Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Bukhari).
Adalah sebuah hadits yang
sudah sangat familiar – baca umum – ditelinga umat Muslim seluruh dunia. Hadits tersebut menunjukkan bahwa misi utama risalah kenabian Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak dan sebagai pembenah akhlak jahiliyah. Semua buku sirah nabawiyah baik yang ditulis oleh orang Islam maupun non Islam, menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw mempunyai hak yang terbantahkan dalam urusan penegakan akhlak. Bahkan diusia yang masih muda belia Muhammad sudah dijuluki al-Amin sebagai bentuk ketakdziman suku Quraisy yang mengakui keindahan akhlak beliau yang telah berhasil mendamaikan tokoh-tokoh gaek suku Quraisy yang saling berebut hak meletakkan hajar aswad (batu hitam) tatkala ka’bah direnovasi. Namun sebuah keadaan yang kontradiktif nampak di negara kita. Saat ini negeri Muslim terbesar di dunia ini dapat dikatakan sedang dilanda krisis moral Islam. Ritual agama yang sangat marak di masyarakat tidak berimbas pada perilaku masyarakat. Ribuan majelis dzikir dan majelis taklim yang banyak ditayangkan ditelevisi seakan tidak mampu mengimbangi laju angka aborsi yang dilakukan oleh pelajar putri. Apalagi mampu mengurangi laju angka korupsi para pejabat negeri. Melihat kondisi seperti ini seakan Islam di Indonesia telah kehilangan keteladanan dalam berakhlak mulia. Penyebab utama hilangnya keteladanan dalam berakhlak mulia itu dikarenakan adanya ketidakselarasan keber-Islaman kita. Muncul pertanyaan bagi kita, keber-Islaman mana yang tidak selaras? Jawabannya adalah akar keber-Islaman kita yang tidak selaras, yaitu iman, ilmu dan amal kita yang tidak selaras. Bila ketiganya benar-benar bisa bersinergis dalam diri kita dan bisa membangun relasi yang selaras serta tidak saling membohongi maka keber-Islaman kita otomatis akan selaras dengan sendirinya. Dan bila itu terjadi maka akan muncul pribadi-pribadi Muslim yang berakhlak mulia yang bisa memberikan teladan bagi masyarakat. Kondisi umum yang sering muncul di dalam diri kita adalah kita seringkali merasa beriman, padahal sebenarnya kita belum beriman. Kita jangan sampai seperti orang Arab Badui yang merasa dirinya telah beriman padahal mereka belum beriman. Seperti yang Allah gambarkan dalam surat al-Hujurat ayat 14, Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Ayat ini layak menjadi cambuk bagi kita untuk selalu melakukan koreksi dan intropeksi keimanan kita kepada Allah. Sekarang ini banyak orang Islam yang ragu atau tidak yakin dengan Allah Swt. Tidak yakin bahwa Allah itu Esa, laa ilaha illa huwa, nampak dari banyak sesembahannya selain Allah, baik itu berupa harta, kekuasaan, ideology, partai, organisasi atau nafsunya sendiri. Tidak yakin bahwa Allah itu Maha pemberi rezeki, maka dia korupsi. Tidak yakin adanya pengawasan yang superketat dan tanpa cela dari Allah dan malaikat-Nya, maka dia merasa tenang kalau kejahatannya tidak diketahui oleh polisi, jaksa atau KPK. Tidak yakin bahwa azab jahanam itu haq, maka dengan gamblang dan beraninya dia menerobos sesuatu yang jelas-jelas keharamannya. Contoh riil yang bisa kita jadikan sebagai sebuah pelajaran adalah perilaku syirik yang dilakukan oleh caleg dari salah satu partai peserta pemilu, yaitu ngalap berkah dengan melakukan semedi di sebuah sungai yang diyakini oleh banyak politisi membawa berkah. Harapan si caleg tersebut dia bisa meraup suara banyak dan memenangkan pemilu akhirnya dia menjadi anggota legislatif. Parahnya si caleg tersebut bersemedi di tengah sungai ditemani oleh seorang dukun dan memakai jilbab. Sebuah perilaku syirik yang di publikasikan dan tanpa dia sadari perilakunya itu telah benar-benar menampar wajah Islam Indonesia. Perilaku ganjil di era modern. Contoh lain yang bisa kita jadikan pelajaran juga adalah perilaku lepas jilbab yang dilakukan oleh istri salah satu tersangka kasus suap impor sapi. Disaat sang suami berjuang di meja pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sang istri yang sebelumnya berjilbab kemudian di depan media massa menggumumkan bahwa jilbab yang selama ini menutup auratnya secara resmi dia tanggalkan. Alasan utamanya adalah dia ingin kembali menekuni dunia kerartisan dan menurutnya setelah menanggalkan jilbab tawaran untuk menyanyi menjadi lebih banyak. Sang istri lupa bahwa Allah itu Maha luas rezeki-Nya, tanpa harus melepaskan jilbabnya Allah pasti akan memberikan rezekinya. Dua contoh di atas merupakan gambaran umum perilaku ber-Islam masyarakat kita yang secara legal formal menyatakan dirinya Muslim, Allah Rabbnya, Muhammad Rasulnya, al-Qur’an kitabnya tapi dalam ranah amaliyah atau ranah perilaku, jauh api dari panggang. Amal itu inheren dalam iman, artinya iman yang benar pasti melahirkan amal yang baik, benar dan indah. Bahkan amal itu sendiri adalah iman. Di tambah lagi masih ada saja orang Islam yang berilmu di negeri ini tapi berperilaku menyimpang, yaitu melakukan korupsi. Semakin menunjukkan bahwa semakin tidak selarasnya antara iman, amal dan ilmu. Oleh karena itu Islam jangan hanya diartikan ritual ibadah saja tapi islam itu juga butuh realisasi dari ritual ibadah kita yang kita sebut dengan akhlakul karimah. Jadikan Islam itu sebagai tindakan bukan sekedar lisan saja. Yang harus kita tanamkan dalam jiwa kita adalah Islam itu adalah kebutuhan hidup kita. Islam bukan pengetahuan saja melainkan juga amalan yang konsisten dan istiqomah yang ditunjukkan dengan tindakan dan perilaku sehari- hari. Akhirnya mari kita resapi firman Allah dalam al-Hujurat ayat 15, Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. Bila kita sudah menyatakan iman kepada Allah Swt maka kita diwajibkan untuk berjihad dijalan Allah dalam bentuk mengaplikasikan iman kita itu dengan selalu beramal shalih dalam wujud sholeh sosial, dan selalu menuntut ilmu untuk lebih memantapkan iman kita kepada Allah Swt. Dan tugas berikutnya adalah bagaimana kita bisa menselarasakan antara iman, amal dan ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari dan itulah yang disebut dengan jihad fi sabilillah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis : Akhmad Fakhrur Rouzi / anaskamiil2817@gmail.com / www.al-rhazes.blogspot.com Telp. 085855899122 Penulis adalah: 1. Guru SMP ‘Aisyiyah Muhammadiyah 3 Malang 2. Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blimbing