Anda di halaman 1dari 20

BERKENAAN DENGAN PROSES ARBITRASE DI BAWAH PERATURAN BADAN

ARBITRASE MARITIM SINGAPURA (NOMOR REFERENSI: SCMA/2017/004)

ANTARA:

PT SEGARA GLORIA ANUGRAH MARINE

PENGGUGAT

DAN

PT GEBARI MEDAN SEGARA

TERGUGAT

PENETAPAN DENGAN POKOK-POKOK ALASAN PADA PERMOHONAN TERGUGAT

UNTUK MEMAPARKAN PERKARANYA DALAM PERSIDANGAN TERLEPAS DARI

KETIDAKIKUT-SERTAANNYA DALAM PERSIDANGAN TERSEBUT

A: Latar Belakang:

1. Sebagaimana yang seharusnya telah diketahui oleh

Tergugat, Majelis sedang berada dalam proses pengeluaran

putusan persidangan ini ketika pada 30 September 2018,

Tergugat mengajukan permohonannya sebagaimana yang

tertera di alinea 3 dalam surat yang dikirim tim

pengacara Messrs Drew & Napier yang saat ini bertindak

atas nama Tergugat (“Permohonan”), yang bunyinya:

“… untuk memaparkan perkaranya melalui pengajuan

pembelaan, dokumen tertulis, dan bukti ke dalam

proses arbitrase ini, dan meminta dengan hormat agar


Majelis segera menyelenggarakan pertemuan untuk

memberikan arahan prosedural terkait dengan hal ini”

2. Pemberitahuan Arbitrase dikirimkan pada tanggal 19

Januari 2017 dan majelis terbentuk secara penuh pada

tanggal 1 November 2017. Persidangan telah berada dalam

proses pengeluaran putusan yang jika bukan karena

permohonan ini akan dikeluarkan tak lama setelah tanggal

2 Oktober 2018. Tanggal tersebut merupakan tenggat waktu

bagi Tergugat untuk menanggapi gugatan atas ganti rugi

Penggugat dalam Persidangan. Tergugat tidak ikut serta

dalam seluruh persidangan, mengabaikan dan tak memenuhi

seluruh perintah dan arahan Majelis, yang telah

dikirimkan dan diakui diterima oleh perwakilan Tergugat.

Majelis telah mempertimbangkan seluruh pokok persoalan,

membuat keputusan, dan menyusun draf putusan secara

lengkap dan penuh dan hanya akan mengubah ketetapan ini

jika Tergugat menanggapi gugatan atas ganti rugi

tersebut, yang pada saat itu kemungkinannya dianggap

sangat kecil.

B: Permohonan:

3. Dasar Permohonan dan penjelasan atas ketidakikutsertaan

Tergugat adalah sebagai berikut:

“… kesalahpahaman nyata terhadap dasar proses

arbitrase dan bukti serta dokumen yang ingin

diajukan oleh Tergugat akan menjadi dasar


pertimbangan penting dalam putusan, serta hasil,

arbitrase.”

Telah dipahami bahwa bahkan pada tahap-tahap akhir

persidangan, Majelis memiliki kuasa untuk mengizinkan

Tergugat memaparkan perkaranya dan pelaksanaan hal

tersebut tidak akan menyebabkan Penggugat mengalami

kerugian yang tidak dapat diganti secara materiil.

4. Tergugat mengajukan keberatan dengan dasar pertimbangan

bahwa terdapat alasan-alasan kuat atas mengapa Tergugat

harus didengarkan dan alasan tersebut dijelaskan di

alinea 18-20 dalam surat Tergugat. Salah satu pokok

penting dari alasan-alasan tersebut adalah pernyataan di

alinea 13 bahwa Tergugat, direktur dan bawahannya yang

berkaitan langsung dengan transaksi yakni Tn. Hugo dan

Tn. Jap:

“… tidak mengetahui bahwa Tergugat diwajibkan untuk,

dan oleh karenanya tidak, memaparkan perkaranya di

sidang arbitrase. Tergugat tidak pernah

berkonsultasi dengan pengacara manapun ataupun

mengunduh, membaca, atau mempelajari dokumen yang

dikirimkan kepada mereka.”

(ditambahkan penekanan)

5. Alasan ini diperkuat melalui klaim pada kurangnya

pengalaman arbitrase yang dapat dibuktikan melalui upaya

tak wajar Tergugat untuk melakukan komunikasi pribadi


dengan anggota Majelis yang ditunjuk oleh Pimpinan SCMA

atas nama Tergugat.

6. Di alinea 18 dan 19 dalam surat pengajuan Permohonan

Tergugat, dinyatakan bahwa:

“18. Tergugat baru mulai berkonsultasi dengan

pengacara sehubungan dengan proses arbitrase ini

pada awal September 2018. Tergugat tidak

mengesampingkan hak istimewanya untuk berkomunikasi

dengan pengacara.

19. Setelah berkonsultasi dengan para pengacaranya

dan setelah mereka mengajukan permohonan, Tergugat

segera melakukan hal yang diperlukan untuk

mengumpulkan fakta-fakta dan dokumen-dokumen, dan

hal ini memerlukan waktu yang cukup lama.”

(penekanan ditambahkan)

7. Di alinea 22-27 dalam suratnya, Tergugat merujuk pada

prinsip dan kewenangan hukum yang mutlak sebagai

pendukung dalil pokok mereka bahwa suatu pihak harus

diberikan kesempatan yang adil untuk didengarkan

pendapatnya dan untuk memaparkan perkaranya serta untuk

menanggapi gugatan yang diajukan kepadanya. Pengulangan

kutipan (yang tidak diberikan) dan prinsip adalah suatu

hal yang tidak perlu – Majelis dalam pendapatnya dan

dalam seluruh tahap persidangan, termasuk pada saat ini,

secara jelas menjamin dan memastikan bahwa Tergugat


memiliki kesempatan untuk didengarkan pendapatnya dan

memaparkan perkaranya.

8. Tergugat berupaya untuk membuktikan pokok pikiran bahwa:

“dokumen dan bukti yang ingin diajukan Tergugat akan

menjadi dasar pertimbangan penting dalam putusan, serta

hasil, arbitrase” yang terdapat di alinea 25-30 dalam

surat Tergugat adalah benar. Dipandang dari segi apapun,

bagian dari surat penunjang Permohonan tersebut tidak

dapat menunjukkan bahwa, bahkan setelah menekankan

“dokumen dan bukti pembelaan untuk menanggapi gugatan

Penggugat”, Tergugat akan mengalami “kerugian serius dan

materiil” jika Tergugat tidak diperbolehkan untuk

mengajukannya akan berakibat pada. Hal ini telah dipahami

jelas oleh Majelis, dimana dalam proses pembuatan

keputusannya yang didasari oleh hak dan kepatutan

Tergugat untuk membatalkan Perjanjian, Majelis tidak

terkesan maupun tergerak oleh tuduhan yang berusaha

disangkal oleh Tergugat.

9. Tergugat mengklaim bahwa penundaan proses arbitrase

dengan mengizinkan Tergugat untuk memaparkan pembelaannya

(yang tidak mereka jelaskan) untuk kemudian ditanggapi

oleh Penggugat jangka waktunya tak akan melebihi 3-4

bulan. Telah disebutkan melalui rujukan pada kewenangan

yang tertera dalam alinea 35 dari surat Tergugat bahwa

Majelis harus menyeimbangkan kerugian yang dapat

diakibatkan oleh penundaan untuk melihat dan meninjau


seluruh bukti penting yang diajukan. Dinyatakan dalam

alinea 36:

“36. Tergugat dengan hormat mengatakan bahwa

penundaan singkat pada putusan perkara ini akan

membuat Tergugat dapat memberikan gambaran lengkap

mengenai fakta-fakta, bukti, dan kewenangan yang

akan menjadi pertimbangan penting dalam perkara ini

serta hasil persidangan, dan penetapan perintah

ganti rugi yang wajar akan menyeimbangkan kasus ini

dengan tepat.“

10. Pada akhirnya, harus dicatat bahwa Tergugat, meski

terlambat, telah memenuhi seluruh ketentuan finansial

dengan membayar uang jaminan yang telah ditentukan kepada

mereka yang akan digunakan Majelis terkait dengan

persidangan dan Permohonan ini. Faktor keterlambatan

pemenuhan kewajiban ini tidak berpengaruh besar pada

putusan Majelis yang akan difokuskan pada kejujuran dan

kepatutan yang mendasari Permohonan ini. Adalah hal yang

jelas dan nyata bahwa Tergugat telah diperingatkan dan

diberikan pemahaman bahwa jika mereka pada akhirnya tidak

memenuhi kewajiban di atas, Penggugat akan memiliki

alasan tambahan yang kuat untuk menolak Permohonan ini.

C: Arahan Majelis untuk penetapan Permohonan:

11. Pada tanggal 1 Oktober 2018, Majelis mengirimkan arahan

tertulis kepada para pihak yang isinya:


“Adalah hal yang jelas dan nyata bagi semua pihak

bahwa, dalam pembuatan keputusan dalam persidangan,

Majelis akan mewajibkan para pihak untuk membayar

uang jaminan tambahan dan mempublikasikan putusannya

setelah berakhirnya tenggat waktu bagi Tergugat

untuk mengajukan permohonan atas ganti rugi, yakni

pada tanggal 2 Oktober 2018 pukul 17.00 Waktu

Singapura.

Dalam keadaan ini, Majelis menyarankan Penggugat

untuk memberikan tanggapan atas surat tersebut meski

hanya berisikan garis besar sikap dan pendapat

Penggugat yang harus diserahkan paling lambat pada

tanggal 2 Oktober 2018 pukul 17.00 Waktu Singapura.”

12. Tergugat menanggapi arahan tersebut melalui surel pada

tanggal 2 Oktober 2018, yang menyatakan bahwa Tergugat

memohon lebih lanjut agar batas waktu bagi Tergugat untuk

mengirimkan dokumen tanggapan mereka terhadap gugatan

ganti rugi ditangguhkan seraya menunggu keputusan

permohonan Tergugat tanggal 30 September 2018. Tergugat

berpendapat bahwa hasil permohonan mereka akan menjadi

bahan pertimbangan atas gugatan ganti rugi.

13. Penggugat menanggapi Permohonan sebagaimana yang

diarahkan oleh Majelis melalui surel yang dikirimkan di

hari tersebut. dalam surel terlsebut terlampir surat

bertanggal 2 Oktober 2018 serta berbagai lampiran

penunjang lainnya. Pada tanggal 3 Oktober 2018, Tergugat


menunjukkan keinginannya untuk menanggapi surat Penggugat

melalui surat bertanggal 9 Oktober 2018.

14. Pada tanggal 4 Oktober 2018, Majelis memberikan arahan

penting lebih lanjut terkait Permohonan ini, yang isinya:

“telah diperintahkan dan diarahkan bahwa:

1. Tergugat diizinkan untuk membalas tanggapan Penggugat

atas permohonannya pada atau sebelum tanggal 9 Oktober

2018 pukul 17.00 Waktu Singapura. Menimbang pentingnya

permohonan ini berkenaan dengan keberadaan pembelaan

terhadap gugatan yang diajukan dalam persidangan,

Majelis berpendapat bahwa pengiriman tanggapan tersebut

dari Tergugat adalah suatu hal yang wajar dan adil.

Tanggapan tersebut harus berisikan dasar pembelaan

mereka yang terperinci dan terartikulasi dengan baik

(tanpa mengabaikan paparan pembelaan penuh yang ingin

mereka ajukan berikutnya, jika diizinkan oleh Majelis)

agar Majelis dapat memahami perkaranya dan dapat

mempertimbangkan argumen bahwa Tergugat memiliki alasan

kuat untuk memaparkan perkaranya.

2. Bahwa sehubungan dengan pernyataan yang dibuat mengenai

pengetahuan, pemahaman, dan tindakan Tn. Hugo dan Tn.

Jap sebagaimana yang dijelaskan dalam alinea 10-20

dalam Surat Permohonan bertangggal 30 September (yang

ditentang oleh Penggugat dan dinyatakan sebagai

“seluruhnya tidak benar – yang juga mempertentangkan

pertimbangan Majelis saat ini untuk menyelesaikannya”),


dan pernyataan tersebut, apabila masih dianggap benar

oleh Tergugat, harus diverifikasi melalui afidavit dan

pernyataan Tn. Hugo yang dibuat dibawah sumpah yang

harus dikirimkan pada tanggal dan jam yang sama dengan

yang ditentukan di paragraf 1 diatas, yakni pada atau

sebelum tanggal 9 Oktober 2018 pukul 17.00 Waktu

Singapura.

3. Bahwa Penggugat harus diizinkan untuk menanggapi

balasan tergugat namun tanggapan tersebut dibatasi pada

tanggapan singkat terhadap dasar pembelaan yang

diajukan pada permohonan Tergugat, apabila hal tersebut

disarankan oleh penasihat hukumnya, yang harus

dikirimkan pada atau sebelum tanggal 12 Oktober 2018

pukul 17.00 Waktu Singapura.

15. Tujuan, kekhawatiran, dan persyaratan Majelis atas

keputusan Permohonan yang adil akan terlihat jelas

(terlebih pada firma hukum terkemuka dan berpengalaman di

bidang arbitrase internasional yang saat ini mewakili

Tergugat) dari kalimat-kalimat yang tertulis dalam

arahannya. Meski demikian, Majelis harus

mengartikulasikan alasan dan tujuan dari arahan yang

tertera di alinea 2 dengan baik karena Tergugat jelas-

jelas tidak memenuhi persyaratan Majelis dengan sengaja.

Majelis melalui penanganannya terhadap perkara ini telah

mengetahui bahwa pernyataan yang dikutip di alinea 4 dan

6 dari Putusan di atas, dihadapan bukti yang telah


disajikan kepadanya, adalah salah dan tidak benar.

Penggugat, melalui surat bertanggal 2 Oktober 2018 di

alinea 8 dan 9 sebagai tanggapannya atas permohonan

Tergugat, telah menentang dan menyatakan hal tersebut

adalah tidak benar. Pernyataan yang dibuat oleh Tergugat

sebagaimana dikutip di atas merupakan hal yang pokok dari

penjelasan Tergugat atas mengapa mereka tidak ikut serta

dalam persidangan atau mengapa mereka tidak mengambil

kesempatan yang berkali-kali datang kepada mereka untuk

menanggapi dan mengajukan pembelaan atas gugatan yang

diajukan. Pernyataan tersebut penting untuk mematahkan

argumen Penggugat bahwa Permohonan ini adalah upaya

strategis yang tidak bonafit dari tergugat untuk

mengganggu dan menunda-nunda hasil persidangan, yang

dibuat di saat-saat akhir ketika para pihak telah

diberitahukan bahwa putusan akan dikeluarkan segera

setelah tanggal 2 Oktober 2018. Dalam keadaan tersebut,

Majelis menganggap bahwa Majelis harus menyelesaikan

masalah pokok permohonan ini yakni benar atau tidaknya

pernyataan yang dibuat Tergugat dan memberikan kesempatan

kepada Tergugat melalui direktur dan pegawainya untuk

menjelaskan dan memberikan verifikasi dibawah sumpah dan

pengesahan mengenai fakta dan penjelasan yang mereka

berikan terkait dengan ketidakikutsertaan Tergugat dan

alasan mengapa Tergugat baru mengajukan Permohonan

sekarang. Verifikasi yang diberikan di bawah sumpah atau


pengesahan, agar pembuat pernyataan dapat dihukum secara

pidana jika pernyataan yang mereka berikan salah atau

tidak benar, akan menjadi bahan pertimbangan penting bagi

Majelis untuk menerima fakta-fakta yang ada. Sebaliknya,

keengganan nyata dari Tn. Hugo untuk memberikan

verifikasi atas pernyataan yang diberikan dibawah arahan

jelas dan spesifik (dan yang kemudian telah diperkuat) di

bawah sumpah atau pengesahan (dengan seluruh hal lain

yang diasjikan oleh Penggugat) mengindikasikan bahwa

fakta-fakta yang dinyatakan Tergugat di bawah dan di atas

adalah tidak benar.

D: Penyerahan dokumen lebih lanjut oleh para pihak:

16. Dari tanggapan Penggugat terhadap Permohonan melalui

surat bertanggal 2 Oktober 2018 (beserta materi-materi

penunjang lainnya) dapat disimpulkan bahwa:

a. Tergugat mealui direkturnya Tn. Eisen Hugo telah

diberitahukan mengenai setiap dan seluruh langkah

persidangan dan instruksi Tn Eisen Hugo kepada tim

pengacara Indonesianya untuk bersandar pada fakta

persidangan serta untuk melakukan pembelaan diri pada

proses pengadilan di Indonesia berkenaan dengan

kepemilikan kapal menunjukkan bahwa pernyataan yang

dinyatakan Tergugat melalui direktur atau pegawai

mereka terhadap dasar proses arbitrase dan “tidak

memahami makna kata arbitrase atau arbiter” adalah


tidak benar. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa versi

peristiwa yang tertera di alinea 10-20 dari surat

permohonan Tergugat adalah tidak benar – khususnya

bagian dimana Tergugat tidak menerima nasihat hukum

sampai bulan September 2018; dan bahwa Tergugat tidak

memahami penunjukan dan peran Tn. Pedersen sebagai

arbiter yang ditunjuk Pimpinan SCMA atas nama mereka

(yang telah menjadi jelas melalui tanggapan Tn.

Pedersen dan sarannya kepada Tn. Hugo agar ia

berpartisipasi dalam persidangan arbitrase).

b. Tergugat telah diberikan kesempatan penuh untuk

didengarkan pendapatnya. Namun Tergugat memilih untuk

tidak melakukannya melalui keputusan taktis yang mereka

sengaja buat. Penggugat telah memberikan persetujuan

substansial sebagaimana yang tertera dalam alinea 13-15

dalam suratnya, sebagai dukungan atas pendapat

Penggugat terhadap dasar kesempatan untuk menjelaskan

perkara yang wajib untuk dijelaskan dan kesempatan

tersebut tidak boleh melebihi hak tak terbatas untuk

mengajukan permohonan sebagaimana dan ketika suatu

pihak menginginkannya. Majelis tidak perlu melakukan

pemeriksaan pada persetujuan yang diberikan untuk dapat

membuktikan bahwa pendapat yang diberikan Penggugat

adalah benar secara keseluruhan.

c. Terkait dengan keseimbangan ganti rugi yang mengemuka

karena persetujuan atau penolakan Permohonan, Penggugat


berpendapat bahwa Penggugatlah yang akan benar-benar

dirugikan “apabila permintaan berlebihan Tergugat untuk

mengulang proses arbitrase dan memulainya lagi dari

awal dikabulkan”. Majelis tertarik akan pernyataan yang

tertera di alinea 16 dalam surat Penggugat yakni

mengenai perkara-perkara yang berkenaan dengan

pengabulan atau penolakan penundaan atau perubahan pada

pembelaan yang, walaupun tidak berkaitan secara

langsung, menunjukkan perlunya Majelis mempertimbangkan

permohonan-permohonan serupa lainnya untuk meninjau

bagaimana dan kenapa kebutuhan akan Permohonan muncul;

hasil-hasil yang dimungkinkan yang terkait dengan suatu

keputusan. Jika Permohonan untuk mengulang proses

arbitrase yang hampir selesai dikabulkan maka hal

tersebut akan mengarah kepada konsekuensi yang tak

terhindarkan yakni penundaan, kerugian, serta

terbuangnya biaya ketika pembelaan yang diajukan tak

memiliki dasar kuat dan penundaan tersebut hanya akan

menguntungkan Tergugat.

17. Tanggapan Tergugat melalui surat bertanggal 9 Oktober

2018, yang disertai oleh materi-materi penunjang lain dan

pernyataan Tn. Hugo yang tidak dibuat di bawah sumpah

atau pengesahan dan oleh karenanya tidak sesuai dengan

arahan Majelis tanggal 4 Oktober 2018 (sebagaimana yang

seharusnya dipahami oleh Tergugat dan pengacaranya),

menyatakan kembali bahwa dasar utama dari Permohonan yang


diajukan adalah bahwa Tergugat tidak ikut serta dalam

proses Arbitrase adalah karena kesalahpahaman nyata

perwakilan Tergugat terhadap dasar proses arbitrase.

a. Surat tersebut menyatakan pendapat lanjutan untuk

mendukung argumen kesalahpahaman yang dapat disimpulkan

diakibatkan oleh: menyerahkan perkara kepada pengacara

di Indonesia; tidak memiliki penasihat hukum internal;

sebagaimana yang ditunjukkan melalui upaya tak wajar

lain untuk menghubungi Tn. Pedersen, tidak diunduhnya

dokumen perkara dari tautan yang telah disediakan.

Tergugat menekankan bahwa mereka tidak memahami dasar

dari proses arbitrase dan tidak memiliki keuntungan

atau tujuan apapun dari ketidakikutsertaannya dalam

proses arbitrase ; dan bahwa “sebagaimana yang akan

dijelaskan di bawah”, Tergugat “memiliki alasan yang

kuat untuk mempertentangkan gugatan Penggugat”.

Tergugat bersandar pada tindak perbaikan atas

pelanggaran kewajibannya dan pemenuhan mereka terhadap

arahan Majelis terkait dengan pembayaran uang jaminan

mereka untuk menunjukkan bahwa mereka bertindak secara

bonafit dalam pengajuan Permohonan ini.

b. Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak akan

mengalami kerugian yang tak dapat diganti secara

materiil dan menerangkan mengenai persetujaun yang

diberikan oleh Penggugat dalam hal tersebut. Majelis

telah mempertimbangkan persetujan yang didapatkan dan


pernyataan Tergugat mengenai apa yang telah

diperlihatkan dalam perkara ini dan bagaimana fakta-

fakta yang disajikan berbeda dari perkara instan.

Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak mengajukan

keberatan terhadap lamanya penundaan apabila Permohonan

ini dikabulkan dan tidak menjelaskan mengapa penundaan

selama 3-4 bulan akan mengakibatkan kerugian tak

tergantikan bagi Penggugat.

c. Berkenaan dengan keberadaan pembelaan yang akan

diajukan dan dipertimbangkan, yang oleh Penggugat

dinyatakan membutuhkan pengabulan Majelis atas

Permohonan ini, telah disebutkan di alinea 28-29 dari

surat ini bahwa:

“28. … perkara Tergugat, secara singkat, adalah

bahwa Penggugat tidak memiliki hak terhadap

penyerahan atau terhadap ganti rugi atas kehilangan

penggunaan dan/atau penahanan tidak sah Kapal.

29. Alasannya adalah sederhana; Tergugat mengikatkan

diri kedalam Perjanjian Sewa Kapal Pertamina setelah

menerima persetujuan tegas Penggugat berdasarkan

Surat Kuasa (Power of Attorney – “POA”) bertanggal 3

September 2015 yang ditandatangani Penggugat untuk

kepentingan Tergugat. POA tersebut telah dibubuhi

oleh stempel resmi perusahaan Penggugat dan

ditandatangani atas nama Penggugat oleh Tn Mohsen

Mandani. Salinan POA tersebut telah dilampirkan.”


d. Tergugat menyajikan POA dan pendapatnya di alinea 32

dari surat Tergugat:

“32. Penggugat menyangkal bahwa Tergugat mengikatkan

diri kedalam Perjanjian Sewa Kapal Pertamina atas

persetujuan tegas Penggugat. Jadi, apabila Tergugat

diizinkan untuk memaparkan perkaranya, maka

pembuktian mengenai apakah Tergugat mengikatkan diri

kedalam Perjanjian Sewa Kapal Pertamina atas

persetujuan Penggugat berdasarkan POA atau tidak

adalah hal yang harus diputuskan oleh Majelis.”

e. Telah dinyatakan bahwa apabila Tergugat ternyata adalah

pihak yang benar terkait dengan hal-hal ini:

“33. … maka hal itu akan menjadi pertimbangan

materiil pada dan akan benar-benar mengubah

kompleksitas pokok masalah, serta putusan, arbitrase

setidaknya karena tiga alasan dibawah.

34. Pertama, itu akan meruntuhkan gugatan Penggugat

bahwa mereka berhak untuk membatalkan Perjanjian.

35. Kedua, itu akan meruntuhkan gugatan Penggugat

atas penyerahan Kapal.

36. Perintah untuk menyerahkan Kapal adalah ganti

rugi yang setimpal. Perintah untuk mengirimkan Kapal

tidak akan akan dibuat jika Tergugat tidak akan

mungkin dapat memenuhi perintah tersebut, atau

ketaatan terhadap perintah tersebut akan sangat


menyulitkan Tergugat, meski Penggugat tidak

menyebabkan kesulitan tersebut.

37. Dalam hal ini, akan menjadi tidak mungkin,

selain itu akan sangat menyulitkan, bagi Penggugat

untuk menyerahkan Kapal karena Kapal tersebut telah

disewakan kepada Pertamina.

38. Majelis tidak akan mengacuhkan fakta bahwa

bukanlah kewenangan Penggugat bahkan ketika Tergugat

mengikatkan diri kedalam Perjanjian Sewa Kapal

Pertamina atas persetujuan tegas Penggugat, untuk

menentukan bahwa Penggugat akan tetap berhak atas

penyerahan Kapal. Alasannya adalah sederhana:

Penggugat mengakui bahwa bukan hanya Tergugat yang

akan diperintahkan untuk menyerahkan Kapal.

39. Ketiga, itu akan meruntuhkan gugatan Penggugat

yang didasari oleh klaim bahwa Tergugat telah

menyalahgunakan dan/atau menahan Kapal secara tidak

sah.”

f. Tergugat kemudian mencantumkan berbagai prinsip hukum

detinu dan konversi dalam hukum Singapura, yang benar-

dipertimbangkan secara mendalam oleh Majelis dalam

pertimbangan atas perkara mereka di dalam persidangan

sejauh ini dan dalam menyusun Putusannya yang sedang

berada dalam proses ketika Permohonan ini dibuat.

Tergugat menyimpulkan kerangka pembelaan yang


diinginkan jika mereka diizinkan untuk memaparkannya

dengan berargumen:

“47. Dalam hal ini, dan sebagaimana yang disebutkan

diatas, apabila Tergugat mengikatkan diri kedalam

Perjanjian Sewa Kapal Pertamina dengan persetujuan

tegas Penggugat melalui POA, maka hal tersebut akan

membuat gugatan Penggugat atas detinu dan konversi

menjadi tidak dapat dilanjutkan secara hukum dan

faktual. Hal ini disebabkan oleh setidaknya dua

alasan.

48. Pertama, Penggugat tidak akan dapat membuktikan

bahwa mereka memiliki kedudukan hukum yang

diperlukan untuk mengajukan gugatan atas detinu dan

konversi karena Penggugat tidak memiliki hak atas

kepemilikan langsung Kapal serta Penggugat merupakan

pemilik nyata dari Kapal pada waktu materiil.

49. Kedua, Penggugat tidak akan dapat membuktikan

tindakan melanggar hukum yang dilakukan Tergugat.

Penggugat mengirimkan Kapal kepada Tergugat selagi

mengetahui, dan menyetujui, bahwa Tergugat akan

menyewakan Kapal kepada Pertamina, Penggugat oleh

karenanya tidak dapat mengatakan bahwa penyewaan

Kapal kepada Pertamina adalah hal yang melanggar

hukum dan/atau tidak mereka setujui. Dengan kata

lain, pengikatan diri Tergugat kedalam Perjanjian

Sewa Kapal Pertamina tidak dapat dianggap sebagai


perbuatan melanggar hukum dan dipergunakan untuk

keperluan pengajuan gugatan atas detinu atau

konversi karena dilakukan atas izin Penggugat.”

18. Penggugat menaggapi klaim-klaim dasar pembelaan tersebut

melalui surat beserta materi-materi pendukung lainnya

bertanggal 12 Oktober 2018. Tanggapannya dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Satu-satunya poin yang dinyatakan dalam pembelaan

gugatan atas penyerahan dan ganti rugi atas penahanan

tidak sah (detinu) adalah tuduhan tak berdasar yang

telah dimentahkan melalui korespondensi yang dilakukan

di bulan Maret 2017 dan Agustus 2017. Bahkan jika POA

yang mendasari pembelaan Tergugat telah diberikan,

surat tersebut hanya akan memberian izin bagi Tergugat

untuk ikut serta secara sebagian sebagai pembeli

putatif Kapal dalam proses lelang yang diselenggarakan

oleh PT. Pertamina (Persero), hasil lelang tersebut

hanya akan disahkan apabila MOA (Nota Kesepahaman)

telah diselesaikan secara lengkap. Poin ini diperinci

lagi di alinea 11-12 dari surat Penggugat dan Majelis

telah mempertimbangkan persyaratan POA secara berhati-

hati. Penggugat menyatakan bahwa bahkan dengan

memparipurnakan perkara Tergugat, dengan menganggap

bahwa POA memberikan kuasa kepada mereka untuk

melaksanakan Perjanjian Sewa Kapal Pertamina,

persyaratan dari dokumen yang telah ditandatangani itu


adalah jelas bahwa Penggugatlah (yang berhak atas nama

“Pemilik/Pemilik Disponen”) yang akan menikmati manfaat

penuh dari Perjanjian Sewa Kapal Pertamina dan bukannya

Tergugat. Poin ini diperinci lagi di alinea 13 dan 14

dari surat Penggugat dan di alinea 15 dinyatakan:

“singkatnya, apabila persyaratan Perjanjian Sewa

Kapal Pertamina dibaca secara wajar, hak Penggugat

untuk memperoleh kembali kepemilikan Kapal tidak

dapat diganggu-gugat. Dalam pernyataan kami dan

dalam peristiwa apapun, Penggugat berhak secara

hukum untuk membatalkan hak yang sebelumnya dimiliki

Penggugat untuk memegang kepemilikan Kapal (apabila

hak, yang telah terbantahkan, tersebut benar-benar

ada) mengingat pola perilaku mengulur-ulur Penggugat

yang selalu menolak permintaan sah Penggugat untuk

mengembalikan asetnya [lihat Tat Seng Machine Movers

Pte Ltd v. Orix Leasing Singapore Ltd [20091 4 SLR

(R) 1101 (Tat Seng), alinea 49-54].”

b.

19.

Anda mungkin juga menyukai