Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang teori yang mendukung penelitian : 1) Konsep

Gaya Hidup, 2) Konsep Hipertensi, 3) Kerangka Teori, 4) Kerangka Konseptual,

5) Hipotesis Penelitian.

2.1 Konsep Gaya Hidup

2.1.1 Definisi

Menurut Kotler dan Keller gaya hidup adalah pola hidup seseorang

di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya

hidup menunjukan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Sedangkan menurut Setiadi gaya hidup adalah secara

luas diidentifikasikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh

bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktifitas) apa yang

mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa

yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga sekitarnya

(Nugroho, 2020).

Menurut Purwoastuti 2015Gaya hidup adalah aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain: berjalan, berbicara, bekerja dan sebagainya. Menurut Minor dan

Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup,

bagaimana orang membelanjakan uangnya dan bagaimana

mengalokasikan waktu(Harahap, 2021).

8
9

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Hidup

1. Gaya Perilaku

Gaya perilaku (behavioral pattern) selalu berbeda tergantung

situasi dan lingkungan sosial. Gaya hidup individu dibentuk oleh

gaya perilaku individu dan mempengaruhi individu dan orang lain.

Gaya hidup seseorang dapat dimodifikasi oleh perilaku dan

lingkungan sosialnya karena mempengaruhi kondisi

kehidupannya (Helieniastuti, 2020).

2. Perubahan Gaya Hidup

Selain pertumbuhan ekonomi, banyak gejala negatif yang

dirasakan selama ini, seperti kurang olahraga, kebiasaan

merokok, narkoba, minuman keras, kurang gizi, kurang sayur,

kurang istirahat, dan kurang pengendalian stres (Helieniastuti,

2020). Faktor yang mempengaruhi kesehatan, seperti pola

makan dan olahraga. Selain itu, gaya hidup seseorang juga

mempengaruhi kesehatan, Seperti Merokok dan minum alkohol

bukanlah budaya hidup sehat(Depkes, 2018).


10

2.1.3 Macam-macam Gaya Hidup

Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup

adalah: Pola makanan yang baik, aktifitas fisik, olahraga, tidak stres,

tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak mengonsumsi obat-

obatan (Watson, 2003). Gaya hidup yang dapat memicu terjadinya

hipertensi antara lain (muhammadun, 2010): aktivitas fisik, pola makan,

stres, dan riwayat merokok.

1. Merokok

Rokok mengandung ribuan bahan kimia berbahaya,

termasuk tar, nikotin, dan gas karbon monoksida. Selain perokok

(perokok aktif), bukan perokok yang menghirup asap

tembakau juga berisiko tinggi terkena tekanan darah tinggi.

Orang ini disebut perokok pasif. Risiko perokok pasif dua kali

lipat dari perokok aktif. Pada asap tembakau yang membara

yang dihirup, tembakau terbakar tidak sempurna, karbon

monoksida dihasilkan, dan tidak hanya asap itu sendiri,

tetapi juga tar dan nikotin (yang dihasilkan saat tembakau

dibakar) tersedot ke dalam saluran pernapasan. Karbon

monoksida, tar, dan nikotin mempengaruhi saraf, menyebabkan

kecemasan, tangan gemetar (gemetar), kehilangan rasa dan

nafsu makan, dan kemungkinan keguguran pada ibu hamil

yang merokok.
11

Survei dokter tentang kebiasaan merokok menunjukkan

bahwa perokok berat di bawah usia 45 tahun 15 kali lebih

mungkin meninggal akibat serangan jantung akibat trombosis

arteri koroner daripada bukan perokok. Trombosis arteri

koroner, atau serangan jantung, terjadi ketika gumpalan darah

menyumbat salah satu pembuluh darah yang mensuplai jantung.

Akibatnya, jantung kekurangan darah dan bisa berhenti total.

Merokok membuat darah lengket dan lebih mungkin

menggumpal. Nikotin juga mengganggu irama jantung yang

normal dan teratur. Oleh karena itu, kematian mendadak

akibat serangan jantung yang tidak diwaspadai lebih sering

terjadi pada perokok daripada bukan perokok. (Rachmawati et

al., 2021).

2. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan dari

kontraksi otot rangka yang meningkatkan pengeluaran energi.

Kegiatan fisik ini dapat berupa kegiatan di tempat kerja,

kegiatan di luar rumah, kegiatan di rumah, dan kegiatan di

waktu luang (Martha Yuliani Habut, 2015).

Aktivitas fisik bukanlah aktivitas berat. Jalan kaki atau

bersepeda selama 30-40 menit sehari setara dengan aktivitas

fisik (Bidjuni & Malara, 2014). Contoh aktivitas fisik (olahraga)

yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan darah tinggi


12

antara lain jalan pagi, jalan kaki, senam, bersepeda, dan

berenang. Sebaiknya lakukan aktivitas ini minimal 30 menit

sehari, minimal tiga hari seminggu. (Kementerian RI, 2019).

3. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka

pendek, tetapi tidak mungkin menyebabkan peningkatan

tekanan darah dalam jangka panjang. Teknik relaksasi dapat

membantu meningkatkan kualitas hidup, tetapi tidak dapat

mengontrol tekanan darah tinggi yang sebenarnya.

Meskipun efek stres jangka pendek pada tekanan darah

sudah diketahui dengan baik, ada sedikit bukti bahwa stres

kronis (jangka panjang) dapat menyebabkan tekanan darah

tinggi kronis.Tidak ada hubungan antara tingkat stres dan

tekanan darah yang diuji dengan kuesioner mana pun. Orang

dengan pekerjaan yang sangat menegangkan tidak lebih

cenderung memiliki tekanan darah tinggi dan penyakit

jantung dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak terlalu

membuat stres (Hastuti & Setiani, 2019).

4. Pola Makan

Minum lebih banyak air. Cara makan yang benar

adalah makan dalam jumlah kecil namun sering, tidak

banyak dan jarang. Kandungan zat dalam makanan juga harus

diperhitungkan. Kurangi minuman, termasuk soda, minuman


13

kaleng dan botol. Minuman bersoda mengandung bahan pengawet

yang tinggi sodium (natrium). pola makan rendah kolesterol.

Makanan yang Anda konsumsi sebaiknya mengandung lemak

baik (meningkatkan HDL) dan rendah lemak jahat seperti

kolesterol (menurunkan LDL). Diet rendah kolesterol dapat

dicapai dengan mengurangi konsumsi makanan laut, otak-

otak, jeroan, lemak hewani, mentega, dan susu murni. (Solehatul

Mahmudah, 2015).

2.1.4 Cara Pengukuran Gaya Hidup

Pengukuran gaya hidup dapat dilakukan dengan

menggunakan psikografik (psychography).(Sumarwan ujang,

2011)menyatakan bahwa psikografik merupakan alat ukur atau

instrumen dalam pengkuran gaya hidup yang bisa memberikan

pengukuran kuantitatif dan dapat digunakan untuk melakukan analisa

data yang sangat banyak.

Cara pengukuran gaya hidup dalam penelitian mengacu pada

depkes 2012 ini menggunakan 4 domain yaitu merokok, aktifitas fisik,

pola makan, dan stress untuk mengkaji apakah ada hubungan gaya

hidup dengan kejadian Hipertensidengan kuesioner. Kuesioner telah

di buat dan di kembangkan oleh peneliti sebelumnya terdiri dari 18

item pernyataan dengan menggunakan skala likert.

Mean : Jumlah nilai yang didapat (nilai data)


Jumlah nilai yang tertinggi (banyaknya data)
14

Mean Total : 1. Ʃ nilai yang didapat pada tiap-tiap responden


Ʃ Responden
2. Ʃ nilai yang didapat pada tiap-tiap responden : Ʃ soal
Ʃ Responden x 2

Dari rumus tersebut didapatkan jika hasil ≥ rata-rata (mean) maka

di katakan gaya hidup sehat, maka sebaliknya jika hasilnya < rata-rata

(mean) responden yang tidak sehat(Nurul Mufidah, 2019).

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau Hipertensi berasal dari kata Latin hiper

dan ketegangan. Hiper adalah tekanan dan tensi adalah ketegangan.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah kronis (jangka panjang)

yang dapat membuat seseorang sakit atau bahkan meninggal. Hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik > 90 mmHg(Ainurrafiq, 2019).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah abnormal diukur

setidaknya tiga kali. Tekanan darah normal bervariasi dengan usia dan

gejala. Namun umumnya seseorang dikatakan Hipertensi bila tekanan

darah di atas 140/90 mmHg (Miftafu Darussalam, 2017).

Hipertensi adalah gangguan peredaran darah yang sering terjadi

pada lansia, Peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, pada lansia tekanan sistolik

150-155 mmHg dianggap normal(Depi Kardianti, 2019).


15

Dari ketiga referensi tersebut, hipetensi merupakan tekanan darah

tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga

kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia

dan gejala yang timbul. Hipertensi secara umum diartikan kondisi

dimana tekanan darah sistolik ≥140 dan tekanan darah diastolik ≥90

mmHg.

2.2.2 Faktor- Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

1) Umur/usia

Menurut (Kozier, B., Erb, Berman, 2012) Faktor usia

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hipertensi,

karena risiko hipertensi meningkat seiring bertambahnya

usia. Meningkatnya frekuensi tekanan darah tinggi

seiring bertambahnya usia disebabkan oleh perubahan

alami tubuh yang memengaruhi jantung, pembuluh darah,

dan hormon. Pada orang tua, arteri menjadi kurang elastis,

membuatnya lebih kaku dan kurang responsif terhadap

tekanan darah sistolik. Ini karena dinding pembuluh darah

tidak mempertahankan fleksibilitas yang sama saat

berkontraksi dan kembali ke posisi semula. Saat menurun,

tekanan diastolik juga meningkat. (Sarasaty, 2012).


16

2) Jenis Kelamin

Timbulnya hipertensi sangat terkait dengan jenis

kelamin, dan cenderung lebih sering terjadi pada

wanita. Wanita pascamenopause berisiko lebih tinggi

terkena hipertensi(Udjianti, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian (Sarasaty, 2012) pada orang dewasa yang lebih

tua dan mereka yang menderita hipertensi. Sebelum

menopause, hormon estrogen mulai berkurang secara

bertahap pada wanita, dan sekitar usia 45 hingga 55

tahun, hormon estrogen harus berubah sesuai dengan usia

wanita tersebut. Wanita yang belum mengalami menopause

dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan

estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita

pada umur/usia premenopause (Sarasaty, 2012).

3) Keturunan (Genetik)

Tujuh puluh sampai delapan puluh persen kasus

hipertensi esensial memiliki riwayat keluarga hipertensi.

Faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan dan

berhubungan dengan metabolisme, pengaturan salinitas dan

renin membran sel. Menurut Davidson, sekitar 45%


17

hipertensi diturunkan kepada anak jika kedua orang

tuanya mengidapnya, dan sekitar 30% diturunkan jika

salah satu orang tuanya menderita hipertensi (Herbert,

Benson, 2012). Hipertensi telah ditemukan lebih umum pada

kembar monozigot daripada heterozigot. Jika seseorang

memiliki riwayat genetik hipertensi dan mengobatinya atau

membiarkannya tidak diobati, penyebab lingkungan dapat

menyebabkan perkembangan hipertensi dalam waktu 30

tahun, setelah itu muncul gejala hipertensi dengan

komplikasi (Herbert, Benson, 2012).

4) Etnis

Hipertensi lebih sering terjadi pada orang kulit

hitam daripada orang kulit putih, memiliki morbiditas

dan mortalitas yang lebih tinggi, dan idiopatik. Beberapa

peneliti telah menyarankan bahwa gen angiotensinogen

rusak, meskipun mekanismenya mungkin poligenik (Gray,

2009). Salah satu kasus hipertensi terbanyak di Indonesia

pada tahun 2000 adalah Minang. Hal ini dikarenakan

masyarakat Minang dan masyarakat yang tinggal di tepi

laut biasanya lebih banyak mengkonsumsi garam dan lebih

menyukai makanan yang asin(Artiyaningrum, 2015).


18

2. Faktor yang dapat dikendalikan

1) Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko yang ditentukan

dengan menggunakan Body Mass Index (BMI).

Penggunaan BMI hanya ditujukan untuk orang dewasa

berusia 18 tahun ke atas, dan BMI tidak sesuai untuk

mengukur obesitas pada anak-anak, bayi, remaja, atau atlet.

Hipertensi berhubungan dengan kenaikan berat badan,

yang penting dalam mekanisme hipertensi pada orang

gemuk(Kumai & Kundre, 2018). Saat seseorang bertambah

atau memiliki berat badan berlebihan, sebagian besar

terdiri dari jaringan adiposa. Jaringan ini bergantung

pada oksigen dan nutrisi dalam darah untuk bertahan hidup.

Semakin banyak darah melewati arteri, semakin banyak

tekanan yang diserap oleh dinding arteri. Hampir setiap

orang yang kelebihan berat badan 20% pada akhirnya akan

mengalami tekanan darah tinggi. (Sarasaty, 2012).

Obesitas meningkatkan kerja jantung, yang dalam

jangka panjang dapat menyebabkan hipertrofi jantung, yang

cenderung meningkatkan curah jantung, curah jantung,

volume darah, dan tekanan darah. Selain itu, fungsi

endokrin juga terganggu, mengakibatkan sel beta pankreas

membesar, insulin plasma meningkat, dan toleransi glukosa


19

meningkat. Seseorang yang obesitas sejak muda akan mungkin

terkena tekanan darah tinggi lebih awal, penyakit kandung

empedu, dan diabetes di masa depan (Ulfa Intan Tiara,

2020).

2) Konsumsi Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam

patogenesis hipertensi, dan pengaruh asupan terhadap

perkembangan hipertensi disebabkan oleh peningkatan

volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam yang

harus dihindari secara berlebihan adalah garam meja

(NaCl), soda kue (NaHCO3), soda kue, natrium benzoat, dan

betin (monosodium glutamat). Dalam keadaan normal,

jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin harus

sama dengan asupan untuk keseimbangan (Almatsier S.,

2010). WHO merekomendasikan untuk membatasi konsumsi

garam dapur hingga 6 gram sehari (2400 mg sodium). Asupan

natrium yang berlebihan terutama natrium klorida dapat

menyebabkan ketidakeseimbangan cairan tubuh, sehingga

menyebabkan tekanan darah tinggi (Depkes, 2018).

3) Stres

Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang

dialami penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan

yang melebihi daya dan kemampuan untuk mengontrol dengan


20

efektifmelalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja

saat beraktivitas)mengakibatkan tekanan darah secara

intermitten (tidak menentu). Apabila stres berlangsung lama

bisa mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap

(Bidjuni & Malara, 2014).

4) Konsumsi Alkohol

Konsentrasi alkohol yang tinggi cenderung

menyebabkan perubahan cepat dan tekanan darah tinggi.

Ini memiliki efek yang hampir sama dengan karbon

monoksida, yaitu meningkatkan keasaman darah. Minum

berlebihan, yaitu minum lebih dari 3 kali sehari,

bertanggung jawab atas 7% hipertensi. Minum alkohol

lebih dari dua kali sehari meningkatkan TDS sebesar 1,0

mmHg 40 (0,13 kPa) dan tekanan darah sebesar 0,5 mmHg

(0,07 kPa). (Anna Palmer, 2017).

5) Kebiasaan Minum Kopi

Pengaruh minum kopi terhadap terjadinya hipertensi

saat ini masih kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan

darah karena mengandung polifenol, kalium dan kafein.Kafein

memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor

adenosine. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan

meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan

tekanan darah. Kandungan kafein pada secangkir kopi sekitar


21

80-125 mg (Uiterwaal C, Verschuren M, 2017).Orang yang

tidak mengkonsumsi kopi memiliki tekanan darah yang lebih

rendah dibandingkan orang yang mengkonsumsi 1-3 cangkir

per hari. Pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari

memiliki tekanan darah lebih tinggi dibanding pria yang

mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari (Uiterwaal C, Verschuren

M, 2017).

6) Kebiasaan Olahraga

Olahraga teratur dapat mengurangi resistensi

perifer, yang menurunkan tekanan darah. Gaya hidup

sedentary meningkatkan obesitas dan asupan garam dalam

tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena hipertensi

sebesar 30-50%(Librianti, 2016).Olahraga teratur, yaitu rata-

rata 30 menit sehari. Sekitar 17% orang usia kerja kurang

melakukan aktivitas fisik. Dari prevalensi tersebut, antara

31% dan 51% memiliki aktivitas fisik kurang dari 2 jam

per minggu (WHO, 2009). Kegiatan olahraga dibagi

menjadi tiga kelompok. Jadi, 30 menit atau lebih 3

kali seminggu, (1) 30 menit atau lebih sudah cukup,

dan (2) kurang dari 3 kali seminggu sudah cukup.

(3) kurang dari 3 kali seminggu selama kurang dari

30 menit (WHO, 2009).


22

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

1. Hipertensi Esensial ( Primer)

Mewakili 90% kasus hipertensi, sampai saat ini belum

diketahui penyebabnya secara pasti.Beberapa faktor yang

mempengaruhi berkembangnya hipertensi esensial, antara lain,

Faktor lingkungan dan pola makan (peningkatan asupan garam,

penurunan asupan kalium atau kalsium) serta faktor genetik,

stres, dan psikologis. Tekanan darah tinggi seringkali

merupakan satu-satunya gejala hipertensi primer, dan gejala baru

biasanya berkembang ketika organ sasaran, seperti ginjal, mata,

otak, atau jantung, terlibat. (Kementerian Kesehatan, 2019).

2. Hipertensi Sekunder

Dalam kasus hipertensi sekunder, penyebab dan patologi

diklarifikasi, membuat pengelolaan obat lebih mudah.

Penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal seperti

tumor, kelainan endokrin lainnya seperti diabetes, penyakit

adrenal, penyakit aorta, obesitas, resistensi insulin,

hipertiroidisme, dan kondisi seperti kontrasepsi oral dan

kortikosteroid. Termasuk penggunaan obat (Wijaya, 2013).


23

Tabel 2. 1Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 < 85
Normal – Tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat 1 ( 140 – 159 90 – 99
Normal
Subkelompok : 140 – 149 90 – 94
Borderline
Hipertensi derajat 2 160 – 179 100-109
(sedang)

Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110


(berat)

Hipertansi sistolik ≥ 140 < 90


Terisolasi
Subkelompok : 140 – 149 < 90
Borderline

Tabel 2. 2Klasifikasi Menurut JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80


Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100


24

2.2.4 ManifestasiKlinis

Tekanan darah tinggi atau Hipertensi tanda dan gejalanya terbagi

menjadi:

1. Tanpa Gejala :

Artinya tidak ada gejala spesifik yang dapat dikaitkan

dengan tekanan darah tinggi kecuali penilaian tekanan arteri oleh

dokter yang merawat. Jika kelainan arteri tidak diukur, hipertensi

arteri tidak akan didiagnosis.

2. Gejala Umum:

Gejala yang sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi

termasuk sakit kepala dan kelelahan. Namun, itu adalah gejala

umum pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis

(Ibrahim, 2011).

(Menurut Rokhlaeni (2001) manifestasi klinis pada pasien

hipertensi antara lain: sakit kepala, pusing, lemas, lelah, cemas,

mual dan muntah, mimisan, kehilangan kesadaran. Gejala umum

lainnya: marah, telinga berdenging, leher terasa berat, kesulitan

tidur, pusing di mata.

2.2.5 Patofisiologi

Dalam buku keperawatan medis, Bruner dan Suddharth (2002)

menjelaskan patofisiologi hipertensi, dimana mekanisme yang mengatur

kontribusi dan relaksasi pembuluh darah merupakan pusat vasonator. Di

medula, dari pusat vasomotor, saraf simpatik dimulai, yang berlanjut ke


25

sumsum tulang belakang dan meninggalkan sumsum tulang belakang di

kolom, ganglia simpatik, rongga dada dan perut. Rangsangan pusat

vasomotor ditiadakan dalam bentuk impuls yang berjalan menuruni

sistem saraf simpatis ke ganglion simpatis. Selama waktu ini, neuron pra-

ganglionik melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf

pascaganglionik di pembuluh darah. faktor lain seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsangan vasokonstriksi.

Orang dengan tekanan darah tinggi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, walaupun mengapa hal ini bisa terjadi tidak diketahui

secara pasti. Pada saat yang sama, sistem saraf simpatik merangsang

pembuluh darah sebagai respons terhadap rangsangan emosional,

kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini menyebabkan lebih banyak

aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mengeluarkan epinefrin, yang

menyebabkan vasokontrol. Korteks adrenal mengeluarkan kortisol dan

steroid lainnya untuk meningkatkan respon vaskular pembuluh darah.

Vasokonstriktor menurunkan aliran ginjal dan menginduksi sekresi renin.

Pelepasan renin ini merangsang pembentukan angiotensin I, yang diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi kuat yang kemudian

merangsang pelepasan aldosteron di korteks adrenal. Hormon aldosteron

ini menyebabkan retensi natrium dan air di tubulus ginjal, sehingga

meningkatkan volume intravaskular.Semua faktor ini dapat menyebabkan

tekanan darah tinggi atau Hipertensi.


26

Pada kondisi gerontologis, perubahan struktural dan fungsional

sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab atas perubahan

tekanan darah seiring bertambahnya usia. Perubahan ini termasuk

hilangnya elastisitas jaringan ikat aterosklerotik dan penurunan relaksasi

otot polos pembuluh darah. Akibatnya, aorta dan kemampuan aorta

untuk menahan volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

hisapan) berkurang, dan curah jantung menurun seiring dengan

peningkatan serapan perifer.

(Ibrahim, 2011).

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya

hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati

tekanan darah tinggi. Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan dalam

penanganan hipertensi antara lain mengurangi berat badan lebih,

olahraga dan aktivitas fisik, mengurangi asupan garam, diet lemak

jenuh, dan diet tinggi serat, tidak merokok dan istirahat yang cukup

(Depi Kardianti, 2019).

Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri

dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk

menurunkan tekanan darah yaitu :


27

1) Mempertahankan berat badan ideal

Pertahankan berat badan ideal sesuai indeks

massa tubuh (IMT) mulai dari 18,5 hingga 24,9

kg/m2. BMI dapat diukur dengan membagi berat badan

dengan kuadrat tinggi badan. Mengatasi obesitas

(kegemukan) juga bisa dicapai dengan mengonsumsi

makanan rendah kolesterol dan tinggi serat serta

protein. menurunkan berat badan 2,5-5k bisa menurunkan

tekanan darah diastolik sebesar 5mmHg.

2) Kurangi asupan natrium (sodium)

Asupan natrium dapat dikurangi dengan diet rendah

garam tidak melebihi 100 milimol (sekitar 6 g NaCl atau

2,4 g garam) per hari. Jumlah lain dapat dicapai dengan

mengurangi asupan garam hingga kurang dari 2300 mg (1

sendok teh) per hari. Mengurangi asupan garam menjadi

1/2 sendok teh per hari dapat menurunkan tekanan darah

sistolik hingga 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar

2,5 mmHg.

3) Batasi konsumsi alcohol

Dr Radomathy mengatakan asupan alkohol harus

dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah empat kali lebih mungkin

untuk memiliki tekanan darah tinggi. Alkohol


28

memengaruhi tekanan darah, dan konsumsi alkohol

secara keseluruhan meningkatkan tekanan darah,

meskipun penyebabnya tidak diketahui. Menariknya,

bukan peminum memiliki tekanan darah sedikit lebih

tinggi daripada peminum sedang. Ada juga peningkatan

risiko stroke.

4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Kurangi asupan diet kalium (>90 mmol (3500

mg)/hari) dengan menjaga pola makan tinggi buah dan

sayur serta mengurangi asupan lemak jenuh dan total

untuk mempertahankan diet rendah lemak. Kalium

dapat menurunkan tekanan darah dengan cara

meningkatkan jumlah natrium yang terbuang dalam urin

yang encer.Makan buah setidaknya tiga sampai lima

kali sehari dapat membantu seseorang mencapai asupan

kalium yang cukup.

