Anda di halaman 1dari 2

Pada suatu waktu, para kafir Quraisy melakukan mufakat jahat dengan menyebarluaskan berita bohong.

Isi
berita itu adalah Muhammad adalah tukang sihir. Berita dusta ini sampai pada telinga Nadhar bin Harits, seorang
yang sangat membenci memusuhi Nabi akhir zaman itu. Akan tetapi ketika mendengar berita bohong itu, dengan
penuh pembelaan, Nadhar berkata, “Muhammad sejak mudanya adalah orang yang sangat disayangi di
kalanganmu, yang paling benar kata-katanya dan seorang yang paling jujur. Dan sekarang kalian telah melihat
uban mulai memutih dijambangnya dan membawa agama, lalu kamu mengatakan bahwa dia tukang sihir. Demi
Allah, dia bukan tukang sihir.”
Dari cerita itu, apa pelajaran mulia yang kita dapati?. Pertama, Nampak jelas betapa Muhammad
Rasulullah dikenal sebagai sosok yang sangat jujur sepanjang hayatnya. Bahkan kejujuran beliau diakui oleh
orang kafir dan siapapun juga di jazirah Arabia. Karena kejujurannya itu beliau dianugerahi gelar Al Amin, karena
berhasil menyatukan kabilah Arab yang saling berebut meletakkan Hajar Aswad.
Kedua, kejujuran yang ditunjukkan Nadhar bin Harits. Meski Nadhar bin Harits sangat memusuhi Nabi,
namun dia jujur mengatakan tentang sifat mulia dan kejujuran Nabi Muhammad Saw. Sulit menemukan seorang
yang kesatria dalam memberikan penilaian terhadap orang yang dibenci atau dimusuhinya.
Umumnya orang yang seperti itu akan memutarbalikkan fakta, karena subyektifitasnya kuat, yang benar
akan disalahkan, apalagi yang salah akan semakin disalahkan bahkan didramatisasi. Apa yang dilakukan Nadhar
menjadi sebuah contoh bagi kita, walau kepada lawan atau musuh, sikap jujur harus tetap dijunjung tinggi.
Sikap jujur harus dikedepankan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apalagi bagi orang yang diamanahi Allah
dan rakyat untuk menjadi pemimpin umat atau bangsa, maka sifat jujur menjadi harga mati sebagai sifat utama
yang harus dimilikinya.
Ketika berbuat sebuah kesalahan atau kekeliruan sebagai watak dasar manusia, alangkah mulianya jika ia
dengan jujur mengakui kesalahannya. Tidak perlu mengkambing hitamkan orang lain, menyalah-nyalahkan orang
lain, seakan akan dirinya yang paling bersih dan suci. Rakyat atau umat akan lebih menghargai pemimpinnya
yang jujur meski sempat salah. Tetapi jangan salah dan selalu istiqomah dalam kejujuran adalah yang paling baik
bagi seorang pemimpin.
Jadilah pemimpin yang apa adanya dan memiliki perangai yang jujur. Menjadi seorang pemimpin tidak
perlu bertopeng kebaikan demi citra dan pesona. Tidak perlu pula banyak polah sehingga membingungkan rakyat
atau umat. Jika Allah Swt menganugerahi seseorang menjadi pemimpin yang cerdas dan hebat, syukuri nikmat itu
dengan sikap tawadhu’, tidak congkak bahkan lupa diri.
Belajar pada padi, makin tua makin berisi, kian matang makin merunduk. Dengarlah suara hati dari lubuk
hati terdalam agar menjadi pemimpin yang autentik bukan yang serba kamuflase. Selalu menyimak suara jernih
dan suara kebenaran yang datang dari umat atau siapa pun juga yang memberikan tausiyah atau kritik. Siapa
tahu memang kita memang sedang di jalan yang salah. Jangan merasa benar dan digdaya sendiri.
Pemimpin yang berkarakter jujur akan selalu lurus dalam mengurus umat atau rakyat. Menjadi pemimpin
yang jujur dan tulus dalam mengelola hajat hidup hidup orang banyak itu memang tidaklah mudah. Seperti sabda
Rasulullah Saw dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “tidaklah seorang hamba (pemimpin) yang
mengurus umat manakala tidak mau bersusah payah dan tidak berlaku jujur serta tulus kepada yang dipimpinnya,
melainkan hamba itu pasti tidak akan dapat mencium harumnya surga.”
Bahkan Allah Swt, juga telah berfirman dalam al Qur’an surat al Ahzab ayat 24, “ Supaya Allah memberikan
balasan kepada orang yang benar karena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jika dikehendakinya
atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Mari kita renungkan pesan dari salah satu ulama besar kita, Hasby asy-Shiddieqy, “ dalam dunia yang
serba kalut ini sering benar kita dapati orang yang mengumandangkan keadilan dan kesejahteraan, bertindak
dengan halus sekali, membenamkan rakyat ke dalam kesengsaraan dan kemusykilan. Lidahnya mengatakan
bahwa ia seorang penjamin keadilan social. Tetapi batinnya seorang pengeruk harta rakyat untuk kekayaan diri
sendiri.” Sebuah pesan yang sungguh menggambarkan keadaan Indonesia waktu itu dan juga kondisi Indonesia
saat ini.
Akhirnya, sungguh mulia para pemimpin itu jujur kepada umat atau rakyat yang dipimpinnya. Bersahaja dan
tidak banyak muslihat yang mengecoh khalayak.

Anda mungkin juga menyukai