Guru Pendidikan Agama Islam SMP ‘Aisyiyah Muhammadiyah 3 Kota Malang Bulan suci Ramadhan bagi umat Islam merupakan medan ibadah yang sangat luas makna dan hikmahnya dilihat dari segi rohani dan jasmani maupun dari segi sosial dan moral. Para ulama’ menasehatkan bahwa Ramadhan adalah bulan pelatihan dan pengkaderan untuk mencapai derajat taqwa yang sebenar-benarnya. Di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh kita dilatih untuk mengendalikan dari semua bentuk keinginan dan nafsu yang selama sebelas bulan terbebas lepas, dan selama satu bulan ke depan kita dianjurkan melakukan aktivitas ritual untuk kembali “belajar” mengendalikan keinginan dan nafsu kita. Treatmen yang dilakukan untuk mengendalikan keinginan dan nafsu itu berupa menahan haus dan lapar mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, mengerjakan ibadah di malam hari dengan tarawih dan witir serta membaca al-Qur’an dan berdzikir, dengan tujuan utama meraih derajat taqwa dengan bonus kehidupan kita di dunia menjadi lebih berarti dan mendapatkan keburuntungan di akhirat nanti. Apalagi dalam kondisi yang tengah kita hadapi dewasa ini, momentum Ramadhan dapat kita jadikan renungan untuk memperhatikan apa yang sudah dan sedang kita perbuat, maupun apa yang sedang terjadi disekitar kita agar nilai ketaqwaan kita tetap utuh, identitas kepribadian sebagai seorang Muslim dan bangsa terus kita junjung tinggi walaupun kita sedang dalam pusaran arus globalisasi yang cukup dahsyat ini. Rasulullah SAW pernah menyampaikan tentang keadaan umat manusia di setiap zaman, dalam haditsnya beliau Rasulullah menyampaikan “Akan datang pada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula. Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat; mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian; mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kubur; mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab (penelitian amal diakhirat); Mereka mencintai makhluk dan melupakan penciptanya." Nampaknya apa yang diprediksi oleh Rasulullah itu saat ini telah terjadi dan nampak jelas ada di depan mata kita, dan apa yang disampaikan oleh Rasul itu mengggambarkan sifat kemanusiaan yang sudah sangat menyimpang dari aturan agama dan moral. Coba kita perhatikan yang pertama hampir semua kota-kota besar di Indonesia telah dibangun gedung- gedung menjulang tinggi dan rumah-rumah mewah bertebaran, tetapi lahan kuburan semakin menyempit, bahkan banyak tanah kuburan yang digusur karena akan didirikan gedung-gedung di tanah kuburan itu, seakan-akan manusia telah lupa akan tempatnya kembali, padahal apa yang dibangunnya itu hanya sementara ditempati. Bukan hanya itu saja ada pesan tersirat dari hadits Rasulullah ini bahwa di era sekarang banyak manusia yang bangga punya rumah yang besar tapi mereka melupakan kuburnya, yang merupakan rumah terakhirnya. Kedua, bagi yang telah terkontaminasi dalam kehidupan yang materialistis, nampaknya kekayaan yang dikumpulkan selalu dimonopoli untuk kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi mereka lupa bahkan juga mungkin hilang rasa sosialnya dan juga solidaritasnya terhadap orang lain dan umat. Padahal kehidupan yang fana ini sangatlah menentukan baik buruknya di akhirat nanti, ad-dunya majroátul aakhiratun, dunia itu ladangnya akhirat. Ketiga, banyak manusia yang beranggapan kehidupan ini seolah-olah tak punya batas akhirnya, life never ending, sehingga apa yang mereka perbuat juga tidak mengenal batas dan aturan Agama dan moral. Padahal yang namanya kematian itu pasti datang, kemana saja kita lari atau sembunyi kematian tetap akan datang, Allah telah menginformasikan kepada kita dalam surat al-Jumuáh ayat 8, Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang menjadi PR – baca tugas – kita sekarang adalah menyiapkan diri kita masing-masing agar kelak mengakhiri kehidupan ini dengan husnul khotimah yaitu berkesudahan dengan penuh rahmat atau kebahagiaan dikarenakan kehidupan yang dijalaninya dipenuhi oleh kebajikan dan amal shaleh. Jangan sampai kita memilih mengakhiri hidup kita dengan su’ul khotimah yaitu berkesudahan yang sangat menyedihkan, karena selama hidupnya selalu dirundung oleh kelalaian yang berkepanjangan. Keempat, manusia itu sangat gemar dan punya hobi mengumpul dan mengoleksi harta kekayaan yang terkadang tak ada nilai manfaatnya lagi untuk dirinya. Akan tetapi dia sangat lupa dari harta yang dikumpulkannya itu ada hak orang lain yang harus dia salurkan sebagai tanda rasa kemanusiaan dan kepeduliaan terhadap orang yang tidak mampu dan mereka hanya menghitung modal dan keuntungan dalam usahanya, namun dia lupa untuk menghitung berapa yang harus dan wajib dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Yang kelima Sungguh apa yang disabdakan Rasulallah amatlah benar, kalau kita lihat dizaman sekarang ini manusia banyak hanya mencintai makhluk dan lupa kepada pencipta. Misalnya seseorang bisa lupa kepada Allah disebabkan oleh asik bekerja untuk memenuhi kebutuhan isteri, anak-anaknya dan orang-orang yang dicintainya, sampai-sampai tidak melaksanakan ibadah shalat. Ada lagi manusia itu yang lupa kepada penciptanya karena sibuk dengan binatang peliharaannya. Na ‘udzu billaahi min dzalik. Nah, melalui ibadah Ramadhan kita renungi hidup ini dan perilaku yang telah dan akan kita perbuat, amal ibadah yang telah kita kerjakan, serta kita selalu memupuk iman yang masih labil menjadi mantap dan stabil agar tetap punya kemampuan untuk mengantisipasi tantangan yang akan merusak aqidah kita sebagai seorang Muslim. Kemudian kita melatih diri lahir dan batin supaya pikiran kita lebih kuat dari nafsu dan rohani kita tidak mati dalam memahami makna hidup ini. Sebab tujuan dari berpuasa itu bukan hanya menahan haus dan lapar tetapi mengendalikan diri dari nafsu. Akhirnya, marilah kita songsong Ramadhan tahun ini dengan semangat membara, yaitu semangat untuk bisa ber-Ramadhan lebih baik lagi dari Ramadhan tahun yang lalu. Marhaban yaa Rammadhan Ju’lanaa bi al- ghufraaan. Wallahu a’lam bish-shawab.