Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:

1. Mampu menggunakan beberapa alat ukur dasar.


2. Mengenal teknik-tieknik dasar pengukuran.
3. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran.
4. Mampu menggunakan pengertian angka berarti.

I.2 Dasar Teori

I.2.1 Pengertian Pengukuran

Perbandingan antara suatu besaran dengan besaran lain merupakan pengertian dari
pengukuran. Perbandingan suatu besaran tersebut ditetapkan sebagai standar
pengukuran. Dalam pengukuran pasti memerlukan alat bantu, alat bantu tersebut
dikenal sebagai alat ukur. Alat ukur dalam kehidupan sehari-hari terdiri dari berbagai
macam, seperti alat ukur panjang (mistar, jangka sorong, dan mikrometer skrup), alat
ukur massa, alat ukur waktu, alat ukur suhu dsb. (Sasmito, 2010).

I.2.2 Jangka Sorong

Pada tahun 1631 jangka sorong pertama kali ditemukan oleh Pierre Vernier seorang
berkebangsaan prancis. (Physic Level 1 Laboratory, 2). Jangka Sorong merupakan
salah satu alat ukur panjang yang memiliki batas ukur sampai 10 cm dengan
ketelitiannya 0.1 mm atau 0.01 cm. (Agustiana dan Tika, 2013). Selain digunakan
dalam pengukuran panjang, jangka sorong juga digunakan dalam pengukuran
diameter bagian luar dan rongga dalam atau diameter bagian dalam suatu benda yang
berbentuk cincin serta pengukuran kedalaman suatu benda.

Jangka sorong memiliki dua skala yaitu skala utama (SU) serta sekala nonius (SN).
Untuk skala nonius, 10 skalanya memiliki panjang 0,9 cm. Sedangkan pada skala
utama, 10 skalanya memiliki panjang 10 cm. Sehingga selisih antara skala utama dan
skala nonius adalah 0,01 cm atau 0,1 mm. Dengan adanya skala nonius tersebut,
angka yang meragukan hasil penaksiran dalam suatu penelitian dapat dihindari yaitu
dengan melihat skala nonius yang berhimpitan dengan skala utama. Oleh karena itu,
jangka sorong menjadi alat ukur yang lebih teliti dibandingkan dengan mistar.

Jangka sorong terdiri dari 2 skala yang digunakan untuk memperoleh pengukuran
yaitu skala utama dan skala nonius, 2 rahang tetap yang dapat menahan benda yang
diukur yaitu rahang tetap atas dan rahang tetap bawah, 2 rahang gerak yang dapat
bergeser sepanjang penggaris ke objek yang diukur yaitu rahang gerak atas dan
rahang gerak bawah, kunci peluncur sebagai penjaga pengukuran yang di peroleh,
kunci halus sebagai pengatur posisi rahang secara halus, serta ekor atau tangkai ukur
kedalaman.

Adapun dalam pengukuran suatu benda menggunakan jangka sorong skala baca
atau hasil pengukuran dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :

Sekala baca = Sekala utama + (Sekala nonius x Ketelitian)

I.2.3 Spherometer

Spherometer merupakan suatu alat ukur yang dibuat pada tahun 1810 oleh seorang
ahli optik berkebangsaan Prancis, Robert Aglae Cauchoix, dan pertama kali
diperkenalkan oleh Nicolas Fortin. Spherometer digunakan sebagai alat pengukur
kelengkungan atau radius permukaan suatu benda. Spherometer memiliki 4 kaki,
dengan 3 kaki yang permanen dan satu kaki tengah yang dapat diubah-ubah
ketinggiannya. Ketelitian spherometer bisa mencapai 0,01 mm. (Melti P, dkk, 2016).
Pada kehidupan sehari-hari spherometer biasanya digunakan sebagai alat pengukur
kelengkungan lensa.

