Makna lain dari sistem pasangan adalah simetri atau kesetang- kupan
sebagaimana nampak dalam sistem tubuh manusia dan sistem pair production-
anihilasi.
١١ َّوَجَع ْلَنا الَّنَهاَر َم َع اًش ۚا١٠ َّوَجَع ْلَنا اَّلْيَل ِلَباًس ۙا٩ َّوَجَع ْلَنا َنْو َم ُك ْم ُس َباًتۙا
Terjemahnya :
9. Kami menjadikan tidurmu untuk beristirahat.
10. Kami menjadikan malam sebagai pakaian.
29
a. Telaah Kebahasan
manusia. Ayat (9) berbunyi Wa ja’alna nawmakum subatan (“dan Kami jadikan
tidurmu untuk istirahat”). Nawm secara harfiah berasal dari kata nama-yanumu
yang artinya berbaring, mengantuk, diam tak bergerak, terputus suaranya, tenang,
merendah dan melupakan. Kata subatan berasal dari kata sabata yang berarti
malammu sebagai pakaian). Kata libasan berasal dari kata labisa yang berarti
menutupi dengan sesuatu. Setelah dibentuk menjadi kata libasan, artinya menjadi
Ayat (11) berbunyi: Wa ja‘alna al-naharo ma'asyan (dan Kami jadi kan
siang untuk mencari penghidupan). Kata ma‘asyan berasal dari kata asya yang
berarti hidup atau tahan lama. Ditinjau dari ilmu şharaf (morfologi kata), kata
yang disebut terakhir ini mengandung dua kemungkinan: (1) berbentuk masdar
(menunjukkan aktivitas yang tidak disertai keterangan waktu); (2) bentuk isim
Dalam Tafsir Al-Kabir, tafsir para ulama atas ayat (9) terbagi menjadi
tiga. Pertama, pendapat Zajjaj yang mengatakan bahwa subat di sini berarti mati,
sebab orang yang di-masbut (diistirahatkan) adalah orang mati. Tambahnya lagi,
segala aktivitas. Dalil yang digunakan untuk memper kuat pendapatnya ialah
Surah al-An'am (6): 60 dan Surah al-Naba' (78); 11. Kedua, pendapat Lais yang
mengatakan bahwa yang dimaksud subat dalam ayat ini adalah tidur": secara
yang mengatakan bahwa kata subat ini berasal dari kata sabt yang artinya "putus"
atau "memutuskan".
Menurut Ibnu Al-Arabi, apabila subat dimaknai "putus", maka ada dua
kemungkinan pemaknaan atas ayat (9) ini: (1) "Kami menjadikan tidurmu
terputus (tidak selamanya, hanya sementara)" atau (2) Apabila manusia telah
Berlanjut ke ayat (10). Menurut Qaffal dalam Tafsir Nawawi, asal kata
libas ialah "sesuatu yang dijadikan pakaian oleh manusia yang berfungsi untuk
menutupi tubuh". Ketika malam, kegelapan menutupi manusia, maka Allah Swt.
karena malam membuat manusia tidak kelihatan sehingga dapat menghindari diri
beristirahat dan menyamarkan hal-hal yang ingin kita ekspresikan namun tidak
ingin diketahui orang lain. Tafsir Qurtubi menerangkan bahwa malam bisa
bahwa orang sakit apabila tidur di waktu malam akan merasa diringankan dari
penyakitnya.
siang, bukan malam hari. Dalam menafsirkan ayat (11) ini, lima tafsir klasik
semuanya hanya membahas dari sisi bentuk kata serta ada/ tidaknya kata "waktu
yang dibuang sebelum kata ma'äsyan. Sehingga ayat tersebut dapat kita
kehidupan".
bentuk pola kehidupan di bumi. Dengan adanya siang, kita tidak lagi
hari kita dapat bekerja secara efisien. Oksigen diproduksi oleh tumbuhan lewat
fotosintesis dengan bahan baku karbondioksida. Pada malam hari, yang terjadi
(mengalami siang hari) air menguap ke angkasa. Uap air inilah yang antara lain
membawa awan ke berbagai tempat, yang selanjutnya turun menjadi hujan yang
membawa air kembali ke permukaan bumi. Air dapat bergerak ke seluruh tempat
Ayat (10) terkait pula dengan ayat (11) Wa ja‘alna al nahora ma asyan
("dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan"). Keterkaitan dua ayat ini
32
akan disinggung lebih jauh dalam pembahasan berikutnya mengenai Surah al-
manusia dari pagi hingga malam, sampai kembali pagi lagi, diatur oleh matahari.
Sebagian besar manusia sejak dulu mulai berak tivitas ketika matahari terbit, dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayat (6) Surah Al-Naba' secara umum berbicara soal penghamparan atau
sudut pandang untuk menafsirkannya. Pertama, secara geologis hal ini dapat
bentang alam (lembah, sungai, laut, benua, dan lain-lain.) di atasnya. Kedua, secara
biologis hal ini dapat ditafsirkan sebagai kemunculan dan perkembangan kehidupan
di muka bumi.
terus-menerus terjadi sampai sekarang. Dengan ilmu geologi dan geofisika, kita dapat
energi yang tidak sedikit. Energi ini kadang muncul dalam bentuk gempa bumi.
Terkait dengan ayat (7), gunung sebagai bagian geosfer berfungsi menahan sebagian
sisi lain, gunung juga memberikan kesuburan kepada tanah dan melimpahkan aneka
mineral/barang tambang.
pasangan ini bermacam-macam, mulai dari wujud makroskopik seperti gunung dan
lembah, jantan dan betina, hingga wujud mikroskopik bahkan subatomik yang tak
dapat dilihat sebagai fenomena-fenomena yang saling berlawanan. Namun, dan sisi
lain, mereka dapat dipandang saling melengkapi Tanpa keberadaan elektron dan hole,
Rangkaian aktivitas manusia telah diatur oleh Allah Swt. dengan cermat
melalui proses pergantian siang dan malam. Proses pergantian tersebut menghasilkan
kondisi lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia. Lingkungan
yang berlimpah cahaya dan oksigen pada siang hari sangat cocok untuk bekerja,
belajar, dan aneka aktivitas lainnya. Sementara lingkungan yang minim cahaya dan
minim oksigen pada malam hari lebih cocok untuk beristirahat. Wallahu a'lam bil -
sowab.
B. Saran
Perlu diingat bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam, dan tafsir serta
pemahaman ayat-ayat tersebut bisa beragam. Oleh karena itu, penting untuk mencari
pemahaman yang lebih mendalam dengan referensi dan nasihat dari ulama dan
sarjana Islam.
DAFTAR PUSTAKA
2007
Abd Bin Nuh, Oemar Bakry, Kamus Indonesia Arab Inggris. Penerbit : PT. Mutiara
Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qur’tubi, Abu., 2009. Tafsir al-
Al-Qur’a>n al-Kari>m
Fadhli Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Abul., 2009, Ruhu al-
Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan Ibnu Ali At-Tamimi al-
Jauhari, Syaikh Thantawi, 2004. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir al-
Jilid X Tafsir Al-‘Usyr al-akhir dari al-Qur’an al-karim juz (28, 29, 30)
Shihab, M. (2004). Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.
Soekardi, Susilo, Tauhid Nur Azhar, Mengenal Allah; Air dan Samudra, Mengurai
Sudarmojo, A. H., 2008. Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam al-Qur’an. Bandung:
Penerbit Mizania.
Thalbah, Hisham, Ensiklopedia: Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Cet. III; Jakarta:
edisi II