BAB II
KAJIAN PUSTAKA
harapan baru bagi umat manusia. Pertama, penuaan dapat dianggap dan
diperlakukan seperti suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati,
biomolekuler dan genetika, aplikasi cell therapy, stem cell therapy, dan kloning
organ tubuh, serta organ buatan, memungkinkan kondisi dan fungsi organ tubuh
takdir genetiknya sehingga ada upaya yang seharusnya dapat dilakukan agar
walaupun usia terus bertambah tetapi fungsi tubuh tetap dapat dipertahankan
sehingga kualitas hidup tetap baik, misalnya dengan menerapkan gaya hidup
sehat. Ketiga, manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena level
hormonnya menurun dan bukan level hormon menurun karena manusia menjadi
melalui “measures taken in order to slow, stop or even reverse phenomena related
13
mengatasi proses penuaan agar keluhan, disfungsi, atau penyakit tidak muncul
Model teori AAM ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat
penuaan dan bahkan mengembalikan ke kondisi dan fungsi semula yang normal.
perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel. Pada akhirnya, usia harapan
hidup menjadi lebih panjang dan dalam keadaan sehat dengan kualitas hidup yang
baik. Ini berarti tetap dapat berkarya dengan baik pada lanjut usia (lansia). Pada
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal
kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor-faktor eksternal yang utama ialah gaya
hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan,
dihambat, dan diatasi maka proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat,
14
berbagai organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, padahal
usia sebenarnya telah bertambah. Dengan konsep AAM, usia fisiologis atau
biologis dapat menjadi lebih muda daripada usia kronologis. Ini berarti usia
harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik
2017a, 2017b).
perubahan fisik dan psikis namun berlangsung secara bertahap melalui 3 tahap,
yaitu tahap subklinik, tahap transisi, dan tahap klinik. Proses penuaan tidak selalu
harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang
tidak mengalami gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami proses
muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2007; Pangkahila, 2011;
2.2 Menopause
untuk selamanya. Perubahan tersebut disertai berbagai tanda, gejala, dan keluhan
lain yang sangat mengganggu serta dapat menimbulkan kualitas hidup yang
15
menjadi 3, sebagai berikut. Pertama, gejala fisik meliputi gejolak panas (hot
flash), berkeringat malam hari, gangguan tidur, lelah, gatal, nyeri tulang karena
osteoporosis, sakit kepala, palpitasi, tidak dapat menahan kencing, gemuk dengan
timbunan lemak di pinggang dan perut (visceral obesity), rambut rontok, dan kulit
keriput. Kedua, gejala psikis meliputi cemas, gelisah, labil, mudah tersinggung,
konsentrasi menurun, dan mudah lupa. Ketiga, gejala disfungsi seksual meliputi
dorongan seksual menurun dan gangguan bangkitan seksual karena klitoris tidak
oleh hormon yang berkurang maka pengobatan hormon perlu diberikan pada PM
fungsi seksual saja tetapi juga perbaikan bagi fungsi organ tubuh lain. Pada
akhirnya tanda, gejala, dan keluhan menopause lainnya juga berkurang, bahkan
16
androgen lebih dari 20 mg/hari, yang terdiri dari DHEA 4 mg/hari, DHEAS 7-15
mg/hari, androstenedion 1,5 mg/hari, dan testosteron 0,05 mg/hari (Stewart dan
adalah prekursor hormon steroid seks yang melimpah di sirkulasi darah, 90-95%
diproduksi de novo oleh ovarium, testis, dan otak. Level prehormon ini mencapai
maksimal pada dekade usia ke-2 dan ke-3 yang kadarnya bisa mencapai 20 kali
lebih besar dari kortisol. Prehormon ini kemudian mengalami penurunan 2-5% per
tahun sehingga hanya tersisa 5-20%, dari level produksi puncak, pada dekade
usia yang ke-7 dan ke-8. Dengan demikian, seorang lansia normal dapat dianggap
mengalami perubahan yang minimal sepanjang hayat manusia. Proses ini disebut
Gambar 2.1
Bioavailabilitas DHEA menurun seiring bertambahnya usia
Prasterone intravaginal mengembalikan level DHEA di vagina (Labrie,
2016)
2011; Bloch et al., 2013), sindrom menopause (SM) (Pluchino et al., 2014; Labrie
et al., 2015), penyakit kardiovaskular (Jacob et al., 2010; Traish et al., 2011;
Huerta-Garcia et al., 2012; Auro et al., 2014), kanker (Hakkak et al., 2010; Preuss
et al., 2012; Perry et al., 2015), dislipidemia (Jankowski et al., 2011), diabetes
melitus tipe 2 (DMT2) (Weiss et al., 2011; Auro et al., 2014), obesitas (Traish et
al., 2011; Cao et al., 2013; Perry et al., 2015; Hakkak et al., 2017), sarkopenia
(Labrie, 2010), skin aging (Nouveau et al., 2008; Slominski et al., 2015),
18
mood dan kognitif, depresi, dan neurodegeneratif (Johansson et al., 2011; Sorwell
replacement therapy normalized some effects of aging, but does not create
et al., 2008; Pluchino et al., 2008, 2014; Hahner dan Allolio, 2010; Labrie, 2010;
Corona et al., 2013; Samaras et al., 2013, 2014: Urbanski et al., 2014; Keane et
al., 2015; Pangkahila dan Wong, 2015; Riera dan Dillin, 2015; Shohat-Tal et al.,
2015).
aging dan DMT2, aging dan limfoma, aging dan pemasangan filamen aktin, aging
19
dan metabolisme obat dan xenobiotic, serta aging dan protein zinc fingers. Hasil
langsung dan tidak langsung (Traish et al., 2011; Lang et al., 2015). Aksi DHEA
secara langsung terjadi via berikatan dengan membran sel, reseptor membran sel
oxide synthase sel endotel (eNOS) untuk release nitric oxide (NO) (Traish et al.,
(G6PDH) (Mousa et al., 2009; Hakkak et al., 2010; Preuss et al., 2012). 6) DHEA
dengan reactive oxygen species (ROS) (Jacob et al., 2010; Traish et al., 2011;
Gambar 2.2
Biosintesis hormon steroid (Achermann dan Hughes, 2016)
Ada 2 mekanisme aksi DHEA yang terjadi secara tidak langsung, yaitu
sebagai berikut. 1) DHEA berkonversi menjadi hormon steroid seks yang aktif,
androgen atau estrogen, yang disintesis di kelenjar adrenalis, testis, dan ovarium
21
aktif yang disintesis in situ di sel-sel target jaringan perifer dengan melibatkan
HSD) dan aromatase, dan mengalami inaktivasi metabolik intrasel oleh uridine
mengubah kadar serum hormon tersebut (cell-specific exposure), hal ini sesuai
dengan mekanisme intrakrinologi (Tabel 2.1, Gambar 2.3, dan Gambar 2.4) (Luu-
The dan Labrie, 2010; Mostaghel et al., 2012; Mauvais-Jarvis, 2012; Labrie dan
Labrie, 2013; Li et al., 2014; Mostaghel, 2014; Labrie et al., 2015; Gibson et al.,
Tabel 2.1
Beda endokrinologi estradiol (E2) dan intrakrinologi DHEA (Labrie et al., 2017)
E2 DHEA
Gambar 2.3
Gambaran skematik perbedaan endokrinologi dan intrakrinologi (Labrie, 2015)
(Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.6) (Labrie et al., 2013). Selain itu,
jaringan target yang sangat penting untuk terapi. Jadi, DHEA memenuhi
kebutuhan terhadap estrogen dan androgen yang aktivasi dan inaktivasinya in situ
Gambar 2.4
Skema perbandingan endokrinologi dan intrakrinologi (Labrie, 2016).
25
Gambar 2.5
Mekanisme intrakrinologi pada PM (Labrie, 2016)
DHEA menjadi sumber yang unik dan eksklusif dari hormon steroid
oleh kelenjar adrenalis dan 18% oleh ovarium pada saat berusia 42-74 tahun
dengan variasi level berbeda masing-masing 7,89 kali lipat dan 9,2 kali lipat
antara yang memiliki DHEA serum dan DHEAS serum berlevel rendah dan tinggi
(Labrie, 2011; Labrie et al., 2011a; Labrie et al., 2011b). Namun, sekresi DHEA
menurun secara nyata sejak usia 30 tahun dan mencapai penurunan rerata sebesar
60% pada saat menopause bila dibandingkan dengan nilai maksimal pada saat
menunjukkan kadar serum yang sangat bervariasi, yaitu pada 25% perempuan
yang terhindar dari sindrom menopause (SM) yang nyata mempunyai kadar
DHEA yang tinggi sedangkan pada 75% perempuan memiliki kadar DHEA yang
rendah dan mengalami SM yang nyata (Labrie, 2015a, 2015b). Sekresi DHEA
tidak memiliki mekanisme umpan balik untuk meningkatkan sekresi bila kadar
serumnya rendah sehingga perempuan dengan laju sekresi DHEA yang rendah
konsekuensinya bila tidak diterapi dengan DHEA eksogen (Labrie dan Labrie,
2013).
sel untuk berfungsi normal, jumlahnya bergantung pada level enzim steroidogenik
steroid seks tersebut secara biologis sehingga terhindar dari efek sistemik yang
tidak diinginkan, khususnya stimulasi uterus dan payudara (Labrie et al., 2013;
Labrie dan Labrie, 2013; Labrie, 2015a, 2015b; Labrie et al., 2017).
mengalami atrofi vagina dan sindrom disfungsi seksual yang berkaitan dengan
perubahan atau disertai perubahan yang minimal kadar hormon steroid seks serum
pasca menopause (Gambar 2.6) (Labrie et al., 2013; Labrie dan Labrie, 2013;
Labrie, 2015a, 2015b). Pendekatan ini menghindarkan dari efek sistemik yang
tersedia saat ini (Mungenast dan Thalhammer, 2014; McNamara et al., 2016).
androgenik secara fisiologis yang penting untuk terapi SM (Labrie et al., 2017)
Gambar 2.6
Enzim steroidogenik dan enzim inaktivasi steroid di jaringan intrakrin perifer
pada manusia (Labrie, 2016)
28
115 perempuan berusia 55-85 tahun yang diberi DHEA per oral dosis 50 mg
sekali sehari selama 1 tahun. Para peneliti ini menemukan adanya biotransformasi
DHEA menjadi hormon steroid seks aktif dan metabolitnya. Selain itu, terjadi
diberi DHEA per oral 10 mg/hari dibandingkan yang diberi HRT kombinasi
signifikan sedangkan HRT tidak. Selain itu, DHEA menurunkan level kortisol
lebih banyak bila dibandingkan HRT. Dalam penelitian ini didapatkan juga efek
progestogenik DHEA.
pascamenopause dengan libido rendah yang diberi DHEA 50 mg per oral sekali
sehari selama 52 minggu. Para peneliti ini menemukan bahwa DHEA tidak
menimbulkan efek yang merugikan pada uterus. Efek tersebut sama dengan efek
pada 216 perempuan pascamenopause yang diberi ovula DHEA 0,25% (3,25 mg),
0,5% (6,5 mg), atau 1% (13 mg) sekali sehari sebelum tidur malam hari selama
12 minggu. Para peneliti ini menemukan bahwa DHEA 0,5% berefek konsisten
dan sangat signifikan secara klinis dan statistik pada semua parameter pengobatan
atrofi vagina yang terdiri dari menurunnya pH vagina dan persentase sel
yang diberi DHEA 100 mg/hari per oral atau plasebo selama 6 minggu, RCT,
double blind study, kemudian diukur dengan kuesener fungsi seksual, kadar
DHEAS dan kadar bioavailable testosteron dan testosteron total , kadar estradiol,
kadar DHEA urin, dan androsteron. Hanya pada perempuan saja, terdapat efek
tidak. Hal ini mengindikasikan perbedaan jenis kelamin yang nyata. Hasil positif
ini menyarankan DHEA neurosteroid efektif pada wanita dengan HSDD bila
diberi ovula DHEA 6,5 mg sekali sehari sebelum tidur malam selama 7 hari.