Satu kaki yang terletak di tengah 3 kaki tetap memiliki pjung pengukur yang
runcing ditempatkan vertikal dan dapat membaca secara teliti hingga 1 μm; dengan
tongkat putaran memiliki pergeseran 0,5 mm serta skala yang melingkar dinomori 0
sampai 500. Millimeter dan setengah milimeter dapat dibaca pada skala yang
melingkar.

Hasil pengukuran dapat dibaca langsung sesuai dengan tinggi h pada ujung
pengukur di atas permukaan yang dibatasi oleh tiga kaki. Untuk menentukan jari-jari
suatu lingkaran dari suatu permukaan kurva, spherometer diempatkan pada
permukaan sehingga ujung-ujung kaki dan ujung pengukur spherometer menyentuh
suatu permukaan secara bersamaan. Jarak antara ujung-ujung disebut d, maka jari-jari
lingkaran dapat dihitung:

R = d²/6h + h/2

Spherometer memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi daripada mistar,


jangka sorong dan mikrometer sekrup. Hal itu dikarenakan spherometer memiliki
ketelitian sebesar 0,01 mm. Semakin kecilnya suatu nilai ketelitian alat ukur akan
mengakibatkan nilai keditakpastian dalam pengukuran kecil juga, maka dengan begitu
kualitas alat ukur menjadi lebih baik.

I.2.4 Neraca

I.2.4.1 Neraca Manual

Neraca merupakan alat ukur massa benda. Neraca biasa juga disebut sebagai
timbangan. Neraca digunakan dengan cara membandingkan massa benda dengan
massa benda lainnya yang telah diketahui massanya. Suatu benda yang telah diketahui
massanya disebut sebagat anak timbangan. Adapun tingkat ketelitian alat ukur ini
bergantung pada keperluan dan besar anak timbangan yang paling kecil. massa benda
dapat diketahui dengan cara menjumlahkan masing-masing posisi anak timbangan
sepanjang lengan setelah neraca dalam keadaan setimbangan.

I.2.4.2 Neraca Digital

Neraca Digital merupakan alat ukur massa benda yang memanfaatkan teknologi
elektronik dalam pengukurannya. Neraca digital memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan neraca manual, hal tersebut dikarenakan neraca digital
meminimalisir terjadinya kesalahan hasil pengakuran yang dilakukan oleh manusia,
dimana pada neraca ini memiliki sensor beban yang mengubah gaya yang diterapkan
pada benda menjadi sinyal elektronik sehingga hasil pengukuran ditampilkan dalam
bentuk angka digital yang eksak yaitu memiliki nilai yang pasti.
I.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut :

1. Jangka sorong
2. Spherometer
3. Neraca manual
4. Neraca digital
5. Kaca bening (cembung)
6. Bola baja
7. Balok kecil
8. Silinder

I.4 Metode Pelaksanaan

I.4.1 Pengukuran volume menggunakan jangka sorong

1) Perhatikan nonius pada jangka sorong. Tentukan nilai skala terkecil (nst) alat
ukur tanpa dan dengan nonius.
2) Ukur panjang, lebar dan tinggi pada balok kecil, diameter luar bola baja, serta
diameter dan tinggi silinder menggunakan jangka sorong dengan menjepit
benda diantara rahang tetap dan rahang gerak sehingga benda tidak bergerak,
kemudian baca skala utama dan skala nonius untuk menlakukan perhitungan.
Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali, catat setiap hasil pengukuruan pada tabel
laporan sementara.
3) Tentukan volume balok kecil, bola baja, serta silinder menggunakan data yang
telah ditemukan dari hasil pengukuran tersebut, kemudian catat tiap-tiap volume
benda yang didapatkan pada tabel laporan sementara.

