Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sosial dan Intelektual
Islam di Indonesia (SSIII)
Disusun oleh :
Kelas SPI VI C
BANDUNG
2021
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan
hidayahnya, Tugas Analisis Buku Mata Kuliah Sejarah Sosial dan Intelektual yang
berjudul Telaah Struktur dan Kelas Sosial Masyarakat Priangan : Kajian Terhadap
Buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 Karya Dr. Nina H. Lubis ini dapat
selesai pada waktu yang ditentukan. Shalawat serta salam senanatiasa dicurahkan
kepada Rasulullah saw., tak lupa kepada keluarganya, para sahabat, tabi’in dan semoga
kita termasuk ke dalam golongan yang mendapat syafaatnya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan Makalah...................................................................................................3
D. Metode Pembahasan Kajian................................................................................3
a. Heuristik..............................................................................................................3
b. Kritik...................................................................................................................4
c. Interpretasi..........................................................................................................4
d. Historiografi........................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................7
KERANGKA TEORI......................................................................................................7
A. Struktur Sosial......................................................................................................7
B. Kelas Sosial..........................................................................................................10
BAB III...........................................................................................................................12
RUANG LINGKUP BUKU KEHIDUPAN KAUM MENAK PRIANGAN 1800-
1942.................................................................................................................................12
A. Pendahuluan Isi Buku........................................................................................12
1. Biografi Dr. Nina H. Lubis.............................................................................12
2. Latar Belakang Penulisan Buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-
1942..........................................................................................................................13
3. Temuan Baru dalam Buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942
13
B. Ulasan Buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942.........................14
C. Struktur dan Kelas Sosial Kaum Ménak Priangan dalam Buku Kehidupan
Kaum Ménak Priangan 1800-1942...........................................................................15
BAB IV...........................................................................................................................18
ANALISIS BUKU..........................................................................................................18
A. Sumber Rujukan yang Digunakan...................................................................18
3
B. Kritik Isi Buku....................................................................................................19
C. Klasifikasi Isi Buku............................................................................................19
D. Perbandingan dengan Sumber Lain.................................................................20
E. Model Penulisan Buku.......................................................................................21
BAB V.............................................................................................................................22
PENUTUP......................................................................................................................22
A. Simpulan..............................................................................................................22
B. Saran....................................................................................................................22
DAFTAR SUMBER......................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulisan sejarah semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan
studi sejarah kritis sejak akhir Perang Dunia II memperlihatkan kecenderungan kuat
untuk menggunakan pendekatan ilmu sosial. Proses pendekatan ilmu sejarah dan
ilmu-ilmu sosial disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah agar studi
sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif tentang apa, siapa, kapan,
di mana, dan bagaimana, tetpai juga ingin melacak berbagai struktur masyarakat,
pola kelakuan, kecenderungan proses dalam berbagai bidang, dan lain-lain. Semua
itu menuntut adanya alat analitis yang tajam dan mampu mengekstrapolasi fakta,
unsur, pola dan sebagainya.1 Salah satu ilmu sosial yang kerap kali dipinjam dalam
penelitian sejarah adalah ilmu sosiologi. Persfektif sosiologis meningkatkan
kemampuan untuk mengekstrapolasikan berbagai jenis aspek sosial masyarakat
atau gejala yang dikaji, seperti adanya golongan sosial, jenis-jenis kepemimpinan,
macam-macam ikatan sosial dan lain sebagainya.2
Salah satu konsep sosiologi yang paling sentral adalah "peranan sosial'', yang
didefinisikan dalam pengertian pola-pola atau norma-norma perilaku yang
1
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992), hlm. 120.
2
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992), hlm. 145.
4
diharapkan dari orang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam struktur sosial. 3
Unsur sosial memiliki empat komponen, yaitu sosial range, status, power, dan
fasilitas. Sosial range berarti startifikasi sosial dalam masyarakat, status berfungsi
untuk menentukan ada di mana posisi seseorang dalam stratifikasi sosial tersebut.
Power adalah kekuatan atau wewenang yang dimiliki seseorang berdasar pada
sosial range dan statusnya dalam masyarakat. Kemudian, power inilah yang pada
akhirnya menetukan fasilitas seperti apa yang akan didapati seseorang.4
Jika melihat kembali sejarah Indonesia dalam periode Zaman Sejarah Baru,
Indonesia mengalami perubahan sosial yang diakibatkan oleh kedatangan agama
Islam beserta sistem politiknya, kedatangan bangsa Barat dengan proses
modernisasi, terlebih pada abad ke-19 proses modernisasi ini semakin meningkat
dan dampaknya berupa perubahan di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi,
sosial, politik dan kultural6 sehingga membentuk struktur dan kelas sosial yang baru
pula. Hal ini mendorong banyak sejarawan untuk menulis sejarah dengan
pendekatan yang lebih luas untuk menjelaskan proses perubahan sosial dan struktur
masyarakat yang terbentuk dalam proses itu, misalnya Sartono Kartodirdjo dengan
karyanya berjudul The Peasants Revolts of Banten in 1888, Its Conditions, Course
and Sequel, A Case Study of Social Movements in Indonesia, karya Anthony Reid
berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1: Tanah di Bawah
3
Peter Burke, Sejarah Dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2015), hlm. 68.
4
F. R Purwasih, J. H., Janah, Y. E., & Gumilar, Ensiklopedi Sosiologi : Struktur Sosial (Klaten: Cempaka
Putih, 2018), hlm. 4
5
Peter Burke, Sejarah Dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2015), hlm. 87.
6
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992), hlm. 145.
5
Angin, Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya Nina Herlina Lubis,
dan masih banyak lagi.
Namun, dalam makalah ini akan lebih memfokuskan kajian pada buku
Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya Nina Herlina Lubis. Buku
karya Nina Herlina Lubis ini secara garis besar menyoroti tentang perubahan
menyangkut status, kekuasaan, maupun sumber penghasilan kaum ménak Priangan
sebagai kelompok elite politik yang menempati strata tertinggi di kalangan
masyarakat Sunda. Perubahan tersebut terjadi seiring dengan perubahan kebijakan
politik pemerintah Hindia Belanda selaku atasan mereka. Kajian ini akan
menganalisis teori dan konsep sosial serta hubungannya dengan isi buku tersebut,
membedah temuan baru dari buku tersebut, serta sistematika, klasifikasi, kritik dan
metode yang digunakan dalam penulisan buku.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah :
C. Tujuan Makalah
1. Memahami konsep sosial mengenai struktur dan kelas sosial.
2. Mengetahui pembahasan isi buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-
1942 karya Nina Herlina Lubis.
3. Menelaah struktur dan kelas sosial masyarakat Priangan berdasarkan buku
Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya Nina Herlina Lubis.
6
4. Mengetahui dan menelaah sumber, klasifikasi, kritik, serta metode yang
digunakan dalam buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya
Nina Herlina Lubis.
a. Heuristik
Penelitian sejarah pada umumnya diawali dengan tahap heuristik, yaitu
upaya untuk menemukan serta mengumpulkan sumber-sumber yang
mendukung suatu penelitian. Pada tahap ini, dilakukan penelaahan, pencarian
serta pengumpulan sumber yang akan diteliti, baik berupa dokumen tertulis,
sumber benda, maupun sumber lisan.7 Dalam kajian ini, pemakalah hanya
memfokuskan pada telaah sumber tertulis. Adapun sumber primer kajian ini
adalah buku Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-
1942 (Bandung : Pusat Informasi Kebudayaan Sunda, 1998). Selain itu
menggunakan sumber-sumber sekunder lain sebagai pendukung, baik berupa
buku, artikel dalam jurnal, dan dokumen lain.
b. Kritik
Kritik merupakan tahap yang dilakukan untuk mendapatkan keabsahan
atau keaslian suatu sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah diseleksi dengan
mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan
orisinalitasnya terjamin. Kritik dilakukan oleh sejarawan setelah sumber-
sumber dikumpulkan.8 Tahap ini bertujuan agar peneliti sejarah/sejarawan
tidak akan menerima begitu saja sumber yang telah berhasil dikumpulkan.
Peneliti hendaknya menyaringnya secara kritis terhadap sumber-sumber yang
telah diperoleh.
7
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 93; Lihat juga M. Dien
Madjid and Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah : Sebuah Pengantar (Depok: Prenadamedia Group, 2014), hlm.
219.
8
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 101.
7
Tahapan kritik meliputi dua macam yaitu kritik eksternal dan internal.
Kritik eksternal disebut juga autentisitas yang bertujuan untuk mencari
keaslian sumber dengan meneliti bentuk fisiknya, sedangkan kritik internal
atau disebut juga kredibilitas bertujuan untuk mendapatkan kesahihan dan
kebenaran sumber tersebut.9 Kritik ekstern pada sumber-sumber penelitian ini
dilakukan dengan pengecekan tanggal penerbitan dokumen, tempat
penerbitan dan orisinalitas penulisan dokumen.
c. Interpretasi
Tahap ketiga dalam penelitian sejarah adalah melakukan interpretasi atau
penafsiran serta analisis terhadap data yang telah diperoleh dari berbagai
sumber. Interpretasi merupakan tahap menafsirkan fakta sejarah dan
merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan logis.
Interpretasi dalam sejarah dapat diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa
atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Tidak semua
fakta yang ditemukan bisa dimasukan ke dalam historiografi, sehingga
peneliti harus bersikap selektif dalam memilah dan memilih sumber yang
relevan dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.10
9
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013, hlm. 77-78.
10
Anton Dwi Laksono, Apa Itu Sejarah: Pengertian, Ruang Lingkup, Metode Dan Penelitian (Pontianak:
Derwati Press, 2018), hlm. 109-110.
11
M. Dien Madjid and Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah : Sebuah Pengantar (Depok: Prenadamedia Group,
2014), hlm. 226.
8
d. Historiografi
Langkah terakhir dalam penelitian sejarah adalah historiografi. Tahap ini
bertujuan untuk menyusun fakta beserta interpretasinya. 12 Penelitian ini
menggunakan metode deskriftif analitik yaitu menggunakan ilmu bantu
dalam penulisannya. Dalam tahap analisis, penulis juga menggunakan metode
komparatif untuk membandingkan isi serta metode buku yang dikaji dengan
buku lain yang memiliki tema serupa. Makalah kajian buku ini berjudul
Telaah Struktur dan Kelas Sosial Masyarakat Priangan : Kajian Terhadap
Buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 Karya Dr. Nina H.
Lubis dan terdiri atas beberapa bagian. Diawali dengan kata pengantar, daftar
isi untuk memudahkan pencarian isi yang dibahas, pendahuluan, kerangka
teori, pembahasan dan penutup. Adapun susunan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
12
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2014).
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Struktur Sosial
Istilah struktur berasal dari bahasa latin, yakni Structum yang artinya
menyusun, membangun, dan mendirikan. Dari kata Struktum tersebut diturunkan
menjadi Struktura yang berarti susunan atau bangunan. Dengan demikian,
struktur sosial memiliki arti susunan masyarakat. Pada dasarnya faktor utama
dalam struktur sosial adalah relasi-relasi sosial dalam menentukan tingkah laku
manusia. Dengan kata lain, jika relasi sosial tidak dilakukan dalam suatu
masyarakat, masyarakat tersebut tidak berwujud lagi. Struktur sosial dapat
tersusun baik secara horizontal maupun vertikal. Struktur sosial horizontal akan
mengarah pada diferensiasi sosial. Sedangkan struktur sosial vertikal mengarah
pada stratifikasi sosial.13 Adapun pendapat para ahli mengenai struktur sosial,
antara lain:
13
Purwasih, J. H., Janah, Y. E., & Gumilar, F. R, Ensiklopedi Sosiologi : Struktur Sosial. (Klaten:
Cempaka Putih, 2018), hlm. 2.
10
merupakan jalinan antar unsur-unsur sosial yang pokok untuk terciptanya suatu
stabilitas dalam kehidupan masyarakat. Ketika berbicara tentang ‘tatanan’ atau
‘susunan’, maka hal tersebut akan terdiri dari bagian-bagian yang saling
menopang satu sama lain, tidak berdiri sendiri. Bagian-bagian tersebut meliputi
ekonomi, agama, sosial, budaya, hukum dan berbagai aspek lainnya. Semua
bagian ini memiliki fungsinya masing-masing dan saling mempengaruhi. Jika
ada satu bagian yang bermasalah, maka bagian lain pun akan merasakan
dampaknya. Struktur sosial ini bisa dianalogikan dengan tubuh manusia yang
terdiri dari organ-organ tubuh. Apabila salah satu organ sakit, maka akan
berpengaruh terhadap kinerja organ-organ tubuh yang lain. Begitu pun dalam
struktur masyarakat. Misalnya ketika ekonomi suatu negara sedang mengalami
penurunan, maka akan berimbas pada sektor/bagian yang lain.
Struktur sosial dibentuk melalui dua unsur, yaitu unsur budaya dan unsur
sosial. Unsur budaya terdiri dari tiga komponen, yaitu Value (Nilai), norm
(norma), dan sanksi. Value berfungsi untuk menentukan standar baik dan buruk
dalam suatu lingkungan masyarakat. Menurut Lasswell dan Kaplan,
sebagaimana dikutip Astrid S. Susanto, bahwa nilai-nilai yang dilibatkan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu welfare values (nilai
kesejahteraan), dan deference values (nilai-nilai luhur/agung abstrak).14
14
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial (Penerbit Binacipta, 1985), hlm. 32.
15
Purwasih, J. H., Janah, Y. E., & Gumilar, F. R, Ensiklopedi Sosiologi : Struktur Sosial. (Klaten:
Cempaka Putih, 2018), hlm. 6.
11
Sedangkan, unsur sosial memiliki empat komponen, yaitu sosial range,
status, power, dan fasilitas. Sosial range berarti startifikasi sosial dalam
masyarakat, status berfungsi untuk menentukan ada di mana posisi seseorang
dalam stratifikasi sosial tersebut. Power adalah kekuatan atau wewenang yang
dimiliki seseorang berdasar pada sosial range dan statusnya dalam masyarakat.
Power inilah yang pada akhirnya menetukan fasilitas seperti apa yang akan
didapati seseorang.
1) Struktur kaku dan luwes. Struktur kaku bersifat tidak mungkin diubah atau
sulit untuk diubah. Struktur luwes adalah struktur yang pola susunannya
memungkinkan untuk diubah.
2) Struktur formal dan informal. Struktur formal atau resmi adalah struktur
yang diakui pihak berwenang berdasarkan hukum yang berlaku. Adapun
struktur informal atau tidak resmi adalah struktur yang nyata atau benar-benar
ada serta berfungsi bagi masyarakat, namun tidak diakui oleh pihak
berwenang dan tidak berketetapan hukum.
3) Struktur homogen dan heterogen. Struktur homogen adalah suatu struktrur
sosial yang unsur-unsurnya mempunyai pengaruh yang sama terhadap dunia
luar.Struktur heterogen adalah suatu struktur yang unsur-unsurnya
mempunyai kedudukan yang berbeda-beda dan kesempatan setiap unsur pun
berbeda pula, baik terhadap kelompok sendiri maupun terhadap kelompok
lain.
4) Struktur mekanis dan statistik. Struktur mekanis adalah suatu struktur yang
menuntut persamaan posisi dari anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Struktur statistik adalah struktur yang dapat berfungsi
dengan baik apabila persyaratan jumlah anggotanya terpenuhi.
5) Struktur atas dan bawah. Struktur atas atau suprastruktur umumnya
diduduki oleh golongan orang yang memegang kekuasaan dalam bidang
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Struktur bawah atau infrastruktur adalah
16
Purwasih, J. H., Janah, Y. E., & Gumilar, F. R, Ensiklopedi Sosiologi : Struktur Sosial. (Klaten:
Cempaka Putih, 2018), hlm. 4.
12
tempat bagi golongan masyarakat bawah atau mereka yang taraf
kehidupannya relatif rendah.
B. Kelas Sosial
Kelas sosial (social class) adalah semua orang dan keluarga yang sadar
akan kedudukannya di dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan mereka itu
diketahui serta diakui oleh masyarakat umum. Teori sosiologi mengenai kelas
sosial memang jauh lebih kompleks dan terperinci daripada konsep yang dipakai
umum, tetapi teori-teori ini harus didasarkan pada apa yang dirasakan dan pada
pengakuan terhadap adanya kelas dalam struktur masyarakat. Kelas sosial tidak
hanya merupakan penggolongan sosial semata-mata atau pelapisan atas dasar
ketidaksamaan, yang mempunyai kepentingan dan menganut nilai serta ideologi
yang berbeda-beda pula.17
Kurt B. Mayer
Istilah kelas hanya dipergunakan untuk lapisan yang bersandarkan atas
unsur-unsur ekonomis, sedangkan lapisan yang bersandarkan atas
kehormatan kemasyarakatan dinamakan kelompok kedudukan (status
group).
Max Weber
Weber membuat pembedaan atas dasar-dasar ekonomis dan dasar-dasar
kedudukan sosial, dan tetap menggunakan istilah kelas bagi semua lapisan.
Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi dalam kelas yang
bersandarkan atas pemilikan tanah dan benda-benda , serta kelas yang
bergerak dalam bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapannya.
Adanya golongan yang mendapat kehormatan khusus dari masyarakat dan
dinamakannya stand.
Joseph Schumpeter
Terbentuknya kelas dalam masyarakat karena diperlukan untuk
menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata, akan
17
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, ed. Paulus Wirutomo (Jakarta: C.V. Rajawali,
1981), hlm. 217.
13
tetapi makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya hanya dapat
dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya.18
Definisi lain dari kelas sosial adalah berdasarkan beberapa kriteria
tradisional, yaitu:
1. Besar atau ukuran jumlah anggota-anggotanya,
2. Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warganya,
3. Kelanggengan
4. Tanda-tanda/lambing-lambang yang merupakan ciri-ciri khas,
5. Batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu terhadap kelompok lain),
6. Antagonism tertentu.
18
Soerjono Soekanto and Budi Sulistyowati, Sosiologi : Suatu Pengantar (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2017), 203.
19
Soerjono Soekanto and Budi Sulistyowati, Sosiologi : Suatu Pengantar (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2017), 204.
14
BAB III
20
Nina H. Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan
Sunda, 1998), hlm. 411.
15
Penelitian UNPAD sejak Februari 2021. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Majelis
Taklim Riyaadlul-Jannah yang juga mengelola panti asuhan di Jatinangor.21
21
“Gramedia Pustaka Utama,” diakses pada April 4, 2021, https://www.gpu.id/author-detail/34749/nina-
h-lubis.
22
Nina H. Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan
Sunda, 1998), hlm. 2.
16
kaum ménak meliputi: pemakaian gelar dan nama, pakaian, tempat tinggal, etiket
dan bahasa, pusaka, upacara yang dijalankan selama hidup, pendidikan, perkawinan
dan konkubinasi, ikatan kekerabatan, serta kesenian dan rekreasi. Ketiga,
kepemimpinan di kalangan kaum ménak pada periode abad ke-19 yang difokuskan
kepada kaum ménak birokrat dan periode abad ke-20 yang akan dikaji selain
kepemimpinan tokoh-tokoh ménak birokrat juga kepemimpinan tokoh-tokoh ménak
yang ikut terlibat dalam pergerakan nasional, dunia pers, dan pendidikan.
17
kekayaan kaum ménak yang memiliki hubungan fungsional dengan status sosial.
Selain itu, pada bab ini juga dijelaskan tentang hubungan kaum ménak dengan
orang Belanda dan hubungan ménak dengan somah.
4. Bab IV : Gaya Hidup Kaum Ménak; membahas tentang aspek-aspek gaya hidup
kaum ménak yang meliputi pemakaian gelar dan nama, pakaian, tempat tinggal,
etiket dan bahasa, pusaka, upacara yang dijalankan selama hidup, pendidikan,
perkawinan dan konkubinasi, ikatan kekerabatan, serta kesenian dan rekreasi.
5. Bab V : Kepemimpinan Kaum Ménak; membahas tentang kepemimpinan tokoh-
tokoh ménak yang dianggap representatif baik dari kalangan birokrat maupun
kalangan ménak yang terlibat dalam ranah intelektual seperti pergerakan,
pendidikan dan pers.
6. Bab VI : Kesimpulan.
C. Struktur dan Kelas Sosial Kaum Ménak Priangan dalam Buku Kehidupan
Kaum Ménak Priangan 1800-1942
Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa struktur sosial dibangun atas
unsur sosial dan budaya,. Dalam unsur sosial terdapat social range yang berarti
stratifikasi sosial dan status sosial yang berarti posisi seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain pada kelompok yang sama atau kelompok dalam hubungannya
dengan kelompok-kelompok lain. Dalam stratifikasi sosial masyarakat Priangan
pada abad 19, kaum ménak adalah kelas sosial dengan status tertinggi. Kelas
Santana menempati kelas sosial di bawah kaum ménak. Di bawah kaum Santana
ada rakyat kebanyakan yang disebut cacah, somah, dan somahan. Mereka
merupakan kelas paling bawah dalam hierarki status sosial tradisional. 23 Jika
digambarkan, kelas sosial Priangan pada abad 19-20 adalah sebagai berikut :
23
Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi
Kebudayaan Sunda, 1998), hlm. 80.
18
Menak
Santana
Struktur sosial tersebut tidak bersifat kaku, melainkan luwes dan bisa
berubah. Mobilitas vertical ini bisa terjadi melalui berbagai cara. Pertama, melalui
pendidikan. Seorang cacah ataupun Santana yang berpendidikan Barat bisa duduk
di jabatan pangreh praja. Jika sudah menjadi pejabat, ia boleh mengajukan
permohonan untuk mendapat gelar mas atau Raden dari Pemerintah Hindia
Belanda. Dengan cara ini seorang laki-laki cacah bisa menjadi Santana, demikian
pula seorang Santana bisa menjadi ménak. Kedua, melalui jalur perkawinan.
Wanita Santana bisa dinaikkan derajat keturunannya menjadi ménak bila ia
menikah dengan laki-laki ménak. Seorang wanita cacah bisa menjadi Santana bila
menikah dengan ménak. Melalui perkawinan pula, ménak luhur bisa meningkatkan
keturunannya menjadi ménak pangluhurna (tertinggi).24
Terlepas dari soal motivasi untuk menjadi ménak , yang jelas adalah bila
seseorang yang bukan ménak duduk dalam pangreh praja, ia bisa menjadi ménak.
Semakin tinggi jabatan dalam birokrasi semakin tinggi pula derajatnya. Jadi,
struktur kekuasaan paralel dengan struktur kelas. Oleh karena kekuasaan kaum
ménak ini ada dalam lingkup kekuasaan kolonial, status kaum ménak di dalam
hierarki politik bisa berubah-ubah sesuai dengan kebijakan pemerintah kolonial
yang berkaitan dengan pengaturan kekuasaan.25
Kaum ménak sebagai elite politik yang duduk dalam birokrasi tradisional
menggunakan kedudukan politik sebagai salah satu cara untuk mempertahankan
24
Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi
Kebudayaan Sunda, 1998),hlm. 81.
25
Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi
Kebudayaan Sunda, 1998), hlm. 82.
19
status mereka. Pada waktu itu kabupaten merupakan pusat birokrasi tradisional
yang memiliki beberapa sifat patrimonial. Bupati yang menduduki tempat di
puncak birokrasi adalah pejabat yang memiliki status dan otoritas tradisional
tertinggi sekaligus memiliki hak istimewa terbanyak dan paling kaya di
kabupatennya. Kedudukannya di mata rakyat dianggap sama dengan kedudukan
raja, seorang panutan yang harus diperlakukan seperti dewa. Pendapat semacam ini
erat kaitannya dengan konsep kekuasaan dalam tradisi Sunda. Menurut konsep
kekuasaan Sunda, seorang bupati dianggap sebagai "raja", berarti ia adalah pemilik
segala yang ada di daerah kekuasaannya. Sebagai kepala rakyat, para bupati
Priangan ini memiliki hak-hak istimewa (priveleges) seperti yang dimiliki raja-raja
terdahulu, yaitu :
D.
26
Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 (Bandung: Pusat Informasi
Kebudayaan Sunda, 1998), hlm. 85.
20
BAB IV
ANALISIS BUKU
A. Sumber Rujukan yang Digunakan
Sumber yang digunakan Nina Herlina Lubis dalam menulis buku
Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 terdiri dari sumber primer yang
berbahasa asing dan lokal serta dilengkapi sumber sekunder. Sumber-sumber
asing yang bersifat primer adalah arsip-arsip kolonial yang tercakup dalam Arsip
Departemen Dalam Negeri antara lain, surat keputusan pemerintah berupa OIB
(Oost-Indische Besluiten) dan circulaire atau surat edaran; verbaal, yaitu proses
keputusan mengenai suatu masalah yang dilengkapi dengan surat-surat
pertimbangan dari berbagai pejabat yaitu residen/gubernur, adviseur, dan Raad
van Indie. Sumber lainnya adalah missive, yaitu surat dinas dari asisten residen,
residen, atau pejabat lain kepada Gubernur Jenderal; memorie van overgave,
yaitu catatan yang dibuat oleh seorang residen pada waktu melakukan serah
terima jabatan; rapport, yaitu laporan yang ditulis oleh pejabat Belanda
(misalnya; Direktur Departemen Dalam Negeri) kepada Gubernur Jenderal.
Selain itu, Nina juga menggunakan sumber dari majalah dan surat kabar.
Seperti majalah Poesaka Soenda yang terdapat di Perpustakaan Rijksuniversiteit
Leiden, majalah Parahyangan yang terdapat di Perpustakaan Nasional Jakarta,
dan Mangle yang ada di Perpustakaan Sundanologi Bandung. Surat kabar yang
21
dipergunakan sebagai sumber ada yang berbahasa Sunda, yaitu Padjadjaran,
Sipatahoenan, Soenda Berita, Soerapati, dan Kudjang; ada yang berbahasa
Melayu, yaitu Medan Prijaji, dan ada juga yang berbahasa Belanda, yaitu
Bataviasche Courant, Preanger Bode, dan Java Post. Sumber benda seperti
benda peninggalan, bangunan rumah, dan foto juga digunakan. Selain itu,
sumber lisan dari para keturunan kaum ménak yang masih hidup saat itu
ditambahkan sebagai pelengkap kajiannya.
22
kaum ménak Priangan sebagai kelompok elite politik yang menempati strata
tertinggi di kalangan masyarakat Sunda. Perubahan tersebut terjadi seiring
dengan perubahan kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda selaku atasan
mereka.
23
Hindia Belanda sebagai atasannya, dan hubungan kaum ménak dengan rakyat
yang menjadi bawahannya.
28
Kuntowijoyo, “Beberapa Model Penulisan Sejarah Sosial,” Pemikiran Biografi Dan Kesejarahan II
(1984), hlm. 35.
24
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Struktur sosial sebagai suatu tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat
yang merupakan jalinan antar unsur-unsur sosial yang pokok untuk terciptanya
suatu stabilitas dalam kehidupan masyarakat. Semua bagian dalam tatanan ini
memiliki fungsinya masing-masing dan saling mempengaruhi. Sedangkan kelas
sosial (social class) adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan
kedudukannya di dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan mereka itu
diketahui serta diakui oleh masyarakat umum. Kelas menyediakan kesempatan
atau fasilitas-fasilitas hidup tertentu yang dinamakan life chances.
Struktur dan kelas sosial ini tergambar dalam buku Kehidupan Kaum
Ménak 1800-1942 karya Nina Herlina Lubis. Secara garis besar ia menyoroti
tentang perubahan menyangkut status, kekuasaan, maupun sumber penghasilan
kaum ménak Priangan sebagai kelompok elite politik yang menempati strata
tertinggi di kalangan masyarakat Sunda. Perubahan tersebut terjadi seiring
dengan perubahan kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda selaku atasan
mereka.
Jika dilihat dari isi dan metode yang digunakan, buku ini tergolong ke
dalam jenis buku sejarah sosial karena menggunakan ilmu-ilmu sosial sebagai
ilmu bantu untuk menafsirkan peritiwa sejarah, khususnya yang menyangkut
kaum Menak Priangan. Dalam penulisan buku ini, ia menggunakan bantuan
pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, dan ilmu politik.
Meskipun begitu, yang paling ditonjolkan dalam buku ini adalah konsep struktur
sosial dan kelas sosial dalam sosiologi.
B. Saran
Berdasarkan kekurangan buku yang dibahas di bab sebelumnya, buku ini
secara umum bersifat eksklusif hanya tentang hubungan kaum menak dengan
para pejabat Hindia Belanda dan kaum menak sebagai elite birokrasi tradisional.
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya disarankan membahas pula tentang
hubungannya dengan masyarakat kelas bawah juga kepemimpinannya terhadap
masyarakat Priangan. Selain itu, penggunaan glosarium bahasa daerah dan
25
bahasa asing sangat diperlukan agar pembaca bisa memahami istilah-istilah
tersebut.
26
DAFTAR SUMBER
A. Sobana Hardjasaputra. (2018). Bupati di Priangan : Kedudukan dan Peranannya
pada Abad ke-17 - Abad ke-19. In Sundalana : Bupati di Priangan dan Kajian
Lainnya mengenai Budaya SundA (Vol. 3, pp. 9–66). Bandung : Pustaka Jaya &
Pusat Studi Sunda.
Anton Dwi Laksono. (2018). Apa itu Sejarah: Pengertian, Ruang Lingkup, Metode dan
Penelitian. Pontianak : Derwati Press.
Berry, D. (1981). Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (P. Wirutomo (ed.)). Jakarta :
C.V. Rajawali.
Burke, P. (2015). Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor.
Lubis, Nina H. (1998). Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung : Pusat
Informasi Kebudayaan Sunda.
M. Dien Madjid, & Wahyudi, J. (2014). Ilmu Sejarah : Sebuah Pengantar. Depok :
Prenadamedia Group.
Purwasih, J. H., Janah, Y. E., & Gumilar, F. R. (2018). Ensiklopedi Sosiologi : Struktur
Sosial. Klaten : Cempaka Putih.
27
Susanto, Astrid S. (1985). Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial. Penerbit
Binacipta.
28