Anda di halaman 1dari 8

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

(LKPD 1)
Nama Sekolah : SMA Negeri 23 Konawe Selatan
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Program : XI / IS
Semester : Ganjil
Waktu : 2 x 45 Menit

Nama Anggota Kelompok


1.
2.
3.
4.

A. Kompetensi Dasar :
Memahami Kondisi Wilayah dan Posisi Strategis Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.
B. Indikator :
Menganalisis Perkembangan Jalur Transportasi Indonesia dan Perdagangan Internasional Indonesia.
C. Materi
Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan Internasional di Indonesia
D. Tujuan
Peserta didik mampu menganalisis Perkembangan Jalur Transportasi Indonesia dan Perdagangan
Internasional Indonesia.

E. Langkah Kegiatan
1. Bacalah secara cermat artikel yang disajikan. Lalu analisislah dengan kemampuan berpikir kritis
mengenai permasalahan yang terjadi pada artikel.
2. Analisis meliputi sebab-akibat permasalahan dan solusinya.
3. Pertanyaan terdapat pada kolom yang telah disediakan!

F. Pertanyaan
1. Berdasarkan artikel yang kalian baca, permasalahan apa yang terjadi?
2. Bagaimanakah permasalahan tersebut dapat terjadi, apa penyebabnya?
3. Apabila permasalahan tersebut terus terjadi dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya
penanggulangan, bagaimana akibatnya bagi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia?
4. Langkah-langkah apa sajakah yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut?
Kelompo

k 1 Masalah Transportasi Laut Di Indonesia

Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia meningkat,


dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan rata-rata 10.5% p.a).
Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156 menjadi 9,195 unit
(peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas daya angkut hanya naik sedikit, yaitu dari
6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional
menurun. Sepanjang periode tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan
naik dari 379,776,945 ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar
51,653,131 ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh
kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan untuk pelayaran
domestic (antar pelabuhan Inonesia). Pada tahun 2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777
unit dengan kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton atau sekitar
31%.

Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran nasional
kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek,
seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan internasional
(ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan
kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan
kekuatan armada pelayaran nasional.

Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50%
(2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi finansial,
Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi
laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan
prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada
kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti :
banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang
tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan
pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-
miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles /
DWT.

Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak berujung itu
disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak perusahaan pelayaran
ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi
lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan
besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan
menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal
berharga murah, tapi tua dan scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada
kapal sewa asing dan pemrosotan produktivitas armada.
Kelompo

k 2 MASALAH DALAM PEMBANGUNAN

PERIKANAN LAUT

Lambatnya pembangunan di bidang perikanan laut disebabkan banyaknya


kendala, dimana Menurut A. Nontji (1997), dalam upaya pengembangan perikanan laut
ditemui berbagai kendala. Perairan Indonesia yang luas dan terletak pada posisi silang
antara dua samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan antara dua
benua yaitu Benua Australia dan Asia merupakan wilayah yang rawan dalam segi
HANKAMNAS dan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Kondisi geografi
dengan banyak pulau bertebaran diseluruh perairan Indonesia membutuhkan sarana
perhubungan laut. Perhubungan laut ini diperlukan untuk mendukung perkembangan
ekonomi, sehingga memegang peranan yang sangat penting yang hingga kini dirasakan
masih merupakan kendala tersendiri.

Keterbatasan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang


pembangunan merupakan salah satu faktor rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi
(khususnya untuk daerah Indonesia bagian Timur). Pengembangan infrastruktur secara
lengkap akan memacu perkembangan pembangunan kelautan yang merupakan salah
satu pintu keberhasilanan pembangunan. Keterbatasan peralatan dan sarana fisik
kelautan mengurangi keefektifan kegiatan eksplorasi dan penelitian kelautan.

Aktualisasi pemanfaatan tidak merata dan tidak seimbang. Kegiatan


penangkapan ikan di laut sebagian besar masih berkisar di perairan pantai yang padat
penduduknya. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya perikanan laut belum
merata untuk wilayah Indonesia. Khusus untuik perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
masih sangat sedikit diusahakan, sehingga memancing timbulnya pencurian ikan oleh
kapal-kapal asing di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Komitmen dan
kelancaran dukungan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
terhadap suatu pembangunan merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan.

Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat laut diakibatkan oleh rendahnya


kualitas sumberdaya manusia (SDM). Dampak yang ditimbulkan terungkap pada akses
masyarakat terhadap sumberdaya laut dan penguasaan teknologi kelautan yang masih
rendah.

Peran IPTEK dalam usaha memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan secara


efisien dan berkelanjutan sangat jauh tertinggal. Dengan luasnya wilayah laut Indonesia
serta keberadaan sumberdaya alam, baik di laut, di dasar laut mengharuskan kita
memanfaatkan keunggulan IPTEK. Sistem pemantau maupun pemetaan sumberdaya
alam di laut tidak dapat lagi menggunakan teknologi konvensional.
Kelompok

3 Perdagangan Ikan Indonesia Hadapi Kendala Perjanjian Internasional

(Berita Daerah – Nasional) Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia dan
sekaligus menjadi negara pengekspor ikan. Namun begitu komoditas ekspor Indonesia ini
masih harus menghadapi hambatan perdagangan yang berasal dari faktor eksternal berupa
perjanjian internasional.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Nus Nuzulia Ishak


mengatakan bahwa perjanjian internasional dan hasil sejumlah konvensi tentang perikanan
menghambat perdagangan ikan dan produk ikan asal Indonesia. Kondisi tersebut
dikhawatirkan akan menyulitkan upaya pemerintah Indonesia dalam memperbaiki neraca
perdagangan dan utamanya peningkatan ekspor nonmigas Indonesia.

Nus Nuzulia di Jakarta, Sabtu (11/10) kemarin mengatakan jika hambatan yang
dialami bagi komoditas perikanan Indonesia berupa isu lingkungan, perlindungan terhadap
spesies hewan tertentu dan isu pekerja anak-anak pada produk perikanan Indonesia. Pada
saat sekarang ini memang investasi perdagangan internasional produk perikanan tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, namun juga ditentukan
oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional. Beberapa mekanisme perdagangan
komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of
Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic
Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang
bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.

Kemudian perlindungan internasional terhadap satwa yang terancam punah seperti


Convention on International Trade Endangered Species (CITES), dan Agreement Technical
Barriers to Trade yang mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mutu perikanan.
Selain itu juga terdapat hambatan lainnya yang dialami oleh eksportir Indonesia berupa
penetapan standar dan aturan yang berbeda di setiap negara importir ikan yang harus
memenuhi persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan. Dengan penetapan
berbagai macam standar nasional dan sistem pemeriksaan tersebut diperkirakan akan
menciptakan hambatan perdagangan Ikan Indonesia.

Nus Nuzulia mengungkapkan jika produk perikanan tangkap asal Indonesia belum
memiliki sertifikasi internasional tentang propduk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari
seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), walaupun pemerintah
telah mengajukan permohonan sertifikat tersebut sejak 2010.

Dengan kondisi seperti itu membuat beban impotir ikan Indonesia menjadi semakin
besar sehingga pada nantinya dikhawatirkan akan terjadi penumpukan banyak kargo di
pelabuhan yang dapat membuat produk perikanan menjadi tidak layak konsumsi. Hal itu
tentu sangat merugikan bagi para importir karena biaya produksi yang dikeluarkan juga
sudah cukup besar.

Perbaikan pada sektor perikanan Indonesia harus tetap terus dilakukan terutama dalam
perbaikan kualitas produk yang dihasilkan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai
komoditas ekspor. Kebijakan dari pemerintah juga diperlukan dalam mendorong
peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia.
Kelompo

k 5 Hambatan Perdagangan Internasional Indonesia

Hubungan antarnegara dalam perdagangan internasional tidak selalu berjalan


dengan lancar. Pasti ada beberapa hambatan yang akan mempengaruhi kegiatan
perdagangan internasional. Adanya perbedaan mata uang antara negara satu dengan
negara lain, seperti rupiah dengan dollar Amerika dapat mengurangi kelancaran dalam
pembayaran perdagangan internasional, karena selain nilainya yang berbeda, juga tidak
setiap orang Amerika mau dibayar dengan rupiah, demikian juga sebaliknya.

Adanya kebijakan impor yang diberlakukan oleh suatu negara akan menghambat
dan membatasi masuknya barang ke negara lain karena masing masing negara akan
berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya kuota impor atau
larangan impor terhadap barang-barang tertentu.

Adanya perbedaan bahasa antara negara pengekspor dengan pengimpor akan


dapat menghambat perdagangan internasional, seperti antara negara Indonesia dengan
negara Filipina. Baik importir maupun eksportir harus saling berkomunikasi dan saling
mengetahui maksud dan keinginannya, apabila ada kendala dalam komunikasi maka
transaksi perdagangan antarkedua belah pihak sulit terjadi.

Untuk melindungi produksi dalam negeri dari produk luar negeri maka setiap
Negara akan melakukan tindakan, salah satunya adalah dengan mengenakan bea masuk
yang tinggi terhadap produk luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat
menghambat perdagangan antarnegara.

Setiap negara mempunyai ketentuan dan peraturan sendiri dalam mengatur


perdagangan dengan negara lain. Tentu saja ketentuan antara negara satu dengan negara
lainnya berbeda. Hal inilah yang dapat menghambat perdagangan internasional, karena
negara pengekspor harus mematuhi ketentuan yang berlaku di Negara pengimpor, begitu
juga sebaliknya. Misalnya Indonesia sebagai pengekspor tekstil ke Amerika, harus mematuhi
ketentuan-ketentuan dalam perdagangan yang berlaku di Amerika.

Banyak organisasi ekonomi, baik regional maupun internasional yang dibentuk


untuk melindungi kepentingan dan memberikan keuntungan bagi anggotanya sehingga hal
ini dapat menjadi penghambat bagi negara lain yang bukan menjadi anggotanya dalam
menjalankan perdagangan internasionalnya. Misalnya ASEAN dan MEE, tentu saja kebijakan
ekonomi atau perdagangan yang dikeluarkan akan mementingkan dan menguntungkan
anggotanya. Seperti halnya pengenaan tarif impor yang tinggi terhadap negara-negara yang
bukan menjadi anggotanya sedangkan dengan anggotanya sendiri dikenakan tarif impor
yang relatif rendah, bahkan dibebaskan.

Proses dan prosedur ekspor impor yang panjang yang harus dilalui serta banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi oleh eksportir maupun importir dapat menjadi
penghambat dalam perdagangan internasional. Terjadinya perang dan keadaan yang kurang
aman, baik di darat maupun di laut dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, seperti terjadinya perang di negara Irak, banyaknya perompak di Selat Malaka
dan adanya konflik di Negara lainnya dapat menghalangi para pelaku dalam perdagangan
internasional untuk melakukan transaksi atau pengiriman barang ke negara lain.
Kelompo

k 4 Masalah Transportasi Laut Di Indonesia

Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia


meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan rata-
rata 10.5% p.a). Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156
menjadi 9,195 unit (peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas daya angkut
hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti kapasitas rata-rata
perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang periode tersebut, volume
perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan naik dari 379,776,945 ton (1996)
menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar 51,653,131 ton dalam waktu lima
tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh kapasitas perusahaan
pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan untuk pelayaran domestic (antar
pelabuhan Inonesia). Pada tahun 2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit
dengan kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton atau sekitar
31%.

Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran
nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di
semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan
internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to
5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat
bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.

Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya
50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi
finansial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya
dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari
penerapan prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat
bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi
banyak masalah, seperti : banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena
waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang
memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit
yang mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry
cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada
sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.

Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak
berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak
perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di
pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-
sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar
negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya,
sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan
scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan
pemrosotan produktivitas armada.

(Sumber : http://andiaruan.blogspot.co.id/2013/10/makalah-transportasi-laut.html)
Kelompo

k 6 Perdagangan Ikan Indonesia Hadapi Kendala Perjanjian Internasional

(Berita Daerah – Nasional) Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia dan
sekaligus menjadi negara pengekspor ikan. Namun begitu komoditas ekspor Indonesia ini
masih harus menghadapi hambatan perdagangan yang berasal dari faktor eksternal berupa
perjanjian internasional.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Nus Nuzulia Ishak


mengatakan bahwa perjanjian internasional dan hasil sejumlah konvensi tentang perikanan
menghambat perdagangan ikan dan produk ikan asal Indonesia. Kondisi tersebut
dikhawatirkan akan menyulitkan upaya pemerintah Indonesia dalam memperbaiki neraca
perdagangan dan utamanya peningkatan ekspor nonmigas Indonesia.

Nus Nuzulia di Jakarta, Sabtu (11/10) kemarin mengatakan jika hambatan yang
dialami bagi komoditas perikanan Indonesia berupa isu lingkungan, perlindungan terhadap
spesies hewan tertentu dan isu pekerja anak-anak pada produk perikanan Indonesia. Pada
saat sekarang ini memang investasi perdagangan internasional produk perikanan tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, namun juga ditentukan
oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional. Beberapa mekanisme perdagangan
komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of
Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic
Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang
bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.

Kemudian perlindungan internasional terhadap satwa yang terancam punah seperti


Convention on International Trade Endangered Species (CITES), dan Agreement Technical
Barriers to Trade yang mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mutu perikanan.
Selain itu juga terdapat hambatan lainnya yang dialami oleh eksportir Indonesia berupa
penetapan standar dan aturan yang berbeda di setiap negara importir ikan yang harus
memenuhi persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan. Dengan penetapan
berbagai macam standar nasional dan sistem pemeriksaan tersebut diperkirakan akan
menciptakan hambatan perdagangan Ikan Indonesia.

Nus Nuzulia mengungkapkan jika produk perikanan tangkap asal Indonesia belum
memiliki sertifikasi internasional tentang propduk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari
seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), walaupun pemerintah
telah mengajukan permohonan sertifikat tersebut sejak 2010.

Dengan kondisi seperti itu membuat beban impotir ikan Indonesia menjadi semakin
besar sehingga pada nantinya dikhawatirkan akan terjadi penumpukan banyak kargo di
pelabuhan yang dapat membuat produk perikanan menjadi tidak layak konsumsi. Hal itu
tentu sangat merugikan bagi para importir karena biaya produksi yang dikeluarkan juga
sudah cukup besar.

Perbaikan pada sektor perikanan Indonesia harus tetap terus dilakukan terutama dalam
perbaikan kualitas produk yang dihasilkan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai
komoditas ekspor. Kebijakan dari pemerintah juga diperlukan dalam mendorong
peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia.

(Sumber: http://beritadaerah.co.id/2014/10/13/perdagangan-ikan-indonesia-hadapi-
Kelompo

k 7 Hambatan Perdagangan Internasional Indonesia

Hubungan antarnegara dalam perdagangan internasional tidak selalu berjalan


dengan lancar. Pasti ada beberapa hambatan yang akan mempengaruhi kegiatan
perdagangan internasional. Adanya perbedaan mata uang antara negara satu dengan
negara lain, seperti rupiah dengan dollar Amerika dapat mengurangi kelancaran dalam
pembayaran perdagangan internasional, karena selain nilainya yang berbeda, juga tidak
setiap orang Amerika mau dibayar dengan rupiah, demikian juga sebaliknya.

Adanya kebijakan impor yang diberlakukan oleh suatu negara akan menghambat
dan membatasi masuknya barang ke negara lain karena masing masing negara akan
berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya kuota impor atau
larangan impor terhadap barang-barang tertentu.

Adanya perbedaan bahasa antara negara pengekspor dengan pengimpor akan


dapat menghambat perdagangan internasional, seperti antara negara Indonesia dengan
negara Filipina. Baik importir maupun eksportir harus saling berkomunikasi dan saling
mengetahui maksud dan keinginannya, apabila ada kendala dalam komunikasi maka
transaksi perdagangan antarkedua belah pihak sulit terjadi.

Untuk melindungi produksi dalam negeri dari produk luar negeri maka setiap
Negara akan melakukan tindakan, salah satunya adalah dengan mengenakan bea masuk
yang tinggi terhadap produk luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat
menghambat perdagangan antarnegara.

Setiap negara mempunyai ketentuan dan peraturan sendiri dalam mengatur


perdagangan dengan negara lain. Tentu saja ketentuan antara negara satu dengan negara
lainnya berbeda. Hal inilah yang dapat menghambat perdagangan internasional, karena
negara pengekspor harus mematuhi ketentuan yang berlaku di Negara pengimpor, begitu
juga sebaliknya. Misalnya Indonesia sebagai pengekspor tekstil ke Amerika, harus mematuhi
ketentuan-ketentuan dalam perdagangan yang berlaku di Amerika.

Banyak organisasi ekonomi, baik regional maupun internasional yang dibentuk


untuk melindungi kepentingan dan memberikan keuntungan bagi anggotanya sehingga hal
ini dapat menjadi penghambat bagi negara lain yang bukan menjadi anggotanya dalam
menjalankan perdagangan internasionalnya. Misalnya ASEAN dan MEE, tentu saja kebijakan
ekonomi atau perdagangan yang dikeluarkan akan mementingkan dan menguntungkan
anggotanya. Seperti halnya pengenaan tarif impor yang tinggi terhadap negara-negara yang
bukan menjadi anggotanya sedangkan dengan anggotanya sendiri dikenakan tarif impor
yang relatif rendah, bahkan dibebaskan.

Proses dan prosedur ekspor impor yang panjang yang harus dilalui serta banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi oleh eksportir maupun importir dapat menjadi
penghambat dalam perdagangan internasional. Terjadinya perang dan keadaan yang kurang
aman, baik di darat maupun di laut dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, seperti terjadinya perang di negara Irak, banyaknya perompak di Selat Malaka
dan adanya konflik di Negara lainnya dapat menghalangi para pelaku dalam perdagangan
internasional untuk melakukan transaksi atau pengiriman barang ke negara lain.

(Sumber: https://aldiugeb23.wordpress.com/2015/05/02/hambatan-perdagangan-
internasional-indonesia/)

Anda mungkin juga menyukai