Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan dan Kegunaan................................................................................................3
1.4 Metode Penyusunan...................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
KAJIAN TEORITIS.................................................................................................................4
2.1 Pembangunan.............................................................................................................4
2.2 Rumah Tidak Layak Huni.........................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................7
EVALUASI DAN ANALISIS..................................................................................................7
3.1 Pembangunan Rutilahu di Provinsi Banten...............................................................7
BAB IV.....................................................................................................................................9
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS...................................................9
4.1 Landasan Filosofis.....................................................................................................9
4.2 Landasan Sosiologis..................................................................................................9
4.3 Landasan Yuridis.....................................................................................................10
BAB V....................................................................................................................................11
JANGKAUAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN RUANG LINGKUP.......................................11
5.1 Jangkauan dan Arah Pengaturan..............................................................................11
5.2 Ruang Lingkup........................................................................................................11
BAB VI...................................................................................................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................12
6.1 Kesimpulan..............................................................................................................12
6.2 Saran........................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang


berhak hidup sejahtera dan lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Maka dari itu negara wajib untuk mengatur dan menjamin keberlangsungan hidup
warga negaranya termasuk didalamnya untuk menjamin hak yang dimiliki setiap
warga negara. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu elemen
yang wajib disediakan pemerintah. Kebutuhan manusia terbagi menjadi 3 yaitu
kebutuhan primer, sekundet, dan tersier. Hal utama yang akan dipenuhi yaitu
kebutuhan primer. Kebutuhan primer ini yaitu pakaian (sandang), makanan dan
minum (pangan), dan rumah/ tempat tinggal (papan). Kebutuhan yang sulit dipenuhi
sekarang ini terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah adalah rumah.
Urusan perumahan dan kawasan permukiman merupakan urusan pemerintahan wajib
yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal ini adalah
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan rumah layak huni guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar
tahun 1945. Untuk mewujudkan perumahan dan Kawasan permukiman yang baik atau
layak huni tidak mudah, karena membutuhkan biaya tidak sedikit sehingga harus
benar-benar direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Untuk memenuhi kriteria
rumah layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), merupakan hal
yang sulit disamping keterbatasan biaya dalam membangun rumah yang layak ada
kebutuhan pokok lain yang harus dipenuhi. Rumah layak huni adalah tempat tinggal
yang memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial. Terpenuhinya kebutuhan
rumah yang layak huni diharapkan sebagai upaya mencapai ketahanan keluarga,
sebaliknya jika tidak terpenuhi akan menimbulkan permasalahan, seperti
keterlantaraan ataupun permasalahan kesejahteraan sosial keluarga. Kondisi

Page | 1
kemiskinan menyebabkan keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan tempat tinggal
layak bagi diri dan keluarga, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan
perumahan karena alasan ekonomi. Kemampuan rumah tangga memenuhi kebutuhan
perumahan berkaitan langsung dengan status sosial ekonomi rumah tangga dimaksud,
artinya apabila rumah tangga dalam kondisi ekonomi lemah atau miskin maka rumah
tangga itu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan rumah layak huni. Dalam kondisi
miskin keluarga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya termasuk kebutuhan
rumah tinggal layak. Untuk mengatasi masalah kemiskinan, Pemerintah khususnya
Pemerintah Provinsi Banten telah melakukan berbagai program untuk
menanggulanginya. Adapun program Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan
dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yaitu salah satunya melalui
program Bantuan Perbaikan RUTILAHU terhadap masyarakat miskin. Diharapkan
program ini dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang
layak, sehat dan berkualitas.

1.2 Identifikasi Masalah

Rumah layak huni adalah tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan,
keamanan dan sosial. Terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak huni diharapkan

Page | 2
sebagai upaya mencapai ketahanan keluarga, sebaliknya jika tidak terpenuhi akan
menimbulkan permasalahan, seperti keterlantaraan ataupun permasalahan
kesejahteraan sosial keluarga. Di dalam kajian ini akan dibahas bagaimana
pembangunan rutilahu berdampak pada pengetasan kemiskinan di Provinsi Banten.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari kajian ini adalah memberikan gambaran dan pengetahuan tentang
bagaimana bagaimana pembangunan rutilahu berdampak pada pengetasan kemiskinan
di Provinsi Banten. Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman atau
bahan untuk gagasan yang berhubungan dengan bagaimana bagaimana pembangunan
rutilahu berdampak pada pengetasan kemiskinan di Provinsi Banten.

1.4 Metode Penyusunan

1.4.1 Metode Analisis


Metode analisis pada kajian ini terdiri dari 3 (tiga) tahapan, pertama
adalah kondisi yang terjadi saat ini di lapangan. Kedua adalah mencari sumber
permasalahan yang mungkin dapat menjadi penghambat pengelolaan. Ketiga
adalah analisis kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang
seharusnya lalu dilakukan perumusan strategi dan kebijakan.
1.4.2 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil untuk melakukan kajian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder.

BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 Pembangunan

Pembangunan adalah suatu upaya perubahan yang berlandaskan pada suatu


pilihan pandangan tertentu yang tidak bebas dari pengalaman (sejarah), realitas
keadaan yang sedang dihadapi, serta kepentingan pihak-pihak yang membuat

Page | 3
keputusan pembangunan. Dalam pelaksanaannya, proses pembangunan itu
berlangsung melalui suatu siklus produksi untuk mencapai suatu konsumsi dan
pemanfaatan segala macam sumber daya dan modal, seperti sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumber keuangan, permodalan dan peralatan yang terus
menerus diperlukan dan perlu ditingkatkan. Dalam mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan, dapat timbul efek samping berupa produk-produk bekas dan lainnya
yang bersifat merusak atau mencemarkan lingkungan sehingga secara langsung atau
tidak langsung membahayakan tercapainya tujuan pokok pembangunan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tjokrominoto menyimpulkan beberapa makna
pembangunan sebagai “citra pembangunan dalam perspektif diakronis
(pembangunan menurut tahap pertumbuhan dan periode waktu yang dasarnya tidak
jelas) sebagai berikut : (1) pembangunan sebagai proses perubahan sosial menuju
ketatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik. (2) pembangunan sebagai upaya
manusia yang sadar, terncana dan melembaga. (3) pembangunan sebagai proses sosial
yang bebas nilai. (4) pembagunan memperoleh sifat dan konsep transendental,
sebagai meta-diciplinary phenomenon, bahkan memperoleh bentuk sebagai ideologi,
the ideologi of developmentalism. (5) pembangunan sebagai konsep yang syarat nilai
menyangkut proses pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin
meningkat. (6) pembangunan menjadi culture specific, situation specific, dan time
specific.

2.2 Rumah Tidak Layak Huni

Rumah Tidak Layak Huni yang selanjutnya disebut dengan Rutilahu adalah
tempat tinggal tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial. Rehabilitasi
sosial runah tidak layak huni (RSRTLH) adalah upaya Kementerian Sosial Republik
Indonesia mengatasi kemiskinan melalui kegiatan rehabilitasi/perbaikan rumah
dengan partisifasi aktif masyarakat dan menjunjung nilai-nilai kesetiakawanan dan
gotong royong sehingga tercipta rumah yang layak sebagai salah satu tempat tinggal
dan meningkatknya kemampuan keluarga miskin dalam fungsi sosialnya. Undang-

Page | 4
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan
Permukiman bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia
melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat
mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah
Indonesia. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2017
Tentang Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Dan Sarana Prasarana bahwa
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin menyatakan fakir miskin berhak memperoleh kecukupan perumahan yang
layak dan lingkungan hidup yang sehat. Dan untuk melaksanakan pemenuhan hak
fakir miskin guna memperoleh kecukupan perumahan yang layak dan lingkugan
hidup yang sehat, perlu memberikan bantuan sosial rumah tidak layak huni dan saran
prasarana lingkungan. Untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan
tersebut bukanlah hal yang mudah. Ketidak-berdayaan mereka memenuhi kebutuhan
rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang
fungsi rumah itu sendiri. Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH). Demikian juga persoalan
sarana prasarana lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat tercapainya
kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana prasarana
lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah.
Permasalahan rumah tidak layak huni yang dihuni atau dimiliki oleh kelompok
fakir miskin memiliki multidimensional. Oleh sebab itu, kepedulian untuk menangani
masalah tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh komponen
masyarakat (stakeholder) baik pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha,
masyarakat, LSM dan elemen lainnya. Memperbaiki RTLH tersebut, Direktorat
Pemberdayaan Fakir Miskin mengalokasikan kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah
Tidak Layak Huni (RSTLH) yang dipadukan dengan pembuatan Sarana dan
Prasarana Lingkungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diakses secara
umum.

Page | 5
Page | 6
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS

3.1 Pembangunan Rutilahu di Provinsi Banten

Kemiskinan masih menjadi masalah di seluruh belahan dunia, terutama di negara-


negara berkembang. Permasalahan kemiskinan ini tidak dapat diatasi dengan mudah,
karena mencakup berbagai aspek kehidupan, tidak hanya sisi ekonomi, tetapi juga
sosial dan budaya. Persentase penduduk miskin atau tingkat kemiskinan di Provinsi
Banten pada tahun September 2020 berada di angka 6,63%. Angka persentase
kemiskinan di Provinsi Banten masih lebih rendah dibandingkan dengan rata – rata
nasional yang mencapai 10,19%. Provinsi Banten berada di posisi kedelapan sebagai
provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah se-Indonesia. Walaupun tingkat
kemiskinan di Provinsi Banten tergolong rendah, pengentasan kemiskinan tetap
menjadi prioritas bagi Pemerintah Provinsi Banten, karena hidup layak merupakan
hak semua orang. Perumahan menjadi komoditas non makanan, yang biaya atau
pengeluarannya memberi pengaruh sangat besar terhadap penghitungan garis
kemiskinan. Besaran sumbangannya pada Maret 2020 mencapai 9,64 persen di daerah
perkotaan dan 10,69 persen di daerah perdesaan. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) mempunyai program BSPS lebih dikenal dengan bedah
rumah pada tahun 2021 sebanyak 2.190 unit penerima bantuan yang tersebar di
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten. KemenPUPR menambah jumlah alokasi
anggaran bedah rumah menjadi sebesar Rp20 juta per unit rumah pada Tahun
Anggaran (TA) 2021. Dana ini ditujukan untuk pembelian bahan material bangunan
sebesar Rp17,5 juta dan upah tukang sebesar Rp2,5 juta. Kegiatan BSPS dalam
bentuk peningkatan Kualitas Rumah Swadaya adalah kegiatan memperbaiki rumah
tidak layak huni menjadi layak huni yang diselenggarakan atas prakarsa dan upaya
masyarakat baik perseorangan atau berkelompok. Bedah rumah ini dilakukan dengan
memperhatikan syarat rumah layak huni yakni keselamatan bangunan dengan
peningkatan kualitas konstruksi bangunan, kesehatan penghuni dengan pemenuhan
standar kecukupan cahaya dan sirkulasi udara serta ketersediaan MCK dan kecukupan

Page | 7
minimum luas bangunan dengan pemenuhan standar ruang gerak minimum per orang.
Program BSPS ini di maksudkan untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya atau
mandiri, melalui penyadaran, pendidikan dan pelatihan, pengorganisasian
pengembangan kekuatan serta membangun dinamika sehingga tercapai masyarakat
yang mandiri memiliki kemampuan untuk memikirkan, memutuskan hingga
melakukan tindakan yang dianggap tepat demi mencapai kesepakatan dan kondisi
yang dicita-citakan dengan menggunakan kemampuan atau sumber daya yang
dimiliki masyarakat.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

4.1 Landasan Filosofis

Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan hidup dan kehidupan yang
sejahtera lahir dan batin, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat di

Page | 8
perumahan dan kawasan permukiman sebagai kebutuhan dasar manusia yang
mempunyai peran sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian
bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia seutuhnya, berjati diri, mandiri
dan produktif.
Agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta mampu menghuni rumah yang
layak dan terjangkau di lokasi perumahan dan kawasan permukiman yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan, negara bertanggungjawab untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dengan menyelenggarakan perumahan dan kawasan
permukiman yang terjangkau oleh kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang
berpenghasilan rendah baik yang mempunyai pekerjaan tetap maupun yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap.

4.2 Landasan Sosiologis

Kebutuhan materi pengaturan terhadap perumahan dan permukiman tidak


terlepas dari tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang termuat pada Pasal di
dalam UUD Tahun 1945 yang terkait dengan keberadaan dan kepentingan perumahan
dan kawasan permukiman adalah Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang”,
dan ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Pemerintahan Daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Atas dasar ketentuan tersebut, negara diberikan
kewajiban untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
yang dikelola oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia terkhusus
masyarakat Provinsi Banten.

4.3 Landasan Yuridis

Page | 9
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman
3. Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh.

4.

Page | 10
BAB V
JANGKAUAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN RUANG LINGKUP

5.1 Jangkauan dan Arah Pengaturan

Sasaran kajian ini adalah pada pembangunan rutilahu yang berdampak pada
pengetasan kemiskinan. Kajian ini menjelaskan tentang pembangunan rutilahu yang
berdampak pada pengetasan kemiskinan di Provinsi Banten. Rumah yang baik adalah
rumah yang sehat atau sering disebut layak huni, yang harus diupayakan
keberadaannya. Rumah layak huni adalah tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, keamanan dan sosial. Terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak huni
diharapkan sebagai upaya mencapai ketahanan keluarga, sebaliknya jika tidak
terpenuhi akan menimbulkan permasalahan, seperti keterlantaraan ataupun
permasalahan kesejahteraan sosial keluarga.

5.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah kajian ini berada pada pembangunan rutilahu yang
berdampak pada pengetasan kemiskinan. Adapun Ruang lingkup pembahasan materi
menganalisa dan mengidentifikasi terkait pembangunan rutilahu yang berdampak
pada pengetasan kemiskinan di Provinsi Banten.

Page | 11
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Urusan perumahan dan kawasan permukiman merupakan urusan pemerintahan


wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Rumah Tidak
Layak Huni yang selanjutnya disebut dengan Rutilahu adalah tempat tinggal tidak
memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial. Rehabilitasi sosial runah tidak
layak huni (RSRTLH) adalah upaya Kementerian Sosial Republik Indonesia
mengatasi kemiskinan melalui kegiatan rehabilitasi/perbaikan rumah dengan
partisifasi aktif masyarakat dan menjunjung nilai-nilai kesetiakawanan dan gotong
royong sehingga tercipta rumah yang layak sebagai salah satu tempat tinggal dan
meningkatknya kemampuan keluarga miskin dalam fungsi sosialnya.

6.2 Saran

1. Pemerintah Provinsi Banten Perlu Bekordinasi dengan Pemerintah Pusat dan


Kabupaten kota untuk menuntaskan Persoalan Rumah Tidak Layak Huni di
Provinsi banten

Page | 12

Anda mungkin juga menyukai