Anda di halaman 1dari 2

1. Di AS, media bersifat independen.

Mereka tidak menerima pendanaan


pemerintah. Sebagian besar perusahaan media mendapatkan pendapatan
melalui langganan atau menjual ruang iklan. Model ini berkontribusi pada
independensi media dari pemerintah.Di negara-negara dengan kebebasan pers
yang terbatas atau sama sekali tidak ada, pemerintah biasanya memiliki media
atau memutuskan perusahaan mana yang boleh beroperasi. Mereka sering
menyensor informasi. Suara-suara yang bertentangan diblokir. Itulah sebabnya
pemerintah AS memberikan dukungan keuangan kepada media publik AS di
negara-negara yang membatasi pers. Saluran seperti Radio Free Europe, Radio
Free Asia, dan Voice of America menyiarkan berita dalam bahasa lokal secara
gratis ke negara-negara yang medianya dibatasi atau tidak ada media bebas.
Banyak yang mempekerjakan jurnalis lokal. Pemerintah AS tidak mendikte apa
yang diliput oleh organisasi-organisasi ini atau cara liputannya.Beberapa
organisasi memantau kebebasan pers di seluruh dunia, termasuk Committee to
Protect Journalists, Freedom House, dan Reporters without Borders.

2. Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone Experience) mengatakan:


“Hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (konkret),
melalui kenyataan yang ada di gkungan kehidupan seseorang, kemudian
melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin keatas
puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan
interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai
dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan kelompok pemelajar yang dihadapi dengan mempertimbangkan
situasi belajar”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan
yang terkandung dalam pengalaman tersebut dikarenakan melibatkan indera
penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”. Kerucut
pengalaman Edgar Dale menggambarkan bahwa makin ke bawah makin besar
tingkat pengalaman yang diperoleh yang akan menjadikan semakin besar pula
tingkat pemahaman dan penguasaan akan sebuah pengetahuan. Poin-poin
utama dari rincian kerucut pengalaman Edgar Dale yakni :
• Kegiatan membaca (tingkat pemahaman 10 persen), mendengar (20 persen)
dan melihat gambar (30 persen). Pada tingkatan ini merupakan pengalaman
penggambaran realitas secara langsung sebagai pengalaman yang ditemui
pertama kali. Pemelajar masih bersifat sebagai partisipan sehingga tingkat
pemahamannya akan paling sedikit dibandingankan dengan jenis cara
pembelajaran lainnya;
• Berdiskusi (50 persen) dan Presentasi (70 persen). Pada tingkatan ini pemelajar
sudah diberikan suatu bentuk permasalahan yang menstimulasi mereka untuk
aktif berpikir. Sifat pemelajar masih partisipan karena mereka belum diberikan
permasalahan yang konkrit;
• Bermain peran, bersimulasi dan melakukan hal yang nyata (90 persen). Pada
tingkatan terakhir ini, pemelajar sudah bertindak sebagai pengamat yann turun
langsung dan berperan aktif dalam sebuah permasalahan sehingga tingkat
pemahaman yang diperoleh adalah tingkat yang paling besar.
3. Konsep literasi informasi pertama kali diciptakan tahun 1974 oleh Paul G.
Zurkowski. Saat itu Zurkowski pentingnya kemampuan literasi informasi di era
informasi. Seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk mengetahui
bagaimana menggunakan informasi dan dapat menggunakannya secara efektif
untuk memecahkan masalah. Orang yang memiliki kemampuan tersebut
disebut sebagai information literates atau melek informasi.American Library
Association (ALA) pada tahun 1989 mendefinisikan literasi informasi dan
menekankankan pentingnya literasi informasi untuk pembelajaran sepanjang
hayat. Menurut ALA, untuk menjadi melek informasi, seseorang harus mampu
mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk
menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan
secara efektif. Orang-orang yang melek informasi akan siap untuk belajar
sepanjang hayat, karena selalu dapat menemukan informasi yang dibutuhkan
untuk setiap tugas yang dimiliki atau keputusan yang harus diambil. Sehingga
untuk menghasilkan orang yang melek informasi tentu perlu didukung oleh
sekolah dan perguruan tinggi dengan mengintegrasikan konsep literasi
informasi ke dalam program pembelajaran (ALA, 1989).UNESCO (2003) juga
menekankan bahwa literasi informasi menjadi prasyarat untuk dapat
berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan merupakan bagian dari hak
asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. it is a prerequisite for
participating effectively in the Information Society,and is part of the basic
human right of lifelong learning (UNESCO, 2003).Pentingnya kemampuan
literasi informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat juga ditegaskan dalam
The Alexandria Proclamation on Information Literacy and Lifelong Learning
tahun 2005 yang menyatakan bahwa literasi informasi menjadi inti dari
pembelajaran sepanjang hayat di mana setiap individu diberdayakan untuk
mencari, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi.Information
Literacy lies at the core of lifelong learning. (IFLA, 2005) Kemudian pada
tahun 2006, IFLA mengeluarkan Guideline on Information Literacy for
Lifelong Learning. Pedoman ini dimaksudkan agar membantu pustakawan
maupun professional informasi yang terlibat dalam program pendidikan baik
Pendidikan dasar hingga tinggi.Pentingnya literasi informasi bagi pendidikan
menjadi salah satu perhatian dari dunia. Pada tahun 2012, bekerja sama dengan
Information for All Programme (IFAP) UNESCO, bagian literasi informasi
IFLA menyusun rekomendasi terkait Literasi Media dan Informasi. Dan Pada
tahun sebelumnya, tahun 2011, UNESCO menerbitkan Media and Information
Literacy Curriculum for Teachers (UNESCO, 2011). Kurikulum ini disusun
karena dilatarbelakangi oleh perkembangan masyarakat berpengetahuan di
tengah ledakan informasi, setiap orang dapat dengan bebas berekspresi dan
dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemerintahan dan pertukaran
budaya. UNESCO berharap dari kurikulum ini, guru menjadi fokus utama
dapat memiliki multiplier effect, di mana guru yang melek terhadap media dan
informasi dapat memfasilitasi muridnya, dan pada saatnya nanti murid mereka
akan berperan untuk membuat masyarakat menjadi melek media dan informasi.

Anda mungkin juga menyukai