Buku Pedoman Koding POGIi
Buku Pedoman Koding POGIi
iii
Kata Pengantar Ketua POKJA JKN PP POGI
iv
Kontributor
Editor:
Kontributor Buku:
Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK), Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
v
Daftar Isi
v
BAB 1
Pengantar Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas
dengan tujuan menjamin seluruh peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Adanya pengeluaran yang tidak
terduga apabila seseorang terkena penyakit, terutama jika tergolong dalam penyakit berat
yang menuntut stabilisasi rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi
menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi hingga perawatan rehabilitasi.
Hal ini tentu akan menimbulkan gangguan ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga yang
kadang dikenal dengan istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa
kesehatan jauh lebih berharga dan tidak dapat digantikan dengan uang.
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Selama beberapa dekade
terakhir, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Namun program
jaminan sosial tersebut baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat
program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan
memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menyusun SJSN yang mampu
1
beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta
1. Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional
setiap orang; sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H
ayat (3) menetapkan, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
Pada tahun 2011, pemerintah menetapkan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
nasional dan secara resmi beroperasi sejak 1 Januari 2014. Dalam implementasinya,
antusiasme masyarakat untuk mengakses layanan di era JKN cenderung meningkat. Data BPJS
menyebutkan kepesertaan sudah mencapai 83.86% atau sekitar 224 juta jiwa di tahun 2019
sejak awalnya hanya 133 juta jiwa di tahun 2014. Dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
hingga sekitar 276 juta kunjungan per tahun di tahun 2019 baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bagaimana
tingginya antusiasme ini dapat diikuti kualitas pelayanan menjadi tantangan tersendiri.
2
Namun dalam perjalanannya, cukup sering terdapat rumusan norma yang tidak
sejalan secara vertikal dan horizontal serta ambigu/multi tafsir, dan inkonsisten antara
maupun beberapa peraturan pemerintah lainnya). Defisit BPJS akibat beban jaminan
kesehatan yang lebih tinggi dari pendapatan iuran juga terkadang menyebabkan munculnya
Beberapa isu yang berkaitan dengan bidang Obstetri Ginekologi saat pembuatan buku
ini antara lain adalah adanya polemik mengenai pemberlakuan Peraturan Direktur Jaminan
Pelayanan Kesehatan – BPJS Kesehatan Nomor 03 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan
Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat yang diikutkan dalam klaim Ibunya sehingga
berpotensi menganggu kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi sebagai salah satu upaya
kendali biaya yang dilakukan. Berbagai permasalahan lain yang cukup penting adalah dengan
berdasarkan sistem paket dari setiap grouping / INA-CBG (akan dijelaskan lebih lanjut pada
bab selanjutnya) yang dibentuk dari kumpulan koding diagnosis dan terapi yang saat ini dinilai
pelayanan di bidang Obgyn. Nilai klaim yang masih dibawah nilai aktuaria juga sering
berpengaruh pada keputusan klinik dan kualitas pelayanan ditambah dengan pembagian jasa
pelayanan yang sangat tergantung dari aturan direksi dan manajemen di masing-masing
fasilitas kesehatan yang tentunya akan semakin membuat rumit kondisi pelayanan obstetri
dan ginekologi di lapangan. Semua hal ini menjadi tantangan tersendiri yang memerlukan
3
BAB 2
Pengantar Sistem Pembiayaan INA-CBG
Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) adalah sistem pembayaran yang digunakan
oleh BPJS Kesehatan atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh FKRTL / rumah sakit
kepada peserta JKN. Rumah sakit akan mendapat pembayaran dari BPJS berdasarakan nilai
tarif INA-CBG yang telah ditetapkan sesuai peraturan menteri kesehatan. Penentuan tarif
dilakukan berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan pasien di rumah sakit dalam suatu
kelompok diagnosis penyakit dan tindakan yang akan disesuaikan dengan adjustment factor
seperti kemampuan pembiayaan dari program JKN, regionalisasi, tipe kelas rumah sakit.
idiberikan atas pelayanan kesehatan yang besarnya sudah diketahui dan ditetapkan
sebelumnya. Tujuannya agar pembayaran lebih sesuai dengan pelayanan, klaim lebih cepat
serta biaya administrasi rendah. Namun secara umum sistem ini juga memiliki beberapa
pengurangan kualitas pelayanan, dan sangat dipengaruhi dengan kualitas koding yang dapat
tingkat lanjut yaitu rumah sakit. Pada sistem ini, rumah sakit akan mendapatkan pembayaran
dari pemerintah berdasarkan grup diagnosis dan tindakan yang secara pembiayaannya relatif
sama. Sebagai contoh, seorang pasien datang ke rumah sakit dan didiagnosis demam
berdarah. Nantinya, pasien tersebut akan mendapatkan pelayanan dan pengobatan sesuai
dengan hitungan sistem INA-CBG, sampai dinyatakan sembuh atau lepas rawat.
4
Sistem INA-CBG meliputi berbagai grup diagnosis dan tindakan yang telah disebutkan
sebelumnya dan dikembangkan berdasarkan sistem casemix oleh United Nations University –
International Institute for Global Health (UNU-IIGH). Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan no 52 tahun 2016 pasal 14 bahwa tarif INA-CBG terdiri atas tarif baik rawat jalan
dan rawat inap, dengan 6 (enam) kelompok tarif yaitu tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo; tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita, tarif Rumah Sakit Kanker Dharmais, tarif Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita; tarif
rumah sakit pemerintah dan swasta kelas A; tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas B;
tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas C; dan tarif rumah sakit pemerintah dan swasta
kelas D. Tarif tersebut juga diatur berdasarkan kelas perawatan pasien, yaitu kelas 1, 2, 3. Tarif
INA-CBG sendiri akan selalu ditinjau paling cepat 2 tahun sekali oleh Menteri Kesehatan,
berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 82 tahun 2018. Hal ini sebagai upaya agar mendapati
nilai tarif yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun pembaruan nilai INA-CBG terbaru
terjadi di tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 dan 64 tahun 2016 dan
hingga saat tahun pembuatan buku ini belum dilakukan pembaruan kembali.
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018, standar tarif INA-CBG akan
ditetapkan oleh menteri setelah mendapatkan masukan dari BPJS dan asosiasi fasilitas
konsumen dan indeks kemahalan daerah. Di sisi lain, tarif yang ditentukan ini juga
memperhitungkan kecukupan iuran BPJS itu sendiri dan kesinambungan program jaminan
kesehatan nasional yang akan ditinjau bersama BPJS, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
dan Menteri Keuangan. POGI sebagai organisasi yang selalu mengedepankan upaya perbaikan
pelayanan kesehatan reproduksi secara aktif memberikan masukan dan usulan kepada
5
BAB 3
Penentuan Grup INA-CBG berdasarkan Kode Diagnosis dan Tindakan
Pengelompokan grup INA-CBG berdasarkan kode diagnosis dan tindakan yang berlaku
secara internasional, yaitu ICD-10 dan ICD-9-CM revisi tahun 2010. Pada ICD-10 terdapat
sekitar 14.500 kode diagnosis dan pada ICD-9-CM terdapat sekitar 7.500 kode
pengelompokan / grouping dari kode tersebut menjadi salah satu dari 1.075 kelompok kasus,
terdiri dari 786 kasus rawat inap dan 289 kasus rawat jalan.
Software INA-CBG yang disebut E-klaim INA-CBG adalah perangkat yang digunakan
untuk melakukan grouping diagnosis berdasarkan entri data kode diagnostik dan tindakan
yang didapatkan di rekam medis. Saat ini versi yang berjalan adalah versi 5.6. Software ini
menggunakan grouper UNU-IIGH. Untuk penggunaannya, rumah sakit harus memiliki kode
registrasi rumah sakit yang dikeluaran oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, lalu
akan dilakukan aktivasi software INA-CBG sesuai dengan tipe rumah sakit dan regionalisasinya
oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Kementerian
Kesehatan RI.