5) Menghindari merokok

Meskipun merokok tidak berhubungan langsung

dengan perkembangan hipertensi, merokok dapat

memperburuk tekanan darah tinggi, karena merokok

dapat meningkatkan risiko komplikasi seperti penyakit

jantung dan stroke pada pasien hipertensi, yang harus

dihindari (Rachmawati et al., 2021). Nikotin dalam


29

rokok menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan

detak jantung dan tekanan darah, membuat jantung

bekerja lebih keras. Oleh karena itu, penderita

hipertensi disarankan untuk berhenti merokok(Wijaya,

2013)

6) Penurunan stress

Stres tidak menyebabkan tekanan darah tinggi

permanen, tetapi kejadian stres yang sering dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah sementara

yang sangat tinggi. Ini dapat menciptakan suasana yang

nyaman bagi penderita tekanan darah tinggi,

memperkenalkan berbagai teknik relaksasi seperti yoga

dan meditasi untuk menghindari stres, mengontrol sistem

saraf, dan pada akhirnya menurunkan tekanan darah.

(Wijaya, 2013).

7) Terapi massage (pijat)

Pada dasarnya pijat bagi penderita tekanan

darah tinggi bertujuan untuk melancarkan aliran energi

dalam tubuh sehingga dapat meminimalisir tekanan

darah tinggi dan komplikasinya.

8) Olahraga

Olahraga menyebabkan peningkatan tekanan

darah dengan cepat, tetapi olahraga teratur membuat


30

tekanan darah lebih rendah dan lebih sehat daripada

orang yang tidak berolahraga. Hal ini sebagian karena

orang yang berolahraga makan makanan yang lebih

sehat, merokok lebih sedikit, dan minum alkohol

lebih sedikit, tetapi olahraga juga tampaknya memiliki

efek langsung pada penurunan tekanan darah, tetapi

hanya sesekali (Wijaya, 2013).

2. Farmakologi

1) Diuretik

Diuretik adalah obat anti hipertensi yang bekerja dengan

membantu ginjal meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan

air (Setiawati, 2015), yang mampu menurunkan tekanan darah

(Sheps, 2015).

2) Penghambat Adrenergik

Menurut (Sheps, 2015), adrenergic blocker adalah

sekelompok obat yang terdiri dari alpha blocker, beta

blocker, dan alpha-beta blocker (Abetol). Angiotensin I

tidak terbentuk dan angiotensin II tidak berubah.

Angiotensin II inilah yang berperan penting dalam

meningkatkan tekanan darah (Setiawati, 2015).

3) Vasodilator
31

Vasodilator adalah obat antihipertensi yang kerjanya

untuk melebarkan pembuluh darah sehingga secara

langsung menurunkan tekanan darah (Setiawati, 2015).

4) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Penghambat enzim pengubah angiotensin

mengurangi pembentukan angiotensin II sehingga terjadi

vasodilatasi dan menurunkan sekresi aldosteron, yang

menyebabkan ekskresi natrium dan air serta retensi

kalsium sehingga menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi (Setiawati, 2015).

5) Antagonis Kalsium

Menurut (Sheps, 2015), mekanisme kerja

penghambat saluran kalsium mirip dengan vasodilator.

Penghambat saluran kalsium adalah obat antihipertensi

yang melebarkan pembuluh darah.

2.2.7 Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka

dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam

tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

Koplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ – organ sebagai berikut :

1. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan gagal jantung

dan penyakit arteri koroner. Pada orang dengan tekanan darah


32

tinggi, beban pada jantung meningkat, menyebabkan otot

jantung mengendur dan menjadi kurang elastis. Ini disebut

dekompensasi. Hal ini dapat menyebabkan jantung berhenti

memompa dan menahan sejumlah besar cairan di paru-paru

dan jaringan tubuh lainnya, menyebabkan sesak napas dan

edema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

2. Otak

Komplikasi tekanan darah tinggi di otak

meningkatkan risiko stroke. Tanpa pengobatan, risiko stroke

tujuh kali lebih tinggi.

3. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal.

Tekanan darah tinggi dapat merusak sistem penyaringan ginjal

sehingga ginjal tidak mampu membuang zat – zat yang tidak

dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi

penumpukan didalam tubuh.

4. Mata

Pada organ mata, hipertensi dapat mengakibatkan

terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menyebabkan kebutaan.

2.2.8 Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi

Tekanan darah tinggi sangat dipengaruhi oleh gaya hidup yang

tidak sehat. Penyebab tekanan darah tinggi antara lain pola

makan yang buruk, kurang olahraga, kurang olahraga teratur,


33

manajemen stres, dan kebiasaan merokok.

2.2.9 Analisis Jurnal yang terkait

1. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas

Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara (Bidjuni &

Malara, 2014).

1) Population : Populasi penelitian ini hanya terdiri dari

pasien hipertensi yang datang/periksa di Puskesmas Kolongan

Kecamatan Karawat. Ukuran sampel survei didasarkan pada

persentase ukuran populasi. Teknik ini cocok digunakan

dalam studi penelitian dengan pengambilan sampel 5% dari

total populasi karena alasan biaya, Jadi jumlah populasi

menjadi 32 pasien yang diteliti.

