B. Pembahasan
1. Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah
prinsip hokum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa dibidang syariah.2 Bank umum syariah di Indonesia diatur
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja hukum bagi
pendirian dan operasional bank umum syariah. Beberapa pasal penting
dalam undang-undang ini mencakup ketentuan mengenai modal
minimum, pengelolaan risiko, pembiayaan syariah, dan audit syariah.3
1
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015).
2
Mohd Rizal Muwazir, Deky Anwar, dan Ab Mumin Ab Ghani, “Perbandingan Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia,” Kontekstualita 33 (Juni 2018): 9.
3
“Undang-Undang_No_21_Tahun_2008_Perbankan_Syariah (3).pdf,” t.t.
1
Adapun kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah
dijabarkan dalam pasal 19 ayat (1) UUPS; Kegiatan usaha Bank Umum
Syariah meliputi :4
4
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (CV. Mandar Maju, 2012).127
2
berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah,
musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak
ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad
wakalah;
p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain bidang usaha seperti yang dijabarkan dalam pasal 19 ayat (1)
dalam pasal 20 ayat (1) UUPS dikemukakan: Bank Umum Syariah
dapat pula :5
5
Sembiring.129
3
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun
berdasarkan Prinsip Syariah;
e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal;
f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan
Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal;
dan
i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.6
6
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju, 2012), 129.
7
Muwazir, Anwar, dan Ab Ghani, “Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia.”10
4
syariah. Landasan hukum yang mengatur unit usaha syariah dapat
ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017
tentang Penyelenggaraan Unit Usaha Syariah pada Bank Umum. PBI
ini memberikan pedoman mengenai struktur organisasi, produk dan
layanan, serta pengawasan unit usaha syariah.
5
i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak
ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6
e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan
f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.8
8
Sembiring, Hukum Perbankan, 2012, 130–31.
9
“Undang-Undang Republik Indonesia no 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.pdf,”
t.t.
7
3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5) pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad
mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum
Konvensional, dan UUS; dan
e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia.10
10
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015), 142.
11
Hesti Kustanti dan Astiwi Indriani, “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dengan Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) Periode
2010-2014,” JURNAL STUDI MANAJEMEN ORGANISASI 13, no. 2 (31 Desember 2016): 140,
https://doi.org/10.14710/jsmo.v13i2.13405.
8
b. BUS memiliki wewenang yang sama dengan bank umum
konvensional, sedangkan UUS berada tepat satu tingkat dibawah
direksi bank umum konvensional didalam bank umum
konvensional yang bersangkutan.
c. BUS dan UUS dapat berusaha sebagai Bank Devisa atau Non-
Devisa.
d. Perbedaan ini membuat BUS dan UUS mempunyai wewenang
yang berbeda dalam menentukan arah kebijakan bank.
e. Dalam BUS penentuan kebijakan ditentukan sendiri oleh bank
syariah yang bersangkutan, sedangkan dalam UUS penentuan
kebijakan masih diatur oleh bank umum konvensional yang
bersangkutan.
9
c. Penempatan dana pada bank lain: BUS dapat menempatkan dana
pada bank lain, sedangkan BPRS hanya dapat memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah melalui rekening BPRS lain yang ada di Bank Umum
Syariah atau Bank Umum Konvensional.
d. Legalitas: BPRS hanya diperbolehkan berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), sedangkan BUS dapat berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) atau Perseroan Terbatas Syariah (PTS).
e. Jangkauan wilayah operasional: BPRS memiliki jangkauan
wilayah operasional yang lebih terbatas dibandingkan BUS.
C. Kesimpulan
Bank Umum Syariah (BUS) adalah lembaga perbankan yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam aktivitasnya dan
terlibat dalam layanan pembayaran. Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan
dalam perbankan ini didasarkan pada fatwa dari lembaga yang memiliki
otoritas dalam hal hukum Islam. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah entitas
yang didirikan oleh bank konvensional, tetapi melakukan kegiatan
perbankan dengan berpegang pada prinsip syariah dan juga terlibat dalam
transaksi pembayaran. Kegiatan UUS serupa dengan bank umum syariah,
seperti menawarkan produk penghimpun dana, mendistribusikan dana
kepada pihak yang membutuhkan, dan memberikan layanan perbankan
lainnya. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah lembaga keuangan
syariah yang tidak terlibat dalam layanan pembayaran, sedangkan BPR
adalah bank konvensional yang juga tidak menyediakan layanan
pembayaran dan masih menggunakan sistem bunga dalam operasionalnya.
Landasan hukum bagi bank umum syariah, unit usaha syariah, dan bank
pembiayaan rakyat syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang jelas.
Undang-Undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia tentang unit
usaha syariah, dan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro adalah
dokumen utama yang mengatur entitas-entitas ini. Dengan kerangka kerja
10
hukum yang kuat, sektor perbankan syariah di Indonesia terus berkembang
dan memberikan alternatif keuangan syariah kepada masyarakat.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
REFERENSI
13
14
15