Anda di halaman 1dari 10

Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat

dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan.
Dalam sistem perbankan di Indonesia, terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu
bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan
dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan
Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan
menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi pengaturan dan
pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang
baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan
pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional
perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah,
karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip
syariah.
Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang
menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah
dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip
syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan
terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.Sistem dan mekanisme untuk menjamin
pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam
kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan
kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk
menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia
(sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan
kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK.
Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua
fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu
aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang
akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam
perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan
kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang
digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang
syariah.Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan
bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula
dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut
serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU
Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana
masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih
dahulu mendapat izin OJK.
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip Syariah,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan
fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola
zakat. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf
(wakif). Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
a) Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
 menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
 menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
 menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
 melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
 membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
 membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
 menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah;
 melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
 menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
 memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
 melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah;
 dan melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan
dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Unit Usaha Syariah
yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Kegiatan usaha UUS meliputi:
 menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
 menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,
Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
 melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
 membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas
dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti
Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
 menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah; menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
 memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
 memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c) Bank Pembiayaan Syariah
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
 menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
 Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
 dan Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
 Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau
musyarakah;
 Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna';
 Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
 Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan pengambilalihan utang
berdasarkan Akad hawalah;
 menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah
dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
 memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS;
dan
 menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya
yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia (sekarang OJK).
d) Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Tugas dan tanggung jawab DPS secara rinci meliputi:
 menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
 mengawasi proses pengembangan produk baru Bank;
 meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank
yang belum ada fatwanya;
 melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
bank;
 dan meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Untuk menjadi DPS pemohon wajib memenuhi syarat–syarat menjadi Anggota
DPS:
 Integritas, yang paling kurang mencakup:
 memiliki akhlak dan moral yang baik;
 memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah
dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku;
 memiliki komitmen terhadap pengembangan Bank yang sehat dan
tangguh (sustainable);
 dan tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana diatur
dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (sekarang OJK).
 Kompetensi, yang paling kurang memiliki:
 pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu'amalah dan
 pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara
umum;
 Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup:
 tidak termasuk dalam daftar kredit macet;
 dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.
Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional Secara garis besar hal-hal yang
membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut:
No Bank Konvensional Bank Syariah
1 Bebas nilai Berinvestasi Berinvestasi pada usaha yang halal
2 Sistem bunga Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
3 Besaran bunga tetap Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
4 Profit oriented (kebahagiaan Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan akhirat)
dunia saja)
5 Hubungan debitur-kreditur Pola hubungan:Kemitraan (musyarakah dan
mudharabah)Penjual – pembeli (murabahah, salam dan
istishna)Sewa menyewa (ijarah)Debitur – kreditur; dalam
pengertian equity holder (qard)
6 Tidak ada lembaga sejenis Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)
dengan Dewan Pengawas
Syariah

No Bank Konvensional Bank Syariah


1 Asumsi selalu untung Ada kemungkinan untung/rugi
2 Didasarkan pada jumlah uang (pokok) Didasarkan pada rasio bagi hasil dari
pinjaman pendapatan/keuntungan yang diperoleh
nasabah pembiayaan
3 Nasabah kredit harus tunduk pada Margin keuntungan untuk bank (yang
pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga disepakati bersama) yang ditambahkan
tertentu secara sepihak oleh bank, sesuai pada pokok pembiayaan berlaku sebagai
dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar harga jual yang tetap sama hingga
uang. Pembayaran bunga yang sewaktu-waktu berakhirnya masa akad. Porsi
dapat meningkat atau menurun tersebut tidak pembagian bagi hasil berdasarkan
dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa nisbah (yang disepakati bersama)
pembayaran angsuran kreditnya. berlaku tetap sama, sesuai akad, hingga
berakhirnya masa perjanjian
pembiayaan (untuk pembiayaan
konsumtif)
4 Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah Jumlah pembagian bagi hasil berubah-
pembayaran bunga tidak meningkat meskipun ubah tergantung kinerja usaha (untuk
jumlah keuntungan berlipatganda saat pembiayaan berdasarkan bagi hasil)
keadaan ekonomi sedang baik
5 Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh Tidak ada agama yang
semua agama termasuk agama Islam meragukan keabsahan bagi hasil

6 Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil tergantung pada keuntungan
dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau tidak mendapatkan keuntungan maka
rugi kerugian akan ditanggung bersama
kedua pihak

Perkembangan pesat dari perbankan syariah menuntut layanan prima dari industri
perbankan syariah sehingga semakin mudah diakses oleh masyarakat luas.
Berikut adalah tips-tips untuk mengenali layanan perbankan syariah dengan cepat.
 Perhatikan Logo iB yang dipasang di depan kantor bank yang telah resmi
beroperasi sebagai bank syariah (BUS, UUS dan BPRS), baik kantor pusat, kantor
cabang maupun kantor layanan syariah.
 Logo iB biasanya juga dipasang di papan reklame, spanduk, neon sign atau
billboard.
 Masyarakat juga bisa mendapatkan layanan perbankan syariah di bank-bank
konvensional yang membuka layanan office channeling Bank Syariah.
 Penandanya adalah stiker Logo iB layanan syariah yang umumnya terpasang di
pintu masuk kantor cabang bank konvensional.
 Biasanya di depan counter pelayanan syariah, bank juga memasang banner atau
poster yang memberikan penjelasan mengenai produk dan jasa perbank syariah
yag tersedia.
 Informasi lebih lengkap layanan syariah ini juga dapat diperoleh melalui customer
service atau staf di kantor bank konvensional tersebut.
 Layanan bank syariah juga bisa ditemukan di kantor pos terdekat. Beberapa bank
syariah telah bekerjasama dengan PT. Pos Indonesia dalam rangka memperluas
jaringan layanan kepada masyarakat.
 Untuk mengambil uang tunai dan transfer sekarang juga tidak lagi sulit,
masyarakat bisa menggunakan ATM bank syariah, ataupun ATM bank
konvensional yang mencantumkan Logo iB di mesin Anjungan Tunai Mandiri
(ATM).
 Bank-bank syariah juga telah bekerjasama dengan lebih dari 6000 jaringan ATM
Bersama dan 7000 jaringan ATM Prima dan BCA.
 Melalui jaringan ATMdi seluruh Indonesia, nasabah dapat menarik tunai, transfer
dan melakukan pembayaran tagihan rutin bulanan seperti membayar tagihan
telepon, listrik, internet, pesan tiket pesawat dan masih banyak lagi.
 Kartu Debit bank syariah juga sudah dapat digunakan untuk berbelanja di
supermarket, mall, restoran dan tempat-tempat wisata yang mempunyai hubungan
kerjasama dengan bank syariah.

Berdasarkan sistemnya, perbankan dibagi menjadi dua, yaitu perbankan konvensional


dan syariah. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional bisa dilihat dari definisinya.
Perbankan konvensional adalah segala aktivitas perputaran uang yang mengacu pada
kesepakatan internasional dan nasional, serta berlandaskan hukum formil negara. Sementara itu,
perbankan syariah adalah aktivitas perbankan dengan berlandaskan pada hukum-hukum
muamalah agama Islam. Sumber hukum perbankan syariah mengacu pada dua pedoman besar
umat Muslim, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
1. Tujuan Pendirian
Bank konvensional memiliki orientasi keuntungan dengan bebas nilai atau menganut prinsip
yang dimiliki oleh masyarakat umum. Berbeda dengan bank syariah, tujuan pendiriannya
tidak hanya berorientasi pada profit saja, namun penyebaran dan penerapan nilai syariah.
Aktivitas keuangan perbankan dilakukan tidak hanya melihat efek dunia saja, tetapi juga
memperhatikan aspek akhirat juga.
2. Prinsip Pelaksanaan
Bank konvensional menggunakan prinsip konvensional dengan acuan peraturan nasional dan
internasional berdasarkan hukum berlaku. Sementara, prinsip bank syariah berdasarkan
hukum Islam mengacu dari Al-quran dan Hadist serta diatur oleh fatwa Ulama. Sehingga
seluruh aktivitas keuangannya menganut prinsip Islami.
3. Sistem Operasional
Pada bank konvensional, sistem operasionalnya memberlakukan penerapan suku bunga dan
perjanjian secara umum berdasarkan aturan nasional. Akad antara bank dan nasabah bank
banyak dilakukan berdasarkan kesepakatan jumlah suku bunga. Sementara itu, bank syariah
tidak menerapkan bunga dalam transaksinya. Menurut syariat Islam, bunga masuk dalam
kategori riba. Sehingga sistem operasional bank syariah menggunakan akad bagi hasil atau
nisbah. Kesepakatan antara nasabah dan pihak bank berdasarkan pembagian keuntungan dan
melibatkan kegiatan jual beli.
4. Hubungan Antara Nasabah - Lembaga Perbankan
Dalam bank konvensional, hubungan antara nasabah dan lembaga perbankan yaitu debitur
dan kreditur. Nasabah bank konvensional berperan sebagai kreditur, sementara perbankan
berperan sebagai debitur. Berbeda dengan bank syariah, hubungan antara nasabah dan bank
terbagi menjadi 4 jenis, meliputi penjual-pembeli, kemitraan, sewa dan penyewa. Dalam
penggunaan akad murabahah, istishna, dan salam, pihak bank berperan sebagai penjual dan
nasabah sebagai pembeli. Sementara akad musyarakah dan mudharabah memperlakukan
hubungan kemitraan. Akad ijarah memposisikan bank sebagai pemberi sewa dan nasabah
sebagai penyewa.
5. Kesepakatan Formal
bank konvensional melakukan perjanjian secara hukum nasional. Berbeda pada bank syariah
melakukan akad dengan memperhatikan hukum Islam juga. Beragam jenis akad transaksi
dalam bank syariah mulai dari mencari keuntungan hingga layanan jasa sosial. Tidak hanya
itu, dalam melaksanakan perjanjian, terdapat beberapa rukun dan syarat sah yang harus
ditunaikan untuk mengesahkan akad tersebut.
6. Pengawas Kegiatan
Meskipun keduanya sama-sama diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
mengenai Perbankan, tetapi pihak yang mengawasinya berbeda.
Bank konvensional diawasi oleh dewan komisaris dalam aktivitasnya. Sementara struktur
pengawasan bank syariah terdiri dari berbagai lembaga, diantaranya dewan pengawas
syariah, dewan syariah nasional, dan dewan komisaris bank.
7. Proses Pengelolaan Dana
Pada bank konvensional, pengelolaan dana dapat dilakukan dalam seluruh lini bisnis
menguntungkan di bawah naungan Undang-Undang. Sementara, uang nasabah dalam bank
syariah harus dipergunakan sesuai aturan Islam. Bank syariah harus mengelola dana nasabah
pada lini bisnis yang diizinkan oleh aturan Islam. Akibatnya, uang nasabah tidak boleh
diinvestasikan atau dikelola pada bidang usaha bertentangan dengan nilai Islam, seperti
perusahaan rokok, narkoba, dan sebagainya.
8. Sistem Bunga
Bank umum menggunakan suku bunga sebagai acuan dasar dan keuntungan. Sementara,
bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, tetapi imbal hasil atau nisbah. Bagi hasil
diperoleh dari pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
9. Pembagian Keuntungan
Pada bank syariah, keuntungan bank diperoleh dari hasil jual beli, sewa-menyewa, dan
kemitraan dengan nasabah. Tetapi bank konvensional mendapatkan keuntungan dari suku
bunga yang dibebankan pada nasabah.
10. Pengelolaan Denda
Ketika Anda terlambat melakukan pembayaran dalam bank konvensional, terdapat denda
yang dibebankan kepada nasabah. Bahkan besaran bunga bisa semakin meningkat, bila
nasabah tidak membayar hingga batas waktu ditetapkan. Sementara itu, bank syariah tidak
memiliki aturan beban denda bagi nasabah saat terlambat atau tidak bisa membayar. Sebagai
gantinya, bank akan melakukan perundingan dan kesepakatan bersama. Meskipun beberapa
bank syariah ada yang menetapkan denda pada kasus tertentu, tetapi uang denda dari nasabah
tidak dinikmati oleh pihak bank melainkan dianggarkan sebagai dana sosial.

Anda mungkin juga menyukai