I. 4.2 Pengukuran massa benda menggunakan neraca manual dan neraca digital

1) Timbang setiap benda menggunakan neraca manual dengan mengkalibrasi


neraca manual terlebih dahulu, letakkan benda tepat ditengah pada tempat beban
kemudian geser anak timbangan hingga keadaan setimbang, jumlahkan masing
masing anak timbangan untuk menemukan massa tiap-tiap benda yang
ditimbang, catat hasil timbangan tiap-tiap benda pada tabel laporan sementara.
2) Timbang kembali setiap benda menggunakan neraca digital untuk melihat
keakurasian hasil timbangan neraca manual dengan mengkalibrasi neraca digital
terlebih dahulu, letakkan benda tepat ditengah pada tempat beban dan tunggu
hingga angka pada layar digital berhenti bergerak, catat hasil pengukuran pada
tabel laporan sementara.

I. 4.3 Menghitung massa jenis atau kerapatan massa benda dari data yang telah
ditemukan

1) Hitung kerapatan massa benda dengan membagi antara massa benda dan juga
volume benda dari data yang telah ditemukan pada percobaan.
2) Kerapatan massa benda dihitung dengan menggunakan dua massa benda yang
berbeda yaitu menggunakan massa benda hasil pengukuran neraca manual dan
juga massa benda hasil pengukuran neraca digital, catat masing-masing hasil
perhitungan tiap benda pada tabel laporan sementara.

I.4.4 Pengukuran jari-jari kaca bening yang cembung menggunakan spherometer

1) Tempatkan piringan kaca pada meja datar dengan sisi cembung menghadap
bagian atas
2) Putar balik putaran pengukur spherometer sehingga ujung pengukur tidak
menyentuh permukaan kaca ketika spherometer tersebut ditempatkan di atasnya.
Patikan spherometer berada di skala terkecil.
3) Putar (turunkan) sekrup pengukur spherometer yang terletak diantara 3 kaki
tetap sehingga ujung sekrup tersebut menyentuh permukaan kaca dan
spherometer berdiri dengan setimbang.
4) Ukur ketinggian hasil pengukuran untuk mendapatkan diameter, setelah itu cari
jari-jari dari hasil pengukuran tersebut. Lakukan percobaan sebanyak 3 kali
kemudian hitung rata-rata dari jari-jari 3 percobaan tersebut. Tuliskan data yang
didaptkan pada tabel laporan sementara.
BAB III
PEMBAHASAN

Pada percobaan ini membahas mengenai dasar-dasar pengukuran yang menggunakan alat
ukur berupa jangka sorong, neraca dan spherometer sebagai alat ukurnya. Percobaan yang
dilakukan terbagi menjadi 3 percobaan. Pertama, percobaan pengukuran 3 objek berupa bola
baja, silinder serta balok kecil menggunakan jangka sorong yang bertujuan untuk mengetahui
volume dari 3 objek tersebut. Kedua, percobaan menggunakan neraca manual serta neraca
digital yang bertujuan untuk menentukan massa dari bola baja, silinder dan balok kecil. Dua
neraca yang berbeda tersebut digunakan agar dapat membandingkan tingkat akurasi antara
kedua neraca tersebut. Kemudian percobaan yang terakhir yaitu percobaan menggunakan
spherometer dengan tujuan mencari jari-jari atau radius dari suatu kaca bening yang
cembung.

III.1 Volume Benda

Hasil percobaan pada jangka sorong yang terdapat pada Bab II, diketahui bahwa bola
baja yang digunakan memiliki diameter sebesar 1,9 x 10^-2 m, silinder memiliki
diameter 4,49 x10^-2 m dan tinggi 5,485 x 10^-2 m serta balok kecil meimiliki tinggi
3,99 x 10^-2 m , panjang 3,99 x 10^-2 m serta lebar 1,99x10^-2m. Dari data-data
tersebut dapat ditemukan volume benda, sehingga diketahui volume bola baja sebesar
3,4998 x 10^-6 , volume silinder sebesar 8,68X10^-5 serta volume balok kecil sebesar
3,1680999x10^-5 .

Maka dari itu, dapat diketahui bahwa jangka sorong juga berfungsi sebagai alat
ukur yang dapat mengukur volume suatu benda. Pengukuran jangka sorong dilakukan
dengan menggunakan dua skala, yaitu skala utama dan skala nonius yang menjadikan
hasil pengukuran lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan alat ukur berupa
mistar yang hanya memiliki skala utama.

III. 2 Massa Benda


Pada percobaan massa benda didapatkan dari pengukuran mengunakan alat ukur
berupa neraca manual dan juga neraca digital. Pada percobaan, terdapat 3 benda
berbeda yang diukur massanya yaitu bola baja, silinder dan balok kecil. Sesuai pada
Bab II mengenai hasil dan perhitungan didapatkan hasil pengukuran massa
menggunakan neraca manual yaitu massa bola baja sebesar 2,8x10^-2 kg, massa
silinder sebesar 2,368x10^-1 kg dan massa balok kecil sebesar 2,485x10^-1 kg.
Kemudian, didapatkan juga hasil pengukuran massa menggunakan neraca digital yaitu
massa bola baja sebesar 2,8x10^-1 kg, massa silinder sebesar 2,37x10^-1 kg dan
massa balok kecil sebesar 2,49 x 10^-1 kg.
Dari data yang didapatkan pada pengukuran massa, diketahui bahwa massa silinder
dan balok kecil yang diukur menggunakan neraca manual memiliki perbedaan hasil
dengan massa silinder dan balok kecil yang diukur menggunakan neraca digital. Hal
tersebut membuktikan bahwa pengukuran menggunakan neraca digital memiliki
tingkat akurasi lebih tinggi daripada pengukuran mengguakan neraca manual, adapun
faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut antara lain :

1. Kesalahan perhitungan yang dilakukan peneliti.


2. Bentuk benda yang kurang mendukung sehingga mengakibatkan pergerakan
benda ketika berada di piringan besi pada pengukuran menggunakan neraca
manual.
3. Keadaan disekitar tempat pengukuran, seperti perubahan suhu atau getaran yang
memengaruhi pengukuran menggunakan neraca manual.

III. 3 Kerapatan massa benda (lambang rough)

Pada percobaan, setelah mengetahui volume dan juga massa pada tiap tiap benda maka
selanjutnya dapat dihitung kerapatan massa benda tersebut, dengan rumus sebagai
berikut :
Rough = M/V

Dari data hasil percobaan diketahui bahwa hasil pengukuran massa bola baja
menggunakan neraca manual dan neraca digital adalah sama, maka didapatkan
kerapatan massa benda sebesar 8,00046x10^3. Kemudian pada pengukuran silinder
memiliki hasil pengukuran massa yang berbeda antara pengukuran dengan neraca
manual dan neraca digital. Oleh karena itu didapatkan kerapatan massa benda silinder
dengan hasil pengukuran massa menggunakan neraca manual sebesar 0,272811 x 10^4
dan kerapatan massa benda silinder dengan massa hasil pengukuran neraca digital
sebesar 0,270341x10^4. Terakhir yaitu pada balok kecil juga memiliki dua hasil
kerapatan massa benda, yaitu kerapatan massa benda dengan massa hasil pengukuran
neraca manual sebesar 7,843 x 10^3 dan kerapatan massa benda dengan massa hadil
pengukuran neraca digital sebesar 7,859 x 10^3.

III.4 Radius atau Jari-Jari Kaca Bening Cembung

Untuk mengukur jari-jari atau radius suatu kaca cembung digunakan alat ukur berupa
spherometer. Spherometer diletakkan diatas kaca cembung dan diputar sekrupnya
hingga keadaan setimbang. Dalam satu putaran penuh spherometer (dari 0 ke 0)
bernilai 50. Pada percobaan di perlukan 3 putaran agar spherometer setimbang, maka
didapat nilai sebesar 3x50 = 150mm, kemudian 150mm tersebut ditambah dengan
jumlah skala nonius yang berhimpitan dengan skala utama yaitu 7, maka didapat hasil
sebesar 157. Untuk menemukan h maka jumlah tersebut harus dibagi dengan
banyaknya putaran yaitu 3 yang akhirnya mendapatkan hasil sebesar 3,14mm.
Selanjutnya diperlukan mencari diameter pada spherometer agar jari-jari dapat
diketahui yaitu dengan mengukur jarak kaki tetap yang ada di spherometer. Pada
percobaan didapatkan bahwa jarak kaki tetap yaitu sebesar 4cm atau 40mm. Semua
data yang telah ditemukan dimasuk kan kedalam rumus persamaan, sehingga jari-jari
didaptkan sebesar 86,495 mm.
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengukuran merupakan suatu tindakan yang sangat berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari, karena dengan pengukuran yang dilakukan, massa,
panjang, lebar, tinggi ataupun kedalaman dari suatu objek dapat ditemukan.
2. Setiap alat yang digunakan untuk mengukur suatu objek disebut dengan alat ukur.
Alat ukur tersebut memiliki berbagai jenis, seperti alat ukur massa, alat ukur
panjang, alat ukur waktu serta alat ukur suhu.
3. Setiap alat ukur memiliki tingkat keakurasian yang berbeda-beda, semakin kecil
nilai ketidakpastiannya maka semakin akurat alat ukur tersebut.
4. Dalam pengukuran dapat terjadi kesalahan pengukuran yang diakibatkan oleh
beberapa faktor, seperti kesalahan seseorang yang menggunakan alat ukur serta
lingkungan tempat terjadinya pengukuran.
5. Ketidakakuratan pengukuran yang terjadi dapat diselesaikan dengan teori atau
pemecahan masalah yang sesuai dengan kajian teori dari tiap alat ukur tersebut.

IV. 2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya alat dan bahan yang akan digunakan dapat
berfungsi dengan baik dan aman untuk peneliti sehingga tidak menimbulkan cidera serta
memastikan setiap alat yang akan digunakan telah terkalibrasi dengan benar. Jika dikemudian
hari terdapat alat yang rusak dan tidak bisa digunakan sebaiknya diberikan pengarahan
sebelum adanya praktikum sehingga tidak membuat bahan ajar dari modul yang telah
dipelajari mahasiswa melenceng terlalu jauh dengan praktikum yang akan dilakukan dihari
itu. Diharapkan untuk lebih memperhatikan kembali jumlah alat dengan jumlah orang yang
akan melakukan praktikum agar praktikum tersebut dapat dilakukan secara efektif dan
efesien.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, I.G., dan Tika, I. (2013). Konsep Dasar IPA. Yogyakarta: Ombak
Astuti, Edi Tri. dkk. (2021). Pelatihan Pembacaan Alat Ukur Dimensi Jangka Sorong dan
Mikrometer Skrup untuk Pengukuran Teknik di SMK Sasmita Jaya 2,
Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan, 1(2). 9-10

Basuki, Drs dkk. (1998). Prinsip Kerja Alat Ukur. Dikmenjur: Jakarta

Claude, Jean., dan Archambault ariane. (2011). The Visual Dictionary With Definitions.
Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer

Flack, David. (2014) . Callipers and Micrometers. Hampton Road: National Physical
Laboratory

Hikam, Muhammad., dan B Pamulih. (2005). Eksperimen Fisika Dasar. Jakarta: Prenada
Media

Physics level 1 laboratory : Department Of Physics National University of Singapore

Poerwanto, dkk. (2012). Instrumentasi Alat Ukur. Yogyakarta: Graha Ilmu

Saputra, Aditia. dkk. (2022) Desain dan Realisasi Alat Ukur Massa (Neraca Digital)
Menggunakan Sensor Load Cell Berbasis Arduino, 10(2). I59-160

Sasmito, Teguh. (2010). Pengukuran, Besaran dan Satuan. Jakarta : Erlangga

Basuki, Drs dkk. (1998). Prinsip Kerja Alat Ukur. Dikmenjur: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai