Anda di halaman 1dari 16

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Hukum Perbankan Syariah Muhammad Syarif Hidayatullah, S.E., M.H

KELEMBAGAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Disusun Oleh Kelompok 2

Muhammad Haris Abrari 210102040157


Jihan Amalia Sari 210102040011
Muhammad Agus Fikriyani 210102040194
Siti Aisyah 210102040177

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2023
A. Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim,
telah mengembangkan sistem keuangan berbasis syariah. Bank umum
syariah, unit usaha syariah, dan bank pembiayaan rakyat syariah merupakan
komponen utama dalam sistem keuangan syariah Indonesia. Artikel ini akan
membahas landasan hukum yang mengatur entitas tersebut, serta
memberikan referensi relevan. Perbankan Syariah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS) yang
diundangkan tanggal 16 Juli 2008 dalam LN Tahun 2008 No.94 dan
Tambahan Berita Negara No.4867 Tahun 2008.1

B. Pembahasan
1. Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah
prinsip hokum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa dibidang syariah.2 Bank umum syariah di Indonesia diatur
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja hukum bagi
pendirian dan operasional bank umum syariah. Beberapa pasal penting
dalam undang-undang ini mencakup ketentuan mengenai modal
minimum, pengelolaan risiko, pembiayaan syariah, dan audit syariah.3

1
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015).
2
Mohd Rizal Muwazir, Deky Anwar, dan Ab Mumin Ab Ghani, “Perbandingan Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia,” Kontekstualita 33 (Juni 2018): 9.
3
“Undang-Undang_No_21_Tahun_2008_Perbankan_Syariah (3).pdf,” t.t.

1
Adapun kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah
dijabarkan dalam pasal 19 ayat (1) UUPS; Kegiatan usaha Bank Umum
Syariah meliputi :4

a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro,


Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah;
i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata

4
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (CV. Mandar Maju, 2012).127

2
berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah,
musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak
ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad
wakalah;
p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Selain bidang usaha seperti yang dijabarkan dalam pasal 19 ayat (1)
dalam pasal 20 ayat (1) UUPS dikemukakan: Bank Umum Syariah
dapat pula :5

a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;


b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum
Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah;

5
Sembiring.129

3
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun
berdasarkan Prinsip Syariah;
e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal;
f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan
Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal;
dan
i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.6

2. Unit Usaha Syariah


Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan unit usaha yang dibentuk
oleh bank konvensional, akan tetapi dalam aktivitasnya menjalankan
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah serta melaksanakan
kegiatan lalu lintas pembayaran. Aktivitas unit usaha syariah sama
dengan aktivitas yang dilakukan oleh bank umum syariah yang mana
aktivitas dalam menawarkan produk penghimpun dana pihak ketiga,
penyaluran dana pada pihak yang membutuhkan, serta memberikan
pelayanan jasa perbankan lainnya.7 Unit usaha syariah adalah bagian
dari bank konvensional yang menyediakan layanan keuangan berbasis

6
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju, 2012), 129.
7
Muwazir, Anwar, dan Ab Ghani, “Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia.”10

4
syariah. Landasan hukum yang mengatur unit usaha syariah dapat
ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017
tentang Penyelenggaraan Unit Usaha Syariah pada Bank Umum. PBI
ini memberikan pedoman mengenai struktur organisasi, produk dan
layanan, serta pengawasan unit usaha syariah.

Kegiatan usaha UUS diatur dalam Pasal 19 ayat (2) meliputi:

a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro,


Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah;

5
i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak
ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 19 ayat (2), UUS dapat pula:

a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;


b. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
d. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan
Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

6
e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan
f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.8

3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah


Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah lembaga keuangan
syariah yang fokus pada pembiayaan mikro dan rakyat. BPRS diatur
oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro. Undang-Undang ini memungkinkan pendirian dan operasional
BPRS serta memberikan kerangka kerja hukum untuk pengawasan dan
pengelolaan risiko.9

Dalam Pasal 21 UUPS dikemukakan kegiatan usaha Bank


Pembiayaan Rakyat Syariah:

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:


1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
2) Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau
musyarakah;
2) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau
istishna’;

8
Sembiring, Hukum Perbankan, 2012, 130–31.
9
“Undang-Undang Republik Indonesia no 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.pdf,”
t.t.

7
3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5) pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad
mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum
Konvensional, dan UUS; dan
e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia.10

4. Perbedaan Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank


Pembiayaan Rakyat Syariah
Perbedaan antara Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) adalah sebagai berikut :11

a. BUS adalah bank syariah yang berdiri sendiri dan setingkat


dengan bank umum konvensional, sedangkan UUS adalah unit
kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah atau unit
syariah.

10
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015), 142.
11
Hesti Kustanti dan Astiwi Indriani, “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dengan Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) Periode
2010-2014,” JURNAL STUDI MANAJEMEN ORGANISASI 13, no. 2 (31 Desember 2016): 140,
https://doi.org/10.14710/jsmo.v13i2.13405.

8
b. BUS memiliki wewenang yang sama dengan bank umum
konvensional, sedangkan UUS berada tepat satu tingkat dibawah
direksi bank umum konvensional didalam bank umum
konvensional yang bersangkutan.
c. BUS dan UUS dapat berusaha sebagai Bank Devisa atau Non-
Devisa.
d. Perbedaan ini membuat BUS dan UUS mempunyai wewenang
yang berbeda dalam menentukan arah kebijakan bank.
e. Dalam BUS penentuan kebijakan ditentukan sendiri oleh bank
syariah yang bersangkutan, sedangkan dalam UUS penentuan
kebijakan masih diatur oleh bank umum konvensional yang
bersangkutan.

Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Bank


Umum Syariah (BUS) adalah dua jenis bank syariah yang berbeda.
Berikut adalah beberapa perbedaan antara BPRS dan BUS:

a. Ruang lingkup kegiatan usaha: BPRS lebih sempit kegiatan


usahanya dibandingkan BUS. BPRS hanya dapat menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan bagi hasil,
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli serta
pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah. Sedangkan
BUS cenderung bersifat umum dan dapat menyalurkan dana
dalam bentuk pembiayaan dan produk perbankan lainnya yang
sesuai dengan prinsip syariah.
b. Fungsi sosial: Bank Syariah dapat menjalankan fungsi sosial
dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya
dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
Sementara BPRS tidak terdapat fungsi sosial.

9
c. Penempatan dana pada bank lain: BUS dapat menempatkan dana
pada bank lain, sedangkan BPRS hanya dapat memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah melalui rekening BPRS lain yang ada di Bank Umum
Syariah atau Bank Umum Konvensional.
d. Legalitas: BPRS hanya diperbolehkan berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), sedangkan BUS dapat berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) atau Perseroan Terbatas Syariah (PTS).
e. Jangkauan wilayah operasional: BPRS memiliki jangkauan
wilayah operasional yang lebih terbatas dibandingkan BUS.

C. Kesimpulan
Bank Umum Syariah (BUS) adalah lembaga perbankan yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam aktivitasnya dan
terlibat dalam layanan pembayaran. Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan
dalam perbankan ini didasarkan pada fatwa dari lembaga yang memiliki
otoritas dalam hal hukum Islam. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah entitas
yang didirikan oleh bank konvensional, tetapi melakukan kegiatan
perbankan dengan berpegang pada prinsip syariah dan juga terlibat dalam
transaksi pembayaran. Kegiatan UUS serupa dengan bank umum syariah,
seperti menawarkan produk penghimpun dana, mendistribusikan dana
kepada pihak yang membutuhkan, dan memberikan layanan perbankan
lainnya. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah lembaga keuangan
syariah yang tidak terlibat dalam layanan pembayaran, sedangkan BPR
adalah bank konvensional yang juga tidak menyediakan layanan
pembayaran dan masih menggunakan sistem bunga dalam operasionalnya.
Landasan hukum bagi bank umum syariah, unit usaha syariah, dan bank
pembiayaan rakyat syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang jelas.
Undang-Undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia tentang unit
usaha syariah, dan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro adalah
dokumen utama yang mengatur entitas-entitas ini. Dengan kerangka kerja

10
hukum yang kuat, sektor perbankan syariah di Indonesia terus berkembang
dan memberikan alternatif keuangan syariah kepada masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2015.
———. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2015.
Kustanti, Hesti, dan Astiwi Indriani. “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dengan Metode
Stochastic Frontier Analysis (SFA) Periode 2010-2014.” JURNAL
STUDI MANAJEMEN ORGANISASI 13, no. 2 (31 Desember 2016):
140. https://doi.org/10.14710/jsmo.v13i2.13405.
Muwazir, Mohd Rizal, Deky Anwar, dan Ab Mumin Ab Ghani. “Perbandingan
Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia.” Kontekstualita 33 (Juni
2018): 9.
Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan. CV. Mandar Maju, 2012.
———. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju, 2012.
“UU no 1 th 2013 ttg Lembaga Keuangan Mikro.pdf,” t.t.
“UU_No_21_Tahun_2008_Perbankan_Syariah (3).pdf,” t.t.

12
REFERENSI

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai