Anda di halaman 1dari 4

MATERI PERTEMUAN KE 4

JENIS, KEGIATAN USAHA DAN LARANGAN BANK SYARIAH

Oleh: Intan Nurrachmi, S.H.I., M.E.Sy

JENIS DAN KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH

Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Perbedaan pokok di antara keduanya adalah bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sementara Bank Umum Syariah
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran
seperti telah dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan hal
tersebut BPRS tidak diperkenankan menerbitkan rekening giro, ikut dalam kegiatan kliring dan inkaso,
penerbitan surat sanggup, dan jasa di bidang lalu lintas pembayaran lainnya.

Jenis kegiatan:

Kliring : suatu kegiatan pertukaran warkat/ data keuangan elektronik antar bank, baik atas nama bank
maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselsaikan pada waktu tertentu

Inkaso : sebuah layanan bank untuk penagihan pembayaran atas surat/document berharga kepada
pihak ke3 ditempat/dikota lain di dalam negeri, surat yg dapat diproses adalah wesel, cek, kuitansi, dll

Surat Sanggup adalah surat berharga yang memuat kata “ aksep” atau promes dalam mana penerbit
menyanggupi untuk memabyar sejumlah yang kepada orang yang disebut dalam surat berharga itu/
penggantinya atau pembawanya pada hari bayar.

Kegiatan Bank Umum Syariah

Untuk mengenal jenis dan kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS), hal ini telah dijelaskan dalam
undang - undang perbankan syariah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang RI No.21 Tahun 2008
Pasal 19. Berdasarkan Pasal 19 Kegiatan Bank Umum Syariah mencakup:

1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah

2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah

3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinisp syariah

5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak berdasarkan akad
ijarah dan / atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinisp syariah

7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah

8. Melakukan usaha kartu debit dan / atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

9. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ke-tiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinisp syariah, antara lain, seperti akad
ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.

10. Membeli surat berharga (sukuk) berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan / atau Bank Indonesia

11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah

12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan
prinsip syariah

13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah

14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarkan prinsip syariah.

15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah melakukan fasilitas letter of
credit (cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran
tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan dokumen berkas dikirim ke luar
negeri (pemesan/importir) )atau bank garansi (bank kepada pihak lain seperti yang diminta
nasabah sebagai penjaminan jika wanprestasi) berdasarkan prinsip syariah, dan

16. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan .

Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan

2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
- Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;


2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’;
3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad
ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5. Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; Menempatkan dana pada Bank Syariah lain
dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah
dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
7. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah
melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah , Bank Umum
Konvensional, dan UUS; dan
8. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan
Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

LARANGAN-LARANGAN BAGI BANK SYARIAH

1. Larangan dalam UU Perbankan Syariah

Bank Umum Syariah dilarang:

a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal;

c. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c;

d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah.

2. Larangan Berkaitan dengan Pencucian Uang

Perbankan Syariah perlu memerhatikan dengan seksama ketentuan-ketentuan yang tertuang


dalam UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003 tentang Tindak pidana Pencucian Uang.

Maksud pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,


membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul
harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
3. Larangan Melakukan Usaha yang Tidak Sehat

Perbankan Syariah juga terikat untuk mematuhi larangan yang termaktub dalam undang-undang
lain, seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mulai berlaku pada 5 maret 2000. Larangan itu berupa larangan
monopoli, monopsoni, dumping, manipulasi biaya, dan persekongkolan.

Usaha yang dilarang :

Monopoli : Hanya 1 penguasa penjualan menguasai pasar supaya tidak ada pesaing

Monopsoni : Dimana pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan, menjadi pembeli tunggal atas
pasar komoditas (sector ekonomi primer).

Dumping : Politik dagang yang menetapkan harga jual diluar negeri lebih rendah dari harga normal,
dengan maksud ingin menguasai pangsa pasar luar neger dengan mematikan persaingan

Anda mungkin juga menyukai