(LKPD 1)
Nama Sekolah : SMA Negeri 23 Konawe Selatan
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Program : XI / IS
Semester : Ganjil
Waktu : 2 x 45 Menit
A. Kompetensi Dasar :
Memahami Kondisi Wilayah dan Posisi Strategis Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.
B. Indikator :
Menganalisis Perkembangan Jalur Transportasi Indonesia dan Perdagangan Internasional Indonesia.
C. Materi
Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan Internasional di Indonesia
D. Tujuan
Peserta didik mampu menganalisis Perkembangan Jalur Transportasi Indonesia dan Perdagangan
Internasional Indonesia.
E. Langkah Kegiatan
1. Bacalah secara cermat artikel yang disajikan. Lalu analisislah dengan kemampuan berpikir kritis
mengenai permasalahan yang terjadi pada artikel.
2. Analisis meliputi sebab-akibat permasalahan dan solusinya.
3. Pertanyaan terdapat pada kolom yang telah disediakan!
F. Pertanyaan
1. Berdasarkan artikel yang kalian baca, permasalahan apa yang terjadi?
2. Bagaimanakah permasalahan tersebut dapat terjadi, apa penyebabnya?
3. Apabila permasalahan tersebut terus terjadi dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya
penanggulangan, bagaimana akibatnya bagi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia?
4. Langkah-langkah apa sajakah yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut?
Kelompo
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran nasional
kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek,
seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan internasional
(ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan
kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan
kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50%
(2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi finansial,
Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi
laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan
prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada
kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti :
banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang
tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan
pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-
miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles /
DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak berujung itu
disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak perusahaan pelayaran
ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi
lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan
besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan
menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal
berharga murah, tapi tua dan scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada
kapal sewa asing dan pemrosotan produktivitas armada.
Kelompo
PERIKANAN LAUT
(Berita Daerah – Nasional) Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia dan
sekaligus menjadi negara pengekspor ikan. Namun begitu komoditas ekspor Indonesia ini
masih harus menghadapi hambatan perdagangan yang berasal dari faktor eksternal berupa
perjanjian internasional.
Nus Nuzulia di Jakarta, Sabtu (11/10) kemarin mengatakan jika hambatan yang
dialami bagi komoditas perikanan Indonesia berupa isu lingkungan, perlindungan terhadap
spesies hewan tertentu dan isu pekerja anak-anak pada produk perikanan Indonesia. Pada
saat sekarang ini memang investasi perdagangan internasional produk perikanan tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, namun juga ditentukan
oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional. Beberapa mekanisme perdagangan
komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of
Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic
Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang
bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.
Nus Nuzulia mengungkapkan jika produk perikanan tangkap asal Indonesia belum
memiliki sertifikasi internasional tentang propduk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari
seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), walaupun pemerintah
telah mengajukan permohonan sertifikat tersebut sejak 2010.
Dengan kondisi seperti itu membuat beban impotir ikan Indonesia menjadi semakin
besar sehingga pada nantinya dikhawatirkan akan terjadi penumpukan banyak kargo di
pelabuhan yang dapat membuat produk perikanan menjadi tidak layak konsumsi. Hal itu
tentu sangat merugikan bagi para importir karena biaya produksi yang dikeluarkan juga
sudah cukup besar.
Perbaikan pada sektor perikanan Indonesia harus tetap terus dilakukan terutama dalam
perbaikan kualitas produk yang dihasilkan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai
komoditas ekspor. Kebijakan dari pemerintah juga diperlukan dalam mendorong
peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia.
Kelompo
Adanya kebijakan impor yang diberlakukan oleh suatu negara akan menghambat
dan membatasi masuknya barang ke negara lain karena masing masing negara akan
berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya kuota impor atau
larangan impor terhadap barang-barang tertentu.
Untuk melindungi produksi dalam negeri dari produk luar negeri maka setiap
Negara akan melakukan tindakan, salah satunya adalah dengan mengenakan bea masuk
yang tinggi terhadap produk luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat
menghambat perdagangan antarnegara.
Proses dan prosedur ekspor impor yang panjang yang harus dilalui serta banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi oleh eksportir maupun importir dapat menjadi
penghambat dalam perdagangan internasional. Terjadinya perang dan keadaan yang kurang
aman, baik di darat maupun di laut dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, seperti terjadinya perang di negara Irak, banyaknya perompak di Selat Malaka
dan adanya konflik di Negara lainnya dapat menghalangi para pelaku dalam perdagangan
internasional untuk melakukan transaksi atau pengiriman barang ke negara lain.
Kelompo
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran
nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di
semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan
internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to
5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat
bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya
50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi
finansial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya
dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari
penerapan prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat
bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi
banyak masalah, seperti : banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena
waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang
memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit
yang mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry
cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada
sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak
berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak
perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di
pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-
sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar
negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya,
sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan
scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan
pemrosotan produktivitas armada.
(Sumber : http://andiaruan.blogspot.co.id/2013/10/makalah-transportasi-laut.html)
Kelompo
(Berita Daerah – Nasional) Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia dan
sekaligus menjadi negara pengekspor ikan. Namun begitu komoditas ekspor Indonesia ini
masih harus menghadapi hambatan perdagangan yang berasal dari faktor eksternal berupa
perjanjian internasional.
Nus Nuzulia di Jakarta, Sabtu (11/10) kemarin mengatakan jika hambatan yang
dialami bagi komoditas perikanan Indonesia berupa isu lingkungan, perlindungan terhadap
spesies hewan tertentu dan isu pekerja anak-anak pada produk perikanan Indonesia. Pada
saat sekarang ini memang investasi perdagangan internasional produk perikanan tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, namun juga ditentukan
oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional. Beberapa mekanisme perdagangan
komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of
Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic
Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang
bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.
Nus Nuzulia mengungkapkan jika produk perikanan tangkap asal Indonesia belum
memiliki sertifikasi internasional tentang propduk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari
seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), walaupun pemerintah
telah mengajukan permohonan sertifikat tersebut sejak 2010.
Dengan kondisi seperti itu membuat beban impotir ikan Indonesia menjadi semakin
besar sehingga pada nantinya dikhawatirkan akan terjadi penumpukan banyak kargo di
pelabuhan yang dapat membuat produk perikanan menjadi tidak layak konsumsi. Hal itu
tentu sangat merugikan bagi para importir karena biaya produksi yang dikeluarkan juga
sudah cukup besar.
Perbaikan pada sektor perikanan Indonesia harus tetap terus dilakukan terutama dalam
perbaikan kualitas produk yang dihasilkan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai
komoditas ekspor. Kebijakan dari pemerintah juga diperlukan dalam mendorong
peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia.
(Sumber: http://beritadaerah.co.id/2014/10/13/perdagangan-ikan-indonesia-hadapi-
Kelompo
Adanya kebijakan impor yang diberlakukan oleh suatu negara akan menghambat
dan membatasi masuknya barang ke negara lain karena masing masing negara akan
berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya kuota impor atau
larangan impor terhadap barang-barang tertentu.
Untuk melindungi produksi dalam negeri dari produk luar negeri maka setiap
Negara akan melakukan tindakan, salah satunya adalah dengan mengenakan bea masuk
yang tinggi terhadap produk luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat
menghambat perdagangan antarnegara.
Proses dan prosedur ekspor impor yang panjang yang harus dilalui serta banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi oleh eksportir maupun importir dapat menjadi
penghambat dalam perdagangan internasional. Terjadinya perang dan keadaan yang kurang
aman, baik di darat maupun di laut dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, seperti terjadinya perang di negara Irak, banyaknya perompak di Selat Malaka
dan adanya konflik di Negara lainnya dapat menghalangi para pelaku dalam perdagangan
internasional untuk melakukan transaksi atau pengiriman barang ke negara lain.
(Sumber: https://aldiugeb23.wordpress.com/2015/05/02/hambatan-perdagangan-
internasional-indonesia/)