Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai mana tugas dari perbankkan sendri yaitu menghimpun
dan penyaluran dana bagi pelaku usaha yang membutuhkan dana.
Perbankan sendiri di tuntut untuk memiliki produk yang pas bagi
masyarakat dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah. Dan
mampu membatu kesetabialan ekonomi dalam negri maupun
menumbuhkan ekonomi di sektor perbankan syariah itu sendiri.
Bank syariah baru saja menandatangani kerja sama pembiayaan
syariah untuk proyek jalan tol Soreang-Pasar Koja. Badan Pengatur
Jalan Tol (BPJT) menyambut baik pendanaan syariah bagi proyek
infrastruktur. Pembiayaan ini merupakan upaya kita bersama untuk
mendukung pembangunan infrastuktur, terutama jalan tol," kata
Kepala BPJT, Herry Trisaputra Zuna, dalam acara " Signing Pembiayaan
Sindikasi Syariah Jalan Tol Soroja".1
Salah satu tugas dari lembaga mana pun khususnya yang berada
di sektor keuangan sangat di butuhkan dalam pendanaan yang
berluang lingkup lokal maupun nasional. Jadi tugas dari perbankan
sendiri yaitu berupa produk-produk yang sesuai syariah, di
penghimpunan maaupun di bidang penyaluran dana. Dalam
mewujudkan perekonomian yang baik khususnya bagi bank syariah
yang memiki peran dalam sektor keuanagan serta jasa.
Pada tahun 2008, Dewan Perwkilan Rakyat dengan dukungan
pemerintah, mengesahkan UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah. Dimana secara umum struktur Hukum perbankan syariah ini
sama dengan hukum perbangkan nasional. Aspek baru yaitu meliputi;
tata kelola (corporate governance), prinsip kehati-hatian (prudential
principles), manajemen resiko (rik management).2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan tentang Jenis Dan Kegiatan Usaha Bank
Syariah ?
2. Bagaimana Kelayakan Penyaluran Dana?
3. Apa Saja Larangan Bagi Bank Syariah?
C. TUJUAN
1 (dream.ci.id) di Jakarta, Kamis 22 September 2016.
2Abdul Rasyid, juli 2016
1

1. Untuk memahami Jenis Dan Kegiatan Usaha Bank Syariah.


2. Untuk mengetahui Kelayakan Penyaluran Dana
3. Untuk Mengetahui Larangan Bagi Bagi Bank Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis dan Kegiatan Usaha
1. Kegiatan Usaha Bus
Berdasarkan UU RI No.21 Tahun 2008 pasal 19 menjelaskan bahwa kegiatankegiatan usaha bank umum syariah meliputi :
a) Menghimpun dana dalam benttuk simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad
lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b) Menghimpun dana dakam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau lainya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudhorabah atau akad lainya
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c) Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, atau
musyarakah, atau akad yang lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
d) Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad muribahah, akad salam, akad
istishna, atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e) Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lainnya yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
f) Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lainnya yang bertentangan dengan prinsip syariah.
g) Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lainnya
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
h) Melakukan usaha kartu kredit debit atau kartu pembiayaan berdasarakan prinsip
syariah.
i) Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharaga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara
lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murobahah, kafalah, atau
hawalah.
j) Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah atau bank Indonesia
2

k) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip
syariah.
l) Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasakan prinsip syariah.
m) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarakan
berdasarkan prinsip syariah.
n) Memindahkan uang, baik untuk kepentinagan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah berdasarkan prinsip syariah.
o) Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
p) Memberi fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
q) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan dibidang
social sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.3

2. Kegiatan Usaha dan Produk UUS Bank Konvensional


Pasal 1 angka 10 Undang undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Ssyariah.
Perbankan syariah mendefinisikan UUS sebagai unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi untuk sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melasanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah.4
Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya kebijakan hukum perbankan di Indonesia
menganut system perbankan ganda ( dual banking system ). Dalam system yang demikian bank
umum konvensional diberi kesempatan untuk memberikan layanan syriah dengan terlebih dahulu
membentuk Unit Usaha Syariah ( UUS ) yang berfungsi sebagai kantor pusat bank syariah. Yang
mana didalamnya didasari dengan prinsip- prinsip syariah. Dalam kegiatannya bank juga diatur
secara cukup ketat mengenai usaha- usaha yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
3 Pasal 19 UU No.21 Tahun 2008
4 Khutbatul Umam, S.H., LL. M., trend pembentukan Bank Umum Syariah Pasca
Undang- undang Nomor 21 Tahun 2008, ( Yogyakarta: fakultas ekonomika dan bisnis
UGM 2009), hal 51
3

Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh UUS berdasrkan ketentuan pasal 19 ayat (2)
adalah sebagai berikut :
a. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan , atau bentuk lainnya
yang dipersamakkan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad laian yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersembahkan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c. Menyalurkan pembiayyaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarokah,
atau akad lain yang tida berentangan dengan prinsip syariah.
d. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, akadsalam, akad istishna, atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh, atau akad

lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah.


f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijjarah dan sewa beli dalam bentuk ijarah mutahiyya bittamlik
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
g. Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
h. Melakukan usaha kartu debit dan kartu pembiayaan berdasarkan prinp dasar syariah.
i. Membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi
nyata berdasarkan prinsip syariah,antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
j. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan Bank Indonesia.
k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan piha ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
l. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip
syariah.
m. Memindahkan uang, baik unntuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentinagn nasabah
berdasarkan prinsip syariah.
n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syriah dan,

o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan dibidan social
sepanjang tidak bertantangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.5
Kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh Unit Usaha Syariah didasari dengan prinsip
ataupun dasar dari syariah. Dan bank umum konvensional yang melakukan kegiatan usaha yang
berdasarkan prinsip syariah wajib membuka UUS. Pembukaan UUS hanya dapat dilakukan
dengan izin Bank Indonesia. Modal kerja UUS merupakan modal yang disisihkan dalam suatu
rekening tersendiri yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan oprasional dan non
oprasioanal kantor cabang syariah. Besarnya nodal kerja minimal sebesar Rp 100.000.000.000,-.
Penyisihan modal kerja UUS dari kantor induknya, dimaksudkan agar pengelolaannya tidak
tercampur dengan dana kantor induknya yang beroprasional secara konvensional.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2), UUS dapat
pula;
a. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah;
b. Melakukan kegiatan pasar modal selama tidak bertentangan denga prinsip syariah dan
ketentuan peraturan perundang- undangan dibidang pasar modal;
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya;
d. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan sarana elektronik.
e. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung mauoun tidak langsung melalui pasar
uang; dan
f. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah laiannya yang
berdasarkan prinsip syariah.
UUS ecara teknis operasional berkaitan denga produk- produknya juga mendasarkan pada
pasal 2 dan pasal 3 PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam egiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah sebgaimana telah
5 Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH., MH. Hukum Perbankan Syariah (Bandung: PT
Reflika Aditama)
5

diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Lebih teknis lagi mengacu pada SEBI No.10/14/DPbS
Jakarta, 17 Maret 2008 perihal pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah.
3.Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank pembiayaan rakyat syariah sebelum UU perbankan syariah dikenal dengan bank
perkreditan rakyat syariah. Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) juga merupakan lembaga
intermediasi keuangan , akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dalam lalu
lintas pembayaran. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPRS versi UU perbankan
syariah diatur dalam pasal 21, yaitu bahwa kegiatan usaha bank pembiayaan rakyat syariah
meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
2. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.
2. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna
3. Pembiayaan berdasarkakn akad qardh
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
5. Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
c. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad
wadiah atau investasi berdasarkan akad mudharabah atau dengan akad lain selama tidak
bertentangan 6dengan prinsip syariah.
d. Memindahkan uang , baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
melalui rekening bank pembiayaan rakyat syariah yang ada dibank umum syariah, bank
umum konvensional, dan UUS.
e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah lainnya sesuai dengan
prinsip syariah berdasarkakn persetujuan bank Indonesia.

6
6

Kegiatan uusaha BPRS secara teknis operasional berkaitan dengan produk-produk nya
berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 PBI No. 9/19/PBI/2007. Tentang pelaksanaan prinsip syariah
Penghimpunan dana
dalam bentuk simpanan wujudnya berupa giro, tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan denngan itu berdasarkan akad wadiah,
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (pasal
9 ayat 1 huruf a). Sedangkan penghhimpunan dana dalam bentuk
investasi wujudnya berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau
akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
a. Giro
salah satu produk yang ditawarkan kepada masyarakat untuk
penghimpunan dana dari bank syariah adalah giro. Menurut fatwa
Dewan Syariah Nasional No:01/DSN-MUI/IV/2000,giro yang dibenarkan
secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
wadiah.
1. Giro wadiah
adalah simpanan dana yang bersifat titipan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana

perintah

pembayaran

lainnya,

atau

dengan

pemindahbukuan ,danterhadap titipan terhadap titipan tersebut


tidak dipersyaratkan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian
sukarela.
2. Giro mudharabah
Adalah simpanan

dana

yang

bersifat

investasi

yang

penarikannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan


menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya.
Dan terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil sesuai nisbah
yang telah disepakati dimuka.
b. Tabungan

Menurut fatwa DSN-MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang


dibenarkan menurut prinsip syariah adalah tabungan wadiah dan
mudharabah.
1. Tabungan wadiah
Yaitu simpanan dana nasabah pada bank, yang bersifat titipan dan
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan terhadap titipan
tersebut bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan imbalan
kecuali dalam bentuk pemberian bonus secara sukarela.
2. Tabungan mudharabah, yaitu simpanan dana nasabah pada bank
yang bersifat investasi dan penarikannya tidak dapat dilakuakan
setiap saat dan terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil
sesuai nisbah yang telah disepakati dimuka.
c. Deposito
Menurut fatwa dewan syariah nasional No: 03/DSN-MUI/IV/2000,
menetapkan bahwa depositoyang dibernarkan secara syariah, yaitu
deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank.
Deposito merupakan produk bank yang memang ditujukan untuk
kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga
dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah.
Penyaluran dana
Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, selain
melakukan kegiatan penghimpunan dana, juga menyalurkan
kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan.
Pembiayaan

dalam

perbankan

syariah

diwujudkan

dalam

bentuk:
a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Menyalurkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil(profit
sharing) mendasarkan pada akad mudharabah dan akad
musyarakah .
1. Pembiayaan mudharabah

adalah penyediaan dana atau kesepakatan dengan


nasabah sebagai pihak yang diwajibkan untuk melakukan
setelmen atas investasi dimaksud sesuai ketentuan akad.
Sebagi pemilik dana , bank tidak ikut serta dalam
pengelolaaan usaha nasabah tidak memiliki hak dalam
pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. Pembagian
keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi
untung dan rugi (profit dan loss sharing).
Berdasarkan ketentuan peraturan bank indonesia No:
7/46/PBI/2005.

Tentang

akad

penghimpunan

dan

penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan


usaha berdasarkan prinsip syariah.
2. Pembiayaan musyarakah
adalah penyediaan dana oleh bank untuk memenuhi
sebagian

modal

suatu

usaha

tertentu

berdasarkan

persetujuan dengan nasabah sebagai pihak yang harus


melakukan seltemen atas investasi sesuai ketentuan akad.
Pembagian

keuntungan

pengelolaan

dana

dinyatakan

dalam bentuk nisbah yang disepakati dengan metode bagi


untung atau rugi atau metode pendapatan (revenue
sharing).
Berdasarkan peraturan bank indonesia No:7/46/PBI/2005.
Tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi
bak yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
b. Pembiayaan dengan prinsip ijarah atau ijarah muntahiya
bittamlik
1. Pembiayaan ijarah
adalah penyediaan dana atau tagihan yang berupa
transaksi sewa dalam bentuk akad ijarah dengan opsi
perpindahan

hak

kepemilikan

dengan

akad

ijarah

muntahiya bittamlik berdasarkan persetujuan antara bank

dengan

nasabah

pembiayaan

sebagai

pihak

yang

diwajibkan untuk melunasi utang sesuai akad.


2. Pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik
Merupakan pembiyaan sewa beli berdasarkan
persetujuan antara bank dengan nasabah pembiayaan
sebagai pihak yang diwajibkan untuk melunasi utang sewa
beli sesuai akad.
c. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
1. Pembiayaan murabahah
adalah penyediaan dana atau tagihan oleh bank
syariah untuk transaksi jual beli barang sebesar harga
pokok ditambah margin berdasarkan kesepakatan dengan
nasabah yang harus membayar sesuai dengan akad.
2. Pembiayaan salam
adalah penyediaan dana atau tagihan untuk
transaksi jual beli barang melalui pesanan yang dibayar
dimuka

secara tunai oleh bank berdasarkan persetujuan

dengan nasabah pembiayaan yang harus melunasi utang


sesuai dengan akad.
3. Pembiayaan istishna
Adalah penyediaan tagihan untuk transaksi jual beli
melalui pesanan pembuatan barang, yang dibayar oleh
bank,

berdasarkan

persetujuan

dengan

nasabah

pembiayaan yang harus melunasi utang sesuai dengan


akad.
d. Pembiayaan dengan prinsip pinjam meminjam (utang piutang)
Dalam perbankan syariah, mempunyai berbagai macam
akad

yang

dapat

digunakan

untuk

menjalankan

fungsi

penyaluran dana. Salah satu bentuk akad yang menjadi ciri


perbankan syriah adalah adanya produk hukum berupa
pinjaman (qardh). Pinjaman (kredit) yang selama ini menjadi
instrumen riba oleh bank konvensional, justru dalam bank
syariah menjadi bagian dari akad tabarru.7
7Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga keuangan Syariah. 2010
10

B. Kelayakan Penyaluran Dana


Perbankan

merupakan

lembaga

keuangan

yang

sarat

akan

pengaturan. Bank harus melaksanakan prinsip pengelolaan lain yakni prinsip


kehati-hatian (prudential principle). Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tidak disebutkan secara tegas mengenai pengertian dari prinsip kehatihatian. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 hanya menyebutkan
bahwa:
Perbankan

Indonesia

dalam

melakukan

usahanya

berasaskan

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.


Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian
adalah

pengendalian resiko

melalui penerapan peraturan perundang-

undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.


Dalam bahasa inggris prinsip kehati-hatian didefinisikan sebagai
berikut:
Prudence is carefulness, precaution attentiveness and judgement, as
applied to action or conduct, that degree of care required by the experiencies
or circumstances under which it is tp be exercised (Blacks Law Dictionary,
2001)
Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan khususnya dalam hal bank
hendak

menyalurkan

dana

kepada

masyarakat

dalam

bentuk

kredit/pembiayaan. Prinsip kehati-hatian pada hakikatnya juga memberikan


perlindungan hukum bagi nasabah secara implisit, khususnya bagi nasabah
penyimpan dana. Intinya adalah bahwa bank harus berhati-hati dalam
menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat agar dana dimaksud
terlindungi dan kepercayaan masyarakat kepada bank dapat dipertahankan
dan ditingkatkan.
UU Perbankan Syariah mengatur mengenai implementasi prinsip
kehati-hatian ini dalam Pasal 23 yaitu mengena kelayakan penyaluran dana.
11

Inti

pengaturannya

yaitu

bahwa

Bank

Syariah

dan/atau

UUS

harus

mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah


Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana kepada Nasabah
Penerima

Fasilitas.

Untuk

memperoleh

keyakinan

sebagaimana

yang

dimaksud, Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang


seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, da prospek usaha
dari calon Nasabah Penerima Fasilitas.
Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah Penerima
Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh
Bank Syariah dan/atau UUS. Kemampuan berkaitan dengan keadaan
dan/atau

asset

Nasabah

Penerima

Fasilitas

sehingga

mampu

untuk

membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah


dan/atau UUS.
Sementara penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama
didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara Bank Syariah
dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang bersangkutan atau
informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya sehingga Bank
Syariah dan/atau UUS dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima
Fasilitas yang bersangkutan jujur, beritikad baik, dan tidak menyulitkan Bank
Syariah dan/atau UUS di kemudian hari.
Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama baik
harus meniliti tentang keahlian Nasabah Penerima Fasilitas dalam bidang
usahanya dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan dibiayai
dikelola oleh orang yang tepat. Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon
Nasabah Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah dan/atau UUS harus
melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara keseluruhan, baik untuk
masa yang telah lalu maupun perkiraan untuk masa yang akan datang
sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima

12

Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon Nasabah


yang bersangkutan.
Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah dan/atau
UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan
fasilitas pembiayaan yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga
atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah
sudah cukup memadai sehingga apabila Nasabah Penerima Fasilitas kelak
tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan tersebut dapat digunakan untuk
menanggung pembayaran kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau
UUS yang bersangkutan.
Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima Fasilitas,
Bank Syariah terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar,
baik di dalam maupun luar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun
yang akan datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai dengan faisilitas
pembiayaan.
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini secara umum tampak dalam hal
bank

akan

melakukan

memberikan
studi

kredit/pembiayaan

kelayakan

(feasibility

dengan

study).

Studi

terlebih

dahulu

kelayakan

akan

ditempuh dengan melakukan analisis terhadap character, capital, capacity,


condition of economy, dan collateral atau yang dikenal dengan the five c
principles.
Keyakinan bahwa nasabah akan mampu menunaikan kewajibankewajibannya sesuai dengan kontrak merupakan jaminan utama bagi bank
syariah dalam kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat. Untuk
menambah keyakinan tersebut, bank seringkali masih meminta adanya
jaminan pokok adalah proyek nasabah yang didanai tersebut ataupun barang
modal yang menjadi objek perjanjian, sedangkan jaminan tambahan berupa
harta

kekayaan

nsabah

di

luar

objek
13

perjanjian.

Praktiknya

melalui

mekanisme fidusia ataupun pembebanan hak tanggungan untuk jaminan


benda tetap berupa tanah.
1. Bank Umum Syariah
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
laalu limtas pembayaran. Bentuk hokum yang diperkenankan adalah perseoroan terbatas/PT,
koperasi, aau perusahaan daerah (pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/200481); dengan modal disetor
sekurang-kurangnya satu triliun rupiah (pasal 4 PBI No. 7/35/PBI/200582). Sementara dalam
undang-undang Nomer 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah bentuk hokum yang
diperkenankan hanyalah perseroan terbatas.
Sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang Nomer 21 tahun 2008, khusunya
yang mengatur bank umum syariah ini pada tanggal 29 januari 2009 diundangkanlah PBI No.
11/3/PBI/2009 tentang bank umum Syariah. Pasal 21 PBI No. 11/3/PBI/2009kembali
mengasakan bahwa bentuk badan hukum bank adalah perseroan tebatas. Kemudian pasal 5
menyebutkan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan paling kurang sebesar
modal Rp1.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)8.
1) Larangan Kegiatan Bus
a) Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
b) Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung dipasar modal.
c) Melakukan penyertaan modal, kecuali :
1. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada BUS atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, dan melakukan
kegiatan PMS untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan
prinsip syaiah, dengan syariat harus menarik kembali penyertaannya (khusus
untuk BUS).
d) Melakukan kegiatan usaha peransuransian, kecuali sebagai agen pemasaran
produk asuransi syariah.
Kewajiban penyediaan modal Minimum

8 Khotibul umam, 2009. bank umum syariah, BPFE, Yogyakarta, hlm. 40.
14

KPMM BUS berdasarkan POJK No.21/POJK.03/2014 tanggal 18-11-2014 tentang


kewajiban penyediaan modal minimum bank umum syariah kewajiban penyediaan
modal minimum (KPMM) BUS.
Dalam rangka menciptakan sistem perbankan syariah yang sehat dam mampu
berkembang serta bersaing yang sehat dan mapu berkembang serta bersaing secara
nasional maupun internasional maupun untuk menyerapkan risiko yang disebabkan
oleh kondisi krisis dan/atau pertumbuhan pembiayaan perbankan yang berlebihan
melalui peningkatan kualitas dan dan kuantitas permodalan bank sesuai dengan
standar internasional yang berlaku yaitu Basel III dan IFSB. Perhitungan kecukupan
modal merupakan salah satu aspek yang mendasar dalam pelaksanaan prisnsip kehatihatian. Modal berfungsi sebagai penyangga untuk menyerap kerugian yang timbul
dari berbagai risiko. Pengaturan KPMM BUS adalah sebagai berikut :
a) Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko yang ditetapkan
paling rendah sebagai berikut :
1) 8% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringakat 1.
2) 9% sampai dengan kurang dari 10% dari ATMR untuk bank dengan profil
risiko peringkat 2.
3) 10% sampai denan kurang dari 11% dari ATMR untuk bank dengan profil
risiko peringkat 3.
4) 11% sampai 14 % dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 4
atau peringkat 5
b) Selain kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko, bank wajib
membentuk tambahan modal sebagai penyangga (buffer) yaitu :
1) Capital conservation buffer sebesar 2,5% dari ATMR untuk bank yang
tergolong sebagai BUKU 3 dan 4.
2) Counteryclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% sampai dengan 2,5% dari
ATMR.
3) Capital surcharge untuk domestic systemically important Bank (D-SIB)
dalam kisaran sebesar 1% sampai dengan 2,5% dari ATMR.
c) Dalam hal bank memiliki dan melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak,
kewajiban penyediaan modal minimum dan kewajiban pembentukan tambahan
modal sebagai penyangga berlaku bagi bank baik secara individual maupun secara
konsolidasi dengan perusahaan anak.
d) Modal terdiri atas
15

1) Modal inti utama (Tier 1) yang meliputi :


(a) Modal inti utama (Common Equity Tier 1) yang mencangkup :
(1) Modal disetor.
(2) Cadangan tambahan modal (disclosed reserve)
(b) Modal inti tambahan (Additional Tier 1)
2) Modal pelengkapan (Tier 2).
e) Komponen modal yang diperhitungkan dalam pengaturan ini, selain sudah
mengacu pada ketentuan dan standar internasional juga telah mengakomodir
instrument-instrumen yang sudah mempertimbangkan kesesuaian dengan
karakteristik perbankan syariah dan fatwa DSN-MUI yang tercermin dalam
perhitungan ATMR.
f) ATMR yang digunakan dalam perhitungan modal minimum dan perhitungan
pembentukan tambahan modal sebagai penyangga terdiri atas
(1) ATMR untuk risiko kredit.
(2) ATMR untuk risiko Operasional.
(3) ATMR untuk risiko Pasar
g) Setiap bank wajib memperhitungkan ATMR untuk resiko Operasional. Selain itu,
bank yang memenuhi kreteria tertentu wajib pula memperhitungkan ATMR untuk
risiko pasar.
h) Dalam memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko baik
secara indifidual maupun konsolidasi dengan perusahan, bank wajib memiliki
Internal Capital Adequacy Assessment process (ICAAP) yang disesuaikan dengan
ukuran, karakteristik, dan kompleksitas usaha bank.
i) OJK melakakukan Supervisory Review And Evaluation Process (SREP) OJK
dapat meminta bank untuk memperbaiki ICAAP.
j) Masa pemberlakuan :
(1) ,modal minimum sesuai profil risiko, modal inti minimal 6%, dan modal inti
utama minimal 4,5% sejal q januari 2015.
(2) Persyaratan komponen modal yang baru sejak 1 januari 2016.
(3) Capital Conservation Buffer sebasar 2,5% secara bertahap sejak 1 januari
2016 samapi 1 januari 2019.
(4) Countrylical Buffer Dan Capital Surcharge sejak 1 januari 2016.
(2) Larangan Bagi Unit Usaha Syariah
Larangan-larangan bagi unit usaha syariah tertuang dalam pasal 24 ayat
(2) UU perbankan syariah, yaitu sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah,
b. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal,
16

c. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam


pasal 20 ayat (2) huruf c, dan
d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian,

kecuali

dengan

agen

pemasaran produk asuransi syariah.


(BUKU)
Pada prinsipya larangan-larangan tersebut bermakna bahwa segala
macam bentuk kegiatan Unit Usaha Syariah dan penyaluran dana syariah
tidak boleh tertuju pada kegiatan jasa konvensional, ini sesuai dengan
ketetapan Dewan Syariah Nasional yaitu :
a. DSN-MUI melarang bank syariah menyalurkan dana kepada jasa
keuangan konvensional karena bertentangan dengan prinsip syariah
(larangan transaksi ribawi)
b. Namun demikian DSN-MUI dapat memahami apabila Bank syariah
menyalurkan dana kepada jasa keuangan konvesional adanya
kemaslahatan, yaitu untuk mendorong lembaga yang bersangkutan
agar membentuk Unit Usaha Syariah
c. DSN-MUI tidak memperbolehkan bank

syariah

menyalurkan

pembiayaan jasa keuangan konvensional terhitung mulai 1 juni


2011
d. Apabila dalam jangka waktu 1 tahun lembaga yang bersangkutan
belum memiliki unit usaha syariah, maka bank syariah dilarang
menyalurkan dana kepada lembaga tersebut dan,
e. Obyek dan metode pembiayaan bank syariah harus sesuai dengan
prinsip syariah yang terdapat dalam fatwa-fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia.
(DSN MUI Talimat Tentang Pembiayaan Bank Syariah
Kepada Jasa Keuangan Konvensional )
(3)Larangan Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah
b. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan bank
izin Bank Indonesia
17

d.

Melakukan kegiatan usaha perangsuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk

asuransi syariah
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.
BAB III
KESIMPULAN

Jenis kegiatan bank umum syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang di dalamnya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran , unit usaha syariah dan Bank pembiayaan syariah merupakan bank yang
melaksanakan kegiatanya baik secra konvensional maupun syariah didalamnya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran 9

9 Sulhan, manajemen bank konvensional dan syariah.2008


18

Anda mungkin juga menyukai