Berikut adalah proses entri data pasien dalam aplikasi INA-CBG yang dilakukan setelah
pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit. Seluruh data pasien yang datang ke rumah
sakit akan dicatat dengan lengkap dalam rekam medis oleh dokter. Dari data rekammedis yang
merupakan gabungan dari data sosial dan informasi klinis pasien dimasukan kedalam software
INA-CBG oleh koder (penerjemah diagnosis dalam bentuk kode ICD-10 dan tindakan dalam
bentuk kode ICD-9CM). Software tersebut akan melakukan pengelompokan diagnosis dan
tindakan, sehingga muncul kode dan tarif INA-CBG, dan dari nilai tersebutlah yang nantinya
6
akan di ganti pihak BPJS kepada FKRTL atau rumah sakit untuk pelayanan terhadap pasien tersebut
(Gambar 3.1)
Gambar 3.1. Alur Memasukkan Data dari Rekam Medik ke dalam Software INA-CBG
rekam medis pasien, kelengkapan dan kejelasan penulisan rekam medis menjadi sangat
penting. Seorang dokter tidak perlu menghafalkan angka kode diagnosis ICD-10 dan kode
tindakan ICD-9-CM, namun sebaiknya harus mengetahui diagnosis apa saja yang terdaftar
dalam ICD-10 dan tindakan yang tercantum pada ICD-9-CM. Jika dokter telah menentukan
diagnosis dan tindakan yang jelas dan lengkap, koder dapat dengan mudah menemukan kode
yang sesuai untuk dimasukan dalam software INA-CBG. Hal ini penting untuk disampaikan,
karena beberapa kegagalan penerjemahan kode terjadi karena rekam medis tidak ditulis oleh
dokter secara lengkap. Koordinasi dan kerjasama antara dokter dengan koder menjadi kunci
utama dalam keberhasilan untuk mendapatkan kode INA-CBG secara tepat, sehingga upaya
dalam membuat pemahaman yang sama terutama dalam melakukan kodifikasi diagnosis dan
tindakan sangat penting dikarenakan penggunaan bahasa medis yang terkadang tidak
7
tercantum secara sama yang perlu mencarikan padanan atau penyesuaian terhadap koding
tertentu. Beberapa hal penting yang perlu diketahui mengenai koding antara lain:
1. Sumber data koding berasal dari resume medis yaitu data diagnosis dan tindakan,
apabila diperlukan dapat juga dilihat di dalam rekam medis, karena kelengkapan dan
ketepatan sangat mempengaruhi hasil grouper dan besaran klaim dalam INA-CBG
2. Diagnosis utama: diagnosis yang ditegakkan dokter pada akhir episode perawatan
Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih yang menggunakan sumber daya
paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode
ketentuan yang berlaku, maka gejala utama, hasil pemeriksaan penunjang yang tidak
3. Diagnosis sekunder: diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien
diagnosis utama atau kondisi yang sudah ada sebelum pasien masuk rawat dan
Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa perawatan baik yang disebabkan
oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan kesehatan yang diberikan
8
5. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan,
6. Semua diagnosis (baik diagnosis primer maupun sekunder) yang dapat dilakukan
Berikut adalah contoh diagnosis pasien yang memiliki kode berbeda (Tabel 3.1). Dapat dilihat
bila dokter tidak menuliskan diagnosis dengan lengkap, misalnya hanya distosia saja, koder
akan sulit menerjemahkan kode ICD-10 yang sesuai untuk pasien. Hal ini juga berlaku dalam
penulisan tindakan/prosedur yang sering kali tidak sesuai dengan ICD-9-CM, sehinggakoder
Tabel 3.1. Contoh Kode ICD-10 Distosia yang Membutuhkan Data Penyebabnya untuk dapat
Kode Diagnosis
O64.1 Distosia / kemacetan persalinan karena presentasi bokong
O64.2 Distosia/ kemacetan persalinan karena presentasi muka
O64.8 Distosia / kemacetan persalinan karena malposisi atau malpresentasi lain
O66.2 Distosia / kemacetan persalinan karena janin besar
O66.3 Distosia / kemacetan persalinan karena kelainan janin
O64.4 Distosia / kemacetan persalinan karena presentasi bahu / lintang
O65.1 Distosia / kemacetan persalinan akibat panggul sempit
O65.4 Distosia / kemacetan persalinan akibat disproporsi fetopelvik lainnya
O66.0 Distosia bahu
O66.4 Kegagalan Trial of Labor
Berikut ini adalah contoh kasus pasien dan cara memasukan data dalam software INA-CBG:
“Pasien G1P0-0 hamil 38 minggu dengan hipertensi gestasional datang dengan inpartu kala 1
9
fase aktif. Pasien dilakukan observasi kemajuan persalinan dan dilakukan asuhan persalinan.
Lahir kepala bayi spontan pervaginam, hidup, laki-laki dengan berat badan bayi lahir normal.
Selanjutnya, aplikasi akan secara otomatis melakukan pengelompokan kasus serta nilai klaim:
10
Dapat dilihat bahwa hasil dari pengelompokan kasus tersebut adalah:
tersebut adalah contoh untuk pasien rawat inap kelas 3 di salah satu rumah sakit tertentu
dimana besaran nilai ini akan berubah mengikuti tipe RS dan kelas perawatan pasien sesuai
Pada kode INA-CBG, terdapat 4 digit kode; Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main
Groups), digit ke-2 merupakan tipe kasus, digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus, digit ke-4
Sebagai contoh adalah: Kode INA-CBG untuk persalinan vaginal (ringan) adalah O-6-13-I
• Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups), dimana pada kasus obstetri
sebagian besar berada pada CMG O sedangkan ginekologi sebagian besar pada CMG
W dan N. Walaupun, terdapat juga beberapa diagnosis yang termasuk Kode CMG lainnya
• Digit ke-2 sesuai dengan tipe kasus, yang mana terdapat 9 tipe kasus. Berikut adalah
11
2. Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2
Pada digit ke-2 ini, contoh kasus menunjukan kode 6 yang menunjukan rawat inap
kebidanan.
• Digit ke-3 merupakan spesifik CBG à pada kasus ini kode 13 merupakan CMG ke 13
dalam grup O6
• Digit ke-4 adalah angka romawi yang menunjukan severity level (0-III) à I (ringan)
o 0 : Rawat jalan
Pada saat buku ini disusun, telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI beberapa
12
Ringan W-4-13-I
Berat W-4-13-III
Ringan W-4-14-I
Berat W-4-14-III
Ringan W-4-15-I
Berat W-4-15-III
Ringan W-4-16-I
Berat W-4-16-III
Ringan W-4-17-I
Berat W-4-17-III
Ringan O-6-10-I
Prosedur operasi
pembedahan caesar Sedang O-6-10-II
Berat O-6-10-III
Ringan O-6-11-I
Prosedur persalinan
vaginal dengan sterilisasi Sedang O-6-11-II
&/ dilatasi & kuret
Berat O-6-11-IIII
Surgical
Ringan O-6-12-I
Prosedur persalinan
vaginal dengan Sedang O-6-12-II
prosedur selain sterilisasi
&/ dilatasi & kuret Berat O-6-12-IIII
Ringan O-6-13-I
Berat O-6-13-III
13
2. Group INA-CBG untuk kasus ginekologi
Ringan W-4-10-I
Tumor sistem reproduksi
Sedang W-4-10-II
wanita
Berat W-4-10-III
Ringan W-4-11-I
Infeksi sistem reproduksi
Medical Sedang W-4-11-II
wanita
Berat W-4-11-III
Ringan W-4-12-I
Gangguan mentruasi &
sistem reproduksi wanita Sedang W-4-12-II
lain - lain
Berat W-4-12-III
Ringan W-1-01-I
Prosedur operasi
pengangkatan Rahim Sedang W-1-01-II
dan vulva radikal &
eviscerasi Berat W-1-01-III
Ringan W-1-10-I
Berat W-1-10-III
Ringan W-1-11-I
Prosedur dilatasi, kuret,
Sedang W-1-11-II
intrauterine & servik
Berat W-1-11-III
Ringan W-1-12-I
Prosedur operasi
Surgical membuka tuba yang Sedang W-1-12-II
terhalang/terganggu
Berat W-1-12-III
Ringan W-1-13-I
Prosedur interupsi tuba
Sedang W-1-13-II
dengan endoskop
Berat W-1-13-III
Ringan W-1-20-I
Prosedur pada Rahim &
adneksa Sedang W-1-20-II
Berat W-1-20-III
Ringan W-1-30-I
Prosedur pada vagina,
Sedang W-1-30-II
servik & vulva
Berat W-1-30-III
14
Setiap perawatan dan tindakan di bidang obstetri dan ginekologi pada dasarnya akan
dilakukan kodifikasi sesuai dengan kode diagnosis dan kode tindakan melalui kode ICD-10 dan
ICD-9-CM revisi tahun 2010 yang berlaku sesuai dengan Permenkes 26 tahun 2021.
Penggabungan antara kode-kode yang ada akan mengarahkan ke salah satu grup INA-CBG
yang telah ditunjukkan di bab ini sehingga akan timbul tarif INA-CBG sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Pengetahuan ini cukup penting terutama bagi koder rumah sakit dikarenakan
kesalahan memasukkan kode atau tidak lengkapnya kode yang dimasukkan dapat berakibat
ke dalam kesalahan grouping INA-CBG yang tentunya akan berhubungan dengan besaran
15
BAB 4
Kode ICD 10 dan ICD-9-CM berdasarkan Diagnosis Obstetri & Ginekologi
Pada sistem kode ICD-10, beberapa kode diagnosis obstetri dan ginekologi mayoritas
• Neoplasma (C00-D48)
• Gejala, tanda, dan temuan klinis dan laboratorium yang abnormal, bukan di tempat lain
diklasifikasikan (R00-R99)
• Cedera, keracunan, dan konsekuensi tertentu dari Penyebab Eksterna lain (S00-T88)
• Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan layanan kesehatan (Z00-Z99)
Pada sistem kode ICD-9-CM khusus prosedur/tindakan, beberapa kode prosedurobstetri dan
Pada bab ini akan dibahas beberapa kode obstetri dan ginekologi yang cukup sering digunakan (tidak
mencakup semua kodifikasi obstetri dan ginekologi) serta memberikan penjelasan diagnosis dalam
Bahasa Indonesia yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan secara langsung baik secara klinis
maupun berdasar PNPK PP POGI serta sumber lainnya dengan tujuan memudahkan seluruh pembaca
16
O00-O08 → Keguguran
O80-O84 → Kelahiran
Perhatikan beberapa kode eksklusi pada koding ini antara lain: cedera, keracunan dan penyebab
eksternal lainnya (S00-T88.1, T88.6-T98); kelainan mental dan perilaku yang berhubungan dengan
nifas (F53.-); tetanus obstetric (A34); nekrosis hipofisis postpartum (E23.0); osteomalasia nifas
(M83.0); dan kontrol kehamilan risiko tinggi (Z35,-) atau kehamilan normal (Z34,-).