Kemudian, para peneliti mengukur kadar steroid seks serum, meliputi estradiol
30
pada jam ke-0, 0,5, 1, 2, 4, 6, 8, 12, 18, 24 pascapemberian ovula pada hari ke-1
dan ke-7. Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa tidak ada perubahan kadar
steroid seks serum yang signifikan bila dibandingkan baseline, selain itu kadar
metabolit estrogen dan androgen serum tetap dalam rentang nilai yang normal
pada pascamenopause.
III selama 52 minggu pada 422 perempuan pascamenopause yang diberi ovula
DHEA 6,5 mg sekali sehari sebelum tidur malam hari. Para partisipan tersebut
perempuan tersebut diberi ovula DHEA 0,5% (6,5 mg) sekali sehari sebelum tidur
malam hari selama 12 minggu. Para peneliti menemukan peningkatan skor the
Female Sexual Function Index (FSFI) yang sangat signifikan pada 6 domain,
antara lain desire, arousal, lubrication, orgasm, satisfaction, dan pain at sexual
ovula DHEA 0,5% (6,5 mg) sekali sehari sebelum tidur malam hari selama 52
31
pada hari ke-1 dan minggu ke-12, 26, 52. Para peneliti menemukan bahwa seluruh
level steroid seks berada pada nilai pascamenopause yang normal tanpa adanya
dengan dyspareunia yang diberi ovula DHEA 0,5% (6,5 mg) sekali sehari
sebelum tidur malam hari selama 12 minggu. Para peneliti menemukan DHEA
dibandingkan plasebo.
hysterectomized dengan AVV yang diberi ovula DHEA 0,5% (6,5 mg) sekali
sehari sebelum tidur malam hari selama 52 minggu. Para peneliti menemukan
satisfaction, dan pain at sexual activity masing-masing sebesar 28%, 49%, 115%,
51%, 41%, dan 108% dibandingkan baseline. Selain itu, terjadi peningkatan skor
sehari. Adverse reactions produk tersebut pada 4 safety trials selama 12 minggu
adalah vaginal discharge akibat lelehan ovula dan Pap smear yang abnormal.
berumur 6-7 minggu yang diberi DHEA dosis 100 mg/kg per oral sekali sehari
selama 175 hari. Para peneliti menemukan DHEA meningkatkan kadar serum
minggu pascaovarektomi yang diberi ovula DHEA dosis 0,33 mg sekali sehari
selama 14 hari dan menemukan ovula DHEA dosis terkecil tersebut masih dapat
densitas serabut saraf protein gene product (PGP) 9.5 di lamina propria dinding
vagina.
serabut saraf PGP 9.5 sebesar 60% bila dibandingkan tikus pascaovarektomi yang
densitas serabut saraf sebesar 87%, namun premarin tidak berefek terhadap
yang berdinding tipis, distensible, yang memanjang dari serviks sampai vulva.
Vagina berbatasan dengan rektum di bagian dorsal dan urehra pada bagian
ventral. Ukuran vagina pada tikus dewasa sekitar 15-20 mm panjangnya, dan
oleh sejumlah lipatan longitudinal yang meningkatkan lebar area posterior yang
vagina bervariasi tergantung pada fase siklus estrous. Selama fase proestrous dan
estrous vagina kering dan kusam. Selama fase metestrous dan diestrous vagina
menjadi lebih lembab dan kemerahan. Vulva adalah bagian luar genetalia yang
34
mengelilingi mulut vagina. Vulva tersusun dari jaringan yang lebarnya kurang
dari 1 mm dan ditutupi oleh rambut yang jarang. Vulva menjadi sedikit sembab
Gambar 2.7
Sistem reproduksi tikus putih betina (Lőw et al., 2016)
jalan lahir. Di samping itu, konten vagina selama estrous mengandung feromon,
yang ada di rongga vagina selama masa proestrous. Vagina yang membengkak
penis selip. Menebalnya mukosa vagina dengan epitel bertanduk yang padat tapi
hormon steroid seks, yaitu hormon estrogen, progesteron, dan testosteron (Zanni
et al., 2014).
eritema dan pteki serta epitelium menjadi lebih tipis (Gambar 2.8, Gambar 2.9,
dan Gambar 2.10). Istilah atrofi vagina menggambarkan dinding vagina yang
tipis, pucat, kering, dan seringkali meradang, yaitu atrophic vaginitis. Selama
(hanya beberapa lapis sel), kurang elastis, serta semakin lama semakin halus
A B
Gambar 2.8
Gambaran histologis vagina tikus putih A. intact, B. pascaovarektomi,
E. epitel, L. lamina propria, M. muscularis
(Berger et al., 2008)
Gambar 2.9
Mukosa vagina tikus putih pascaovarektomi
A. Inflamasi sedang, infiltrasi lekosit, mikroabses intraepitelial (MI)
B. E: erosi, U: ulserasi (Berger et al., 2008)
37
Gambar 2.10
A. Tikus intact fase estrus, ketebalan epitelnya 10-15 lapis, bertanduk
B. Tikus pascaovarektomi, ketebalannya 4 sampai 6 lapis , tidak bertanduk
(Berger et al., 2008)
tikus putih galur wistar betina. Tikus putih adalah hewan yang paling sering
digunakan sebagai model dalam penelitian biomedis. Salah satunya adalah galur
(Gambar 2.11) (Sengupta, 2013). Klasifikasi taksonomi dari tikus putih sebagai
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Placentalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
38
Gambar 2.11
Tikus putih (Estina, 2010)
kesamaan dengan manusia dalam hal fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi, dan
beberapa sifatnya, antara lain mudah dipelihara dan ukurannya cukup besar
sehingga mudah untuk diamati. Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif
resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Terdapat dua sifat yang membedakan
tikus putih dengan hewan percobaan yang lain, yaitu pertama, tikus putih
memiliki struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam
lambung, sehingga tikus putih tidak dapat muntah. Sifat kedua, tikus putih tidak
dengan manusia berusia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan
percobaan karena tikus putih betina dapat memberikan hasil penelitian yang lebih
stabil dan dapat dikontrol secara ketat. Tikus putih berukuran lebih besar
39
lebih menguntungkan daripada mencit. Berbeda dengan mencit, tikus putih tidak
bersifat photophobia. Aktivitas tikus putih tidak terganggu oleh adanya manusia
sesamanya. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat melihat
dan mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini
terhadap nutrisi, penuaan, dan kelainan metabolik adalah Wistar dan Sprague-
Dawley. Sebuah studi yang membandingkan tikus Wistar dan tikus Sprague-
penambahan berat badan yang lebih nyata pada pemberian diet tinggi lemak
(Koolhaas., 2010).
umur biologis tikus sebagai model untuk dikorelasikan dengan manusia masih
menjadi perdebatan. Berat badan jelas tidak dapat digunakan sebagai patokan.
diatur 12 jam terang dan 12 jam gelap. Tikus, terutama tikus albino, sangat
a. Kandang tikus harus tampak jelas dari luar serta tahan gigitan sehingga
hewan tidak mudah lepas. Kandang harus cukup kuat dan tidak mudah
dibersihkan seminggu sekali. Alas tempat tidur harus mudah menyerap air,
c. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram luas lantai tiap ekor tikus
adalah 600 cm2, tinggi 20 cm. Jumlah maksimal tikus dalam satu kandang
Jika kondisi diatas tidak terpenuhi, maka tikus menjadi sakit. Berikut adalah
a. Penampilan umum pada tikus yang sakit dapat terlihat piloereksi, bulu
pencernaannya.
41
c. Tingkah laku tikus yang sakit yang sebelumnya agresif tetapi lambat
d. Postur tikus yang sakit akan sering tiduran di lantai kandang, dengan
f. Suara tikus yang sakit akan lebih banyak mencicit ketika dipegang.
Tabel 2.2
Data fisiologis dan reproduktif tikus putih
(Hubrecht dan Kirkwood, 2010)
Karakteristik