SNMPProsiding DwiShintaRahayu Vygotsky
SNMPProsiding DwiShintaRahayu Vygotsky
net/publication/359918811
Implementasi Teori Vygotsky dalam Project Based Learning pada Mata Kuliah
Kajian & Pengembangan Bahan Ajar
CITATION READS
1 832
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Dwi Shinta Rahayu on 13 April 2022.
Abstrak
PENDAHULUAN
Kemampuan dalam menyusun bahan ajar sangatlah penting untuk dimiliki seorang guru
saat ini. Meskipun sumber belajar semakin banyak tersedia di era disrupsi ini namun hanya
guru yang memahami karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu sehingga
dapat mengembangkan bahan ajar sesuai kebutuhan siswanya. Selain itu, berdasarkan
Permendikbud No. 16 tahun 2007 seorang guru harus memiliki empat kompetensi yaitu
kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Kompetensi pedagogik kemudian
dijabarkan menjadi beberapa kompetensi inti yang salah satunya adalah kemampuan menata
materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik
peserta didik. Masih berdasarkan Permendikbud No. 16 tahun 2007, kemampuan
mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif menjadi salah satu
kompetensi inti dari kompetensi profesional seorang guru mata pelajaran. Dari sini, semakin
jelas bahwa kemampuan mengembangkan bahan ajar menjadi tuntutan bagi seorang guru yang
profesional.
Namun, kemampuan mengembangkan bahan ajar yang cukup seharusnya tidak hanya
dikuasai oleh guru yang aktif mengajar siswa di sekolah saja. Mahasiswa calon guru juga
hendaknya menguasai kompetensi ini karena calon-calon guru prospektif ini memang
disiapkan untuk menjadi perancang pembelajaran yang professional di masa mendatang. Untuk
membekali mahasiswanya dengan kemampuan mengembangkan bahan ajar, Fakultas Tarbiyah
IAIN Kediri khususnya Prodi Tadris Matematika memasukkan mata kuliah Kajian dan
Pengembangan Bahan Ajar dalam kurikulumnya, dimana salah satu kemampuan akhir yang
diharapkan dari mahasiswa adalah mengembangkan bahan ajar misalnya modul, LKS, dan
sebagainya.
Sementara itu, bahan ajar tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mulai dari anak-anak
sampai mahasiswa sehingga mahasiswa jelas sudah familiar dengan pemanfaatan bahan ajar.
Akan tetapi pengalaman mengembangkan bahan ajar merupakan hal yang relatif baru bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa calon guru, mengingat sebelumnya mereka hanya berperan
sebagai pengguna bukan pengembang bahan ajar. Menurut Yarbrough (1994), ketika menemui
sesuatu yang baru dipelajari seseorang akan cenderung mencari bantuan dari ahli untuk
mendapatkan pengetahuan baru dan menerapkan ketrampilan baru. Dalam teori Vygotsky, ahli
ini disebut sebagai orang lain yang lebih tahu atau “More Knowledgeable Other”. More
Knowledgeable Other (MKO) adalah individu yang memiliki pemahaman atau ketrampilan
yag lebih tinggi daripada peserta didik ditinjau dari konsep, proses, maupun tugas. MKO bisa
berupa pendidik, guru, mentor, pelatih, teman sebaya, atau bahkan orang lebih muda tapi
memiliki pengetahuan lebih. Meskipun pengetahuan dapat dibangun sendiri tapi akan lebih
maksimal jika didukung oleh MKO.
MKO membantu pebelajar di Zona Perkembangan Proksimalnya atau Zone Proxymal
Development (ZPD) yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai celah antara kemampuan yang
pebelajar dapat kuasai sendiri tanpa bantuan dengan kemampuan yang tidak dapat pebelajar
kuasai tanpa bantuan orang lain untuk menyelesaikan tugasnya. Vygostky mengklaim bahwa
proses belajar terjadi di ZPD ini. MKO membantu pebelajar melewati celah antara apa yang
sudah mereka tahu dengan apa yang belum mereka tahu dimana pada celah ini (ZPD) pebelajar
belajar. Pada ZPD, pebelajar lebih responsif kepada instruksi dan bimbingan MKO sehingga
MKO harus menyediakan bimbingan yang memungkinkan pebelajar mengembangkan
ketrampilan mereka sendiri. Dengan demikian, pebelajar dapat melewati ZPD dengan lebih
cepat (Yarbrough, 1994; Woolfolk, 2016;Schunk, 2012;Slavin, 2018). Lebih jauh, M.K.
Warford (dalam Fania & Ghaemi, 2011; Beer, 2017) menjelaskan situasi pembelajaran sesuai
konteks Vygotsky juga terjadi dalam pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi. Warford
menyebutkan Zone Proxymal Teacher Development (ZPTD), yang tak lain adalah ZPD calon
guru, merupakan jarak antara apa yang mahasiswa calon guru bisa lakukan sendiri tanpa
bantuan dengan level proximal yang mungkin mereka bisa capai melalui bantuan terbimbing
terstruktur (scaffolding) dari MKO
Selain Zona Perkembangan Proksimal, beberapa konsep sentral dari teori Vygotsky
antara lain mediasi, scaffoding, dan interaksi teman sebaya. Vygotsky percaya bahwa
ketrampilan kompleks dari seorang pebelajar dapat berkembang melalui mediasi dari MKO
(baik dari orang dewasa maupun teman sebaya). Orang dewasa (dalam hal ini bisa jadi guru,
dosen, mentor, pelatih, dan sebagainya) dapat menjelaskan, mendemonstrasikan, atau
menyederhanakan ketrampilan, pengetahuan, atau konsep menjadi bagian yang lebih kecil
sehingga pebelajar dapat belajar darinya. Scaffolding bisa dianggap sebagai mediasi yang
terencana, dapat membantu pebelajar meningkatkan kemampuannya ke kemampuan barunya
secara mandiri. Teori Vygotsky juga menekankan pada interaksi teman sebaya dalam
mempelajari sesuatu. Hal ini karena teman sebaya umumnya juga berada pada ZPD yang sama
dan dapat memberikan contoh pola pikir yang sedikit lebih tinggi tingkatannya. Selain itu juga,
biasanya pebelajar lebih nyaman untuk bertanya jawab dan bertukar pikiran dengan teman
sebayanya untuk mendapatkan kemampuan baru daripada dengan guru, mentor, dosen,
instruktur, atau sebagainya. (Slavin, 2018)
Adapun implikasi dari teori Vygotsky yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas
(Fania & Ghaemi, 2011; Schunk, 2012; Ormroad, Anderman, & Anderman, 2017) antara lain:
1. Memberikan tugas yang hanya dapat dilakukan peserta didik dengan bantuan orang lain
2. Memberikan dukungan atau scaffolding yang cukup guna mendorong siswa untuk menyelesaikan
tugas dengan baik, kemudian secara bertahap mengurangi dukungan tersebut bersamaan
dengan peningkatan kemampuan peserta didik. Bentuk-bentuk scaffolding tersebut antara lain:
a. Mendemonstrasikan cara yang benar sehingga peserta didik dapat menirukannya
b. Memecah tugas yang kompleks menjadi aktivitas-aktivitas yang lebih kecil atau sederhana
c. Menyediakan serangkaian panduan untuk menyelesaikan tugas
d. Menyediakan kalkulator, perangkat lunak komputer, atau teknologi lain yang membuat
beberapa aspek tugas lebih mudah diselesaikan
e. Menjaga perhatian peserta didik agar tetap fokus pada aspek-aspek kritis tugas
f. Memberikan pertanyaan pancingan atau petunjuk-petunjuk yang menggiring siswa
menemukan penyelesaian tugasnya
g. Memberikan umpan balik secara intens terhadap perkembangan tugas peserta didik
3. Mengorganisasikan peserta didik bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang
kompleks. Kerja kelompok ini memungkinkan adanya peer tutoring dan interaksi sosial antar
peserta didik yang dipercaya Vygotsky dapat mendorong peserta didik melewati ZPD
4. Melibatkan peserta didik dalam kegiatan orang dewasa atau profesional di lingkungan nyata.
Kegiatan ini memungkinkan peserta didik untuk melakukan observasi bagaimana orang dewasa
atau profesional melaksanakan tugasnya secara benar untuk dianalisis dan direfleksi.
5. Memberi kesempatan peserta didik belajar melalui kerja praktik, simulasi, magang atau melalui
bermain peran
6. Melalui reciprocal teaching dimana pendidik dan kelompok kecil peserta didik dapat berdialog
secara interaktif.
7. Melalui menulis jurnal sehingga peserta didik mampu merefleksi pengalamannya dalam
menyelesaikan tugas kompleks untuk menguatkan pengetahuan yang baru saja diperolehnya
Teori Vygotsky memberikan banyak perhatian pada interaksi sosial peserta didik, baik
melalui peer tutoring/collaboration maupun melalui pemberian scaffolding dari MKO untuk
menyelesaikan tugas yang kompleks. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan hal-
hal tersebut adalah Project Based Learning. Project Based Learning atau Pembelajaran
berbasis proyek merupakan kegiatan pembelajaran berbasis tugas kompleks yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Proyek memberikan siswa suatu mekanisme untuk
merencanakan, mengorganisasi, dan menciptakan suatu karya atau produk (Gal & Garfield,
1997; Kulsum, 2011; Setyowati & Mawardi, 2018)
Adapun sintaks Project Based Learning sebagaimana yang dikembangkan oleh The
George Lucas Educational Foundation (Nurohman 2015) terdiri dari :
1. Start With the Essential Question (menentukan pertanyaan mendasar)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. design a plan for the project (menyusun perencanaan proyek)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Perencanaan berisi
tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan
esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat
dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek
3. create a schedule (menyusun jadwal)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal penyelesaian tugas proyek
4. monitor the student and the progress of project (memonitor peserta didik dan kemajuan proyek)
Monitoring dilakukan pengajar dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses
penyelesaian tugas proyek
dokumentasi, dan wawancara, serta melalui FGD. Selanjutnya, pada tahap terakhir dilakukan
penarikan simpulan berdasarkan hasil reduksi dan penyajian data. Dalam hal ini, akan
dihasilkan simpulan mengenai bentuk-bentuk penerapan teori Vygotsky dalam tahap-tahap
PjBL.
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan setelah melakukan rekapitulasi hasil
pretest dan posttest serta hasil angket respons mahasiswa. Peningkatan hasil belajar mahasiswa
dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi dengan menggunakan rumus N-gain
(Saputri, dkk, 2016).
SkorPosttest -SkorPretest
N-Gain =
Skormaksimal -SkorPretest
Sementara itu, respons mahasiswa terhadap implementasi teori Vygotsky dalam PjBL dihitung
berdasarkan skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi kemudian
menginterpretasikannya berdasarkan Tabel berikut ini.
bahwa pemberian tugas yang kompleks yang hanya dapat diselesaikan dengan bantuan orang
lain akan mendorong peserta didik untuk belajar pada Zona Perkembangan Proksimalnya dan
mencari bantuan dari MKO. Tugas kompleks yang diselesaikan dengan setting peer
collaboration dan peer tutoring juga memungkinkan agar terjadi interaksi sosial antar
mahasiswa dalam proses belajar bersamaan dengan proses penyelesaian tugas. Selain diberi
tugas dalam kelompok, mahasiswa secara individu juga diminta menulis jurnal yang berisi
pengalaman dan kendala yang mereka selama proses menyelesaikan tugas. Menurut Fania dan
Ghaemi (2011), jurnal membantu peserta didik merefleksi pengalaman belajarnya dalam
menyelesaikan tugas kompleks
Tahap 2 : Menyusun Perencanaan Proyek
Selanjutnya, dalam kelompok mahasiswa merencanakan proyek penyusunan bahan ajar modul.
Untuk membimbing mahasiswa merencanakan proyek, dosen memberikan scaffolding dengan
memecah tugas penyusun bahan ajar menjadi beberapa kegiatan yang lebih sederhana yaitu 1)
menganalisis kurikulum, 2) menganalisis sumber belajar, 3) menyusun peta bahan ajar, dan 4)
menyusun materi berdasarkan struktur isi modul. Untuk membimbing mahasiswa
merencanakan semua kegiatan tersebut, dosen juga menyediakan format matriks analisis
kurikulum dan sumber belajar. Hal ini didasarkan pendapat Schunk (2012) dan Ormroad,
Anderman, & Anderman (2017) yang menyebutkan penyederhanaan tugas kompleks dan
pemberian panduan membantu peserta didik melewati ZPD
Tahap 3 : Menyusun Jadwal
Di akhir pertemuan pertama, mahasiswa dan dosen berkolaborasi melalui diskusi klasikal
untuk menyusun jadwal penyelesaian tugas proyek. Untuk membantu menyusun jadwal
penyelesaian tugas proyek, dosen memberikan checklist kegiatan-kegiatan yang harus
diselesaikan mahasiswa untuk mengembangkan sebuah modul pembelajaran. Dengan adanya
bantuan berupa checklist ini, peseta didik tetap fokus pada proyek yang harus diselesaikan
sesuai dengan saran Ormroad, Anderman, & Anderman (2017).
Tahap 4 : Memonitor Peserta Didik dan Kemajuan Proyek
Proses penyelesaian tugas menyusun bahan ajar modul diberikan selama 3 pertemuan. Pada
pertemuan kedua, dosen memonitor perkembangan tugas mahasiswa dengan memberikan
umpan balik terhadap hasil kerja mahasiswa kemudian menganalisis kesalahan apa saja yang
terjadi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, diperoleh data kesalahan yang banyak dilakukan
mahasiswa ketika menganalisis kurikulum adalah kurang tepatnya menyusun indikator
pencapaian kompetensi yang berakibat kurang dalam atau luasnya cakupan materi yang akan
dimuat dalam modul. Untuk mengatasi hal tersebut, dosen melakukan demonstrasi dalam
pengembangan indikator pencapaian kompetensi dan mengembangkan materi berdasarkan
analisis kurikulum tersebut. Namun demikian, karena setiap kelompok tidak selalu melakukan
kesalahan yang sama maka selain melakukan demonstrasi dosen juga berkeliling memonitor
kerja mahasiswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan dan berdiskusi
langsung dengan mahasiswa dalam kelompoknya. Hal ini dilakukan untuk memancing
pemikiran kritis mahasiswa sehingga mereka dapat menyadari kesalahannya dan menemukan
cara yang benar dalam menyelesaikan tugas. Hal ini sesuai pendapat Ormroad, Anderman, &
Anderman (2017) yang menyatakan bahwa feedback dan pertanyaan pancingan dapat
menggiring peserta didik untuk dapat menyelesaikan tugas
Tahap 5 : Menilai Hasil
Pada pertemuan terakhir, masing-masing kelompok menunjukkan produk proyek mereka.
Dosen kemudian melakukan meminta penilaian antar kelompok selain dosen sendiri
melakukan penilaian. Pemberian penilaian ini juga disertai umpan balik atas produk proyek
mahasiswa maupun portofolio proses penyelesaian proyek menyusun bahan ajar. Pemberian
feedback ini dilakukan untuk memantapkan pemahaman dan ketrampilan yang baru saja
diperoleh mahasiswa setelah menyelesaikan tugas menyusun bahan ajar.
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil belajar mahasiswa sebelum dan sesudah
implementasi teori Vygotsky dalam Project Based Learning mengalami peningkatan dari
rerata 70,22 menjadi 82,83 dari skor maksimum 100. Jika dilihat dari nilai N-Gain dapat
dikatakan peningkatan hasil belajar mahasiswa dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan
adanya proses belajar mahasiswa dalam ZPDnya yang mana mahasiswa selama ini hanya
berperan sebagai pengguna bahan ajar diberi tugas proyek mengembangkan bahan ajar. Pada
proses belajar ini, mahasiswa mendapatkan tugas yang berada di luar kemampuannya
mengerjakan sendiri sehingga perlu berkolaborasi dengan teman sebaya yaitu sesama
mahasiswa dalam satu kelompok atau mendapatkan bimbingan dari orang lain, dalam hal ini
dosen sebagai MKO. Kolaborasi dengan teman sekelompok memungkinkan terjadinya peer
tutoring. Vygotksy percaya bahwa peserta didik dapat belajar lebih optimal dari teman
sebayanya yang baru saja melewati ZPDnya (Fania dan Ghaemi 2011). Proses belajar in
didukung dengan fitur project based learning yang memfasilitasi mahasiswa untuk learning
by doing, belajar sambil menyelesaikan tugas proyek. Hal ini sesuai dengan hasil riset Neumont
University pada tahun 2006 yang melaporkan model pembelajaran yang melibatkan mahasiswa
untuk saling berperan aktif dalam proses pembelajaran sebagaimana yang dikembangkan
dalam Project Based Learning menghasilkan pemahaman yang lebih tinggi daripada model
pembelajaran yang hanya berpusat pada guru/dosen (Nurohman 2015).
Efektivitas implementasi teori Vygotsky dalam Project Based Learning pada Mata
Kuliah Kajian dan Pengembangan Bahan Ajar Topik Mengembangkan Bahan Ajar Modul
ditinjau dari respons mahasiswa dideskripsikan sebagai berikut ini.
Berdasarkan hasil angket respons mahasiswa, seluruh aspek respons mahasiswa berada pada
kategori baik dengan rerata aspek motivasi, keyakinan, dan kepuasan secara berturut-turut
berada di poin 3,43; 2,97; dan 3,05 dari skor maksimal 4. Selisih rerata tiap aspek relatif kecil.
Rerata paling rendah berada pada aspek keyakinan. Hal ini dikarenakan tugas yang diberikan
sebagai proyek merupakan tugas yang baru dan kompleks, sehingga mahasiswa merasakan
beberapa kesulitan dalam penyelesaiannya. Sedangkan aspek dengan nilai rerata paling tinggi
adalah aspek motivasi yang mana dalam proses pembelajaran mahasiswa mendapatkan banyak
bimbingan dan scaffolding dari dosen serta bekerja dalam kelompok sehingga termotivasi
untuk menyelesaikan tugas dengan tuntas. Respons mahasiswa yang secara umum dalam
kategori baik dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu
(2016) dan Izzati (2018) yang juga melaporkan mahasiswa calon guru memberikan respons
yang positif atau kuat terhadap penerapan pembelajaran berbasis proyek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan teori Vygotsky dalam tahap-tahap Project Based
Learning pada Mata Kuliah Kajian dan Pengembangan Bahan Ajar topik mengembangkan
bahan ajar modul dapat disimpulkan sebagai berikut. Pada Tahap Menentukan Pertanyaan
Mendasar, setting peer tutoring diterapkan melalui pemberian tugas proyek menyusun bahan
ajar secara berkelompok. Pada tahap menyusun perencanaan proyek, scaffolding berupa
pemecahan tugas menjadi langkah-langkah sederhana dan pemberian form tugas dilakukan
untuk membantu mahasiswa mendesain perencanaan proyek. Pada tahap menyusun jadwal,
mahasiswa diberi checklist kegiatan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas guna
membimbing mahasiswa menyusun jadwal dan membuat mahasiswa fokus pada penyelesaian
tugas. Pada tahap memonitor peserta didik dan kemajuan proyek, demonstrasi dan pertanyaan
untuk didiskusikan dalam kelompok diberikan sebagai scaffolding dan untuk memonitor
kinerja kelompok. Pada tahap menilai hasil, dilakukan penilaian dan pemberian umpan balik
terhadap hasil tugas proyek oleh teman sebaya dan dosen. Pada tahap evaluasi pengalaman,
dilakukan refleksi oleh mahasiswa bersama dosen terkait seluruh proses penyelesaian tugas
proyek. Dosen memberikan umpan balik pada jurnal mahasiswa sebagai penguatan
pengetahuan yang baru saja dikuasai mahasiswa setelah menyelesaikan tugas proyek. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa dalam kategori sedang
serta respons mahasiswa dalam kategori baik terhadap implementasi teori Vygotsky dalam
Project Based Learning pada Mata Kuliah Kajian dan Pengembangan Bahan Ajar Topik
mengembangkan bahan ajar modul.
Berdasarkan simpulan di atas, hal-hal yang dapat disarankan antara lain hendaknya dosen
mengimplementasikan teori Vygotsky dalam perkuliahan sebagai alternatif cara
mengembangkan pengetahuan atau ketrampilan baru yang harus dikuasai mahasiswa dan perlu
diadakannya penelitian serupa pada bidang lain untuk mengetahui efektivitasnya pada bidang
lain.
DAFTAR RUJUKAN
Beer, Josef de. 2017. "THE ZONE OF PROXIMAL TEACHER DEVELOPMENT UNDER
THEMICROSCOPE: REFLECTIONS OF A TEACHER EDUCATOR." 4th Teachind
and Education Conference. Venice. 13-27.
Chrisnawati, enny Ekana, Budi Usodo, Ira Kurniawati, and Yemi Kuswardi. 2015.
"PENERAPAN STRATEGI ARCS DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING :
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA
DAN PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASISWA PADA MATA KULIAH
MATEMATIKA DASAR." JMME: Journal of Mathematics and Mathematics
Education, 5(2).
Damayanti, Nia Wahyu. 2016. "PRAKTIK PEMBERIAN SCAFFOLDING OLEH
MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATA KULIAH
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR (SBM) MATEMATIKA ."