Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kepribadian I

Dosen Pengampu: Liany Luzvinda, M.Si

Disusun Oleh:

(Kelompok 1) - 3D

Cendrawasih Devnanda (11220700000131)


Fatimah Syafiah A. (11220700000134)
Khairunnisa Wulan Syabani (11220700000234)
Sebastian Mehitabel (11220700000225)
Ulfa Dwiningsi (11220700000044)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada Illahi Yang Maha Esa yang sudah menyampaikan rahmat
serta karunia-Nya pada penyelesaian makalah berjudul "Sejarah Singkat Psikologi Kepribadian"

Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah
Psikologi Kepribadian.

Ucapan terima kasih kami sampaikan pada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya makalah ini. Demikian banyak pihak yang turut dan membantu sehingga tidak
dapat kami sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan, seluruh bantuan dan amal baiknya mendapat
imbalan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Kami percaya tidak ada
yang akan terjadi karya manusia yang sempurna. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat membantu demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini menjadi makalah yang bisa memberikan sumbangan atau kajian yg
bermanfaat bagi pendidikan pada sekolah serta masyarakat.

Ciputat, 14 September 2023

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................2


DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I ...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang ......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ..............................................................................................................................5
A. Sejarah Singkat Psikologi Kepribadian.................................................................................5
B. Masalah Mendasar Terkait Kepribadian ............................................................................19
C. Kepribadian dalam Konteks Psikologi ................................................................................24
BAB III ..........................................................................................................................................28
PENUTUP .....................................................................................................................................28
A. Kesimpulan .........................................................................................................................28
B. Saran ....................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah psikologi kepribadian melibatkan perkembangan pemikiran dan penelitian
tentang cara individu berperilaku, berpikir, dan merasa. Ini adalah cabang penting dari
psikologi yang telah berkembang selama berabad-abad. Sejumlah ilmuwan dan filosofis
yang muncul pada awal abad ke-20 memungkinkan lahirnya psikologi kepribadian.
Sigmund Freud, sangat yakin dengan buku utamanya ‘The Interpretation of Dreams’, pada
tahun 1900. Pada tahun 1930-an, teori kepribadian modern mulai terbentuk. Psikologi
kepribadian baru berusia sekitar satu abad, namun akarnya sudah ada sejak sejarah
manusia. Perkembangan psikologi kepribadian dapat dilihat dalam hubungan historis satu
sama lain dalam kaitannya dengan konteks sosial dan budaya yang lebih luas.

Sejarah psikologi kepribadian mencerminkan perkembangan pemikiran dan teori


tentang cara individu membentuk dan mengekspresikan diri mereka. Ini merupakan bidang
yang terus berkembang dan terus mengalami perkembangan baru dalam pemahaman
kepribadian manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat psikologi kepribadian?
2. Apa saja masalah mendasar terkait kepribadian?
3. Apa maksud dari kepribadian dalam konteks psikologi?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan sejarah singkat psikologi kepribadian.
2. Menjelaskan apa saja masalah mendasar terkait kepribadian.
3. Menjelaskan tentang kepribadian dalam konteks psikologi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Psikologi Kepribadian


1. Charles Darwin Menerbitkan ‘Origin of Species’ (1859)
Darwin menyatakan bahwa makhluk hidup yang memiliki ciri yang sama
atau homolog berasal dari leluhur yang sama dan evolusi menjadikan mereka
berlainan pada saat ini. Darwin mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari
awal yang tunggal. Awal yang tunggal ini adalah makhluk hidup bersel satu yang
terdiri dari asam amino dan air (Helmi, 2017).

Charles Darwin berpendapat bahwa karakter individu diwariskan oleh gen


kepada keturunannya dari generasi ke generasi. Individu yang tidak beradaptasi
dengan baik tidak akan bertahan. Menurut teori Darwin, manusia tunduk pada
hukum alam, maka para ilmuwan mulai mempelajari perilaku manusia secara
sistematis.

2. Perang Sipil Amerika (1861 - 1865)

Secara historis, perang saudara ini menentukan hidup dan matinya Amerika
Serikat sebagai suatu negara dan bangsa. Karena merupakan penghapusan
perdagangan budak di negara bagian selatan. Perang saudara di Amerika serikat
tahun 1861 - 1865 dilatarbelakangi keinginan wilayah Amerika Serikat bagian utara
menghapuskan perbudakan, 11 negara bagian di wilayah Amerika Serikat bagian
selatan segera memisahkan diri, sebagai penolakan atas dihapuskannya sistem
perbudakan. Penyerangan benteng Fort Sumter pada 12 April 1861 oleh pihak
Konfederasi membuat perang digencarkan oleh pihak Union pada tanggal 21 Juli
1861 di daerah Virginia bertujuan untuk menghancurkan 3 benteng pertahanan
yang kuat wilayah Amerika Serikat bagian selatan yang berada di Virginia dan dua
lainnya adalah Vicksburg dan Chattanooga. Pada juli 1863 pihak Union berhasil
menduduki Vicksburg dalam pengepungan selama enam minggu. Pertemuan
Jenderal Lee dan Grant pada 9 April 1865 di gedung pengadilan Appomattox,

5
Virginia, membuat Lee menyerah pada pasukan Grant di pengadilan Appomattox,
dan berakhirlah perang saudara antara pihak federasi dan konfederasi.

3. Francis Galton mulai mengukur perbedaan individu (1880-an)

Kesadaran akan perbedaan individual, pengakuan bahwa individu tidaklah


sama satu dengan yang lainnya, tampak secara eksplisit ketika studi mengenai hal
yang dimulai oleh Sir Francis Galton (1822-1911) dengan mendirikan laboratorium
antropometrisnya guna mengembangkan pengukuran terhadap berbagai
keterampilan sensori dan motorik. Galton yakin tes - tes pembedaan indrawi bisa
berfungsi sebagai sarana untuk mengukur kecerdasan seseorang. Menurut Galton,
perbedaan - perbedaan individu dapat dikodekan dengan bahasa.

4. Imigrasi besar - besaran ke Amerika dimulai (1880-an)

Dalam sejarah imigrasi di Amerika terdapat istilah yang sangat populer


untuk menggambarkan proses asimilasi di kalangan para imigran yang memiliki
beragam latar belakang budaya yang beragam ke dalam masyarakat Amerika.
Anglo-conformity, demikian istilah itu biasa disebut, sebenarnya bukanlah sebuah
proses asimilasi “alami”; namun lebih seperti “asimilasi yang dipaksakan”, sebuah
proses “dominant-conformity”. Hal ini untuk menggambarkan bagaimana para
imigran dari beragam latar belakang budaya dan etnis selain Anglo-Saxon
Protestant. Mereka dibuat menjadi orang Amerika dengan itikad dan kesediaan
untuk meyakini Kebebasan Amerika (Rujito, 2008).

5. Perempuan mencari hak untuk memilih (1900 - 1921)

Abad 20 dianggap sebagai zaman puncak kebangkitan tersebut, dimana


perempuan mulai aktif di berbagai bidang yang selama ini didominasi oleh lelaki.
Slogan persamaan hak di antara lelaki dan perempuan semakin nyaring terdengar.
Perbedaan kelamin bukan penghalang dalam persamaan hak pada aspek-aspek
kehidupan yang lain. Tahun 1920 yang berintikan pembaharuan gerakan moral,
konsep perempuan utama dan hak memilih bagi perempuan dalam pemilu (Amin,
2015).

6. Sigmund Freud menerbitkan ‘The Interpretation of Dreams’ (1900)

6
Penelitian tentang mimpi menjadi alasan Freud untuk mengarahkan
perhatiannya kepada fenomena-fenomena psikis seperti lelucon, perbuatan keliru,
lupa, dan sebagainya yang merupakan fenomena dari kehidupan sehari-hari. Dalam
analisisnya, Freud menyatakan bahwa mimpi seseorang dikaitkan dengan
keinginan-keinginan yang terpendam, yang selalu digambarkan dalam bentuk ilusi
dan simbol-simbol. Freud menarik kesimpulan bahwa teori dan peranan mimpi
adalah bahwa mimpi merupakan hasil patologis yang merupakan penjelmaan dari
angan-angan atau keinginan yang tidak dapat direalisasikan. (Nafi’a, 2023).

7. Binet dan Simon memulai tes kecerdasan valid pertama (1905)

Di Perancis, atas desakan pentingnya membedakan antara anak yang


mampu dari yang tidak mampu belajar, Alfred Binet (1857-1911) menyusun alat
pengukuran intelegensi pertama pada pada tahun 1905 yang ternyata merupakan
nenek moyang berbagai tes intelegensi dan tes kemampuan psikologis lain yang
banyak dikenal sekarang (Purwanto, 2010).

Masalah pada tes kecerdasan praktis pertama yang dipublikasikan tahun


1905, menekankan pada kemampuan untuk menilai, memahami, dan menalar.
Revisi tes, yang meliputi sebagian besar subtes dikelompokkan berdasarkan tingkat
usia dari 3-13 tahun, dipublikasikan pada tahun 1908. Dalam pemberian skor skala
kecerdasan Binet-Simon edisi revisi 1908, konsep usia mental (mental age)
diperkenalkan sebagai cara menghitung keseluruhan kinerja seseorang pada tes itu.
Revisi skala Binet - Simon lebih lanjut, yang dipublikasikan setelah kematian Binet
tahun 1911, diperluas menjadi tes untuk tingkat dewasa (Wicaksana, 2021).

8. Ivan Pavlov bekerja pada pengkondisian sistem saraf (1906)

Pada tahun 1906, Pavlov telah menemukan suatu jenis belajar yang dikenal
sebagai pengkondisian klasik (classical conditioning). Pavlov berhasil
membuktikan bahwa melalui penyajian serentak suatu stimulus tak terkondisi
(daging) dan suatu stimulus terkondisi (bunyi garpu tala), lama kelamaan
membangkitkan respon (keluarnya air liur) yang mula - mula hanya dapat
dibangkitkan oleh stimulus tak terkondisi. Tindakan mengeluarkan air liur terhadap
bunyi garpu tala ini disebut respon terkondisi (Auliya, n.d.).
7
9. Jung, Adler, Horney, dan lainnya menyempurnakan psikoanalisis (1910 -
1930)

Pembentukan Asosiasi Psikoanalitik Internasional pada 1910 dan diketuai


oleh Jung sampai 1914. Berakhirnya jabatan Jung dikarenakan terjadinya
perpecahan antara Jung dan Freud didasari oleh perbedaan pandangan yang sangat
prinsipal. Salah satunya adalah penolakan Jung terhadap teori Freud tentang
pemenuhan keinginan, serta berbagai prinsip analitis Freud yang dianggapnya
terlalu berat sebelah dan personalistis. Gagasan Jung yang paling terkenal yaitu
istilah collective unconscious, archetypes, extraversion/ introversion
(Suryosumunar, 2019).

10. Perang dunia 1 (1914 - 1918)

Perang dunia 1 menjadi saksi penggunaan tes psikologi dalam skala besar
untuk pertama kalinya dengan tujuan untuk menyaring apa yang disebut hal - hal
yang tidak diinginkan dari peran elit dan menugaskan orang yang dilantik ke unit
yang sesuai dengan profil masing - masing.

11. Tes kepribadian dimulai di Angkatan Darat AS (1917)

Ketika Amerika Serikat memasuki perang dunia 1 pada tahun 1917, dimulai
instruksi tes yang diberikan kepada lebih dari satu juta pemuda Amerika. AS
mengukur manusia seperti halnya mereka mengukur mesin. Pendekatan praktis
psikologi Amerika yang ‘can-do’ membawa perspektif yang berbeda terhadap studi
tentang perbedaan individu.

12. JB Watson mendirikan Behaviorisme (1919)

Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar


disejajarkan dengan ilmu - ilmu lain yang dapat diamati dan diukur. Menurut
Watson belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon tersebut harus dapat diukur dan diamati. Jadi perubahan - perubahan
mental dalam diri seseorang dalam proses belajar, tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati.

13. Kurt Lewin mempelajari Psikologi Gestalt di Berlin, melarikan diri dari Nazi

8
ke Amerika Serikat pada tahun 1930 (1920 - 1930)

Psikolog Gestalt menekankan sifat integratif dan aktif dari persepsi dan
pemikiran. Pendekatan Lewin seperti Allport, bersifat dinamis, karena Lewin
mencari sistem yang mendasari perilaku yang dapat diamati. Lewin menekankan
bahwa kekuatan yang memengaruhi seseorang berubah dari waktu ke waktu dari
situasi ke situasi. Teori kepribadian modern mengadopsi penekanan pada
pemahaman keadaan seseorang saat ini dalam situasi tertentu.

14. Roaring Twenties (1920)

The Roaring Twenties atau dekade kemakmuran. Dimana masa ini adalah
setelah perang dunia 1, penanaman modal ke Amerika Serikat terus mengalir.
Kemakmuran ini disertai dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Mereka sering
menghambur - hamburkan uang dengan mengadakan pesta. Roaring Twenties
adalah waktu ketika banyak orang menentang larangan, memanjakan dalam gaya
baru menari dan berpakaian, dan banyak standar moral tradisional yang ditolak
(Fajar, n.d.).

15. Margaret Mead mempelajari kepribadian secara lintas budaya (1930)

Dalam bukunya ‘Sex and Temperament in Three Primitive Societies’ Mead


menunjukan bahwa maskulinitas tidak selalu diasosiasikan dengan agresivitas dan
feminin belum tentu diasosiasikan dengan sikap kooperatif. Sebaliknya,
kepribadian seseorang sangat dipengaruhi oleh budaya. Mead dengan tegas
mengatakan bahwa kepribadian tidak boleh dipelajari hanya dalam satu budaya
atau satu konteks saja.

16. Great Depression (1930)

Great Depression di Amerika dimulai awal musim panas tahun 1929 sampai
tahun 1939. Great Depression adalah masa dimana Amerika dan Eropa dilanda
krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini disebabkan oleh jatuhnya bursa saham New
York yang mengakibatakan dampak sistemik bagi pergulatan ekonomi Amerika
(Fajar, n.d.).

17. BF Skinner mempelajari Reinforcement Schedules (1930)

9
Pandangan Skinner terhadap pengendalian perilaku berdasarkan pada
prinsip kondisioning operan, yang bertumpu pada asumsi bahwa perubahan
perilaku tercipta kala perilaku itu diikuti oleh semacam konsekuensi yang khusus.
Skinner berpendapat bahwa kegiatan belajar tidak akan ada tanpa suatu penguatan
(reinforcement).

18. Henry Murray mengembangkan personalogi motivasi (1930)

Murray berusaha untuk mengintegrasikan isu - isu klinis dengan teori dan
masalah penilaian. Penting bagi Murray untuk percaya pada orientasi yang
komprehensif, termasuk penelitian yang longitudinal, mempelajari orang yang
sama dari waktu ke waktu. Murray menekankan sifat individu yang terintegrasi dan
dinamis sebagai organisme komplek yang merespons lingkungan tertentu, serta
pentingnya kebutuhan dan motivasi.

19. Gordon Allport mengajukan teori sifat (1937)

Allport yang terlatih dalam bidang filsafat dan klasik, mencurahkan


perhatiannya pada keunikan individu. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai
‘Organisasi dinamis dalam sistem psikofisik individu yang menentukan
penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya’.Allport menolak gagasan yang
memecah kepribadian menjadi komponen - komponen dasar (seperti sensasi atau
dorongan bawaan) dan sebaliknya bahwa organisasi yang mendasari keunikan
setiap orang.

20. Filsafat eksistensial berakar di Amerika Serikat (1940)

Pada abad kesembilan belas, filsafat eksistensial Soren Kierkegaard


memperingatkan tentang waktu tengah malam ketika semua orang melepaskan
topengnya dan apa yang dilihat dalam diri orang tersebut, dengan mengatakan
bahwa siapa yang tidak dapat mengungkapkan dirinya tidak dapat mencintai
(Kierkegaard, 1843). Eksistensialisme berasal dari keinginan untuk
membangkitkan segala aspek hegemoni agar menemukan eksistensi dan esensi diri.
Untuk mencapai eksistensi diri, manusia harus menyadari kesadaran karena tidak
ada makhluk lain yang bereksistensi kecuali manusia.

10
21. Perang dunia 2 dan pascaperang (1940)

Pengaruh Perang Dunia II bagi dunia antara lain adalah hancurnya kekuatan
- kekuatan besar dunia di kawasan Eropa Barat, kemerdekaan dari negara-negara
jajahan Eropa khususnya di kawasan Asia dan Afrika, berkembangnya teknologi
secara pesat, lahirnya PBB dan dimulainya era perang dingin.

22. Guilford, Cattell, dan lainnya menyempurnakan pengujian dan analisis faktor
(1940)

Kecerdasan seringkali dipisahkan dari kepribadian karena kecerdasan lebih


seperti keterampilan daripada sifat. Namun, jika kecerdasan adalah pusat dari
psikologis seseorang maka kecerdasan dianggap sebagai bagian dari kepribadian.
Pengetahuan tentang pengujian dan pengukuran yang diterapkan pada kepribadian
oleh ahli psikometri seperti JP Guilford (Guilford, 1940) digabungkan dengan
terapeutik (klinis) dan pendekatan psikologi eksperimental inilah membentuk dasar
dari teori dan penelitian tentang kepribadian modern.

23. Psikolog mempelajari Fasisme (1940)

Fasisme adalah suatu sikap nasionalisme yang berlebihan dan merupakan


suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa
lain. Fasisme berasal dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri. Unsur-
unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur: Pertama, ketidakpercayaan pada
kemampuan nalar. Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Ketiga, kode
perilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Keempat, pemerintahan
oleh kelompok elit. Kelima, totaliterisme. Keenam, Rasialisme dan imperialisme.
Ketujuh, fasisime memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional.

24. Pertumbuhan universitas dan masyarakat kelas menengah (1950-an)

Masa setelah perang dunia II, tepatnya sekitar tahun 1950, adalah masa
dimana bidang psikologi mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini
disebabkan salah satunya oleh berkembangnya universitas-universitas dan kaum
kelas menengah yang menempuh pendidikan serta melakukan berbagai riset.
Perubahan tersebut berdampak pada perkembangan psikologi kepribadian

11
(McAdams, 1997).

Era pasca perang menyebabkan psikologi meluas ke bidang-bidang khusus.


Para psikolog mulai mengidentifikasi diri mereka lebih sebagai spesialis di bidang-
bidang seperti psikologi perkembangan, psikologi sosial, atau psikologi fisiologis,
daripada hanya sebagai psikolog. Namun, dalam psikologi akademis, terdapat
perbedaan mengenai bagaimana perluasan ini berdampak pada sub-bidang yang
berbeda. Salah satunya yaitu pada bidang Psikologi sosial eksperimental yang
berkembang pesat selama periode ini, didorong oleh pengenalan teori-teori baru
dan metodologi eksperimental. Sebaliknya, psikologi kepribadian justru
menghadapi tantangan karena pendekatannya yang dianggap generalis, adanya
kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian korelasional, serta berfokus
pada perbedaan individu yang bertentangan dengan gagasan yang berlaku dalam
psikologi sosial bahwa manusia pada dasarnya serupa (McAdams, 1997).

25. Pendekatan kognitif mulai bangkit kembali di psikologi eksperimen (1950-an)

Revolusi kognitif dalam psikologi merupakan respons terhadap revolusi


yang terjadi sebelumnya, yaitu behaviorisme. Pada periode sebelumnya, kaum
behavioris mengusulkan bahwa psikologi harus didefinisikan sebagai ilmu perilaku
karena peristiwa mental tidak dapat diamati secara terbuka atau langsung. Namun,
pada pertengahan 1950-an, jelas bahwa behaviorisme tidak cukup untuk mengkaji
perilaku manusia yang lebih kompleks, dan muncullah kontra-revolusi kognitif,
yang mengembalikan pikiran ke dalam psikologi eksperimental. Pusat Studi
Kognitif Harvard didirikan pada tahun 1960 untuk mempelajari kognisi. Pusat studi
ini berhasil, dan para lulusannya kemudian menjadi psikolog penting. Revolusi
kognitif juga membuka kembali komunikasi dengan para psikolog terkemuka di
luar negeri, seperti Sir Frederic Bartlett, Jean Piaget, dan A.R. Luria. (Miller, 2003).

26. Carl Rogers, Abraham Maslow, dan Gordon Allport mendirikan psikologi
humanisme (1950-an)

Pendekatan kognitif dalam psikologi eksperimental mengarah pada


kemunculan psikologi humanis, yang dipelopori oleh Rogers, Maslow, dan Allport.
Psikologi humanis menekankan pada pengalaman individu, pertumbuhan pribadi,
12
dan aktualisasi diri dalam membentuk kepribadian, berbeda dengan teori-teori
behaviorisme dan psikoanalisis yang dominan, yang dipandang terlalu
deterministik. Pendekatan humanis membuka jalan bagi studi psikologi positif,
yang berfokus pada faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesejahteraan
manusia (Friedman, 2016). Studi tentang kepribadian juga mempelajari aspek-
aspek humanistik dan eksistensial, yang menekankan pada kebebasan dan
pemenuhan potensi diri. Tokoh-tokoh seperti Carl Rogers meneliti apa yang
membedakan manusia satu sama lain dalam hal ini (Friedman, 2016).

Pendekatan eksistensial-humanistik mengusulkan bahwa setiap orang


bertanggung jawab atas kehidupan dan kedewasaan mereka sendiri. Konsep ini
dicontohkan dalam karya Carl Rogers yang percaya bahwa pertumbuhan dan
kedewasaan adalah bawaan individu. Carl Rogers menggunakan pendekatan
fenomenologis dengan berfokus pada apa yang disebutnya sebagai orang yang
mengalami (the experiencing person). Kepribadian yang sehat adalah ketika
seseorang mempercayai pengalaman mereka dan menerima bahwa orang lain
berbeda. Klien dalam terapi Rogers melaporkan pada akhir terapi yang berhasil
bahwa mereka akan berhenti melakukan sesuatu karena mereka diharapkan untuk
melakukan hal tersebut, dan memilih untuk menjadi diri mereka sendiri.

Tokoh lain yang memiliki peran penting dalam perkembangan aliran


humanisme ialah Abraham Maslow. Ia percaya pada potensi positif dalam diri
semua manusia, mirip dengan Rogers. Tidak seperti banyak teori kepribadian
lainnya, yang berfokus pada pasien yang mengalami gangguan psikologis, Maslow
mempelajari orang-orang dengan tingkat kesejahteraan mental tertinggi, yang
kemudian nantinya menjadi fondasi bagi berkembangnya psikologi positif modern.
Maslow dan Rogers percaya bahwa ada kecenderungan alami atau dorongan
menuju aktualisasi diri, yang berarti bahwa perkembangan berasal dari organisme
yang sedang tumbuh itu sendiri, bukan dari lingkungan eksternal. Maslow
kemudian menciptakan sebuah model hierarki yang menunjukkan kebutuhan
manusia dari yang paling dasar (kebutuhan fisiologis) hingga yang paling tinggi
(kebutuhan transendental) (Friedman, 2016).

13
27. Pendekatan Interaksionisme dimulai secara sederhana (1960-an)

Sekitar tahun 1960, pendekatan interaksionisme mulai berkembang secara


sederhana. Pendekatan interaksionisme adalah pendekatan yang menekankan
bahwa seseorang bisa memunculkan kepribadian yang berbeda dalam situasi yang
berbeda (Friedman, 2016). Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami
bagaimana seorang individu membawa karakteristik dan ekspektasi mereka dalam
situasi yang berbeda dan bagaimana situasi ini pada akhirnya membentuk
perspektif dan perilaku individu (Cervone, 1991).

Walter Mischel memberikan kontribusi yang signifikan pada bidang ini


dengan menantang kepercayaan yang berlaku tentang ciri-ciri kepribadian yang
luas. Ia berpendapat bahwa perilaku seseorang sangat bervariasi dari satu situasi ke
situasi lainnya, sehingga menurutnya tidak logis untuk memikirkan kepribadian
sebagai sifat-sifat yang tetap. Meskipun sudah diterima pendapat yang mengatakan
bahwa situasi dapat mempengaruhi perilaku, Mischel menekankan besarnya
korelasi antara perilaku di situasi yang berbeda dan keragamannya (Friedman,
2016).

Perkembangan interaksionisme dalam psikologi kepribadian pada tahun


1960-an bertepatan dengan dan dipengaruhi oleh perubahan budaya dan sosial pada
dekade tersebut, termasuk hak-hak sipil dan revolusi seksual. Interaksionisme
berfokus pada interaksi antara kepribadian dan faktor situasional Pengaruh timbal
balik ini kemudian berujung pada pemahaman tentang kepribadian yang
bergantung pada konteks dan dibentuk oleh sifat-sifat individu dan lingkungan
sosial.

28. Gerakan hak perempuan dan perceraian meningkat (1970-an)

Gerakan hak-hak perempuan mendapatkan kemajuan pada tahun 1970-an,


yang mengarah pada perubahan signifikan dalam sikap masyarakat terhadap peran
gender dan studi perbedaan gender dalam psikologi kepribadian (Friedman, 2016).
Gelombang kedua gerakan perempuan pada tahun 1970-an meneruskan perjuangan
untuk hak-hak perempuan dan beberapa isu seperti aborsi yang dilegalkan,
keamanan pribadi, serta kesetaraan upah dan kesempatan mendapatkan kredit.
14
Melalui gerakan feminis, tercipta peluang baru bagi perempuan di kota
pasca perang untuk mengejar kesetaraan gender. Boston menjadi pusat utama
aktivisme feminis pada waktu itu, ketika gerakan perempuan memisahkan beberapa
ruang yang sebelumnya dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Mayoritas wanita
telah memasuki dunia kerja, sehingga rumah menjadi kurang feminin dan tempat
kerja menjadi kurang maskulin (Spain, 2011).

29. Berkembangnya studi berpengaruh mengenai perbedaan gender (1970-an)

Terdapat perbedaan yang jelas antara fisik pria dan wanita seperti tinggi
badan rata-rata, organ kelamin luar, payudara, rambut wajah, dan pola pertumbuhan
rambut atau kebotakan. Selain itu, ada perbedaan fisiologis yang substansial antara
keduanya, seperti tingkat hormon yang mempengaruhi fitur biologis seperti
kesuburan (Friedman, 2016).

Banyak orang memberi label bahwa wanita adalah sosok yang emosional,
penyayang, tunduk, mudah bergaul, subyektif, pasif dan mudah dipengaruhi
dengan dorongan seks yang rendah. Sedangkan, pria dianggap sebagai rasional,
mandiri, agresif, dominan, objektif, berorientasi pada prestasi, aktif, dan menarik.
Sebuah penelitian dari tahun 1970 menunjukkan bahwa sebagian besar orang setuju
bahwa ada lebih dari 40 karakteristik kepribadian yang membedakan pria dan
wanita (Broverman, Vogel, Broverman, Clarkson, & Rosekrantz, 1972), serta
kebanyakan dari mereka lebih menyukai sifat "maskulin" daripada "feminin".
Persepsi ini memengaruhi sikap dan perilaku terhadap orang lain dan dapat
memengaruhi kepribadian (Friedman, 2016).

Meskipun banyak orang mempersepsikan perbedaan signifikan dalam


kepribadian berdasarkan gender, penelitian menunjukkan bahwa sifat dan perilaku
pria dan wanita dalam banyak hal sangat mirip dan ada tumpang tindih yang
substansial dalam distribusi sifat dan perilaku antara keduanya. Sejak tinjauan
literatur yang dilakukan pada tahun 1974 (Maccoby & Jacklin, 1974), peneliti telah
menemukan bahwa sifat dan perilaku pria dan wanita dalam beberapa aspek sangat
serupa (Carothers & Reis, 2013; Halpern, 2006; Haworth, Dale, & Plomin, 2009b;
Hyde, 1991, 2007).

15
30. Teori diri majemuk (Multiple selves), pengendalian diri, dan diri sosial
dipelajari; Teori klasik mulai ditinggalkan (1970-an)

Pada tahun ini juga teori klasik mengenai kepribadian (seperti psikoanalisis
dan behaviorisme) mulai ditinggalkan, dan para ahli mulai berpindah haluan untuk
melakukan studi mengenai konsep diri majemuk (multiple selves) (Friedman,
2016). Konsep multiple selves ini salah satunya diperkenalkan oleh Horowitz pada
tahun 1979 menyajikan skema yang secara klinis menggambarkan beberapa diri
atau "keadaan pikiran" (McAdams, 1997).

31. Berkembangnya studi tentang diri dari perspektif sosial kognitif (1980-an)

Pada era ini terdapat peningkatan studi tentang diri (self) dari perspektif
kognitif sosial. Salah satu tokoh yang berpengaruh, yaitu Albert Bandura,
mengembangkan Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory atau SCT)
(Friedman, 2016). Teori ini menekankan peran interaksi sosial dan pembelajaran
observasional dalam membentuk konsep diri individu. Perspektif ini
mengindikasikan bahwa individu aktif berpartisipasi dalam membentuk konsep diri
mereka dengan menyaring dan menginterpretasikan informasi tentang diri mereka
dengan cara yang mencerminkan konteks sosial dan harapan yang ada.

Pendekatan Bandura terhadap teori belajar berbeda dari teori behavioris


klasik karena ia memasukkan variabel yang tidak dapat diamati yang memediasi
hubungan antara stimulus dan respons, dan peran proses kognitif dalam
pembelajaran. Dia memberikan arti penting pada sistem diri, yaitu serangkaian
proses kognitif yang digunakan seseorang untuk memahami, mengevaluasi, dan
mengatur perilakunya sendiri sehingga sesuai dengan lingkungan dan efektif dalam
mencapai tujuan seorang individu (Bandura, 1989). Bandura menekankan sifat
aktif dan kognitif individu selama pembelajaran, di mana mereka dapat
mengantisipasi efek dari lingkungan. Pendekatannya berfokus pada kemampuan
manusia, yang melibatkan kapasitas untuk mengontrol tindakan dan proses berpikir
internal serta motivasi (Friedman, 2016).

32. Munculnya model interaksionisme modern (1980-an)

16
Walter Mischel berpendapat bahwa perilaku seseorang tidak bisa diprediksi
hanya berdasarkan sifat-sifat kepribadian mereka. Ia menggunakan koefisien
korelasi r untuk menunjukkan bahwa korelasi antara sifat dan perilaku di berbagai
situasi tidak terlalu kuat. Mischel berpendapat bahwa karena sifat tidak dapat
memprediksi perilaku dengan baik, maka akan lebih masuk akal untuk berfokus
pada situasi dimana perilaku terjadi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa
bahkan situasi pun tidak selalu dapat memprediksi perilaku dengan baik (Friedman,
2016).

Mischel dan rekan-rekannya kemudian menemukan bahwa sebagian


konsistensi dalam perilaku seseorang dapat dijelaskan oleh kesamaan dalam
bagaimana mereka melihat situasi. Ini berarti bahwa kepribadian adalah hasil dari
interaksi antara bagaimana seseorang berpikir dan situasi di sekitarnya. Karya
Mischel membantu memberikan perhatian pada pentingnya interaksi antara
karakteristik kognitif dari seorang individu dan situasi. Kesimpulan utamanya
adalah bahwa kepribadian dan situasi sama-sama berperan dalam perilaku, tetapi
keduanya tidak dapat sepenuhnya memprediksi perilaku. Hal ini sejalan dengan
pandangan dan pendekatan modern mengenai kepribadian (Ozer, 1986), dimana
kepribadian adalah hasil dari bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain
dan lingkungannya (Friedman, 2016).

33. Gen manusia berhasil diungkap (1990-an)

Pada tahun 1990-an, gen manusia berhasil dipetakan. Hal ini mengarah pada
munculnya minat baru dalam bidang genetika dan evolusi sifat-sifat kepribadian
(Friedman, 2016). Pemetaan genom manusia memberikan wawasan yang berharga
tentang dasar genetik dari berbagai sifat manusia, termasuk yang terkait dengan
kepribadian. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi gen
tertentu yang terkait dengan ciri-ciri kepribadian dan mengeksplorasi dasar-dasar
genetik dari perbedaan kepribadian individu (Penke, 2007)

Dengan mengintegrasikan genetika evolusioner ke dalam studi kepribadian,


para peneliti dapat lebih memahami pengaruh genetik pada perbedaan kepribadian.
Terdapat tiga mekanisme genetika evolusioner (netralitas selektif, keseimbangan

17
seleksi mutasi, dan seleksi penyeimbang) yang dapat menjelaskan varians genetik
dalam perbedaan kepribadian. Mekanisme-mekanisme ini membantu menjelaskan
bagaimana dan mengapa sifat-sifat kepribadian tertentu memiliki komponen
genetik (Penke, 2007)

34. Teori lima faktor menjadi topik populer (1990-an)

Pada era ini, Model Lima Faktor (Five Factor Model) menjadi topik utama
penelitian, yang menyediakan kerangka pemahaman tentang dimensi dasar dari
kepribadian (Friedman, 2016). Model ini muncul dari analisis faktor yang
mendalam terhadap kata sifat yang digunakan untuk mendeskripsikan kepribadian
dan juga dari analisis faktor yang mendalam terhadap berbagai tes dan skala
kepribadian (Friedman, 2016).

Asal-usulnya dapat ditelusuri kembali ke para ahli teori sifat awal seperti
Raymond Cattell, yang mengusulkan adanya sifat-sifat kepribadian yang mendasar.
Model Big Five modern mulai terbentuk pada tahun ini, dengan karya para peneliti
seperti Lewis Goldberg, Paul Costa, dan Robert McCrae. Cattell kemudian
memberikan pengaruh secara tidak langsung pada McCrae dan Costa. Akan tetapi,
mereka berbagi teknik dan ide, meskipun pendekatan mereka juga memiliki
beberapa perbedaan yang nyata (Feist, 2017). Teori Model Lima Faktor atau Big
Five mengukur kepribadian berdasarkan lima dimensi, yaitu Extroversion,
Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness.

Dimensi pertama adalah extroversion, yang menggambarkan seseorang


yang enerjik, antusias, sosial, dan suka berbicara. Sebaliknya, introverted people
cenderung pemalu, pasif, dan pendiam. Dimensi kedua adalah agreeableness, yang
menggambarkan seseorang yang ramah, kooperatif, percaya, dan hangat. Individu
yang rendah pada dimensi ini cenderung dingin, suka bertengkar, dan tidak ramah.
Dimensi berikutnya adalah conscientiousness, yang menggambarkan seseorang
yang berhati-hati, dapat diandalkan, ulet, terorganisir, dan bertanggung jawab.
Sebaliknya, orang yang impulsif cenderung ceroboh, tidak teratur, dan tidak dapat
diandalkan. Dimensi keempat adalah neuroticism, yang menggambarkan seseorang
yang gugup, gugup, tidak stabil emosional, dan mudah cemas. Orang yang stabil

18
emosional cenderung tenang dan bahagia. Dimensi terakhir adalah openness yang
menggambarkan seseorang yang imajinatif, witty, original, dan artistik.
Sebaliknya, seorang yang rendah pada dimensi ini dianggap dangkal dan sederhana.

35. Lonjakan ekonomi berakhir dan konflik dunia meningkat (2000-an)

Pada tahun 2000-an, terjadi penurunan ekonomi global dan peningkatan


konflik global yang menyebabkan meningkatnya minat untuk memahami psikologi
kepribadian. Era ini melihat peningkatan pesat dalam penelitian praktis di berbagai
bidang seperti kesehatan, konflik etnis, dan perbedaan budaya.

36. Psikologi kepribadian terintegrasi dengan ilmu saraf, biologi evolusi, dan
psikologi kognitif (2000-an)

Psikologi kepribadian menjadi semakin terintegrasi dengan ilmu saraf,


biologi evolusioner, dan psikologi kognitif, yang mengarah pada wawasan baru
mengenai faktor biologis dan emosional yang mendasari kepribadian. Para peneliti
mengeksplorasi kompleksitas perkembangan kepribadian dan bagaimana berbagai
faktor lingkungan mempengaruhinya (Friedman, 2016).

B. Masalah Mendasar Terkait Kepribadian


1. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai oleh


pola pemikiran, perilaku, suasana hati, dan hubungan antarpribadi yang
berlangsung lama dan meresap, yang menyebabkan penderita mengalami
penderitaan yang signifikan atau kesulitan dalam berfungsi. Ada sepuluh jenis
gangguan kepribadian yang berbeda, masing-masing dengan ciri dan gejala yang
berbeda.

Individu dengan gangguan kepribadian sering menunjukkan persepsi


distorsi terhadap realitas, perilaku yang tidak normal, dan mengalami penderitaan
dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk pekerjaan, hubungan, dan
fungsi sosial. Selain itu, orang-orang dengan gangguan ini mungkin tidak

19
menyadari sifat masalah perilaku mereka dan dampak negatifnya pada orang lain.

DSM-5 (Diagnostics and Statistical Manual of Mental Disorders, fifth


edition) yang digunakan sebagai acuan standar untuk mengenali penyakit mental,
mengklasifikasikan 10 jenis gangguan kepribadian ke dalam tiga kelompok utama
(kategori). Masing-masing kelompok memiliki gejala yang berbeda-beda namun
sering muncul bersamaan.

a. Personality Disorder type A

Gangguan kepribadian kelompok A melibatkan pemikiran atau


perilaku yang tidak biasa dan eksentrik. Ini mencakup:

1) Gangguan kepribadian paranoid: Ciri utama dari kondisi ini


adalah paranoia, yaitu ketidakpercayaan dan kecurigaan yang tak
henti-hentinya terhadap orang lain tanpa alasan yang memadai.
Orang dengan gangguan kepribadian paranoid sering meyakini
bahwa orang lain mencoba merendahkan, menyakiti, atau
mengancam mereka.
2) Gangguan kepribadian skizoid: Kondisi ini ditandai oleh pola
yang konsisten dari sikap merenggang dan ketidakminatan umum
terhadap hubungan antarpribadi. Orang dengan gangguan
kepribadian skizoid memiliki rentang emosi yang terbatas saat
berinteraksi dengan orang lain.
3) Gangguan kepribadian skizotipal: Orang dengan kondisi ini
menunjukkan pola yang konsisten dari ketidaknyamanan yang
intens dan kebutuhan terbatas akan hubungan dekat. Hubungan
mereka mungkin terhambat oleh pandangan yang distorted
terhadap realitas, kepercayaan takhayul, dan perilaku yang tidak
biasa.

b. Personality Disorder type B


Gangguan kepribadian kelompok B terlibat dalam perilaku dramatis

20
dan impulsif. Individu dengan jenis kondisi ini menunjukkan emosi yang
kuat dan tidak stabil serta perilaku yang tiba-tiba. Gangguan kepribadian
kelompok B mencakup:
1) Gangguan kepribadian antisosial (ASPD): Orang dengan ASPD
menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap orang lain dan
tidak mengikuti norma atau aturan sosial yang diterima. Mereka
mungkin melakukan pelanggaran hukum atau menyebabkan
kerugian fisik atau emosional kepada orang lain di sekitar mereka.
Mereka mungkin menolak untuk mengakui tanggung jawab atas
perilaku mereka dan mungkin tidak peduli terhadap akibat negatif
dari tindakan mereka.
2) Gangguan kepribadian ambang (BPD): Kondisi ini ditandai oleh
kesulitan dalam mengendalikan emosi, yang menghasilkan harga
diri rendah, perubahan suasana hati, perilaku impulsif, dan masalah
dalam hubungan interpersonal.
3) Gangguan kepribadian histrionik: Kondisi ini ditandai oleh
emosi yang intens dan tidak stabil serta citra diri yang terdistorsi.
Orang dengan gangguan kepribadian histrionik, harga diri mereka
bergantung pada persetujuan orang lain dan bukan berasal dari
perasaan nilai diri yang sejati. Mereka sangat ingin diperhatikan
oleh orang lain dan mungkin menunjukkan perilaku dramatis atau
tidak pantas untuk mendapatkan perhatian.
4) Gangguan kepribadian narsistik: Kondisi ini melibatkan pola
berpikir superior dan besar hati, kebutuhan berlebihan akan pujian
dan pengaguman, serta kurangnya empati terhadap orang lain. Pola
pikir dan perilaku ini seringkali berasal dari harga diri yang rendah
dan kurangnya rasa percaya diri.

c. Personality Disorders type C


Gangguan kepribadian kelompok C melibatkan tingkat kecemasan
dan ketakutan yang parah. Ini melibatkan:

21
1) Gangguan kepribadian menghindar: Orang dengan kondisi ini
merasa kurangnya kemampuan dan sangat sensitif terhadap
penilaian negatif dari orang lain. Meskipun mereka ingin
berinteraksi dengan orang lain, mereka cenderung menghindari
situasi sosial karena takut kuat akan penolakan.
2) Gangguan kepribadian dependen: Kondisi ini ditandai oleh
kebutuhan yang berlebihan dan konstan untuk diurus oleh orang
lain. Ini juga mencakup perilaku tunduk, kebutuhan akan
penegasan yang terus-menerus, dan kesulitan dalam membuat
keputusan. Orang dengan gangguan kepribadian dependen sering
mengembangkan hubungan yang sangat erat dengan orang lain dan
berusaha keras untuk memenuhi keinginan orang tersebut. Mereka
cenderung menunjukkan perilaku pasif dan ketergantungan dan
memiliki ketakutan terhadap perpisahan.
3) Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (OCPD): Kondisi ini
ditandai oleh kebutuhan yang konsisten dan ekstrem akan
keteraturan, perfeksionisme, dan kontrol yang sangat ketat, tanpa
memberikan ruang untuk fleksibilitas, yang pada akhirnya dapat
menghambat atau mengganggu penyelesaian tugas. Kondisi ini
juga dapat mempengaruhi hubungan interpersonal.

2. Kurangnya Rasa Percaya Diri

Kurangnya rasa percaya diri adalah masalah mendasar yang mencerminkan


kurangnya keyakinan individu terhadap kemampuan, penilaian diri, dan nilai diri
mereka. Hal ini menjadi isu penting dalam studi kepribadian karena memengaruhi
bagaimana individu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari dan berinteraksi dengan
dunia di sekitarnya. Ketidakpercayaan diri seringkali berakar dari berbagai faktor,
seperti pengalaman masa lalu, pengaruh lingkungan, atau norma sosial yang
meresahkan.

Pertama, kurangnya rasa percaya diri dapat memiliki dampak yang

22
signifikan pada perilaku seseorang. Seseorang yang kurang percaya diri mungkin
cenderung menghindari situasi yang menantang atau menghindari pengambilan
risiko, yang dapat membatasi perkembangan pribadinya. Ini juga dapat
memengaruhi kemampuan individu untuk mengambil keputusan yang sehat dan
produktif dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

Kedua, ketidakpercayaan diri seringkali berdampak negatif pada


kesejahteraan emosional seseorang. Rasa percaya diri yang rendah seringkali
terkait dengan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau stres
kronis. Ini dapat mengganggu kualitas hidup seseorang secara keseluruhan dan
menghambat perkembangan pribadinya.

Ketiga, kurangnya rasa percaya diri memengaruhi interaksi sosial individu.


Orang yang merasa tidak percaya diri mungkin cenderung merasa canggung atau
tidak mampu berkomunikasi dengan efektif dalam hubungan dengan orang lain.
Hal ini dapat menciptakan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan
mendukung.

Dalam konteks pekerjaan atau pencapaian pribadi, rasa percaya diri yang
rendah dapat menghambat kemajuan. Individu yang merasa tidak percaya diri
mungkin enggan mengejar peluang atau meragukan kemampuan mereka, yang
dapat menghambat pencapaian tujuan mereka.

Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan studi kepribadian. Salah


satu masalahnya adalah kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur ciri-ciri
kepribadian. Ciri-ciri kepribadian itu kompleks dan beragam, sehingga sulit untuk
menangkapnya secara akurat. Selain itu, kurangnya konsensus di antara para
peneliti mengenai jumlah dan sifat ciri-ciri kepribadian, sehingga menyebabkan
perbedaan teori dan model kepribadian.

23
Masalah lainnya adalah pengaruh bias budaya dalam penelitian
kepribadian. Sebagian besar penelitian kepribadian telah dilakukan dalam budaya
Barat, khususnya budaya arus utama Amerika, yang mungkin membatasi
kemampuan generalisasi temuan pada konteks budaya lain. Budaya yang berbeda
memiliki perspektif dan nilai yang unik, yang dapat membentuk perilaku individu
dan interpretasi terhadap ciri-ciri kepribadian.

Selain itu, ada masalah pengaruh situasional terhadap perilaku. Perilaku


individu dapat bervariasi dalam situasi yang berbeda, sehingga sulit untuk
menentukan pola kepribadian yang konsisten. Orang mungkin bertindak berbeda
dalam konteks yang berbeda, yang menantang gagasan tentang ciri-ciri kepribadian
yang stabil dan bertahan lama.

Terakhir, ada tantangan untuk membangun hubungan sebab akibat dalam


penelitian kepribadian. Korelasi antara ciri-ciri kepribadian dan perilaku tidak serta
merta menunjukkan sebab akibat. Memahami mekanisme dan proses mendasar
yang berkontribusi terhadap pengembangan dan ekspresi ciri-ciri kepribadian
memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Secara keseluruhan, masalah-masalah ini menyoroti kompleksitas dan


kerumitan dalam mempelajari kepribadian, dan para peneliti terus mengatasi
tantangan-tantangan ini untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang
perilaku manusia dan perbedaan individu.

C. Kepribadian dalam Konteks Psikologi


1. Pentingnya konteks dalam memahami kepribadian
Selama tahun 1930-an dan 1940-an, para psikolog Amerika menyelidiki
kepribadian otoriter, kepribadian yang berlebihan, kepribadian yang maskulin,
dingin, dan mendominasi yang cenderung menjadi fasis dan menganiaya anggota
kelompok luar. Pada saat yang sama, psikolog fasis (Nazi) Jerman sedang
menyelidiki orang-orang anti tipe yakni orang-orang yang cenderung lemah,
liberal, berseni, dan banci (Brown, 1965). Apa yang orang Amerika sebut sebagai

24
kekakuan, orang Jerman menyebutnya stabilitas. Apa yang orang Jerman sebut
sebagai eksentrisitas, orang Amerika sebut sebagai individualitas. Apa yang orang
Jerman sebut sebagai penyimpangan, orang Amerika sebut sebagai kepekaan
estetika. Tanpa diragukan lagi, Nazi adalah pembunuh yang fantastis destruktif
sementara orang Amerika pada masa itu berjuang untuk mempromosikan
kebebasan dan keamanan. Namun, tetap saja, menarik untuk melihat cara-cara di
mana pengamatan tentang kepribadian bisa sangat kuat dipengaruhi oleh konteks
budaya di mana mereka terjadi.
Saat ini, sebagian besar penelitian kepribadian memiliki ciri khas budaya
Barat pada umumnya dan budaya Amerika pada khususnya.Sudut pandang yang
unik dari Asia, Latin, Afrika, dan budaya asli Amerika terlalu sering diabaikan.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Amerika Utara, individu yang ingin "melakukan
sesuatu dengan cara mereka sendiri" dan yang menantang ekspektasi konvensional
dari perusahaan atau pemerintah biasanya akan dipandang positif dipandang
sebagai tegas dan mandiri (dan bahkan mungkin heroik). Namun, dalam
masyarakat Jepang, perilaku yang sama akan akan dipandang kasar, tidak
kooperatif, egois, dan antisosial. Dengan kata lain, penjelasan kita tentang perilaku
manusia adalah tergantung pada budaya kita, dan oleh karena itu sejumlah bias
tidak dapat dihindari.
Sering kali teori berfokus pada kehidupan para ahli teori itu sendiri sebagai
ilustrasi, namun perlu untuk memperhatikan konteks budaya dari teori tersebut.
Kritik ide seharusnya tidak menjadi argumen ad hominem, tetapi seharusnya
mengevaluasi kualitas teori dan penelitian berdasarkan istilah-istilahnya sendiri,
bukan dari segi ahli teori yang mengusulkannya. Hanya karena banyak pasien
Sigmund Freud adalah wanita Eropa Yahudi kelas menengah pada pergantian abad
yang lalu, tidak berarti bahwa wawasannya tidak dapat diterapkan pada orang lain.
Namun demikian, penjelasannya akan lebih valid jika mereka memperhitungkan
konteks di mana teori-teori itu muncul.
Misalkan kita memberitahu Anda bahwa orang-orang dengan karakteristik
berikut cenderung mengembangkan masalah kepribadian yang signifikan di
kemudian hari:

25
Orang-orang ini sering merasa kesepian dan terkadang mempertanyakan
harga diri mereka. Mereka berharap mereka lebih populer. Mereka secara teratur
memiliki pikiran seksual dan mimpi seksual tentang orang lain yang spesial.
Mereka berharap bahwa mereka memiliki tubuh yang lebih baik. Mereka terkadang
tidak yakin tentang siapa mereka dan mengapa mereka hidup.
Faktanya, ini adalah informasi palsu. Tetapi deskripsi seperti itu akan
menjadi ciri khas banyak mahasiswa. Artinya, banyak mahasiswa akan merasa
bahwa deskripsi ini berlaku untuk mereka sebagai individu (dan oleh karena itu
mereka rentan terhadap masalah kepribadian) meskipun profilnya sangat umum
sehingga berlaku untuk semua orang, seperti pada contoh dibawah ini.

Gambar diatas adalah tanda-tanda Zodiak, dan Pesan "Kenabian", dari


sebuah Horoskop. Terdapat salah satu penelitian menegaskan bahwa orang yang
percaya astrologi memang sangat rentan terhadap efek Barnum, tetapi hampir
semua orang menemukan makna dalam generalisasi yang samar-samar sampai
tingkat tertentu (Glick, Gottesman, & Jolton, 1989).
Kecenderungan untuk percaya pada keakuratan generalisasi yang tidak jelas
tentang kepribadian seseorang kadang-kadang disebut sebagai efek Barnum
(Snyder, Shenkel, & Lowery, 1977; pertama kali ditunjukkan oleh Ulrich, Stachnik,
& Stainton, 1963). (Pemain sirkus yang terkenal terkenal, P. T. Barnum, memiliki
motto yang mengatakan bahwa ia memiliki sesuatu untuk semua orang).
Demonstrasi ini menggambarkan perhatian yang diperlukan untuk memastikan
bahwa teori-teori kepribadian dan penilaian bersifat spesifik dan telah divalidasi

26
secara ilmiah. Kepribadian adalah bidang yang menarik tetapi merupakan bidang
yang tunduk pada penyalahgunaan dan distorsi jika tidak dilakukan dengan sangat
hati-hati oleh mereka yang mengevaluasi teori-teori.
Di sisi lain, ada nilai sosial dalam upaya memahami keunikan setiap orang.
Blaisen Pascal (1670/1961), filsuf dan matematikawan besar Prancis, menulis
dalam Pensées, "Semakin banyak kecerdasan yang dimiliki seseorang, semakin
banyak orang yang menemukan keasliannya. Orang awam tidak melihat adanya
perbedaan di antara manusia". Psikobiologi modern menegaskan pernyataan
Pascal, dan memang benar adanya nilai yang besar dalam memahami setiap
individu, masing-masing dalam konteksnya sendiri.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akar dari psikologi kepribadian dapat dilihat dari adanya teater. Theoprastus,
seorang murid Aristoteles, adalah salah satu pencipta sketsa karakter yang paling awal.
Orang Yunani kuno dan Romawi kuno mengenakan topeng untuk menekankan bahwa
mereka memerankan karakter yang berbeda dari diri mereka sendiri. Namun pada masa
Shakespeare, sebagian topeng sudah hilang, tetapi ada kesenangan dengan peran yang
dimainkan seseorang. Charles Darwin berpendapat bahwa karakter individu diwariskan
oleh gen kepada keturunannya dari generasi ke generasi. Individu yang tidak beradaptasi
dengan baik tidak akan bertahan.

Setelah masa perang dunia II, tepatnya sekitar tahun 1950, bidang psikologi
mengalami perkembangan yang signifikan yang disebabkan oleh berkembanganya
universitas-universitas dan kaum kelas menengah yang menempuh pendiikan dan
melakukan berbagai riset. Hal tersebut juga memberikan dampak bagi psikologi
kepribadian.

Kemudian sekitar tahu 1960, mulai berkembangnya pendekatan interaksionisme.


Pendektan ini menekankan bahwa seseorang bisa memunculkan berbagai macam
kepribadian yang berbeda-beda. (Friedman, 2016). Selain itu, terdapat peningkatan studi
tentang diri (self) dari perspektif kognitif sosial. Salah satu tokohnya yaitu Albert Bandura
yang mengembangkan Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory/SCT) (Friedman,
2016). Kemudian pda tahun 2000-an, ekonomi global mengalami penurunan dan
meniingkatnya konflik global sehingga minat untuk memahami psikologi kepribadian
semakin meningkat.

Masalah yang paling mendasar tentang kepribadian adalah gangguan kepribadian


dan kurang percaya diri. ganggungan kepribadian memilki berbagai macam jenis, pertama;
gangguan kepribadian type A (ganggungan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian
schizoid, gangguan kepribadian skizotipal), gangguan kepribadian type B (gangguan

28
kepribadian antisosial (ASPD), gangguan kepribadian ambang (BPD), gangguan
kepribadian histrionic, dan gangguan kepribadian narsistik), gangguan kepribadian type C
(Gangguan kepribadian menghindar, Gangguan kepribadian dependen, dan Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif (OCPD)). Semua gangguan kepribadian tersebut memilki
karakteristik dan factor penyebabnya maisng-masing.

Kurangnya rasa percaya diri adalah menjadi masalah mendasar yang


mencerminkan kurangnya keyakinan individu terhadap kemampuan, penilaian diri, dan
nilai diri mereka. Kurang rasa percaya diri sangat mempengaruhi bagaimana individu
berfungsi dalam kehidupan sehari-harinya.

Kepribadian bisa sangat kuat dipengaruhi oleh konteks budaya, sehingga perilaku
manusia bergantung pada budaya yang ada di daerah tempat mereka tinggal, oleh karena
itu sejumlah bias tidak dapat dihindari.

B. Saran
Psikologi kepribadian merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari
tentang kepribadian manusia melalui tingkah laku dan sikap sehari – hari yang menjadi ciri
khas manusia itu sendiri. Kepribadian merupakan salah satu yang paling penting bagi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu
yang harus dipelajari.
Penulis menganggap bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat mendidik dan memotivasi
sangat diharapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA
Allport, G. W. (1961). Pattern and growth in personality. Holt, Reinhart & Winston.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders, Fifth Edition. Arlington, VA: American Psychiatric Association.

Amin, S. (2015). Filsafat Feminisme: Studi Kritis Terhadap Gerakan Pmbaharuan


Perempuan Di Dunia Barat Dan Islam.

Auliya, R. U. (n.d.). Teori Behavioral Dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islam.

Cervone, D. (1991). The two disciplines of personality psychology. Psychological Science,


2(6), 371-377.

Darwin, C., & Wallace, A. R. (1958). Evolution by natural selection. Evolution by natural
selection.
Fajar, D. A. (n.d.). Motivasi Mobilitias Sosial Tokoh Jay Gatsby Di Era Jazz Age Dalam

Novel The Great Gatsby Karya F. Scott Fitzgerald.

Fariba KA, Gupta V, Kass E. (2022). Personality Disorder. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing.

Feist, J., Dr, G. J. F., & Roberts, T. (2017). Theories of Personality. McGraw-Hill Education.

Guilford, J. P. (1940). Human abilities. Psychological Review, 47(5), 367–394.

https://doi.org/10.1037/h0058803

Hall, C. & Lindzey.(1985). Theories of Personality. New York: John Willey & Sons.

Harris, R. (2011). The Confidence Gap: A Guide to Overcoming Fear and Self-Doubt.
Trumpeter.

30
Helmi, H. (2017). Evolusi Antar Species (Leluhur Sama dalam Perspektif Para Penentang).

Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 9(2), 83–93.

https://doi.org/10.30599/jti.v9i2.100

Howard S, Freadman & Miriam W. Schustack (2016) Personality Classic Theories & Modern

Reseach . California State University-San Marcos.Pearson

McAdams, D. P. (1997). A conceptual history of personality psychology. In Handbook of

personality psychology (pp. 3-39). Academic Press.

Miftachul‘Ulum, H., & ST, M. (2016). Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. Edisi Pertama.
Malang.

Miller, G. A. (2003). The cognitive revolution: a historical perspective. Trends in cognitive


sciences, 7(3), 141-144.

Mischel, Shoda, and Smith. (2017). Introduction to Personality: Toward an Integration, 8th
ed.

National Institute of Mental Health. Personality Disorders.


(https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/personality-disorders)

Penke, L., Denissen, J. J., & Miller, G. F. (2007). The evolutionary genetics of personality.
European Journal of Personality: Published for the European Association of Personality
Psychology, 21(5), 549-587.

Purwanto, M. (2010). Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya. Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan, 16(4).

Rujito, E. (2008). Wasp dan Identitas Amerika.

Shakespeare, W., & Verity, A. W. (1906). As you like it (pp. 1599-1600). University Press.

31
Spain, D. (2011). Women's rights and gendered spaces in 1970s Boston. Frontiers: A journal
of women studies, 32(1), 152-178.

Suryosumunar, J. A. Z. (2019). KONSEP KEPRIBADIAN DALAM PEMIKIRAN CARL

GUSTAV JUNG DAN EVALUASINYA DENGAN FILSAFAT ORGANISME

WHITEHEAD. 2(1).

Syamsuddin, M. (2014). Ruang Lingkup Retorika. Universitas Terbuka, Jakarta, 1-39.

Wicaksana, S. A. (2021). Pengukuran Potensi dan Kompetensi Individual di Lingkup Industri

dan Organisasi.

32

Anda mungkin juga menyukai