2) Intervention : Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metodologi penelitian dengan desain penelitian cross-

sectional yaitu berorientasi waktu dimana data untuk variabel

independen dan dependen diukur dan diamati masing-

masing satu kali. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

prevalensi atau dampak dari suatu fenomena atau variabel

dependen dalam kaitannya dengan penyebab atau variabel

independen. Survei dilakukan selama satu bulan dari

Desember 2013 hingga Januari 2014. Penelitian dilakukan

di Puskesmas Kolongan Kecamatan Karawat Kabupaten

Minahasa Utara.
34

3) Comparation :Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Anggraini pada tahun 2009 tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang

berobat di poliklinik dewasa Puskesmas Bankinan

dibandingkan dengan faktor-faktor tersebut dengan yang

berobat di Puskesmas Bankinan ditemukan berhubungan

dengan kejadian hipertensi. kejadian hipertensi di

Poliklinik Dewasa Pusat.

4) Outcome : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan

makan memiliki nilai signifikansi (p) = 0,004, sehingga

H1 diterima dan H0 ditolak. Aktivitas fisik mendapat nilai

signifikan (p) = 0,000, sehingga H1 diterima dan H0

ditolak. Stres mendapat nilai signifikan (p) = 0,002,

sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Merokok mendapat nilai

signifikan (p) = 0,447, sehingga dapat dikatakan bahwa

H0 diterima dan H1 ditolak. kesimpulan yaitu Gaya hidup

memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan

hipertensi. Orang dengan tekanan darah tinggi mungkin

disarankan untuk menjaga tekanan darahnya tetap

terkendali dan menghindari faktor-faktor yang menyebabkan

tekanan darah tinggi.

2. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas

Sabutung Kabupaten Pangkep (Arifin & Zaenal, 2020).


35

1) Population : Dilaksanakan di Puskesmas Sabutung Kabupaten

Pangkep pada tanggal 12 Desember 2018 - 12 Januari 2019.

Dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

yang berobat di Puskesmas Sabutung berjumlah 70 orang dan

jumlah sampel sebanyak 41 orang.

2) Intervention :Tujuan dari penelitian ini yaituuntuk mengetahui

hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi di Puskesmas

Sabutung Kabupaten Pangkep. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional

study dan dilaksanakan di Puskesmas Sabutung Kabupaten

Pangkep pada tanggal 12 Desember 2018 - 12 Januari 2019.

3) Comparation : Tidak ada pembanding.

4) Outcome :Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa hubungan

antara gaya hidup pola makan dengan kejadian hipertensi

(p=0,024) dan hubungan antara gaya hidup latihan fisik dengan

kejadian hipertensi (p=0,028). Kesimpulan penelitian ini adalah

terdapat hubungan antara gaya hidup pola makan dan latihan

fisik dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Sabutung

Kabupaten Pangkep.

3. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Makassar (Basri & Hanis, 2021).

1) Population :Populasi penelitian terdiri dari 83 pasien

hipertensi yang dirawat di RSUD Kota Makassar pada


36

bulan Juli sampai September 2017. Metodologi

pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah acak,

dengan jumlah sampel 36 responden.

2) Intervention :Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan gaya hidup dengan kejadian

hipertensi di RSUD Kota Makassar. Penelitian ini

menggunakan teknik analisis dengan pendekatan cross

sectional.

3) Comparation : Tidak ada pembanding

4) Outcome :Hasil diolah menggunakan uji chi-square

dengan taraf signifikansi α = 0,05. Karena hasil

bivariat menunjukkan pola makan (p=0,001), merokok

(p=0,009), stres (p=0,004), dan olahraga (p=0,003),

kesimpulan dari penelitian ini adalah pola makan,

merokok, stres yang ada hubungan antara Senam

berhubungan dengan kejadian hipertensi di RSUD Kota

Makassar.

4. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Usia

Dewasa di Kelurahan Subangjaya Wilayah Kerja Puskesmas

Sukabumi Kota Sukabumi(Liawati et al., 2021).

1) Population :Populasi penelitian ini adalah 8.403 dan

jumlah sampel total adalah 383. Cara mendapatkan

sampel dengan Cluster Random Sampling.


37

2) Intervention : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memperjelas hubungan gaya hidup dengan kejadian

hipertensi pada usia dewasa. Penelitian ini menggunakan

jenis penelitian korelasional dengan pendekatan cross

sectional.

3) Comparation : Tidak ada pembanding

4) Outcome : Hasilnya, 52,5% dari mereka menjalani

gaya hidup sehat dan 50,4% tidak memiliki tekanan

darah tinggi. Nilai p 0,00 menunjukkan adanya

hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada usia

dewasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada

hubungan antara gaya hidup orang dewasa di desa

Subang Jaya dengan kejadian hipertensi.

5. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia

Dewasa Muda Di Desa Lamakan Kecamatan Karamat Kabupaten

Buol(Wendi Muh. Fadhli, 2018).

1) Population : Total populasi adalah 156 orang muda.

Sampel meliputi 82 responden. Hitung setiap variabel

dan gunakan rumus (Dahlan) untuk menentukan

sampel penelitian ini. Teknik pengumpulan data

menggunakan kuesioner dan sphygmomanometer.

2) Intervention : Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan

hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada


38

dewasa muda di Desa Lamakan Kecamatan Karamat dan

Kecamatan Buor. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif

dan menggunakan pendekatan cross sectional.

3) Comparation :Penelitian serupa yang dilakukan

olehMeylen Suoth (2014) tentang Hubungan Gaya Hidup

Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan

Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara

menunjukkan konsumsi makanan berlemak dengan

menunjukkan hasil yang signifikan.

4) Outcome :Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya

hidup (diet yang mengandung garam) berhubungan

dengan kejadian hipertensi dengan p = 0,016 (p-value

0,05) dan gaya hidup (konsumsi kopi) p = 0,453 (p-

value 0,05). > 0,05), gaya hidup (merokok) p=303

(p-value > 0,05), gaya hidup (aktivitas fisik) p =

0,245 (p-value > 0,05), artinya tidak ada hubungan

bermakna dengan kejadian hipertensi. Kesimpulannya

gaya hidup (asupan garam) berhubungan dengan

kejadian hipertensi, sedangkan gaya hidup (kopi, merokok,

dan aktivitas fisik) berhubungan dengan kejadian

hipertensi pada dewasa muda di Desa Lamakan Kecamatan

Karamat Kabupaten Buor. mereka tidak.


39

2.3 Kerangka Teori

Macam-macam Gaya Faktor yang Kejadian


Hidup mempengaruhi gaya Hipertensi
a. Konsumsi rokok hidup
Gambar 2.1 Kerangka
b. Aktifitas fisik 1. Gaya Perilaku :
c. Stres Di Pengaruhi
d. Pola Makan situasi dan
lingkungan sosial
maupun individu
2. Perubahan Gaya
Hidup : Merokok,
pola makan,
strees, minuman
keras, napza,
olahraga

Klasifikasi Penatalaksanaan
Faktor- Faktor yang berhubungan
Hipertensi Hipertensi
dengan kejadian hipertensi
1. Hipertensi 1. Farmakologi
primer 2. Non
2. Hipertensi farmakologi
Faktor yang dapat Faktor yang
sekunder
dikendalikan tidak dapat
dikendalikan
1. Obesitas
2. Konsumsi garam 1. Umur/usia
3. Stres 2. Jenis Manifestasi Komplikasi
4. Konsumsi alkohol kelamin Hipertensi Hipertensi
5. Kebiasaan minum 3. Keturunan/
kopi genetik 1. Tanpa Gejala 1. Jantung
6. Kebiasaan olahraga 4. Etnis 2. Gejala Umum 2. Otak
1) Sakit kepala 3. Ginjal
2) kelelahan 4. Mata

Sumber :(Nurul Mufidah, 2019)


Gambar 2.1Kerangka Teori Hubungan Gaya Hidup Pasien Hipertensi
Dengan Kejadian Hipertensi.
40

2.4 Kerangka Konseptual

Pasien
Hipertensi

Faktor yang Gaya hidup Sehat


memperngaruhi Gaya
Hidup : 1. Merokok jika hasil ≥
1. Gaya Perilaku : 2. Aktivitas fisik rata-rata (mean)
Di Pengaruhi 3. Stress
situasi dan
lingkungan sosial 4. Pola makan
maupun individu Tidak Sehat
2. Perubahan Gaya jika hasil < rata-
Hidup : rata (mean)
Merokok, pola
makan, strees,
minuman keras,
napza, olahraga

Faktor yang Kejadian Hipertensi


mempengaruhi
hipertensi :
1. Dapat dikendalikan
Derajat Hipertensi
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan
d. Etnis
Normal Pre Hipertensi Hipertensi
2. Tidak dapat Sistolik hipertensi derajat 1 derajat 2
dikendalikan
< 120
a. Obesitas Sistolik 120 Sistolik 140 Sistolik
mmHg
b. Konsumsi Garam – 139 – 159 160 atau >
dan
c. Stres mmHg dan
diastolik mmHg dan 160 mmHg
d. Konsumsi diastolik 80
Alkohol < 80 diastolik 90 dan
mmHg – 89 mmHg – 99 mmHg diastolik
e. Kebiasaan
Minum Kopi 100 atau >
100 mmHg

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Gambar 2.2Kerangka Konsep Hubungan Gaya Hidup Pasien Hipertensi
Dengan Kejadian Hipertensi.
Gambar 2. 3
41

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan hipotetis tentang hubungan antara dua

variabel atau lebih yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan

penelitian. Setiap hipotesis terdiri dari unit atau bagian dari masalah

(Nursalam, 2008).

H1 : Ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi di

Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai