Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HAKIKAT KOMUNIKASI PENDIDIKAN


Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok Komunikasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Miftachul Anas, M.Pd

Disusun oleh :
Annisa Listyaningrum 20011007
Maulana Aziz 20011048
Muh Ar Rasyiid Risqi P 20011051
Salma Salimul Aqidah 20011066

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP MODERN NGAWI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang Hakikat Komunikasi Pendidikan. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan kerja
kelompok dan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
pertama penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Miftachul Anas, M.Pd dan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Segala upaya sudah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, maka kritik dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami tim penulis dan penyusun
khususnya, dan kepada kita semua (pembaca) pada umumnya.

Ngawi, 23 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1

A. Latar Belakang ...................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................3

A. Pengantar ............................................................................................................3
B. Hakikat Komunikasi Pendidikan .......................................................................3
C. Pembelajaran Sebagai Proses Komunikasi ........................................................7
D. Komponen Komunikasi Pendidikan ..................................................................12
E. Urgensi Komunikasi Pendidikan .......................................................................16

BAB III PENUTUP .......................................................................................................18

A. Kesimpulan ........................................................................................................18
B. Saran ..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, pendidikan diartikan sebagai upaya mengembangkan kualitas
pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai- nilai agama,
filsafat, psikologi, sosial-budaya dan ipteks pada pembentukkan pribadi manusia yang
bermoral, berakhlak mulia, dan berbudi luhur. Konteks komunikasi pendidikan adalah
pembelajaran yang berlangsung sekolah di mana peserta didik dan pendidik
melakukan interaksi (kontak dan komunikasi) dengan berbagai sumber belajar dalam
suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media
tertentu. Dalam pembelajaran, pesan atau informasi yang disampaikan dapat berupa
pengetahuan, keahlian, ide, pengalaman, dan sebagainya.
Melalui proses komunikasi, agar tidak terjadi kesalahan dalam proses
penyampaian pesan, perlu digunakan sarana yang dapat membantu proses
komunikasi. Dalam pembelajaran di kelas, sarana/fasilitas yang digunakan untuk
memperlancar proses pembelajaran disebut dengan media pembelajaran.
Pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan yang di dalamnya
terjadi kegiatan belajar dan mengajar untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, baik
pada tataran tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan pada tataran satuan
pendidikan/mata pelajaran, maupun tujuan pendidikan pada tataran materi pelajaran
tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan di bahas dalam
makalah ini yaitu :
1. Apa itu pengantar?
2. Apa pengertian hakikat komunikasi pendidikan?
3. Apa pembelajaran sebagai proses komunikasi?
4. Apa saja komponen pendidikan?
5. Apa itu urgensi komunikasi pendidikan?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah
ini yaitu :
1. Mengetahui pengantar.
2. Mengetahui pengertian hakikat komunikasi pendidikan.
3. Mengetahui pembelajaran sebagai proses komunikasi.
4. Mengetahui komponen pendidikan.
5. Mengetahui urgensi komunikasi pendidikan.
6.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengantar
Komunikasi pendidikan merupakan sebuah kajian baru dalam dunia
pendidikan. Ada beberapa pihak yang tertarik secara mendalam untuk
mengembangkan komunikasi pendidikan sebagai suatu bidang kajian seperti halnya
komunikasi organisasi, komunikasi politik, komunikasi bisnis, dan komunikasi
pemasaran. Sehingga masih sulit untuk mendapatkan referensi yang khusus
membahas komunikasi pendidikan secara komprehensif dan mendalam. Kajian
tentang komunikasi pendidikan memiliki posisi yang cukup penting baik dari sisi
kelilmuan komunikasi maupun dari sisi keilmuan pendidikan. Dari sisi keilmuan
komunikasi, kajian komunikasi pendidikan akan memperkaya dan memperluas bidang
kajian ilmu komunikasi, lebih dari cakupan yang telah ada selama ini. Secara spesifik,
kajian komunikasi pendidikan turut memperkuat aspek aksiologi dari ilmu
komunikasi. Manfaat dari ilmu komunikasi akan semakin memperkukuh keberadaan
ilmu komunikasi itu sendiri karena manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang
dalam hal ini mereka yang bergelut dalam dunia pendidikan. Keberadaan kajian
komunikasi pendidikan sebagai ilmu sendiri memang masih perlu pembahasan dan
pengujian yang mendalam terutama terkait aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologinya. Untuk sementara, kajian komunikasi pendidikan lebih bersifat
keterampilan praktis/practice skills yang digunakan untuk menunjang dan
memperlancar pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran.
Kajian lain yang sudah dikenal dahulu oleh masyarakat luas seperti psikologi
pendidikan dan sosiologi Pendidikan, bahwa dan psikologi pendidikan mempunyai
peran komplementer bagi pemikiran pendidikan. Sosiologi pendidikan memandang
segala pendidikan dari sudut struktur sosial masyarakat dan psikologi pendidikan
memandang gejala pendidikan dari sudut tahap perkembangan pribadi manusia.
B. Hakikat Komunikasi Pendidikan
Komunikasi pendidikan terdiri dari dua kata, yaitu komunikasi dan
pendidikan. Pengertian pendidikan sebagai dasar dalam membangun pemahaman
tentang komunikasi pendidik secara umum diartikan sebagai upaya mengembangkan
kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai- nilai
agama, filsafat, psikologi, sosial-budaya dan ipteks yang bermuara pada

3
pembentukkan pribadi manusia yang bermoral, berakhlak mulia, dan berbudi luhur.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia yang memiliki idealisme nasional dan keunggulan profesional serta
kompetensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara. Landasan
formal dan operasional tentang pendidikan dapat kita temukan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal
1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Rumusan pendidikan di atas, penulis mengutip analisis seorang pakar
pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, yaitu Bapak
Akhmad Sudrajat yang ditulis dalam blog pribadinya
www.akhmadsudrajat.wordpress.com. Di sana dituliskan bahwa terdapat tiga pokok
pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu:
1. Usaha Sadar dan Terencana
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa
pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara
matang (proses kerja intelektual). Oleh karena itu, di setiap level mana
pun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam
tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota
(messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional
(proses pembelajaran oleh guru). Berkenaan dengan pembelajaran
(pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya setiap kegiatan
pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana
diisyaratkan dalam Permendikbud RI No. 22 Tahun 2016 (Kurikulum
2013).
2. Mewujudkan Suasana Belajar dan Proses Pembelajaran Agar Peserta Didik
Aktif Mengembangkan Potensi Dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini terdapat adanya pengerucutan
istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas
mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan
formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar tidaknya pengerucutan

4
makna ini, pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa
pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak
pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha
mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan
yang bergaya behavioristik. Selain itu, saya juga melihat ada dua kegiatan
(operasi) utama dalam pendidikan:
a. Mewujudkan Suasana Belajar
Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak
dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar, di
antaranya mencakup:
a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK,
taman sekolah, dan lingkungan fisik lainnya.
b) Lingkungan sosiopsikologis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi
prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan
aspek-aspek sosio-emosional lainnya, yang memungkinkan
peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis,


keduanya didesain agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran
yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampil guru
dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi sangat
penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih
diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa.

b. Mewujudkan Proses Pembelajaran


Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan
untuk menciptakan kondisi dan prakondisi agar siswa belajar,
sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya
bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi
siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka
guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning

5
management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran.
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses
pembelajaran pun seyogianya didesain agar peserta didik dapat
secara aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya,
dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered) dalam bingkai model dan strategi pembelajaran
aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator
belajar.
3. Memiliki Kekuatan Spiritual Keagamaan, Pengendalian Diri, Kepribadian,
Kecerdasan, Akhlak Mulia, Serta Keterampilan Yang Diperlukan Dirinya,
Masyarakat, Bangsa Dan Negara
Tujuan pendidikan nasional berdimensi ketuhanan, pribadi, dan sosial.
Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan
pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi
pendidikan yang mencari keseimbangan di antara ketiga dimensi.
Sehingga dapat dirumuskan pengertian komunikasi pendidikan adalah
suatu bidang kajian praktis dan terapan yang fokus pada penerapan teori
dan konsep komunikasi yang ditujukan pada peningkatan kualitas
pendidikan dan pembelajaran serta sebagai solusi terhadap berbagai
permasalahan pendidikan dan pembelajaran sebuah bidang kajian
komunikasi dan keterampilan praktis yang ditujukan untuk menunjang
pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran.
Komunikasi Pendidikan lebih difokuskan pada komunikasi yang
dipraktikkan oleh pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran, baik
komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan
komunikasi sebagai transaksi. Namun karena komunikasi pendidikan
membawa nama besar komunikasi, maka semua teori-teori dan konsep-
konsep komunikasi yang relevan dan mendukung praktik pendidikan dan
pembelajaran menjadi bahasan dalam komunikasi pendidikan. Dengan
demikian, dapat disarikan bahwa komunikasi pendidikan adalah suatu
kajian yang membahas teori-teori dan konsep-konsep komunikasi serta
penerapannya dalam praktik pendidikan dan pembelajaran. Komunikasi
pendidikan juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah

6
pembelajaran yang berkaitan dengan aspek-aspek komunikasi dan
dijelaskan bahwa komunikasi pendidikan akan menjelaskan praktik-
praktik pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas
ditinjau dari teori-teori dan konsep-konsep komunikasi. Pelaksanaan
pendidikan dan pembelajaran akan lebih efektif jika didukung oleh
penerapan teori-teori dan konsep-konsep komunikasi.
Dalam suatu pembelajaran yang merupakan jantungnya pendidikan
(the heart of education), akan ditemui suatu sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang satu sama lain saling memengaruhi seperti
yang telah dikupas dalam subbab model-model komunikasi. Komponen-
komponen tersebut yaitu pendidik (komunikator), peserta didik
(komunikan), materi pelajaran (pesan/informasi), alat, media dan sumber
belajar yang digunakan pendidik (media), perubahan
pengetahuan/sikap/keterampilan (efek), respons/tanggapan/pertanyaan
peserta didik (umpan balik/feedback), gangguan selama pembelajaran
seperti cuaca, kondisi ruangan, kebisingan maupun gangguan yang berasal
dari diri peserta didik sendiri seperti rasa malas, mengantuk, dan bosan.
C. Pembelajaran Sebagai Proses Komunikasi
Pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan yang di dalamnya
terjadi kegiatan belajar dan mengajar. Tanpa pembelajaran sulit dicapai tujuan-tujuan
pendidikan, baik pada tataran tujuan pendidikan nasional (aims), tujuan pendidikan
pada tataran satuan pendidikan/mata pelajaran (goals) maupun tujuan pendidikan
pada tataran materi pelajaran tertentu (objective). Penguraian tentang hakikat belajar
dan pembelajaran dengan tujuan agar kita memiliki persepsi yang sama tentang kedua
konsep tersebut.
1. Hakikat Belajar
Belajar bisa dikatakan sebagai aktivitas seumur hidup manusia normal.
Dalam kacamata agama Islam, belajar (dalam artian menuntut ilmu)
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan semenjak dari ayunan
sampai ke liang lahat. Banyak sekali para ahli yang mencoba membuat
sebuah definisi belajar yang lahir dari pemikiran dan hasil pengolahan
informasi yang mendalam. Belajar dapat disebut sebagai “learning is an
activity undertaken by a person to acquire the necessary competencies in

7
life” atau sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki
kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan.
Robert M. Gagne, penulis buku klasik Principles of Instructional
Design mendefinisikan belajar sebagai “a natural process that leads to
changes in what we know, what we can do, and how we behave,” artinya
belajar dipandang sebagai prose salami yang dapat membawa perubahan
pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang (Pribadi, 2011: 6).
Meyer dalam Smith dan Ragan (2003: 2) lebih menegaskan bahwa belajar
adalah “perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku
seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman.” Definisi yang disampaikan
oleh Meyer tersebut mencakup beberapa konsep penting, yaitu:
a. Durasi perubahan tingkah laku bersifat relatif permanen.
b. Perubahan terjadi pada struktur dan isi pengetahuan orang yang
belajar.
c. Penyebab terjadinya perubahan pengetahuan dan perilaku adalah
pengalaman yang dialami oleh siswa, bukan pertumbuhan atau
perkembangan dan dapat berlangsung dalam situasi formal maupun
informal.

Banyak ahli atau pakar yang mencoba merumuskan definisi belajar dan
sudah dikenal luas oleh masyarakat. Di antaranya Hergenhahn dan Olson
(2008: 8) yang mengatakan bahwa belajar adalah “perubahan tingkah lalu
atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari
pengalaman.” Belajar sebagai perubahan tingkah lalu juga dinyatakan oleh
Schunk (2009:2) yang menjelaskan bahwa belajar adalah “an enduring
change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which
results from practice or other forms of experience” artinya, belajar adalah
sebuah perubahan tingkah laku atau kemampuan dengan cara tertentu
sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Senada dengan hal itu, Burns
dalam Danim (2010: 106) mengatakan bahwa belajar merupakan
perubahan perilaku yang relatif permanen. Ahli berikutnya adalah Gadne
dalam Saam (2010: 46) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik.

8
Secara definisi belajar menurut ahli atau pakar dari luar negeri tersebut
hampir sama dengan definisi belajar yang dikemukakan oleh ahli dari
dalam negeri (Indonesia). Seperti pendapat Sanjaya (2011: 229) yang
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktivitas mental
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga
menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik pada aspek
pengetahuan, sikap maupun keterampilan. tampak di sini Sanjaya
memberikan penekanan kepada perubahan yang bersifa positif dan hal ini
tidak dinyatakan secara tegas oleh ahli yang lain.

Berdasarkan berbagai definisi belajar di atas, maka peneliti


merumuskan definisi belajar sebagai perubahan tingkah laku yang
merupakan hasil dari interaksi dan proses yang disengaja (intentional
learning), bersifat permanen yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan.

2. Teori Belajar dan Pendekatan Konstruktivistik


Teori belajar konstruktivistik merupakan teori pembelajaran yang
berakar dari teori belajar kognitif dan merupakan teori yang baru dalam
psikologi pendidikan. Menurut teori ini, siswa menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut
tidak sesuai lagi. siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan
pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan
sesuatu untuk dirinya sendiri dan berusaha dengan susah payah dengan
ide-ide (Slavin, 1994 dalam Trianto, 2012: 74).
Dalam pandangan teori ini, guru tidak dapat hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa namun guru harus mampu
merancang pembelajaran yang memfasilitasi siswa membangun sendiri
pengetahuan, memberi kesempatan dan memberi siswa anak tangga yang
bisa membawa siswa tersebut sampai ke pemahaman yang lebih tinggi
dengan catatan siswa itu sendiri yang melakukannya dan guru hanya
memberikan bantuan (Slavin dalam Trianto, 2012: 74).
Konstrukstivistik merupakan proses membangun dan menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman

9
siswa. Dalam teori ini, penekanan lebih banyak diberikan kepada siswa.
McBrien dan Brandt (1997: 34) menyatakan bahwa kontrukstivistik/me
adalah suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan penyidikan tentang
bagaimana manusia belajar. Senada dengan itu, Piaget, Naylor dan Keogh
(1999:93) mengemukakan bahwa prinsip utama kontruktivis adalah belajar
melibatkan proses aktif peserta didik dan mereka sepakat bahwa
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik memerlukan keterlibatan
aktif peserta didik dalam proses pembelajarannya. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Jenkins (2000: 601) yang mengatakan bahwa penerapan
konstruktivisme dalam praktik pendidikan di sekolah memerlukan
keterlibatan aktif peserta didik.
Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha
keras Piaget dan Vygotsky yang menekankan bahwa perubahan kognitif ke
arah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah
ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru yang diterima
melalui proses ketidakseimbangan (disequilibrium). Namun ada perbedaan
pandangan Piaget dan Vygotsky dalam melihat proses perkembangan
mental anak. Piaget menekankan pada perkembangan intelektual individu
dengan mengabaikan konteks sosial dan budaya. Adapun Vygotsky sangat
memperhatikan aspek sosial dalam belajar. Vygotsky percaya bahwa
interaksi dengan orang lain yang ada di sekitar anak akan membangun ide
dan mempercepat perkembangan intelektual (Arends, 2004).
3. Hakikat Pembelajaran
Setelah mengupas hakikat belajar, maka selanjutnya perhatian
diarahkan kepada pembelajaran di mana pembelajaran adalah “space”
untuk terjadinya kegiatan belajar. Gagne dalam Pribadi (2011: 9)
mendefinisikan pembelajaran sebagai “a set of events embedded in
purposeful activities that facilitate learning.” Artinya, pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud
untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Dalam definisi yang lebih
luas, Smith dan Ragan (1993: 12) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan
untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik. Pakar teknologi
pembelajaran Indonesia, Yusufhadi Miarso (2005: 144) menjelaskan pula

10
pendapatnya bahwa pembelajaran adalah aktivitas atau kegiatan yang
berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar (learner centred).
Secara lebih operasional, Dick & Carey (2005: 205) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan
secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau
beberapa jenis media. Konsep pembelajaran juga sudah dicantumkan di
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003, Pasal 1 ayat 20 bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”
Pembelajaran erat kaitannya dengan proses merancang berbagai kegiatan
dan proses yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar. Kegiatan ini
dikenal dengan desain sistem pembelajaran.
Kegiatan atau aktivitas pembelajaran dilaksanakan tentunya untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan yang dalam istilah
lain disebut kompetensi. Gagne (2005) dalam Pribadi (2009: 12-13)
menjelaskan bahwa ada lima aspek yang menjadi tujuan pembelajaran
sebagai hasil belajar/kompetensi, yaitu:
a. Informasi verbal (verbal information) yang ditandai dengan
kemampuan siswa memberi respon verbal setelah diberikan
stimulus verbal seperti menyebutkan, menjelaskan, serta mengingat
dan menghafal sesuatu.
b. Keterampilan motorik (psychomotor skill) yang ditandai dengan
aktivitas fisik baik dengan alat maupun tidak serta didasari juga
oleh aktivitas mental karena unsur mental akan menentukan
bagaimana seseorang melakukan sesuatu dengan baik dan benar.
c. Sikap (attitude) yang ditandai dengan keyakinan dan pilihan
seseorang yang akan memengaruhi cara seseorang bertindak dalam
menghadapi sebuah situasi dan kondisi.
d. Keterampilan intelektual (intellectual skill) yang ditandai dengan
kemampuan seseorang melakukan aktivitas kognitif yang unik.
Keterampilan ini juga berkaitan dengan kemampuan menggunakan
konsep dan aturan dalam mengatasi permasalahan. Keterampilan
ini lebih tinggi dari sekadar mengingat dan menghafal.

11
e. Strategi kognitif (cognitive strategy) merupakan kompetensi
tertinggi dari taksonomi yang dikemukakan oleh Gagne.
Kemampuan ini merupakan kemampuan metakognitif yang
diperlihatkan dalam bentuk kemampuan berpikir tentang proses
berpikir (think how to think) dan belajar bagaimana belajar (learn
how to learn).
Dalam konteks keseharian dalam dunia pendidikan lebih dikenal
taksonomi yang kemukakan oleh pakar pendidikan Amerika Serikat yaitu
Benjamin S. Bloom dan David Krathwohl dalam buku The Taxonomy of
Educational Objectives; The Classification of Educational Goals yang
meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Berdasarkan taksonomi
Gagne dan Bloom serta Krathwohl dapat dilihat bahwa ada tagihan
terhadap hasil belajar siswa yang lebih tinggi. Gagne menyebutnya dengan
“intellectual skills” dan “cognitive strategy” sedangkan Bloom dan
Krathwohl menyebutnya dengan hierarki ranah kognitif yang dimulai dari
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada tahun
2001, dipublikasikan pula The Taxonomy Bloom Revision yang terdapat
dalam buku yang berjudul “A Taxonomy for Learning, Teaching and
Assessing: a Revision of bloom’s Taxonomy of Educational Objectives”
yang disusun oleh Lorin, W. Anderson dan David, R. Krathwohl. Dalam
buku itu dijelaskan bahwa hierarki pengetahuan sebelumnya dinyatakan
dengan kata benda, maka pada revisi menggunakan kata kerja dan
menambah satu tingkatan lagi setelah evaluasi yaitu mencipta. Dengan
urutan:
a. Pengetahuan.
b. Mengingat.
c. Memahami.
d. Mengaplikasikan.
e. Menganalisis.
f. Mengevaluasi.
g. Mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001: 267).
Untuk mewadahi tercapainya tuntutan hasil belajar setelah
dilaksanakan suatu pembelajaran, maka diperlukan reformasi
interaksi dan aktivitas belajar dan reformasi paradigma guru dan

12
strategi pembelajaran agar kegiatan yang dilaksanakan mampu
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran.
D. Komponen Komunikasi Pendidikan
Konteks komunikasi pendidikan adalah pembelajaran yang berlangsung
sekolah di mana peserta didik dan pendidik melakukan interaksi (kontak dan
komunikasi) dengan berbagai sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar. Dengan
demikian, komponen komunikasi pendidikan hampir sama dengan komponen
komunikasi. Bedanya hanya terletak pada pemberian tekanan pada aspek-aspek
tertentu saja.
1. Pendidik
Menurut UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal
1 ayat (1) menjelaskan guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebutan
guru adalah singkatan dari “digugu” dan “ditiru”. Digugu, artinya kata-
kata guru senantiasa didengarkan oleh anak didiknya dan ditiru artinya
sikap dan kepribadian guru menjadi panutan bagi anak didiknya. Dalam
konteks pembelajaran sebagai proses komunikasi, peran guru bisa sebagai
sumber informasi/komunikator, sebagai penerima pesan/komunikan, serta
sebagai sumber belajar.
Sebagai komponen komunikasi, pendidik akan melakukan minimal dua
jenis komunikasi, yaitu komunikasi intrapersonal dan komunikasi
interpersonal. Menurut Muhammad (2014: 158), komunikasi intrapersonal
adalah komunikasi dalam diri sendiri dan hanya seorang yang terlibat.
Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi
intrapersonal memengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain.
Adapun komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di
antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di
antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Komunikasi
interpersonal membentuk hubungan dengan orang lain. Semakin banyak
orang yang terlibat, maka semakin banyak hubungan yang akan terbentuk.

13
Sebagai pengirim pesan, efektivitas penyampaian pesan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti keterampilan berkomunikasi, sikap dan
kepribadian, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya.
2. Peserta Didik
Peserta didik secara umum adalah seseorang yang mengikuti proses
pendidikan dan pembelajaran sepanjang waktu, sedangkan secara khusus
peserta didik adalah seseorang yang mengikuti proses pendidikan dan
pembelajaran pada suatu satuan pendidikan. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 12 tentang Peserta Didik dijelaskan bahwa peserta didik
menjadi fokus utama dalam pembelajaran. Makanya, tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan berbagai potensi pada diri peserta
didik serta mempersiapkan peserta didik untuk masa depan.
Sehubungan dengan komponen komunikasi, maka peserta didik tidak
selalu ditempatkan sebagai penerima pesan semata. Dalam model-model
komunikasi terkini dijelaskan bahwa pengirim pesan bisa siapa saja dan
pola pengiriman dan penerimaan pesan adalah interaktif dan transaksional.
Sehingga peserta didik dalam konteks pembelajaran sebagai proses
komunikasi memiliki peran-peran seperti sebagai pengirim pesan dan
penerima pesan sekaligus sebagai sumber belajar. Dalam interaksi dengan
peserta didik lain, jenis hubungan yang terbentuk bisa saja
“diadik/dyad/berdua/dialog/berpasangan/pair” atau “triadik/tryad/bertiga”
baik dalam konteks berkelompok maupun klasikal. Sama halnya dengan
pendidik di atas, ketika peserta didik berperan sebagai pengirim pesan,
maka efektivitas penyampaian pesan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti keterampilan berkomunikasi, sikap dan kepribadian, pengetahuan,
sistem sosial, dan budaya.
3. Pesan/Informasi
Pesan adalah informasi yang dikirimkan kepada penerima pesan. Pesan
ini bisa berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal. Pesan verbal juga
terdiri dari pesan verbal tertulis, seperti buku, artikel, koran, bahan ajar,
dan modul sedangkan pesan verbal yang bersifat lisan berupa pembicaraan
langsung, percakapan, dan sebagainya. Pesan nonverbal dapat berupa
isyarat, ekspresi wajah, gerak anggota badan, nada suara, keheningan,

14
emosi dan lain-lain. Pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran bisa
berbagi dan bertukar tempat dalam hal tindakan sebagai pengirim dan
penerima pesan.
4. Media/Saluran
Menurut Muhammad (2014: 18) saluran adalah jalan yang dilalui
pesan dari si pengirim ke si penerima. Saluran dalam komunikasi erat
hubungannya dengan gelombang cahaya dan gelombang suara karena
berkaitan dengan apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar. Sampainya
pesan juga bisa dibantu oleh berbagai alat dan media pendukung seperti
buku, film, model, mic, LCD proyector, dan papan tulis. Saluran utama
dalam komunikasi adalah gelombang suara dan gelombang cahaya. Oleh
sebab itu, pengirim pesan yang baik harus memperhatikan media yang
digunakan agar pesan sampai seperti harapan, misalnya memperhatikan
kualitas suara, memilih gambar-gambar yang tinggi resolusinya dan
berwarna. Berlo dalam model komunikasi SMCR-nya menambahkan
bahwa media atau saluran komunikasi berhubungan dengan panca indra,
yaitu penglihatan (seeing), pendengaran (hearing), sentuhan (touching),
membaui (smelling), dan merasai (tasting).
5. Efek
Efek adalah dampak dari pesan yang dikirimkan oleh si pengirim pesan
kepada si penerima pesan yang bersifat sepihak dan terbatas. Efek ini
terbagi dua, yaitu efek yang diharapkan dan efek yang tidak diharapkan.
Terkait dengan pembelajaran sebagai proses komunikasi, efek yang
diharapkan adalah terciptanya “the communication is in tune” selama
proses berlangsung. Contoh, setelah guru meminta siswa berdoa maka
semua siswa berdoa. Adapun efek yang tidak diharapkan adalah terjadinya
“missunderstanding” atau “missperseption” pada penerima pesan. Guru
menyampaikan A, tapi siswa mengartikannya B. Efek ini akan berlanjut
dengan komponen komunikasi pendidikan berikutnya yaitu umpan
balik/feedback.
6. Umpan Balik/FeedBack
Umpan balik atau balik adalah respons terhadap pesan yang diterima
oleh penerima pesan. Umpan balik ini menjadi indikator keberhasilan
komunikasi. Jika respons yang diberikan oleh penerima pesan sama

15
dengan harapan pengirim pesan, maka komunikasi berjalan lancar dan
sukses demikian sebaliknya. Umpan balik ini sangat penting terutama
dalam konteks pembelajaran. Umpan balik tidak hanya diharapkan sebagai
indikator sampainya pesan yang dikirimkan tapi lebih dari itu, umpan balik
adalah proses ekplorasi dan elaborasi yang efektif guna mencapai tujuan
pembelajaran.

E. Urgensi Komunikasi Pendidikan


Berbicara tentang komunikasi pendidikan, maka fokus pembicaraan diarahkan
pada jantungnya pendidikan yaitu pembelajaran. Menurut Undang- Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (20) dinyatakan bahwa
pembelajaran adalah “proses interaksi antara peserta didik dan pendidik dengan
berbagai sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.” Jika dicermati kata
“interaksi”, menurut KKBI diartikan sebagai “hal saling melakukan aksi,
berhubungan, memengaruhi, antar hubungan.” Dalam konteks sosial, interaksi sosial
diartikan sebagai hubungan sosial yang dinamis antara orang perseorangan dengan
orang per-seorangan, antara perseorangan dengan kelompok dan antara kelompok
dengan kelompok (kbbi.web.id). Dalam pandangan sosiologi, interaksi sosial bisa
terjadi jika memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.
Kembali ke rumusan pembelajaran yang dinyatakan dalam UU SISDIKNAS
tadi, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi. Pola-pola interaksi dalam
pembelajaran banyak bentuknya, seperti interaksi peserta didik dengan pendidik,
interaksi peserta didik dengan peserta didik lain, interaksi peserta didik dengan
peserta didik lain dalam pasangan (dialog), interaksi peserta didik dengan peserta
didik lain di dalam kelompok, dan interaksi peserta didik dengan peserta didik lain di
luar kelompok. Artinya, pembelajaran sebagai kegiatan utama dalam pendidikan
adalah proses interaksi yang tidak akan berjalan tanpa adanya komunikasi.
Dalam praktik komunikasi dalam pembelajaran, akan ditemui banyak sekali
fenomena-fenomena. Ada komunikasi yang efektif dan komunikasi tidak efektif.
Banyak ditemukan halangan, hambatan dan rintangan (noises and barrier) dalam
berkomunikasi baik yang datang dari pendidik, peserta didik atau dari lingkungan di
mana komunikasi terjadi. Contoh, seorang pendidik menjelaskan materi pelajaran
pada jam pelajaran siang. Cuaca cukup terik sehingga ruangan panas dan peserta didik

16
menjadi gerah. Letih dan lelah dirasakan oleh sebagian besar peserta didik. Ketika
ditemui halangan dan rintangan seperti ini dalam komunikasi antara peserta didik dan
pendidik maka perlu dilakukan penyesuaian. Guru tidak bisa lagi melaksanakan
komunikasi dalam konsep komunikasi satu arah (ceramah), tapi guru harus
mengembangkan komunikasi dengan konsep interaksi, bahkan transaksi. Sehingga
halangan-halangan itu bisa dikurangi efeknya terhadap peserta didik dan tujuan
pembelajaran juga bisa tetap tercapai. Hanya guru-guru yang memiliki pemahaman
tentang konseptualisasi komunikasilah yang akan bisa mengaplikasikan hal tersebut
dalam mengatasi permasalahan di dalam pembelajaran yang terkait dengan
komunikasi. Ini adalah salah satu bentuk urgensi dari komunikasi pendidikan sebagai
suatu kajian tentang penerapan teori dan konsep komunikasi dalam pembelajaran serta
penerapan teori dan konsep komunikasi dalam mengatasi berbagai permasalahan
dalam pembelajaran.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia yang
memiliki idealisme nasional dan keunggulan profesional serta kompetensi yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara. Komunikasi Pendidikan lebih
difokuskan pada komunikasi yang dipraktikkan oleh pendidik dan peserta didik dalam
pembelajaran, baik komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai
interaksi dan komunikasi sebagai transaksi serta teori-teori dan konsep-konsep
komunikasi yang relevan dan mendukung praktik pendidikan dan pembelajaran
menjadi bahasan dalam komunikasi Pendidikan.

B. Saran
Sebagai seorang calon guru, hendaknya hakikat komunikasi pendidikan ini
kita pahami secara benar agar kelak dalam pelaksanaan belajar mengajar dapat
berjalan lancar dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2021/08/05/120000469/komunikasi--pengertian-para-
ahli-fungsi-tujuan-dan-jenis-jenisnya

https://www.scribd.com/presentation/434153603/PPT-HAKIKAT-KOMUNIKASI-
PENDIDIKAN-pptx

https://justwriteonthenote.blogspot.com/2012/12/pembelajaran-sebagai-proses-
komunikasi_1173.html?m=1

https://pakarkomunikasi.com/komponen-komponen-komunikasi

https://www.researchgate.net/publication/
354068497_Komunikasi_Pendidikan_Urgensi_Komunikasi_Efektif_dalam_Proses_Pembelaj
aran

19

Anda mungkin juga menyukai