Berikut adalah beberapa kode diagnosis kehamilan dan persalinan yang cukup sering
17
Z36.4 Skrining antenatal untuk pertumbuhan janin
terhambat menggunakan USG dan pemeriksaan
fisik
Z36.8 Skrining antenatal lainnya
Postnatal
ICD-10 Diagnosis Catatan
Z39.2 Kontrol postpartum di poliklinik Gunakan kode ini jika kontrol
postpartum tidak difokuskan
untuk mengevaluasi luka operasi
pembedahan
Z48.0 Kontrol luka operasi pembedahan Kode hanya digunakan jika
dibutuhkan penggantian perban
atau pelepasan benang jahit
Z48.9 Kontrol Luka operasi Pembedahan Tanpa penggantian perban
maupun pelepasan benang jahit
O85 Febris atau sepsis puerperalis Termasuk febris, endometritis,
periotonitis atau sepsis
O86.0 Infeksi luka pasca persalinan Termasuk infeksi luka seksio
sesaria, repair perineum setelah
persalinan
O90.0 Dehiscence luka SC
O90.1 Dehiscence luka perineum
O90.2 Hematom pada luka obstetri
O90.8 Komplikasi nifas lainnya
O91.0 Infeksi puting payudara pasca persalinan
O91.1 Abses mammae
O91.2 Mastitis non purulen pasca persalinan
Z30.0 Konseling untuk kontrasepsi
Z30.1 Pemasangan IUD
Z30.5 Kontrol IUD Termasuk pengecekan,
pemasangan kembali atau
pengambilan IUD
Z30.4 Kontrol obat kontrasepsi
Catatan: Selain diagnosis yang rutin dilakukan di poliklinik. Kode diagnosis dapat ditambahkan
juga dengan kode permasalahan kehamilan di dalam bab 4.1.4 sesuai dengan kondisi yang
ditemukan
18
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
97.71 Lepas IUD
99.23 Pasang implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal
99.25 Injeksi kemoterapi metotreksat
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi
19
Catatan: Selain diagnosis yang rutin digunakan di awal kehamilan. Kode diagnosis dapat
ditambahkan juga dengan kode permasalahan kehamilan di dalam bab 4.1.4 sesuai dengan
kondisi yang ditemukan
* kode komplikasi tambahan pada kasus abortus, kehamilan ektopik dan kehamilan mola
yang dapat dikoding sebagai tambahan kelainan dasarnya
20
O26.6 Hamil dengan gangguan liver
O26.9 Kondisi risiko lain yang Contoh: lewat taksiran persalinan / usia
berhubungan dan dapat kehamilan > 40 minggu, anak terkecil < 2
mempengaruhi kehamilan tahun dan faktor risiko lain yang
mempengaruhi kehamilan
O48 Kehamilan di atas 42 minggu Postdate dan postterm memiliki
pengertian yang sama di ICD-10
(kehamilan > 42 minggu / 294 hari)
O44.0 Plasenta previa tanpa perdarahan
O44.1 Plasenta previa disertai Dengan perdarahan antepartum
perdarahan
O45.8 Solusio plasenta Solusio plasenta dengan gangguan
koagulasi (O45.0)
O46.8 Perdarahan Antepartum
O42.0 Ketuban pecah prematur / dini.
Onset persalinan dalam 24 jam
O42.1 Ketuban pecah prematur / dini.
Onset persalinan setelah 24 jam
O42.2 Ketuban pecah prematur / dini,
persalinan ditunda dengan terapi
O41.1 Korioamnitis
O47.0 False labor sebelum 37 minggu
O47.1 False labor 37 minggu dan
setelahnya (aterm)
O34.8 Kehamilan dengan kelainan pada Termasuk sistokel, rektokel, riwayat
organ pelvis lainnya perbaikan organ dasar panggul
Permasalahan janin, ketuban dan plasenta berhubungan dengan kehamilan dan persalinan
O30.0 Kehamilan Kembar / multipel O30.0 Kehamilan kembar 2
O30.1 Kehamilan kembar 3
O30.2 Kehamilan kembar 4
O30.8 Kehamilan kembar >4
O31.2 Kehamilan multipel dengan 1 janin
meninggal dalam kandungan
(IUFD)
O31.8 Komplikasi kehamilan multipel Contoh: TRAPS, selective IUGR (selain
spesifik TTTS: O43.0)
O43.0 Sindrom transfusi plasenta Twin to Twin Transfusion Syndrome
O32.1 Kehamilan presentasi sungsang
O32.2 Kehamilan letak lintang atau oblik
O32.3 Kehamilan presentasi wajah atau
dagu
O32.5 Kehamilan multipel dengan 1 janin
malpresentasi
O32.8 Kehamilan dengan malpresentasi
Lain
21
O33.1 CPD karena panggul sempit Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.4 CPD karena gabungan faktor ibu Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
dan bayi saat persalinan)
O33.5 CPD karena bayi besar Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.7 CPD karena faktor janin lainnya Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O33.8 CPD karena sebab lainnya Saat antepartum (gunakan kode O64-O65
saat persalinan)
O35.0 Kehamilan dengan suspek Contoh: anencephaly, spina bifida
malformasi sistem saraf pusat janin
O35.1 Kehamilan dengan suspek kelainan
kromosom janin
O35.3 Kehamilan dengan suspek kelainan Contoh: infeksi cytomegalovirus pada ibu,
janin akibat penyakit virus pada ibu infeksi rubella pada ibu
O35.8 Kehamilan dengan suspek kelainan Termasuk infeksi toxoplasmosis pada ibu
janin lain
O36.0 Kehamilan dengan dengan
isoimunisasi rhesus
O36.2 Kehamilan dengan hydrops fetalis Selain akibat isoimunisasi rhesus
O36.3 Kehamilan dengan tanda hipoksia
janin
O36.4 Kehamilan dengan kematian janin
dalam rahim
O36.5 Kehamilan dengan pertumbuhan
janin terhambat
O36.6 Kehamilan dengan makrosomia
O36.7 Kehamilan abdominal dengan janin
viabel
O40 Polihidramnion
O41.0 Oligohidramnion Pada ketuban pecah prematur / dini (O42),
oligohidramnion sudah termasuk
didalamnya, tidak perlu dikoding terpisah
O43.1 Kelainan plasenta Contoh: plasenta sirkumvalata, dan lain –
lain
O43.2 Perlekatan plasenta abnormal Spektrum plasenta akreta (akreta, inkreta,
(morbidly adherent placenta) perkreta)
O98.0 Tuberkulosis pada kehamilan Tambahkan kode di A15-A19
persalinan dan nifas
O98.1 Sifilis pada kehamilan persalinan Tambahkan kode di A50-A53
dan nifas
O98.3 Penyakit menular sexual lainnya Tambahkan kode di A55-A64
pada kehamilan persalinan dan
nifas
O98.4 Hepatitis virus pada kehamilan Tambahkan kode di B15-B19
persalinan dan nifas
O98.5 Penyakit virus lain pada kehamilan Tambahkan kode A80-B09, B25-B34
22
O98.7 Infeksi HIV pada kehamilan Tambahkan kode di B20-B24
persalinan dan nifas
O99.0 Anemia pada kehamilan persalinan Tambahkan kode di D50-D64
dan nifas
O99.1 Kelainan darah lainnya pada Tambahkan kode di D65-D89
kehamilan persalinan dan nifas
O99.2 Kelainan endokrin, nutrisi dan Tambahkan kode di E00-E90. Eksklusi:
metabolik pada kehamilan diabetes mellitus (O24), malnutrisi (O25)
persalinan dan nifas
O99.3 Kelainan mental dan sistem saraf Tambahkan kode di F00-F99 dan G00-G99
pada kehamilan persalinan dan
nifas
O99.4 Kelainan pada sistem sirkulasi pada Tambahkan kode di I00-I99
kehamilan persalinan dan nifas
O99.5 Kelainan sistem respirasi pada Tambahkan kode di J00-J99
kehamilan persalinan dan nifas
O99.6 Kelainan sistem digestif pada Tambahkan kode K00-K93. Eksklusi:
kehamilan persalinan dan nif kelainan liver (O26.6)
O99.7 Kelainan kulit dan jaringan Tambahkan kode L00-L99
subkutan pada kehamilan
persalinan dan nifas
O99.8 Kelainan spesifik lain pada
kehamilan persalinan dan nifas
Catatan: Kode O98 – O99 juga berlaku untuk permasalahan yang ditemukan jika pasien dalam
kondisi persalinan atau nifas
23
karena gangguan rotasi kepala janin
O64.1 Distosia / kemacetan persalinan
karena presentasi bokong
O64.2 Distosia / kemacetan persalinan
karena presentasi muka
O64.8 Distosia / kemacetan persalinan
karena malposisi atau
malpresentasi lain
O66.2 Distosia / kemacetan persalinan
karena janin besar
O66.3 Distosia / kemacetan persalinan
karena kelainan janin
O64.4 Distosia / kemacetan persalinan Pada kondisi presentasi lintang
karena presentasi bahu / lintang
O65.1 Distosia akibat panggul sempit
O65.4 Distosia / kemacetan persalina
akibat disproporsi fetopelvik lain
O66.0 Distosia bahu
O66.4 Kegagalan Trial of Labor
O68.0 Persalinan dengan komplikasi Fetal Bradikardia, detak jantung tidak reguler
distress atau takikardia
O68.9 Persalinan dengan komplikasi fetal
distress berdasarkan bukti NST atau
USG
O68.1 Persalinan dengan komplikasi
mekonium dalam cairan ketuban
O68.2 Persalinan dengan komplikasi Fetal
distress dan mekoneal dalam cairan
ketuban
O69.0 Persalinan dengan prolaps tali
pusat
O69.1 Persalinan dengan kompresi lilitan
tali pusat
O69.2 Persalinan dengan kompresi simpul
tali pusat
O69.4 Persalinan dengan vasa previa
O75.7 kelahiran pervaginam dengan VBAC
riwayat SC
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah
pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis
Permasalahan di kala 3 persalinan dan setelahnya
O70.0 Robekan perineum derajat 1
O70.1 Robekan Perineum derajat 2
O70.2 Robekan Perineum derajat 3 Mengenai sfingter ani
O70.3 Robekan Perineum derajat 4 Mengenai mukosa anus
O71.0 Ruptur uteri sebelum masuk
persalinan
24
O71.1 Ruptur uteri saat persalinan
O71.2 Inversi uteri post persalinan
O71.3 Robekan porsio post persalinan
O71.5 Cedera obstetri lainnya pada organ Cedera buli dan urethra.
pelvis
O71.7 Hematom obstetri pada pelvis Di perineum, vagina, dan vulva
O72.1 Perdarahan pasca persalinan Setelah plasenta keluar, termasuk akibat
atonia
O72.2 Perdarahan pasca persalinan Berhubungan dengan retensi jaringan di
lambat uterus
O73.0 Retensi seluruh plasenta
O73.1 Retensi sebagian jaringan plasenta
dan membran
O75.1 Syok pada persalinan dan Termasuk syok obstetrik
melahirkan
O75.2 Pireksia selama persalinan
O75.3 Infeksi lain selama persalinan Termasuk sepsis saat persalinan
O75.4 Komplikasi lain dari operasi dan Termasuk henti jantung, anoksia cerebral.
prosedur kebidanan Komplikasi akibat anestesi menggunakan
kode O74
Catatan: Kondisi permasalahan kehamilan dan persalinan terkadang serupa meski memiliki
kode yang berbeda. Jika memang pasien datang pada saat atau untuk persalinan, cukup
menggunakan kode pada permasalahan persalinan ini saja jika didapatkan kemiripan dengan
kode pada permasalahan kehamilan. Namun jika keduanya ditemukan dan memiliki arti yang
berbeda maka kode dapat dimasukkan keduanya
25
O80.1 kelahiran sungsang spontan
pervaginam
O83.1 Kelahiran sungsang dengan manual Kelahiran sungsang dengan bantuan
aid parsial
O83.0 Total ekstraksi kelahiran sungsang
26
4.1.7 Permasalahan Masa Nifas dan Laktasi
Permasalahan masa nifas
ICD-10 Diagnosis Catatan
O85 Febris atau sepsis puerperalis Termasuk febris, endometritis,
periotonitis atau sepsis
O86.0 Infeksi luka pasca persalinan Termasuk infeksi luka seksio sesaria,
repair perineum setelah persalinan
O87.0 Thromboplebitis superfisial pada
masa nifas
O87.1 Deep thrombphlebitis pada masa Termasuk deep-vein thrombosis, pelvis
nifas thrombophlebitis postpartum
O88.1 Emboli cairan ketuban sindrom anafilaktoid pada kehamilan
O89.8 Komplikasi lain dari anestesi selama
nifas
O90.0 Dehiscence luka SC
O90.1 Dehiscence luka perineum
O90.2 Hematom pada luka obstetri
O90.3 Kardiomiopati pada puerperium
O90.5 Tiroiditis postpartum
Z30.2 Sterilisasi interval
Permasalahan Laktasi
O91.0 Infeksi puting pasca persalinan
O91.1 Abses payudara pasca persalinan
O91.2 Mastits non purulen pasca
persalinan
O92.0 Retraksi puting yang berhubungan
dengan persalinan
27
68.0 Histerotomi pada kasus mola
74.91 Histerotomi Untuk abortus terapetik (< 20 minggu)
66.01 Salpingotomi
66.02 Salpingostomi
66.62 Salpingektomi pada kehamilan
tuba
74.3 Pengambilan kehamilan ektopik Pada kehamilan abdominal atau
selain di tuba kehamilan diluar tuba lainnya
96.49 Pemberian prostaglandin
suppositoria
73.01 Induksi persalinan dengan
memecahkan selaput ketuban
73.4 Induksi persalinan dengan
medikamentosa
73.1 Induksi secara surgical Contoh: pemasangan balon kateter
73.99 Prosedur bantuan persalinan Contoh: Akselerasi persalinan pada inpartu
lainnya kala I
73.59 Persalinan spontan pervaginam Koding untuk seluruh persalinan pervaginam
dengan bantuan lain (bukan spontan tanpa tindakan spesifik tertentu
dengan bantuan alat)
72.1 Persalinan forceps dengan 72.0 persalinan forceps tanpa episiotomi
episiotomi
72.71 Vakum Ekstraksi dengan 72.79 vakum ekstraksi tanpa episiotomi
episiotomi
73.8 Embriotomi Contoh: clavicotomi, pungsi kepala,
embriotomi lainnya
72.52 Manual aid
72.54 Ekstraksi total sungsang
73.6 Episiotomi Episiotomi yang dimaksud juga dengan
episiorrhapy (penjahitan episiotomi), untuk
kode 72.1 dan 72.71 tidak perlu
menambahkan kode 73.6 lagi
75.69 Repair laserasi pada vagina,vulva, Repair jika terjadi ruptur perineum.
perineum pasca persalinan Untuk repair yang dilakukan pada luka
episiotomi cukup menggunakan kode 73.6
75.62 Repair laserasi sfingter ani Koding tambahan untuk ruptur perineum
grade 3 & 4
75.92 Evakuasi hematom pada
vulva/vagina
75.94 Reposisi inversio uterus manual
75.51 Repair laserasi serviks
75.4 Manual plasenta
75.7 Eksplorasi manual uterus pasca
persalinan
75.8 Pemasangan tampon uterus Contoh: pemasangan kasa tampon, balon
28
atau vagina kateter
97.72 Lepas tampon uterus atau
vagina
74.0 SC klasik / korporil
74.1 SC lower segment
66.39 Sterilisasi tuba
66.29 Dekstruksi atau oklusi tuba per Termasuk sterilisasi per laparoskopi
laparoskopi
69.99 Operasi pada servix dan uterus Contoh: B-Lynch, jahitan Cho, dll
lainnya
38.86 Oklusi arteri abdominal Contoh: ligasi arteri iliaka, arteri uterina,
neovaskularisasi uterovesika
38.84 Oklusi aorta Contoh: kompresi aorta
68.29 Eksisi lesi uterus Contoh: dilakukan miomektomi atau eksisi
pada kasus plasenta akreta
75.50 Repair laserasi uterus Contoh: kasus ruptur / dehisens uterus
75.61 Repair laserasi kandung kemih
dan uretra
75.62 Repair laserasi rektum
68.39 Subtotal abdominal histerektomi
68.49 Total abdominal histerektomi
66.4 Unilateral salpingektomi
66.51 Bilateral salpingektomi
65.49 Unilateral salpingooforektomi
65.61 Bilateral salpingooforektomi
65.39 Unilateral ooforektomi
65.51 Bilateral ooforektomi
65.29 Kistektomi ovarium
65.89 Adhesiolisis pada ovarium dan
tuba
54.5 Adhesiolisis peritoneum Termasuk: usus, liver, uterus, peritoneum
dan peritoneum pelvis
54.11 Laparotomi eksplorasi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
sesuai temuan laparotomi maka cukup
memberikan kode sesuai tindakan spesifik
tersebut
54.12 Reopen / relaparotomy Setelah dilakukan laparotomi sebelumnya
untuk: control perdarahan, eksplorasi
54.4 Omentektomi
69.7 Insersi IUD
97.71 Lepas IUD
29
99.23 Implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal
99.0 Transfusi darah
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi
Catatan: adhesiolisis dapat dikoding jika dilakukan teknik selain secara tumpul
30
4.2 Kasus Ginekologi
Pada pengelompokan katagori kasus ginekologi dapat berada pada kelompok penyakit
Sistem Genitourinari (N00-N99). Gejala, tanda, dan temuan klinis dan laboratorium yang
abnormal, bukan di tempat lain (R00-R99), Cedera, keracunan, dan konsekuensi tertentu dari
Penyebab Eksterna lain (S00-T88), atau Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan
Berikut adalah contoh kode ICD-10 dan ICD-9-CM tersering untuk kasus ginekologi:
31
Z51.0 Radioterapi
Catatan: Selain diagnosis yang rutin dilakukan di poliklinik. Kode diagnosis dapat ditambahkan
juga dengan kode permasalahan ginekologi di dalam bab 4.2.3 dan 4.2.4 sesuai dengan
kondisi yang ditemukan.
Tindakan Poliklinik
ICD-9- Prosedur Catatan
CM
88.79 USG ginekologi USG kandungan (uterus non gravid)
88.74 USG Evaluasi Sfingter Ani
89.26 Pemeriksaan ginekologi
67.19 Pemeriksaan cervix lainnya Contoh: PAP Smear, IVA
70.29 Pemeriksaan vagina lain Contoh: swab vagina
67.12 Biopsi cervix
70.21 Vaginoscopy / kolposkopi
67.32 Kauter / LEEP / LLETZ cervix
67.33 Krioterapi cervix
68.12 Histeroskopi
68.16 Histeroskopi dengan Biopsi
57.32 Sistoskopi
57.33 Sistoskopi dengan Biopsi
69.09 Kuret PA
71.22 Insisi kelenjar bartolin
71.23 Marsupialisasi bartolin
96.18 Pasang pesarium
97.74 Lepas pesarium
96.14 Pasang tampon vagina
97.75 Lepas tampon vagina
99.25 Injeksi kemoterapi
54.91 Parasentesis (pungsi asites)
96.59 Rawat luka
93.57 Ganti perban luka operasi
69.7 Insersi IUD
97.71 Lepas IUD
99.23 Implan kontrasepsi
97.89 Lepas implan kontrasepsi
99.24 Injeksi kontrasepsi hormonal
32
4.2.3 Permasalahan Inflamasi pada Ginekologi
Permasalaan
ICD-10 Prosedur Catatan
Z30.2 Sterilisasi interval
N70.0 Salpingitis akut dan ooforitis Termasuk tuboovarial abses
N70.1 Hidrosalping
N71.9 Endometritis, pyometra, abses uterus
N71.1 Penyakit inflamasi kronik uterus
N72 Cervicitis dengan dan tanpa erosi atau
ektropion
N73.8 Pelvic inflammatory disease (PID)
N74.1 Inflamasi pelvis akibat tuberkulosis Tambahkan kode A18.1
N74.2 Inflamasi pelvis akibat sifilis Tambahkan kode A51.4 atau A52.7
N74.3 Inflamasi pelvis akibat gonococcal Tambahkan kode A54.2
N74.4 Inflamasi pelvis akibat clamidia Tambahkan kode A56.1
N75.0 Kista bartolin
N75.1 Abses bartolin
N76.0 Vulvovaginitis Contoh: fluor albus belum jelas sebabnya
N77.1 Vulvovaginitis akibat candida, herpes Candida (tambah kode B37.3); Herpes
simplex (tambah kode A60.0)
A59.0 Vulvovaginitis akibat trikomonas Tambahkan kode N77.1
N76.5 Ulkus vagina
N76.6 Ulkus vulva
A51.0 Sifilis genital
A54.0 Gonococcal pada cervix, vulva, vagina
A56.0 Penyakit menular sexual lainnya
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis
33
N84.1 Polip servix
N84.3 Polip vulva
N85.6 Intrauterin sinekia
N83.6 hematosalping
N85.7 hematometra
N89.7 hematokolpos
N91.0 Amenorea primer
N91.1 Amenorea sekunder
N91.5 Oligomenorea
N92.0 Menoragia
N92.1 Metroragia, menometroragia
N92.3 Perdarahan ovulasi
N93.8 Perdarahan uterus/vaginal abnormal lain Contoh: perdarahan uterus disfungsi
N94.6 dismenorea
N83.0 Kista folikular Contoh: kista folikel de graaf, kista
folikular hemoragik
N83.1 Kista korpus luteum
N83.2 Kista lainnya Contoh: kista retensi, kista simpel
N83.5 Torsi ovarium
D26 Tumor jinak ovarium Kista / tumor neoplasma
D25 Mioma uteri
D26 Mioma Geburt Pedunculated submucous myoma
N96.0 Abortus habitualis (tidak hamil)
N97.9 Infertilitas wanita, tidak spesifik
N98.1 Hiperstimulasi ovarium
N98.9 Komplikasi terkait teknik reporoduksi
berbantu
E28.2 Polycystic ovarian syndrome
E28.3 Ovarian failure primer
E28.9 Gangguan disfungsi ovarium lainnya
N95.1 Menopause dan kondisi klimakterik
Kondisi atau diagnosis berhubungan dengan masalah uroginekologi
N81.1 Sistokel
N81.2 Prolaps uterovaginal grade 1 dan 2
N81.3 Prolaps uterovaginal grade 3 dan 4
N81.6 Rektokel
N99.3 Prolaps vaginal vault
N88.4 Elongasi cervix uteri
Q51.0 Agenesis Uterus
Q51.1 Uterus,serviks, dan vagina Ganda
Q51.2 Uterus Ganda lainnya
34
Q51.3 Uterus Bicornuate
Q51.4 Uterus Unicornuate
Q51.5 Agenesis Serviks
Q52.0 Agenesis Vagina
Q52.1 Septum Vagina termasuk vagina ganda
Q43.7 Kloaka
Q52.6 Malformasi Klitoris
Q52.8 Common Channel Uretra Vagina
N82.0 Fistula vesikovagina
N82.1 Fistula urinary-genital lainnya
N82.2 Fistula vagina-usus besar
N82.5 Fistula genital-kulit Contoh: uterus ke dinding perut,
vagina-perineal
N88.2 Striktur dan stenosis cervix
N89.5 Striktur dan atresia vagina
Q52.3 Himen imperforata
N89.8 Kelainan noninflamasi lain pada vagina Contoh: ulkus akibat pesarium
N90.8 Kelainan noninflamasi lain pada vulva Contoh: clitoris hipertrofi
N94.1 Dispareunia
N94.2 Vaginismus
N39.4 Incontinentia urin
N39.3 Stress Incontinentia
R33 Retensio urin
R30.0 disuria
Kondisi atau diagnosis berhubungan dengan lesi pra keganasan dan keganasan
N93.0 Perdarahan post coital dan kontak
N95.0 Perdarahan postmenopause
N85.0 Hiperplasia endometrium
C54.1 Kanker endometrium
C54.9 Kanker corpus uteri
C56 Kanker ovarium
C57.0 Kanker tuba
N87.0 Displasia cervix ringan CIN I
N87.1 Displasia cervix sedang CIN II
N87.2 Displasia cervix berat CIN III
D06.9 Carcinoma in situ cervix
C53.9 Kanker cervix
N87.0 Displasia vaginal ringan VAIN I
N87.1 Displasia vaginal sedang VAIN II
N87.2 Displasia vaginal berat VAIN III
C52 Kanker vagina
35
N90.0 Displasia vulva ringan VIN I
N90.1 Displasia vulva sedang VIN II
N90.2 Displasia vulva berat VIN III
C51.9 Kanker Vulva
C58 Choriocarcinoma
D39.2 Mola Invasif / PSTT(Placental site
throphoblastic tumor)
K66.0 Adhesi peritoneum (selain daerah pelvis)
N73.6 Adhesi peritoneum pelvis
T81.1 Syok saat operasi Eksklusi: syok karena anestesi (T88.2),
anafilaktik (T87.2,T88.6,T80.5), elektrik
(T75.4), abortus atau ektopik atau mola
(O00-O07, O08.3), obstetric (O75.1),
traumatic (T79.4)
D63.0 Anemia pada penyakit neoplasma
R52.2 Nyeri Kanker
Z51.5 Perawatan paliatif
36
70.21 Vaginoscopy / kolposkopi
68.12 Histeroskopi
68.16 Histeroskopi dengan Biopsi
57.32 Sistoskopi
57.33 Sistoskopi dengan Biopsi
68.23 Ablasi endometrium
68.21 Pelepasan sinekia endometrium
66.29 Sterilisasi tuba laparoskopi
38.6 Oklusi arteri abdominal Contoh: ligasi arteri iliaka, arteri uterina,
neovaskularisasi uterovesika
39.98 Kontrol perdarahan
54.11 Laparotomi eksplorasi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
sesuai temuan laparotomi maka cukup
memberikan kode sesuai tindakan
spesifik tersebut
54.12 Reopen / relaparotomy Setelah dilakukan laparotomisebelumnya
untuk: kontrol perdarahan,
eksplorasi
54.21 laparoskopi Jika didapatkan tindakan lebih spesifik
dengan keterangan laparoskopi maka
cukup memberikan kode sesuai tindakan
spesifik tersebut
66.01 Salpingotomi
66.02 Salpingostomi
66.19 Prosedur diagnosis tuba
66.95 Insuflasi tuba falopi
66.29 Bilateral ligasi dan pemotongan tuba Menggunakan laparoskopi
falopi, laparoskopi
66.39 Bilateral ligasi dan pemotongan tuba
falopi
66.4 Unilateral salpingektomi
66.51 Bilateral salpingektomi
66.69 Parsial salpingektomi
65.24 Wedge reseksi ovarium, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.22 Wedge reseksi ovarium
65.23 Marsupialisasi kista ovarium, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
64.21 Marsupialisasi kista ovarium
65.99 Ovarian drilling
65.25 Kistektomi, eksisi lokal ovarium, Menggunakan laparoskopi
laparoskopi
65.29 Kistektomi, eksisi lokal ovarium
65.31 Unilateral oovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
37
65.39 Unilateral oovorektomi
65.53 Bilateral oovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.51 Bilateral oovorektomi
65.41 Unilateral salpingooforektomi, Menggunakan laparoskopi
laparoskopi
65.49 Unilateral salpingooforektomi
65.63 Bilateral salpingoovorektomi, laparoskopi Menggunakan laparoskopi
65.61 Bilateral salpingoovorektomi
68.29 Eksisi atau destruksi lesi uterus Contoh: miomektomi, Osada procedure
68.31 Laparoskopi supracervical histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53, 40.54,
40.59), pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), omentektomi (54.4),
biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.39 Subtotal abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11,
40.19, 40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53,
40.54, 40.59), pengambilan tuba dan
ovarium (65.31-65.64), omentektomi
(54.4), biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.41 Laparoskopi total abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.5 (40.50, 40.52, 40.53, 40.54,
40.59), pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), omentektomi (54.4),
biopsy peritoneum (54.23) dapat
dikoding jika dilakukan
68.49 Total abdominal histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.11, 40.19,
40.3, 40.50, 40.52, 40.53, 40.54, 40.59),
pengambilan tuba dan ovarium (65.31-
65.64), omentektomi (54.4), biopsy
peritoneum (54.23) dapat dikoding jika
dilakukan
68.69 Radikal Abdominal Histerektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64)
68.79 Radikal Vaginal Trakelektomi Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64), Jika dilakukan approach
per abdominal gunakan (68.69)
68.61 Laparoskopi histerektomi radikal Kode diseksi kelenjar limfe (40.3, 40.5)
dan pengambilan tuba dan ovarium
(65.31-65.64) mohon dikode juga
38
71.5 Vulvektomi radikal Tambahkan kode diseksi kelenjar limfe
(40.11, 40.19, 40.3, 40.50, 40.52, 40.53,
40.54, 40.59
68.8 Pelvik eksenterasi Pelvik eviserasi
54.23 Biopsi peritoneum
54.4 Omentektomi
40.24 Eksisi kelenjar limfe inguinal
40.3 Eksisi kelenjar limfe regional
40.29 Eksisi kelenjar limfe lain
40.50 Eksisi radikal kelenjar limfe (tidak spesifik)
40.52 Eksisi radikal kelenjar limfe paraaorta
40.53 Eksisi radikal kelenjar limfe iliaka
40.54 Diseksi radikal area groin
40.59 Eksisi radikal kelenjar limfe lain
40.11 Biopsi kelenjar limfe
40.19 Tindakan diagnostik lain kelenjar limfe
68.59 Total vaginal histerektomi (TVH) Jika dilakukan penambilan tuba dan
ovarium dapat ditambah kode 65.49
(unilateral), 65.61 (bilateral), kolporafi
anterior (70.51), kolporafi posterior
70.52), kolporafi anterior-posterior
(70.50), repair dasar pelvik, vagina dan
perineum (70.79)
68.51 Laparoscopically assisted vaginal
hysterectomy
59.3 Plikasi ureterovesika
70.11 Hymenektomi
70.76 Hymenorrhapy
70.13 Lisis adhesi intraluminal vagina
70.79 Eksisi septum vagina Dapat ditambahkan kode 54.19 jika
dilakukan double approach (laparotomi)
70.50 Repair sistokel dan rektokel Jika dengan graft atau prostesis (70.53)
70.61 Vaginal construction/neovagina Contoh: konstruksi vagina pada MRKH
70.62 Vaginal reconstruction Contoh: rekonstruksi kelainan kongenital
70.63 Vaginal construction/neovagina dengan Tambahkan kode graft, Jika Biologik
graft (70.94), dan sintetik (70.95)
68.22 Insisi atau eksisi septum uterus
69.22 Prosedur inversion uterus
69.23 Repair inversion uterus kronis
69.29 Repair uterus dan stuktur didekatnya
71.4 Operasi clitoris Termasuk amputasi klitoris,
clitoridotomy, sirkumsisi wanita
39
71.79 Penjahitan vulva atau perineum lama Tidak termasuk penjahitan atau repair
karena laserasi obstetri (75.69)
75.61 Repair laserasi kandung kemih dan uretra
75.62 Repair laserasi rektum
70.51 Repair sistokel
70.54 Repair sistokel menggunakan graft atau
prostesis
70.52 Repair rektokel
70.55 Repair rektokel menggunakan graft atau
prostesis
70.50 Repair sistokel dan rektokel
70.53 Repair sistokel dan rektokel
menggunakan graft atau prostesis
70.73 Repair fistula rektovagina
49.73 Repair fistula anoperineal
70.75 Repair fistula vagina lainnya
70.77 Suspensi dan fiksasi vagina Jika dilakukan tindakan laparoskopi maka
dapat ditambah kode 54.21
70.78 Suspensi dan fiksasi prolaps pada Jika dilakukan tindakan laparoskopi maka
ligament sacrospinosum dapat ditambah kode 54.21
59.6 Suspensi parauretra pada inkontinensia
urin tekanan menggunakan TOT
59.5 Suspensi parauretra pada inkontinensia
urin tekanan menggunakan TVT
70.8 Colpocleisis
67.5 Amputasi cervix atau Manchester
forthegill
71.9 Operasi lain pada organ genital wanita
57.32 Sistoskopi diagnostik Jika dilakukan biopsy dapat dikode 57.33
65.89 Adhesiolisis pada ovarium dan tuba
65.81 Adhesiolisis pada ovarium dan tuba,
laparoskopi
54.59 Adhesiolisis peritoneum Termasuk: usus, liver, uterus,
peritoneum dan peritoneum pelvis
54.51 Adhesiolisis peritoneum laparoskopi Termasuk: usus, liver, uterus,
peritoneum dan peritoneum pelvis
Catatan: adhesiolisis dapat dikoding jika dilakukan teknik selain secara tumpul
40
4.3 Daftar diagnosis sekunder baik komplikasi maupun komorbid secara umum
Selain pengetahuan secara spesifik terhadap kode diagnosis di bidang obstetrik dan
ginekologi, kita juga perlu untuk mengetahui beberapa diagnosis sekunder yang umum terjadi
pada kasus yang kita hadapi dan melakukan kodifikasi dengan tepat karena didapatkan
beberapa kode diagnosis yang dapat meningkatkan derajat keparahan / severity level
sehingga dapat mempengaruhi ketepatan pemilihan grup INA-CBG dan jumlah klaim yang
didapatkan. Khusus pada kasus obstetri, diagnosis sekunder ini memiliki padanan di kode
khusus obstetri sehingga tidak perlu untuk menambahkan kembali diagnosis sekunder yang
akan dibahas pada subbab ini. Berdasarkan panduan manual verifikasi klaim INA-CBG yang
dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan kita dapatkan beberapa kode diagnosis sekunder penting
antara lain:
41
Pneumonia Diagnosis sesuai KMK RI No. HK. 02.02/MENKES/514/2015: J18.9
infiltrate baru / progresif ditambah 2 atau lebih dari (batuk
bertambah, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh > 38,
tanda ronki / konsolidasi pada suara napas, leukosit > 10.000
atau < 4500). Harus disertakan pemberian tatalaksana
Dampak: meningkatkan severity level menjadi III
Hematemesis Terdapat muntah darah serta tatalaksana berupa Proton K92.0
Pump Inhibitor dan terapi definitif sesuai etiologi
perdarahan.
Dampak: meningkatkan severity level menjadi II
Hipokalemia Kalium < 3,5 mEQ/L dengan pemberian tatalaksana berupa E87.6
kalium (KSR, KCl)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
AKI/ARF Pasien terbukti adanya AKI, yaitu: N17.9
• Tahap I: Peningkatan kreatinin serum 0,3 mg/dl dalam 48
jam atau ≥ 1,5 - 1,9 kali dari baseline; Output urine < 0,5
ml/kg BB/jam dalam 6 jam
• Tahap II: Peningkatan kreatinin serum ≥ 2 - 2,9 kali dari
baseline; Output urine < 0,5 ml/kg BB/jam dalam > 12 jam
• Tahap III: Peningkatan kreatinin serum ≥ 3 kali dari
baseline atau > 4 mg/dl dengan peningkatan akut minimal
0,5 mg/dl atau membutuhkan terapi pengganti ginjal;
Output urine < 0,3 ml/kg BB/jam dalam > 24 jam atau
anuria selama 12 jam
Serta ada bukti perbaikan fungsi ginjal setelah diberikan
tatalaksana
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Pansitopenia Adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia dan harus D61.9
ada hasil BMP yang menyatakan anemia aplastik
CHF I50.9 heart failure, unspecified (Pada CHF FC I-II) I50.9,
I50.0 Congestive heart failure (Pada CHF FC III-IV) I50.0
Dilihat dari resume dan Echocardiography
42
CKD Stadium 1 (eGFR di atas 90) N18.1,
Stadium 2 (eGFR 60-89) N18.2,
Stadium 3 (eGFR 30-59) N18.3,
Stadium 4 (eGFR 15-29) N18.4,
Stadium 5 (eGFR di bawah 15) N18.5,
Dampak: peningkatan severity level menjadi II N18.9
Sepsis/Syok Penegakan diagnosis sepsis dapat mengikuti kriteria SIRS A41.9
Sepsis (systemic inflamatory response syndrome) yaitu terdiri dari
minimal 2 keadaan:
1. Temperatur >38,5 derajat celcius atau <36 derajat celcius
2. Denyut Jantung >90 x/menit
3. Frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
(Pada pemeriksaan AGDA)
4. Terdapat respons tubuh terhadap fokal infeksi,
peradangan, dan stres dengan hasil laboratorium
menunjukkan leukositosis dan wajib melampirkan bukti
kultur darah dengan hasil bakterimia.
43
Syok Hipovolemik shock dapat digunakan sebagai diagnosis R57.1
Hipovolemik sekunder apabila terdapat manifestasi klinis yang sesuai dan
adanya tatalaksana. Adapun tatalaksana minimal untuk
kondisi hipovolemik shock adalah dengan adanya loading
cairan.
44
Hemiplegia Untuk pasien dengan Hemiplegia di rawat inap ada tindakan G81.9
fisioterapi.
Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity
level menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar
dengan stroke akan meningkatkan biaya dan severity level III
45
Epistaxis Harus ada bukti pendukung berupa penatalaksanaan R04.0
perdarahan dalam rekam medis/resume medis
Asfiksia Kode asfiksia yang dapat meningkatkan severity level adalah P21.0
P21.0
46
Pulmonary Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, J81
Oedema ronki.
Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam
dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan oksigen
yang diberikan.
Meskipun kode ICD-10 dan ICD-9-CM telah ditetapkan secara internasional, namun
masih didapatkan beberapa diagnosis ataupun tindakan yang dilakukan di Indonesia namun
tidak tercantum dalam kode ICD-10 maupun ICD-9-CM. Dalam perkembangannya dilakukan
beberapa adaptasi dan penyesuaian antara PP POGI dan Kementerian Kesehatan untuk secara
bertahap melakukan penyesuaian kode-kode penting yang selanjutnya akan disebut sebagai
Indonesia Modification (IM) menjadi ICD-10 (IM) dan ICD-9-CM (IM). Hingga pembuatan buku
47
ini, kode yang telah diatur ini masih dalam tahap uji coba yang masih dapat terjadi perubahan
sewaktu – waktu. Beberapa kode yang sudah berada dalam tahap uji coba saat buku ini
disusun antara lain (belum digunakan sebagai kode resmi saat ini) :
48
BAB 5
Panduan Aturan Koding dalam Obstetri dan Ginekologi
1. Pada kasus obstetri, diagnosis harus ditulis secara menyeluruh baik kondisi ibu
maupun bayi. Untuk kondisi ibu, jika terdapat permasalahan, komplikasi atau penylit
harus ditulis secara lengkap beserta keterangan metode persalinan (kode O80-84)
Contoh kasus: Pasien wanita G2P1A0 Hamil 39 minggu datang ke RS dengan pre-
eklampsia berat. Pasien kemudian dilakukan persalinan gawat darurat seksio sesarea.
• Diagnosis Sekunder :
• Prosedur :
dalam 24 jam (dipstik +1). Proteinuri dapat digantikan dengan gangguan organ
proteinuri
tanda preeklampsia yaitu proteinuri atau gangguan organ lain setelah usia
hamil 20 minggu)
• Pada ketuban pecah prematur / dini dengan oligohidramnion, koding yang bisa
pada usia hamil 40 – 42 minggu (O48.0) dan usia hamil > 42 minggu (O48.1),
dikode dengan kode O26.9 yang menunjukkan kode dengan kondisi risiko lain
50
5. Diagnosis persalinan pervaginam
patologis. Pada kasus persalinan normal / fisiologis maka kode ini menjadi
pervaginam pada kasus yang patologis (memiliki faktor risiko atau pemberat
atau komplikasi obstetri maupun medis), dapat meletakkan kode O80.0 ini pada
selalu melengkapi kode cara persalinan di tabel 4.1.7 (O80-O84) dan kode
tindakan (73.59)
51
(O83.1), kode tindakan (72.52)
• Setiap kode persalinan juga menuliskan kode luaran persalinan (Z37) pada
diagnosis sekunder.
• Setiap kode persalinan juga menuliskan kode luaran persalinan (Z37.-) pada
diagnosis sekunder
52
• Berikan kode tindakan 74.0 untuk SC korporil / klasik atau 74.1 untuk SC pada
• Jika dilakukan tindakan lain yang bersamaan dengan SC dapat dilakukan koding
uterus pada plasenta akreta atau mioma uteri (68.29), ligasi arteri iliaka /
• Jika dilakukan episiotomi maka tambahkan kode 73.6. Penjahitan luka akibat
atau luka perineum tambahan selain luka episiotomy, maka penjahitan luka
• D64.9 dapat dikode jika belum diketahui penyebab anemia pada kehamilan
• Anemia dalam kehamilan menggunakan standar WHO dan dengan bukti lab
9. Untuk pengkodean kondisi penyakit atau kelainan yang menyertai kehamilan atau
persalinan
• Kode O98-O99 digunakan jika ada kondisi penyakit atau kelainan yang
53
• Kode-kode lain yang spesifik sesuai dengan masalah yang ada di luar koding O
10. Kasus umum disertai dengan kehamilan yang tidak ditangani oleh dokter obstetri pada
Contoh :
Pasien tersebut diberikan kode A91 sebagai diagnosis utama dan O98.5 sebagai
diagnosis sekunder.
• USG kehamilan masih dapat diberikan lebih dari 3 kali jika didapatkan indikasi
medis lainnya (pastikan indikasi medis atau diagnosis tertulis di rekam medik)
• Jika hanya didapatkan ancaman persalinan preterm (janin tidak lahir) dapat
dikode O60.0 sedangkan jika terjadi persalinan dan dilanjutkan kelahiran janin
tanpa ada tanda persalinan, Contoh: kasus preeklampsia dengan gejala berat
54
dan HELLP syndrome yang dilahirkan pada 34 minggu baik melalui induksi
maupun SC)
• Diagnosis keterangan kelahiran bayi lainnya seperti pada poin 5 tetap dikoding
preterm ini
• Jika hanya didapatkan kontraksi braxton hicks atau false labor pada kondisi
preterm tanpa tanda – tanda ancaman persalinan preterm dapat dikode O47.0
• Adhesiolisis secara laparotomi dapat dikode 54.5 jika dilakukan pada peritoneum
(termasuk usus dan peritoneum pelvik) dan 65.89 jika dilakukan pada tuba dan
ovarium
14. Pasien yang melahirkan di FKTP dapat dirujuk dokter untuk melakukan tubektomi
interval di FKRTL dengan kode Z30.2 (sterilization) sebagai diagnosis utama dengan
55
5.2 Kasus Ginekologi
• Pemberian kemoterapi dapat dikode Z51.1 sebagai diagnosis utama dan kode
• Pelayanan radioterapi dapat dikode Z51.0 sebagai diagnosis utama dan kode
• Kode Z51.5 (Palliative Care) hanya digunakan jika dokter secara spesifik
dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain,
• Untuk pasien yang didiagnosis oleh DPJP adalah perawatan paliatif (palliative
care) maka dikode Z51.5 (Palliative Care) sebagai diagnosis utama. Penetapan
dan perawatan paliatif (palliative care) ditetapkan oleh DPJP dan tim
• Untuk pasien perawatan paliatif (palliative care) yang datang kembali dengan
kondisi medis yang lain maka dikoding sesuai dengan penyakit yang mendasari
56
pasien tersebut masuk ke FKRTL.
• Pasien dengan kondisi neoplasma yang sudah diangkat maka diagnosis Z08.0
• Pasien yang dirawat untuk mengatasi anemia terkait neoplasma maka dapat
• Tuliskan semua detil spesifik tindakan yang dilakukan pada saat operasi
onkologi ginekologi
• Debulking dan atau surgical staging yang dilakukan harus dilengkapi dengan
limfe pelvik (40.11 / biopsy kelenjar limfe, 40.3/eksisi kelenjar limfe regional,
40.50/eksisi radikal kelenjar limfe – tempat tidak spesifik, 40.52 / eksisi radikal
kelenjar limfe periaorta, 40.53 / eksisi radikal kelenjar limfe iliaka, 40.54 / eksisi
radikal kelenjar limfe – tempat tidak spesifik, 40.53 / eksisi radikal kelenjar limfe
iliaka)
• Pada tindakan radikal vaginal trakelektomi dapat dikoding 68.79 jika dilakukan
57
Untuk kode pengangkatan kelenjar limfe tetap dikoding terpisah sesuai poin
sebelumnya
• Prolaps uteri atau rahim yang dilakukan operasi melalui vagina dengan prosedur
bantuan laparoskopi dapat dikode 68.51. Jika dilakukan pengangkatan tuba dan
ovarium dapat ditambahkan kode 65.49 (jika unilateral) atau 65.61 (bilateral).
Untuk repair dasar pelvik, vagina dan perineum lainnya dapat dikode 70.79
• Jika dilakukan penggantungan atau fiksasi dari stomp vagina dapat dikode 70.77
• Bila tindakan ditambah dengan fiksasi prolaps pada ligamen sacrospinosum maka
dikode 70.78, jika menggunakan graft biologic dikode (70.94), jika menggunakan
• Pada kasus elongatio cervix yang hanya dilakukan prosedur amputasi serviks
58
• Tindakan obliteratif kasus POP yaitu kolpokleisis dikode 70.8
• Tindakan konstruksi vagina pada kasus MRKH per vaginam dikode 70.61
• Eksisi septum vagina transversal dan longitudinal pervaginam dikode 70.79. Jika
dikode 70.62
dikode 57.33
59
BAB 6
Kelengkapan Rekam Medik dan Verifikasi Klaim
A. Rekam medis
Rekam medis berisi data mengenai riwayat kesehatan pasien saat ini dan masa lalu.
Didalamnya terdapat dokumentasi yang dilakukan oleh professional kesehatan untuk kondisi
pasien saat ini dalam bentuk hasil anamnesis, temuan fisik hasil diagnostik, hasil perosedur
atau tindakan, pengobatan, serta respon pasien. Seluruh berkas dan data mengenai pasien
harus tercatat lengkap dan jelas, baik secara hardcopy maupun secara elektronik. Isi dari
1. Identitas pasien
7. Diagnosis
8. Pengobatan dan/tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
10. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu yang
11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
60
12. Pelayanan lain yang telah diberikan ke pasien
• Aspek administrasi.
Rekam medis memiliki nilai administrasi karena isinya menyangkut tindakan yang
berdasarkan tanggung jawab tenaga medis dan tenaga kesehatan lain, dalam
• Aspek medis
Nilai medis dalam rekam medis timbul karena catatan ini dipakai sebagai pengobatan
• Aspek legal
Aspek legal rekam medis ada karena dapat dijadikan tanda bukti untuk menegakkan
• Aspek finansial
Rekam medis memiliki nilai keuangan karena isinya dalat dijadikan standar penetapan
• Aspek riset
Rekam medis memiliki nilai penelitian karena didalamnya terdapat informasi atau
data yang dapat diolah menjadi suatu penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan
• Aspek edukasi
Aspek edukasi atau pendidikan dalam rekam medis ada karena data pasien
terkait
• Aspek dokumentasi
61
Rekam medis memiliki nilai dokumentasi karena isinya berupa dokumentasi laporan
Rekam medis memiliki peran penting pada proses klaim pembayaran. Saat pasien
pulang, rekam medis harus sudah cukup lengkap dan jelas mulai dari data sosial, informasi klinis
sampai diagnosis sesuai ICD-10 atau tertulis tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Data
tersebut akan di proses menggunakan software INA-CBG sehingga akan muncul grouping
diagnosis dan tindakan serta kode INA-CBG-nya. Pada proses ini juga akan diketahui tingkat
komorbiditas yang ada pada diagnosis sekunder. Setelah itu, barulah tarif pelayanan pasien
akan muncul.
Agar berlangsung lancar proses input data dan klaim tarif INA-CBG ini, kelengkapan
rekam medis, terutama pada resume pulang harus jelas, lengkap, dan sesuai. Sehingga nilai
tarif yang muncul dapat dipertanggungjawabkan dan semua pihak mendapat kepuasan.
Untuk itu, pengisian rekam medis harus lengkap dan tidak bermasalah, sebelum dilakukan
prosedur klaim ke BPJS agar tidak berpotensi terjadinya suatu dispute klaim yang diakibatkan
ketidaksamaan pemahaman koding sehingga klaim dapat berjalan dengan lancer dan tepat
waktu.
Secara khusus dalam bidang obstetri, diagnosis ICD-10 harus ditulis secara
menyeluruh baik kondisi ibu maupun bayi. Sehingga, akan ada terdapat beberapa diagnosis
dalam suatu tindakan persalinan. Contohnya, bagi kondisi ibu, perlu ditulis secara lengkap
keterangan tipe persalinan serta penyulitnya. Bagi bayi, wajib tertulis jelas kondisi lahir hidup
atau meninggal, disertai penyulitnya juga. Apabila ada ketidaklengkapan data terkait,
grouping yang dilakukan sistem menjadi tidak sesuai dan nilai klaim pun rendah.
Contoh kasus:
62
Pasien wanita G2P1A0 Hamil 39 minggu datang ke RS dengan pre-eklampsia berat. Beberapa
pemeriksaan dilakukan antara lain USG dan CTG. Pasien kemudian dilakukan persalinan seksio
sesarea. Lahir bayi laki-laki tunggal hidup, dengan berat badan lahir rendah.
CTG (75.34)
Setelah muncul itu, sistem akan melakukan pengelompokan diagnosis sehingga muncul
kelompok diagnosis operasi pembedahan caesar (sedang) dengan tarif klaim tertentu,
sebagai berikut :
63
Dapat dilihat bahwa untuk persalinan dengan seksio cesarea atas indikasi preeklampsia berat,
terdapat beberapa diagnosis yang perlu dicantumkan dalam software. Apabila rekam medis
yang ditulis oleh dokter penanggung jawab tidak lengkap, nilai klaim yang akan tertera bisa
B. Verifikasi Klaim
Menurut petunjuk teknis verifikasi klaim BPJS, terdapat beberapa hal yang harus
Klaim yang gagal atau lebih rendah dapat terjadi bukan hanya dari penolakan verifikasi
Berikut beberapa hal yang dapat mengakibatkan gagal klaim ataupun undercoding:
64
2. Diagnosis sekunder sering tidak dibuat
Dibalik hal tersebut, kadang terjadi penolakan klaim karena rekam medis tidak ditulis secara
lengkap oleh DPJP, terutama bagian resume kepulangan pasien. Untuk itu, DPJP sangat
65
BAB 7
Penghitungan Unit Cost di Rumah Sakit
Unit cost adalah total biaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu pelayanan di
rumah sakit. Pada era jaminan kesehatan nasional ini, setiap rumah sakit harus melakukan
efisiensi biaya pelayanan. Dalam hal ini, salah satunya dengan melakukan penghitungan unit
cost secara cermat. Menghitung unit cost dengan baik dapat mengatasi pemborosan serta
meningkatkan kualitas dan mutu RS. Sebagai catatan, unit cost suatu tidakan yang dilakukan
1. Biaya investasi: biaya yang kegunaanya lama lebih dari setahun. Contohnya pembelian
alat-alat medis.
2. Biaya operasional: biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan, dan
1. Biaya langsung: biaya yang penggunaannya langsung terukur dalam suatu pelayanan.
2. Biaya tidak langsung: biaya yang tidak langsung terlihat dalam suatu pelayanan, tapi
berhubungan dengan sumberdaya atau produksi unit. Contohnya biaya gaji pegawai,
66
Biaya satuan atau unit cost (UC) adalah biaya yang dihitung untuk setiap satuan
produksi atau pelayanan. Biaya ini diperoleh dari biaya total dibagi dengan jumlah produk
(TQ/Q). Pengitungan biaya ini sangat dipengaruhi oleh jumlah produk yang digunakan dalam
pelayanan. Makin tinggi jumlah produk, maka akan lebih rendah biaya satuan pelayanan.
Setiap biaya baik langsung ataupun tidak langsung harus dihitung secara terperinci sehingga
muncul total unit cost dari suatu pelayanan. Untuk menghitung unit cost digunakan metode
analisis biaya, contohnya Activity Base Costing (ABC), Real Cost, Double distribution, dan
lainnya.
Dalam buku ini, diambil contoh perhitungan unit cost tindakan seksio sesarea clean
case. Komponen dalam perhitungan unit cost di antaranya terdiri dari barang habis pakai
(BHP), biaya investasi dan biaya jasa operator. Barang habis pakai dalam tindakan seksio
(pemeriksaan darah lengkap, gula darah, tes pembekuan darah, vacutainer darah, spuit),
kertas kardiotokografi, obat-obat IGD, barang habis pakai IGD, barang habis pakai injeksi obat,
obat bedah, perban. Biaya investasi meliputi biaya sewa IGD, mesin kardiotokografi, alat
spekulum, biaya sewa kamar operasi. Adapun yang termasuk biaya jasa operator yaitu
pemeriksaan dokter jaga IGD, asuhan keperawatan oleh perawat, jasa dokter pasang infus,
jasa pengambilan darah oleh laboran, jasa pemeriksaan ultrasonografi kehamilan, jasa visite
dokter obstetri dan ginekologi, jasa dokter anestesi, dokter anak, dan jasa konsultasi dokter
penyakit dalam atas indikasi. Meskipun demikian, rincian komponen ini dapat bervariasi di
Contoh total unit cost operasi seksio sesarea di RS Pemerintah tipe B kelas 2
67
Berikut adalah contoh hasil dari penghitungan unit cost operasi seksio sesarea di salah
satu RS pemerintah di Jawa Timur (Tipe B) kelas 2. Analisis biaya dilakukan mulai dari
administrasi dan tindakan dengan lama rawat 4 hari. Jika kita bandingkan dengan tarif INA-
CBG sesuai dengan Permenkes Nomor 64 tahun 2016 dengan kode INA-CBG: O-6-10-1
(Operasi pembedahan caesar ringan) didapatkan nilai 5.808.800. Sehingga dalam kondisi ini
pembiayaan RS berada di atas tarif INA-CBG atau didapatkan selisih negatif yang perlu
68
BAB 8
Sistem Pembiayaan Jasa Pelayanan
Remunerasi secara tradisional diartikan sebagai total income (“take home pay”)
masing-masing. Sebagai contoh remunerasi total seorang staf medis dapat meliputi gaji,
ditambah dari kapitasi, ditambah dari fee for service, dan pendapatan lainnya. Jadi strategi
remunerasi adalah serangkaian paket pembayaran ( bundling ) yang membentuk total income
Dalam sebuah review tentang strategi remunerasi staf medis, Kingma (1999)
kesehatan pada semua pasien terdaftar. Contoh : sistem kapitasi BPJS untuk PPK 1.
2. Shared financial risk. Dokter berperan sebagai subyek insentif keuangan, yang berarti
apabila dapat menghemat biaya layanan kesehatan maka kelebihannya adalah hak
dokter, sebaliknya apabila biaya layanan melebihi plafon maka dokter tidak
mendapatkan insentif apa-apa. Sistem ini lazim diterapkan dalam managed care
3. Fee-for-service. Dokter dibayar berdasarkan layanan yang diberikan. Dengan kata lain
semakin banyak layanan atau semakin banyak peresepan yang diberikan maka
4. Salary. Dokter mendapatkan gaji yang merupakan refleksi dari keahlian, pengalaman
69
Insentif merujuk pada sebuah bentuk pembayaran khusus yang ditujukan untuk
mencapai sebuah perubahan perilaku. Bentuknya bisa bermacam-macam, baik berupa uang
atau non-uang. Contoh : bonus diberikan jika target terlampaui, atau mendapatkan laba lebih.
tenang.
5. Menciptakan tata kelola yang baik. Mencegah layanan sub-standar maupun layanan
yang berlebihan.
70
Selain kelima tujuan tersebut, determinan yang paling menentukan adalah sistem
pembiayaan. BPJS kesehatan menargetkan Universal Health Coverage (UHC) akan tercapai
pada tahun 2024. Dari sudut pandang pembiayaan artinya pada tahun 2024 semua warga
negara memiliki jaminan kesehatan. Artinya pula pembiayaan layanan RS di era UHC adalah
dengan sistem paket yang dinamai INA-CBG. Disinilah kemudian dibutuhkan kiranya sebuah
standar remunerasi RS di Indonesia ketika sistem pembiayaan utamanya adalah sistem paket
INA-CBG. Standar ini dibuat berdasarkan pendekatan kebutuhan dan harapan dokter serta
pendekatan kemampuan institusi pemberi kerja, yaitu rumah sakit di era paket INA-CBG.
Sebab meskipun dalam penjelasan sebelumnya telah ditampilkan berbagai bentuk sistem
remunerasi di dunia, penerapannya di sebuah sistem kesehatan suatu negara belum tentu
baik, dalam hal mencapai harapan dan tujuan masing-masing pemangku kepentingan.
Dengan demikian memasukkan unsur kearifan lokal adalah “a must” dalam merancangsebuah
sistem remunerasi. PB IDI telah mengeluarkan buku Panduan Penyusunan Remunerasi Dokter
kepentingan.
yang dibentuk dari pendidikan dan pengalaman kerja. Alokasi anggaran untuk P1
71
b. Dokter Spesialis (penghargaan terhadap kompetensi/
e. Risiko profesi sudah termasuk dalam perhitungan nilai jabatan (job value),
sedangkan risiko tuntutan hukum atau ganti rugi akan ditransfer ke asuransi
Cara Penilaian:
rumah sakit.
yang ditentukan
yang harus dipenuhi dalam satuan waktu tertentu yang disepakati, yang
merupakan kinerja yang harus dipenuhi oleh staf sesuai dengan kontrak.
72
2. Pay for Performance (P2)
Pembayaran terhadap seseorang dokter berdasarkan produktifitas yang dihasilkan dari layanan yang
diberikan pada pasien sebagai penanggung jawab operasionalasuhan. Kinerja (performance) yang
dicapai dengan tetap memenuhi standar pelayanan medis misalnya kelengkapan rekam medis, waktu
standar pemeriksaan pasien, kepatuhan pada Panduan Praktik Klinis (PPK), dll. Sehingga setiap profesi
akanmenetapkan indeks kinerja medis setiap jenis profesi (yang terkait dengan standar mutu profesi).
a. Jumlah Jam Praktik (dinilai berdasarkan jumlah jam praktik yang diberikan
Cara Penilaian:
• Membuat perhitungan atas aktifitas Dokter terhadap 4 hal yang dinilai di atas.
berdasarkan bobot kesulitan dan penilaian terhadap tarif jasa yang berlaku.
• Poin penting pada P2 ini adalah adanya batas pembayaran maksimal untuk
Pembayaran terhadap dedikasi, loyalitas dan kelangkaan seorang dokter pada rumahsakit. Dapat juga
dikaitkan dengan kualitas layanan yang diberikan terhadap pasien dan seberapa besar risiko pasien
73
yang dihadapi (jadi P3 juga dapat dianggap sebagai pay for quality). Alokasi anggaran untuk P3 adalah
berkisar antara 10-20 % dari total alokasi anggaran remunerasi. Hal-hal yang menjadi penilaian:
Cara Penilaian:
• Membuat perhitungan atas aktifitas Dokter terhadap 4 hal yang dinilai di atas
besar poin.
• Kelengkapan pengisian dan kualitas berkas rekam medis oleh setiap dokter
• Risiko tuntutan hukum atau ganti rugi ditransfer ke asuransi profesi yang
74
Tinjauan Pustaka
Information; 2018.
4. Panduan manual verifikasi klaim INA-CBG. 2nd ed. Jakarta: Badan Penyelenggara
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Nasional.
Kesehatan.
75
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2021 tentang
Kesehatan Nasional.
12. ICD-9-CM (International Statistical of Diseases and Related Health Problems) Tahun
2010.
13. ICD-10 (International Statistical of Diseases and Related Health Problems) Tahun 2010.
15. Damayanti T. Analisis unit cost section casesaria dengan metode activity based costing
16. Hamkan F. Analisis Biaya Satuan Tindakan Sectio Caesaria Paket Hemat A Di Rumah
Sakit X Tahun 2009. Depok: Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas
76