Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR FILSAFAT

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

PANCASILA

yang dibina oleh Ibu Inayatu Khoirul Maghfiroh, M.Pd.

Disusun oleh:

1. Dina Setiawati (351606708040000)


2. Rista Nafisyatul Ainiyyah (3516065306030000)

INSTITUT AGAMA ISLAM ULUWIYAH MOJOKERTO

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

Oktober 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam mata kuliah Pancasila yang
bertemakan “Pengantar Filsafat”.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki


kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah di
hari yang akan datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga


tulisan sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Tarbiyah untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya
pendidik profesional.

Mojokerto, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
A. Pengertian Filsafat...........................................................................................6
B. Landasan Ontologis Pancasila.........................................................................7
C. Landasan Epistemologi Pancasila....................................................................9
D. Landasan Aksiologi Pancasila.......................................................................10
E. Pancasila Sistem Filsafat................................................................................11
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. Kesimpulan....................................................................................................13
B. Saran..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Soediman Kartohadiprodjo sebagaimana telah dikutip oleh Sri Soemantri
sebagai berikut: Apakah sebabnya dan apakah artinya kalau ia (maksudnya Ir.
Soekarno) berkata bahwa filsafat Pancasila ini berjiwa kekeluargaan? Ini
disebabkan, karena pertama-tama Pancasila ini untuk pertama kali disajikan
kepada khalayak ramai sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia yang
kelak akan didirikan. Karena negara itu adalah manusia tiada negara tanpa
manusia, maka filsafat Pancasila ini diterapkan pada kehidupan manusia. Dan
kehidupan manusia yang didasari filsafat Pancasila, jadi Bangsa Indonesia itu
melihatnya sebagai suatu kehidupan kekeluargaan.1

Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung


atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab secara ontologis
ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup
pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah di luar penjajahan
yang bersifat diluar transendental yang berada di luar pengalaman kita. 0 Setiap
pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan dikritisi oleh diri
sendiri maupun orang lain. Bahwa pengetahuan yang dimilikinya adalah
pengetahuan tentang “apa” atau “apanya” yang perlu diketahui maka
jawabannya ada pada ontologi pengetahuan itu sendiri. Adapun pertanyaan
bagaimana cara menemukannya atau metode apa yang akan kita gunakan dalam
menemukan dan memperoleh pengetahuan itu adalah kajian epistemologi.
Selanjutnya pertanyaan apa kegunaan pengetahuan itu bagi manusia, dan makhluk
lainnya, termasuk lingkungan dimana manusia berada, disebut kajian aksiologi.0

1
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni,
1992), hlm. 3.
0
Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 134.
0
Ibid., hlm. 135.

4
Melihat hal demikian tersebut, penyusun tertarik untuk mengulas lebih
detail dan mendalam tentang Pengantar Filsafat Pancasila yang terfokus pada
kajian Filsafat dalam Pancasila. Oleh karena itu, kajian atas bagaimana ideologi
Pancasila ini dapat terbentuk melalui pandangan filssafat yang dirasa sangat
penting, khususnya bagi generasi mendatang untuk dapat dijadikan motivasi
sekaligus inspirasi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah untuk
dibahas dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa pengertian filsafat?


2. Bagaimana landasan ontologis Pancasila?
3. Bagaimana landasan epistemologi Pancasila?
4. Bagaimana landasan aksiologi Pancasila?
5. Bagaimana Pancasila sebagai sistem filsafat?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian filsafat.


2. Untuk mengetahui landasan ontologis Pancasila.
3. Untuk mengetahui landasan epistemologi Pancasila.
4. Untuk mengetahui landasan aksiologi Pancasila.
5. Untuk mengetahui Pancasila sebagai sistem filsafat.

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi (kebahasaan), kata filsafat merupakan serapan dari
bahasa Yunani: “Philosophia”, berasal dari kata kerja “filosofein” yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Philoshophia berasal dari gabungan kata “Philein” yang
berarti cinta dan “Shopia” yang berarti kebijaksanaan.0

Secara terminologi (istilah), filsafat mempunyai banyak pengertian dari


berbagai pendapat dan pemikirannya, sebagai berikut:

Filsafat adalah sikap terhadap hidup dan alam semesta (Philoshophy is an


attitude toward life and universe). Filsafat merupakan sikap berfikir yang
melibatkan usaha dalam usaha memikirkan masalah hidup dan alam semesta dari
semua sisi yang meliputi kesiapan menerima hidup dan alam semesta
sebagaimana adanya dan mencoba untuk melihatnya secara keseluruhan
hubungan.0

Sedangkan Nasr & Leaman berpendapat bahwa filsafat (teoritis) adalah


tindakan pencarian kebenaran melalui ilmu pengetahuan.0

Filsafat adalah sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan


menanyakan sesuatu, mempertanyakan apa saja. Sesungguhnya filsafat adalah
suatu metode sikap bertanya untuk mendapatkan pengetahuan dari segala sesuatu
yang ditanyakan.0

Filsafat adalah tempat dimana pertanyaan-pertanyaan dikumpulkan,


diterangkan, dan diteruskan sehingga filsafat disebut juga sebagai ilmu tanpa

0
Ali Muhdi, dkk, Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi,
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hlm. 240.
0
Loekisno Chairil Warsito, dkk, Pengantar Filsafat, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2012), hlm. 8.
0
Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika Dalam Islam, (Yogyakarta: Narasi,
2008), hlm. 152.
0
A. Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 14.

6
batas. Filsafat tidak menyelidiki dari satu sisi saja, namun filsafat juga
menyelediki dari berbagai sisi yang menarik perhatian manusia.0

Filsafat adalah kegiatan bertanya dan mencari terus tanpa kenal lelah.
Filsafat tidak tidak membuat memperoleh pengetahuan dan erudisi, namun kita
hanya memperdalam ketidaktahuan saja.0

Menurut Rembrandt, filsafat adalah usaha-usaha bersama untuk mencari


suatu kebenaran.0

Jadi, filsafat merupakan suatu bentuk tindakan, kegiatan, sikap yang


berusaha ingin mengetahui suatu hakikat kebenaran dengan bertanya-bertanya
tanpa lelah agar dapat memperoleh kebenaran tersebut. Pertanyaan tersebut akan
dikumpulkan hingga dapat membuat pelakunya hanya akan memperdalam
ketidaktahuannya saja, namun semakin banyaknya ketidaktahuan yang mereka
produksi dan kumpulkan, maka hal tersebut akan membuatnya memperoleh
banyak materi untuk bertanya secara filsafat yang akan berusaha mencari tahu atas
pertanyaan yang dikumpulkannya hingga akhirnya para pelakunya memperoleh
pengetahuan juga kebenaran.

B. Landasan Ontologis Pancasila


Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: “On” yang berarti being
(yand ada), dan “logos” yang berarti ilmu atau logik. Jadi, ontologi adalah The
theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).0

Ontologi merupakan kajian filsafat tertua yang berupaya mencari inti yang
ada pada setiap kenyataan atau realitas yang sebenarnya. Ontologi memiliki objek
telaah yaitu Being (yang ada). Jadi ontologi membahas tentang apa saja yang ada
yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu yang bersifat universal.
0
Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm.
10.
0
K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, (Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 16.
0
Bryan Magee, The Story of Philoshopy: Edisi Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 2008),
hlm. 6.
0
Ibid., hlm. 7.

7
Adapun beberapa pendapat para ahli filsafat dalam mendefinisikan tentang
ontologi, sebagai berikut:

Menurut Suriasumantri, ontologi membahas tentang apa yang ingin kita


ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan: a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah; b) bagaimana wujud yang
hakiki dari obyek tersebut; dan c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.0

Aristoteles berpendapat bahwa ontologi merupakan ilmu yang menyelidiki


hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan
artinya dengan metafisika.0

Sedangkan Pandji Setijo mengemukakan bahwa ontologi adalah bidang


ilmu filsafat yang menyelidiki tentang segala hakikat dari segala realita yang ada
untuk menentukan kebenaran atau kenyataan yang sebagaimana dapat dicapai
dengan pengetahuan.0

Muljamil Qomar juga berpendapat dalam bukunya menjelaskan bahwa


ontologi adalah sebuah teori tentang “ada”, yaitu tentang realitas apa yang
dipikirkan yang menjadi objek pemikiran.0

Jadi, ontologi merupakan suatu kajian pada bidang filsafat yang terfokus
untuk membahas segala realitas yang ada (Being) secara total tanpa terikat oleh
satu perwujudan tertentu yang bersifat universal dan bersifat hakiki. Atau secara
dasarnya dapat dikatakan ontologi adalah “The theory of being qua being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan).”

0
Ignatus Wibowo dan B. Herry Priyono, Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz Magnis-
Suseno,
(Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 54.
0
Ali Muhdi, dkk, Merevitalisasi Pendidikan……., hlm. 249.
0
Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa: Dilengkapi
dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 57.
0
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam-Dari Metode Rasional hingga Metode
Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 1.

8
C. Landasan Epistemologi Pancasila
Istilah epistemologi sendiri berasal dari bahasa Yunani episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Kata
“episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai yang artinya
mendudukkan, menempatkan atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setepatnya. Epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan
(theory of knowledge; Erkentnistheorie).0

Pandji Setijo mengemukakan bahwa epistemologi merupakan bidang


filsafat yang membahas tentang sumber, batas, proses dan validasi pengetahuan
itu sendiri yang meliputi sarana dan cara menggunakan sarana dan sumber
pengetahuan untuk mencapai keberhasilan atau kenyataan rasional, kritis,
fenomologi dan positivis.0

Sedangkan Mujamir Qomar dalam bukunya menjelaskan bahwa


epistemologi adalah teori pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara
yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari objek yang akan
dipikirkan.0

Azyumardi Azra juga berpendapat bahwa epistemologi adalah ilmu yang


membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu
pengetahuan.0

Bisa dikatakan bahwa, epistemologi adalah salah satu kajian cabang dari
filsafat yang mendasari dasar-dasar tentang bagaimana ilmu pengetahuan bermula.
Jadi adalah pemikiran sistematik yang mendasar mengenai pengetahuan, dan
membahas tentang bagaimana asal mula pengetahuan, metode atau cara
memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
0
J. Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), hlm. 18.
0
Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila……., hlm. 57.
0
Mujamir Qomar, Epistemologi Pendidikan……., hlm. 1.
0
Ibid., hlm. 4.

9
D. Landasan Aksiologi Pancasila
Aksiologi disebut juga sebagai dengan teori nilai, yaitu sesuatu yang
diinginkan, disukai atau yang baik. Aksiologi membahas tentang tujuan ilmu
pengetahuan, untuk apa pengetahuan itu digunakan, bagaimana keterkaitannya
antara cara penggunaan ilmu tersebut sesuai kaidah moral dan bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral. Aksiologis
mencoba merumuskan teori yang konsisten untuk perilaku yang etis. Dalam qalbu
ia bertanya seperti “what is good?”.0

Lorens Bagus mengemukakan bahwa studi filosofis tentang hakikat nilai


yang dapat dijawab dengan 3 macam cara, a) nilai sepenuhnya sepenuhnya
berhakikat subyektif, b) nilai merupakan kenyataan, namun tidak terdapat dalam
ruang dan waktu, c) nilai-nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun
kenyataan.0

Menurut Pandji Setijo, aksiologi adalah bidang yang bersifat menyelidiki


tentang nilai, terutama nilai-nilai normatif.0

Mujamil Qomar juga berpendapat bahwa aksiologi adalah teori tentang


nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan serta fungsi dari objek yang
dipikirkan.0

Suriasumantri berpendapat bahwa aksiologi adalah teori nilai yang


berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.0

Jadi, aksiologi merupakan suatu bagian cabang filsafat yang


mendeskripsikan tentang kegunaan dan manfaat dari hasil yang diperoleh melalui
pemikiran-pemikiran saat memikirkan objek yang dipikirkan, aksiologi juga
mengacukan bagaimana dan seperti apakah nilai-nilai atau etika (moralitas) serta

0
Ibid., hlm. 6.
0
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 33-34.
0
Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila……., hlm. 57.
0
Mujamir Qomar, Epistemologi Pendidikan……., hlm. 1.
0
Ibid.

10
keindahan dari pengetahuan yang diperoleh dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia sesuai dengan kaidah.

E. Pancasila Sistem Filsafat


Syahrial Syarbaini dan Aliaras Wahid memberikan penjelasan Pancasila
sebagai filsafat sebagai berikut:

Pancasila sebagai sebuah filsafat, memiliki karakteristik tersendiri yang


berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan
sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain,
apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka
itu bukan Pancasila.

Untuk memahami apa yang dikemukakan Syahrial Syarbaini dan Aliaras


Wahid terebut maka kita akan membahasnya langkah demi langkah berkaitan
dengan pembahasan sebelumnya menngenai filsafat dan sistem. Berdasarkan
pembahasan sebelumnya mengenai filsafat dan sistem maka kita akan memaknai
Pancasila sebagai sistem filsafat ke dalam dua tahapan.

Pertama, memaknai Pancasila sebagai sistem filsafat dengan menitik


beratkan pada pemaknaan pada term filsafat. Pancasila sebagai sistem filsafat
dapat diartikan bahwa pancasila merupakan sebuah sistem pemikiran yang
mendalam mengenai Indonesia dalam segala hal. Pancasila merupakan perasan
pemikiran mengenai Indonesia yang diwujudkan dalam sila-sila. Artinya, untuk
melihat bagaimana Indonesia atau bagaimana Indonesia seharusnya kita bisa
melihat dan memaknai Pancasila. Bagaimana manusia-manusia Indonesia kita
dapat melihat dan memaknai Pancasila. Bagaimana melihat ekonomi, hukum,
budaya dan sebagainya. Segala sesuatu yang bersangkutan dengan Indonesia kita
dapat mengetahuinya dengan cara melihat dan memaknai Pancasila.

Kedua, memaknai Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat dengan


menitikberatkan pada term sistem. Sebagai sebuah sistem filsafat Pancasila
merupakan satu kesatuan utuh yang terbentuk dari bagian-bagian pembentuknya

11
yang berupa sila-sila, yang masing-masing sila-sila yang dimaksud mempunyai
fungsi sendiri-sendiri tetapi sangat berkaitan dan tidak bisa dilepaskan satu dan
lainnya sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan tujuan untuk mencapai tujuan
berdirinya Negara Republik Indonesia.0

Dari kedua uraian di atas, mengenai pemaknaan Pancasila sebagai sebagai


sistem filsafat, maka kita dapat memaknai Pancasila sebagai perwujudan
pemikiran terdalam bangsa Indonesia, bersifat menyeluruh dan utuh yang terdiri
dari bagian-bagian berupa sila-sila, dimana masing-masing sila tidak dapat
dilepaskan satu dan lainnya untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Republik
Indonesia.

Tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia tertuang dalam Pembukaan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan yang
dimaksud adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal tersebut untuk
mencapai sebuah cita-cita terwujudnya Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

0
Syahrial Syarbaini dan Aliaras Wahid, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PAMU
Universitas Esa Unggul, 2018), hlm. 46.

12
1. Filsafat merupakan suatu bentuk tindakan, kegiatan, sikap yang berusaha
ingin mengetahui suatu hakikat kebenaran dengan bertanya-bertanya tanpa
lelah agar dapat memperoleh kebenaran tersebut. Pertanyaan tersebut akan
dikumpulkan hingga dapat membuat pelakunya hanya akan memperdalam
ketidaktahuannya saja, namun semakin banyaknya ketidaktahuan yang
mereka produksi dan kumpulkan, maka hal tersebut akan membuatnya
memperoleh banyak materi untuk bertanya secara filsafat yang akan berusaha
mencari tahu atas pertanyaan yang dikumpulkannya hingga akhirnya para
pelakunya memperoleh pengetahuan juga kebenaran.
2. Ontologi merupakan suatu kajian pada bidang filsafat yang terfokus untuk
membahas segala realitas yang ada (Being) secara total tanpa terikat oleh satu
perwujudan tertentu yang bersifat universal dan bersifat hakiki. Atau secara
dasarnya dapat dikatakan ontologi adalah “The theory of being qua being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).”
3. Epistemologi adalah salah satu kajian cabang dari filsafat yang mendasari
dasar-dasar tentang bagaimana ilmu pengetahuan bermula. Jadi adalah
pemikiran sistematik yang mendasar mengenai pengetahuan, dan membahas
tentang bagaimana asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
4. Aksiologi merupakan suatu bagian cabang filsafat yang mendeskripsikan
tentang kegunaan dan manfaat dari hasil yang diperoleh melalui pemikiran-
pemikiran saat memikirkan objek yang dipikirkan, aksiologi juga
mengacukan bagaimana dan seperti apakah nilai-nilai atau etika (moralitas)
serta keindahan dari pengetahuan yang diperoleh dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia sesuai dengan kaidah.
5. Pemaknaan Pancasila sebagai sebagai sistem filsafat, maka kita dapat
memaknai Pancasila sebagai perwujudan pemikiran terdalam bangsa
Indonesia, bersifat menyeluruh dan utuh yang terdiri dari bagian-bagian
berupa sila-sila, dimana masing-masing sila tidak dapat dilepaskan satu dan
lainnya untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia.

13
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut:

1. Bagi Lembaga Pendidikan. Dengan mengetahui perkembangan dan kemajuan


pendidikan pada saat ini, perlu memperhatikan aspek-aspek pendidikan
Pancasila agar para peserta didik tidak hanya memahami ilmu-ilmu yang
modern tapi harus diimbangi dengan kecintaan terhadap dasar negara
Indonesia.
2. Sebagai seorang pendidik hendaknya bukan hanya bertindak sebagai
pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran,
agar membimbing generasi bangsa yang unggul serta cinta terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Bertens, K. 2005. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Teraju.

Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan
Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

14
Magee, Bryan. 2008. The Story of Philoshopy: Edisi Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius.

Muhdi, Ali. dkk. 2012. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu


Reformasi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Qomar, Mujamil. 2006. Epistemologi Pendidikan Islam-Dari Metode Rasional


hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.

Rachmat, Aceng. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana.

Setijo, Pandji. 2009. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan


Bangsa: Dilengkapi dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil
Amandemen. Jakarta: Grasindo.

Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika Dalam Islam. Yogyakarta:


Narasi.

Soemantri, Sri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:
Alumni.

Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan.


Yogyakarta: Kanisius.

Syarbaini, Syahrial dan Aliaras Wahid. 2018. Pendidikan Pancasila. Jakarta:


PAMU Universitas Esa Unggul.

Warsito, Loekisno Chairil. dkk. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press.

Wibowo, Ignatus dan B. Herry Priyono. 2006. Sesudah filsafat: esai-esai untuk
Franz Magnis-Suseno. Yogyakarta: Kanisius.

15

Anda mungkin juga menyukai