Anda di halaman 1dari 18

PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK CPO UNTUK BAHAN

PANGAN DAN NON PANGAN

NAMA-NAMA KELOMPOK

1. ADRIANUS DIN (21411013)


2. KOSTAN V MOS (21411004)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO
MAKASSAR
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu sumber daya alam berbasis hasil pertanian yang sangat

potensial untuk bahan baku industri di Indonesia adalah minyak sawit.

Luas areal kelapa sawit pada Pada tahun 2009 mencapai 7,51 juta hektar

dengan produksi sebesar 18,64 juta ton minyak sawit. Minyak sawit

diprediksi akan menjadi minyak nabati utama yang diproduksi di dunia.

Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa kelebihan minyak sawit antara

lain harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan

karoten tinggi.

CPO (crude palm oil) merupakan produk utama dari industri kelapa

sawit yang mempunyai produk turunan yang sangat beragam. CPO

mempunyai peluang yang besar untuk diolah lebih lanjut namun

sayangnya saat ini industri hilir minyak sawit belum berkembang dengan

baik, sehingga sampai sekarang industri pengolahan kelapa sawit hanya

didominasi oleh industri kilang CPO.

Belum kuatnya industri hilir (ditambah dengan masih rendahnya

kapasitas dari industri pengolah dalam negeri) berimplikasi pada ekspor

sawit Indonesia dalam bentuk CPO. Minyak sawit kasar yang dikenal

dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari

ekstraksi bagian mesokarp buah. Untuk mendapatkan produk – produk

akhir dari minyak – minyak tersebut, diperlukan teknologi proses – proses


kimia dan fisika, seperti proses – proses rafinasi, fraksinasi, hidrogenasi,

intererterifikasi, dan sebagainya.

B. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis produk-produk turunan yang

dapat dihasilkan dari CPO (crude palm oil) sehingga dapat memberikan

nilai tambah yang lebih besar.

C. METODOLOGI

Makalah ini dibuat dengan metode menggunakan studi pustaka

berkaitan dengan bahan yang akan dianalisis yaitu minyak kelapa sawit

(CPO).
BAB II. PEMBAHASAN

A. TINJAUAN UMUM MINYAK KELAPA SAWIT

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24

meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak.

Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging

buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak.

Urutan dari turunan Kelapa Sawit:

Kingdom: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Arecales

Famili: Arecaceae

Jenis: Elaeis

Spesies: E. guineensis

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah

buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah

yang disebut CPO (Crude Palm Oil) yang dapat diolah menjadi bahan

baku dalam banyak produk turunannya, seperti minyak goreng. Kelebihan

minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan

memiliki kandungan karoten tinggi. Kurang lebih 90 persen minyak sawit

selama ini sudah digunakan untuk produk dan bahan pangan seperti
minyak goreng, margaring, shortening, minyak salad, lemak kue, cocoa

butter substitute, dan lain – lain. Sisanya, sebesar 10 persen digunakan

untuk industri non pangan seperti produk – produk kosmetik, oleokimia,

dan sebagainya (Kosasih dan Harsono, 1991). Nilai tambah yang dapat

diperoleh dalam minyak sawit dibandingkan dengan minyak yang lain

adalah kandungan karotennya yang bewarna merah – kuning, yang setara

dengan 60.000 IU aktivitas vitamin A. Namun selama ini pada proses

pengolahan, warna merah dalam minyak sawit dihilangkan untuk

memperoleh minyak goreng yang jernih.

Pigmen karotenoid sebagian besar terdiri atas alfa, beta, gamma

karoten dan likopen, yang diperlukan oleh tubuh sebagai precursor vitamin

A. Dengan pertimbangan nilai nutrisi beta karoten yang potensial dalam

minyak sawit, perlu dilakukan beberapa upaya yang dapat

mempertahankan dan memanfaatkan minyak sawit sebanyak –

banyaknya. Minyak sawit juga mengandung tokoferol (Vitamin E ) yang

dapat berperan sebagai antioksidan dan fitosterol yang merupakan jenis

sterol yang sulit diserap oleh bahan pencernaan, bahkan dapat

menghambat penyerapan sterol dari makanan ( Rajanaidu 1988, Adnan

1991 dan Packer 1991 ). Dengan demikian minyak sawit sangat berguna

untuk mencegah timbulnya penyakit – penyakit avitaminosis, penyakit

tekanan darah tinggi, penyakit jantung coroner, dan penyakit jantung

( Adnan ,1991 , Muhilal , 1991 , Packer , 1991 , Iwasaki dan

Murakoshi , 1992
B. DATA PRODUKSI MINYAK SAWIT (CPO), EKSPOR & IMPOR, LUAS

DAN SEBARAN AREA PRODUKSI (2006-2011)

Secara umum pola perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia

pada periode tahun 1970–2009 cenderung mengalami peningkatan

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 11,12% (Gambar 1.1).

Berdasarkan atas status pengusahaannya, maka luas areal kelapa sawit

sangat berfluktuasi namun cenderung terus mengalami peningkatan untuk

luas areal PR (Perkebunan Rakyat) dan PBS(Perkebunan Besar Swasta)

masing-masing sebesar 34,53% dan 14,18%, sedangkan pola

pertumbuhan luas areal kelapa sawit PBN (Perkebunan Besar Negara)

hanya sebesar 4,75%.

Seiring dengan peningkatan luas areal kelapa sawit, maka produksi

kelapa sawit Indonesia dalam wujud produksi minyak sawit selama tahun

1970-2009 juga cenderung meningkat. Jika pada tahun 1970 produksi

minyak sawit Indonesia hanya sebesar 216,8 ribu ton maka pada tahun

2009 meningkat menjadi 18,64 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar

12,47% per tahun.

Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari 7

(tujuh) provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,80% terhadap

produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 1.3.

Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi

terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52% dan 17,77%,


disusul berturut-turut provinsi Sumsel, Kalteng, Jambi, Kalbar dan Sumbar

masing-masing sebesar 10,19%, 7,92%, 7,04%, 5,44%, dan 4,94%.

C. SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)

Sifat fisik dan kimia dari minyak sawit kasar (CPO) dan hasil tahapan

produksi yang diperoleh melali hasil survei MARDI ( 1977 / 78 ) dan

PORIN (1979 / 1980) (Pantzaris, 1997). Sifat fisik dan kimia disajikan

dalam table 1 dan table 2 menyajikan komposisi TAG sawit kasar.

No. Karakteristik yang Nilai Rata – rata Standard

diidentifikasi Pengamatan (n=215) deviasi

(min – maks)

1. Densitas relative 50o 0.8919-0.8932 0.8927 0.0002

C/air suhu 25 o C

2. Indeks refraktif n D 50 C 1.4546-1.4560 1.4533 0.0005

3. Bilangan 190.1-201.7 195.7 2.46

penyabunan, mg

KOH/g minyak

4. Materi tak 0.15-0.99 0.51 0.165

tersabunkan, %

5. komposisi asam

lemak (% berat
sebagai ester metil) 0-0.4 0.1 0.06

C12:0 0.6 – 1.7 1.0 0.12

C14:0 41.1-47.0 43.7 0.92

C16:0 0-0.6 0.1 0.14

C16:1 3.7-5.6 4.4 0.29

C18:0 38.2-43.5 39.9 0.70

C18:1 6.6-11.9 10.3 0.58

C18:2 0-0.5 - -

C18:3 0-0.8 0.3 0.24

C20:6

6. Bilanangan iod, wijs 50.6-55.1 52.9 0.89

7. Slip point, o C 30.8 – 37.6 34.2 1.43

8. Total karotenoid 500-1000 - -

(sebagai β

karotenoid) mg/kg

Berdasarkan hasil analisis 215 sampel, dari instalasi milling dan bulking

seluruh Malaysia selama 12 bulan. PORIM survei 1979/1980.

D. STANDAR MUTU MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)


Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti,

pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati

lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai

sifat‐sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan

dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran.

Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu

internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam

tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak

kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan

non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,

kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih

diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan

oleh banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk

pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan

dan pengangkutan.

Syarat Mutu

No Karakteristik Syarat Cara pengujian

1 Warna Kuning jingga Visual

sampai hingga

kemerah-merahan

2 Asam lemak bebas 5,00 BS 684 – 1958

(sebagai asam palmitat),

%(bobot/bobot), maks
3 Kadar kotoran, 0,05 SNI 01-3184-1992

%(bobot/bobot), maks

4 Kadar air, %(bobot/bobot), 0,45 BS 684 – 1958

maks

Sumber : Badan Standar Nasional

E. KOMPOSISI KIMIA MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)

Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sejumlah komponen –

komponen seperti asam lemak bebas (free fatty acid / FFA), asam lemak

tak jenuh ganda sebanyak 47 %, asam lemak jenuh sebesar 53 %,

fosfatida, air, karotenoid, komponen – komponen yang memberikan rasa

dan bau, dan komponen – komponen lain dalam jumlah sangat kecil

(komponen – komponen minor) seperti beta-karoten sekitar 500 – 700

ppm, vitamin E atau tokoferol sekitar 1000 ppm, tokotrienol, fitosterol

(Basiron, 1996) . Meskipun komponen – komponen tersebut berupa

komponen – komponen minor, tetapi dalam jumlah yang sedikit pun dapat

memberikan manfaat dalam satuan metabolisme tubuh manusia. Pada

suhu kamar minyak sawit kasar (CPO) berbentuk semi padat dengan titik

cair berkisar antara 40 – 47 derajat C. Titik cair minyak kelapa sawit

merupakan kisaran dari nilai yang menunjukan gliserida penyusunnya

yang terdiri dari asam – asam lemak dengan titik cair yang masing –

masing berbeda (Bernadini, 1883).


Ukuran dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai

acuan:

Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Lemak

Tipe Asam Lemak Persentase

Palmitic C16 Lemak jenuh 44.3 %

Stearic C18 Lemak jenuh 4.6 %

Myristic C14 Lemak jenuh 1.0 %

Oleic C18 Satu lemak tidak 38.7 %

jenuh

Linoleic C18 Banyak lemah tidak 10.5 %

jenuh

Lainnya 0.9 %

F. ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK KELAPA

SAWIT

CPO sebagai produk turunan dari kelapa sawit dapat diolah lebih

lanjut / diversifikasi menjadi produk pangan maupun non pangan yang

dapat memberikan nilai tambah dibanding yang lebih besar dibanding

produk awalnya yang hanya berupa minyak sawit. Sebagai gambaran

berikut akan diuraikan pertambahan nilai tambah yang didapat dari produk

turunan minyak kelapa sawit. Produk level pertama kelapa sawit berupa

CPO akan memberikan nilai tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah
segar (TBS), jika diolah menjadi minyak goreng nilai tambahnya

meningkat menjadi 50% basis TBS dan 20% basis CPO. Selanjtnya jika

diolah menjadi asam lemak (fatty acid) nilai tambahnya menjadi 100%

basis TBS, menjadi ester nilai tambah yang diperoleh meningkat menjadi

sekitar 150 - 200 % basis TBS, menjadi surfaktan atau emulsifier nilai

tambahnya menjadi sekitar 300 - 400 % basis TBS, selanjutnya jika diolah

menjadi bahan kosmetik nilai tambah yang diperoleh meningkat menjadi

sekitar 600 – 1000 % basis TBS (Said Didu, 2003).

Produk non pangan dapat diarahkan pada produk surfaktan, bio

diesel, pelumas, gemuk, dan bahan aditif untuk bahan bakar, sedangkan

produk pangan meliputi : minyak goreng sawit merah (kaya beta-karoten),

margarin, CBS, tokoferol, shortening dan pengemulsi.

Pada produk bio diesel, minyak kelapa sawit bisa menjadi pengganti

dari minyak bumi untuk dijadikan bahan bakar diesel. Saat ini persediaan

minyak bumi di dunia makin tipis. Dalam waktu dekat, tidak mustahil lagi

jika persediaan minyak bumi akan habis. Jika hal tersebut terjadi, generasi

penerus tidak akan bisa menikmati minyak bumi. Karena itu, minyak

kelapa sawit bisa dijadikan sebagai pengganti minyak bumi. Selain

meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit itu sendiri yaitu menjadi

minyak sawit, minyak kelapa sawit (CPO) bisa juga digunakan sebagai

pengganti minyak bumi untuk bahan bakar diesel (bio diesel). Dengan

demikian, nilai tambah yang dihasilkan oleh minyak kelapa sawit tidak

hanya satu melainkan dua.


CPO juga dapat diproduksi lebih lanjut menjadi pelumas (rolling oil).

Rolling oil merupakan salah satu pelumas yang digunakan pada industri

baja. Rolling oil digunakan dalam proses penipisan baja, fungsi utamanya

adalah untuk mengendalikan gesekan dan melindungi lembaran baja dan

rol dari goresan, dan kerusakan lainnya. Pemanfaatan minyak sawit

(CPO) sebagai bahan baku minyak pelumas ini dilakukan dengan

menerapkan proses hidrogenasi pada minyak sawit.

Selain itu CPO juga dapat diolah lebih lanjut menjadi surfaktan.

Selama ini surfaktan/emulsifier disintesis dari minyak bumi (petrokimia).

Namun mengingat kuantitas minyak bumi yang semakin menipis maka

perlu dicari sumber lain. Minyak sawit dapat digunakan sebagai penghasil

surfaktan. Surfaktan dari kelapa sawit ini memiliki beberapa kelebihan

seperti mudah terurai secara biologi (biodegradable) sehingga tidak

mencemari lingkungan, dan ketersediaan bahan baku yang selalu

berkesinambungan karena minyak sawit merupakan sumber daya alam

yang dapat diperbaharui. Surfaktan digunakan dalam berbagai industri,

seperti industri pangan, farmasi, perminyakan, pertambangan, obat-

obatan, bahan peledak, kosmetik, cleansing dan washing produk.

Pengolahan CPO menjadi gliserin diperoleh pada proses hidrolisa

dapat lebih dimurnikan (di atas 95 %) dengan cara penguapan berganda

dan dilanjutkan dengan destilasi dan deioniasi (Tien R. Muchtadi, 1996).

Gliserin dapat digunakan sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan

dalam pembuatan shampoo, obat kumur-kumur, dan pasta gigi. Gliserin


juga digunakan sebagai hemactan pada industri rokok, permen karet,

minyak pelincir, zat alkit, selofan, adesif, plester, dan sabun.

CPO juga dapat diolah menjadi asam lemak. Proses pengolahannya

secara singkat adalah sebagai berikut : Pertama-tama pembebasan

fosfatida dengan asam fosfat, lalu pencucian untuk menghilangkan sisa

asam fosfat yang dilengkapi dengan degumming. Setelah minyak

dibersihkan kemudian diuraikan menjadiasam lemak dan gliserol dengan

menambahkan air demineral pada suhu 250 – 2550C dan tekanan 50 – 55

bar. Asam lemak kasar yang dihasilkan, dimurnikan untuk memperoleh

produk yang stabil dengan proses hidrogenasi, destilasi atau fraksinas

(Loebis, 1988).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

CPO (crude palm oil) merupakan produk utama dari industri kelapa

sawit yang mempunyai produk turunan yang sangat beragam.

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat

mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang

banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman.

Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah

yang disebut CPO (Crude Palm Oil) yang dapat diolah menjadi bahan

baku dalam banyak produk turunannya

Kurang lebih 90 persen minyak sawit selama ini sudah digunakan

untuk produk dan bahan pangan seperti minyak goreng, margaring,

shortening, minyak salad, lemak kue, cocoa butter substitute, dan lain –

lain

sebesar 10 persen digunakan untuk industri non pangan seperti

produk – produk kosmetik, oleokimia, dan sebagainya (Kosasih dan

Harsono, 1991).

Nilai tambah yang dapat diperoleh dalam minyak sawit

dibandingkan dengan minyak yang lain adalah kandungan karotennya

yang bewarna merah – kuning, yang setara dengan 60.000 IU aktivitas

vitamin A.
Minyak sawit juga mengandung tokoferol (Vitamin E ) yang dapat

berperan sebagai antioksidan dan fitosterol yang merupakan jenis sterol

yang sulit diserap oleh bahan pencernaan, bahkan dapat menghambat

penyerapan sterol dari makanan ( Rajanaidu 1988, Adnan 1991 dan

Packer 1991 ).

Produk non pangan dapat diarahkan pada produk surfaktan, bio

diesel, pelumas, gemuk, dan bahan aditif untuk bahan bakar, sedangkan

produk pangan meliputi : minyak goreng sawit merah (kaya beta-karoten),

margarin, CBS, tokoferol, shortening dan pengemulsi.

Pada produk bio diesel, minyak kelapa sawit bisa menjadi pengganti

dari minyak bumi untuk dijadikan bahan bakar diesel.

Selain meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit itu sendiri yaitu

menjadi minyak sawit, minyak kelapa sawit (CPO) bisa juga digunakan

sebagai pengganti minyak bumi untuk bahan bakar diesel (bio diesel).

CPO juga dapat diproduksi lebih lanjut menjadi pelumas (rolling oil).

Rolling oil merupakan salah satu pelumas yang digunakan pada industri

baja.

Pengolahan CPO menjadi gliserin diperoleh pada proses hidrolisa

dapat lebih dimurnikan (di atas 95 %) dengan cara penguapan berganda

dan dilanjutkan dengan destilasi dan deioniasi (Tien R. Muchtadi, 1996).

Gliserin dapat digunakan sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan

dalam pembuatan shampoo, obat kumur-kumur, dan pasta gigi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Reeves, James B.; Weihrauch, John L.; Consumer and Food


Economics Institute (1979). Composition of foods: fats and oils.
Agriculture handbook 8-4. Washington, D.C.: U.S. Dept. of
Agriculture, Science and Education Administration. hlm. 4.
OCLC 5301713.
2. ^ Poku, Kwasi (2002). "Origin of oil palm". Small-Scale Palm Oil
Processing in Africa. FAO Agricultural Services Bulletin 148. Food
and Agriculture Organization. ISBN 92-5-104859-2.[halaman dibutuhkan]
3. ^ Harold McGee. On Food And Cooking: The Science And Lore Of
The Kitchen, Scribner, 2004 edition. ISBN 978-0-684-80001-1
4. ^ Cottrell, RC (1991). "Introduction: nutritional aspects of palm oil".
The American journal of clinical nutrition 53 (4 Suppl): 989S–
1009S. PMID 2012022.
5. ^ US Federal Food, Drug & Cosmetic Act, 21 CFR 101.25 as
amended in Federal Register July 19, 1990, Vol.55 No.139
pg.29472
6. ^ Mensink, RP; Katan, MB (1992). "Effect of dietary fatty acids on
serum lipids and lipoproteins. A meta-analysis of 27 trials.".
Arterioscler Thromb 12 (8): 911–?. PMID 1386252.
doi:10.1161/01.ATV.12.8.911.
7. ^ United States Department of Agriculture (June 2006). Palm Oil
Continues to Dominate Global Consumption in 2006/07. Siaran
pers. Diakses pada 22 September 2009.
8. ^ Che Man, YB; Liu, J.L.; Jamilah, B.; Rahman, R. Abdul (1999).
"Quality changes of RBD palm olein, soybean oil and their blends
during deep-fat frying". Journal of Food Lipids 6 (3): 181–193.
doi:10.1111/j.1745-4522.1999.tb00142.x.
9. ^ Matthäus, Bertrand (2007). "Use of palm oil for frying in
comparison with other high-stability oils". European Journal of Lipid
Science and Technology 109 (4): 400. doi:10.1002/ejlt.200600294.
10. ^ International Union for Conservation of Nature (IUCN). The IUCN
Red List of Threatened Species; Pongo pygmaeus.
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/17975/0 . Accessed:
2012-04-12
11. ^ Natasha Gilbert (4 July 2012). "Palm-oil boom raises conservation
concerns: Industry urged towards sustainable farming practices as
rising demand drives deforestation". Nature.
12. ^ Morales, Alex (18 November 2010). "Malaysia Has Little Room for
Expanding Palm-Oil Production, Minister Says". Bloomberg.
Diakses tanggal 1 March 2013.
13. ^ Scott-Thomas, Caroline (17 September 2012). "French firms
urged to back away from 'no palm oil' label claims". Foodnavigator.
Diakses tanggal 7 March 2013.
14. ^Kiple, Kenneth F.; Conee Ornelas, Kriemhild, editor (2000). The
Cambridge World History of Food. Cambridge University Press.
ISBN 0521402166. Diakses tanggal 30 August 2012.
15. ^ Obahiagbon, F.I. (2012). "A Review: Aspects of the African Oil
Palm (Elaeis guineesis Jacq.)" (PDF). American Journal of
Biochemistry and Molecular Biology: 1–14.
doi:10.3923/ajbmb.2012. Diakses tanggal 30 August 2012.
16. ^ "BRITISH COLONIAL POLICIES AND THE OIL PALM
INDUSTRY IN THE NIGER DELTA REGION OF NIGERIA, 1900-
1960.". African Study Monographs 21 (1): 19–33. 2000.

Anda mungkin juga menyukai